S K R I P S I
D J O K O T R I W A H O N O
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STEROID DARI
KALUS SOLANUM WRIGHTII BENTH
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
ISOLASI DAN IDENTIFIERSI STEROID
DARI KALUS SOLANUM WRIGHTII BENTH
SKRIPSI
DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR
MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI
i
r;;
f! A i i i U o A K c r r y \ ? i
i C
n A E A V A _ _
Djoko Triwahono ”058010337
Disetujui oleh pembimbing PADA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
1988 Y n
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah me- limpahkan berkatNya dan memperkenankan saya untuk dapat menyelesaikan tugas akhir, guna mememuhi syarat-syarat da lam mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa te- rima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak DR. Gunawan Indrayanto sebagai pembimbing, yang penuh kesabaran serta kesungguhan hati telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi pengarahan dan dorongan moral selama saya melakukan penelitian hingga seleaainya penulisan tu gas akhir ini.
Kepada P.T. New Interbat Surabaya, yang telah memberi- kan fasilitas pemakaian alat kromatografi gas untuk penye- lesaian penelitian ini.
Kepada Ketua Jurusan Biologi Farmasi dan Kepala Labo- ratorium Bioteknologi, Fakultas Farmasi Universitas Air - langga, yang telah memberikan segala fasilitas yang saya pergunakan untuk melakukan penelitian ini hingga selesai,
Kepada orang tua, saudara dan sahabat saya serta se- mua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. yang telah membantu dalam mempersiapkan dan menyediakan segala fasilitas dalam penelitian ini.
Kiranya Allah yang adalah adil dan berlimpah kasih setia berkenan membalas segala jasa dan baik budi yang te lah diberikan.
Surabaya, Januari 1988
DAFTAR ISI
1.1. Penerapan metoda kultur jaringan tanaman ... .... 3
1.2. Penerapan metoda kultur jaringan tanaman untuk produksi metabolit sekunder ... .... 4
2. Tinjauian tentang steroid ... .... 5
2.1. Penggolongan steroid ... ... 6
2.1.1. Golongan steroid dengan atom karbon tidak lebih dari dua* puluh satu ... .... 6
2.1.2. Golongan steroid dengan atom karbon lebih dari dua puluh satu ... .... 6
2.2. Sterol ... .... 8
2.3- Saponin steroid ... ... 8
3. Tinjauan tentang Solanum wrightii Ilenth. 9 4
.
Tinjauan tentang kromatografi ... 104-1. Kromatografi lapisan tipis ... 11
BAB
1.1. Alat untuk pembuatan media dan steri- lisasi media ... 16
1.2. Alat untuk isolasi dan identifikasi steroid ... 16
2. Bahan-bahan yang digunakan ... 16
2.1. Bahan penelitian ... 16
2.2. Media yang'digunakan dalam penelitian 16 2.3. Pisang yang digunakan untuk campuran pacfa media ... .. 18
2.4. Bahan kimia yang digunakan untuk iso lasi ... .... 18
2.5. Bahan pembanding yang digunakan iden- tifikasi steroid ... .... 18
3. Tahapan k e r j a ... ... 18
3.1. Pembuatan media ... 18
3.2. Kultivasi kalus ... 19
3.3. Persiapan bahan untuk isolasi steroid 20 3.4. Isolasi steroid dari sampel ... 20
3.5. Pemeriksaan terhadap hasil isolasi .. 23
3.6. Pemurnian hasil isolasi dengan kroma- tografi kolom ... 24
3.7. Pemeriksaan terhadap zat hasil isola si yang telah dimurnikan ... 25
3.7.1. Pemeriksaan dengan reaksi war-na ... 25
3.7.2. Pemeriksaan dengan kromatogra-fi lapisan tipis ... 26
3.7.3. Pemeriksaan dengan kromatogra-fi gas ... 27
IV HASIL PENELIT1AN ... ... 29
1. Hasil isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth... ... 29
2. Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi. 29 2.1. Hasil pemeriksaan terhadap hasil iso lasi dengan kromatografi lapisan ti pis ... 29
2.2. Hasil pemeriksaan terhadap ifraksi pe troleum eter dengan kromatografi la pisan tipis ... 29
3. Hasil pemurnian steroid terhadap hasil i- solasi dari kalus Solanum wrightii Benth dengan cara kromatografi kolom ... 35
4
.
Hasil pemeriksaan terhadap kristal hasil pemurnian ... ... 384.1. Hasil pemeriksaan dengan reaksi war-na ... 38
4.2. Hasil pemeriksaan dengan kromatogra fi lapisan tipis ... 38
DAFTAR TABEl
I. Penggolongan steroid berdasarkan strukturnya 7 II. Komposisi kimiawi media Murashige dan Skoog ... 17 III. Hasil kromatografi lapisan tipis dari ekstrak
kalus Solanum wrightil Benth dengan penampak no- da anisaldehid asam sulfat ... 30 IY. Hasil kromatografi lapisan tipis dari fraksi pe
troleum eter dengan penampak nada anisaldehid a- sam sulfat ... ... 31 Y. Hasil pemeriksaan dengan reaksi warna terhadap
kristal hasil pemurnian ... ... 38 YI. Hasil kromatografi lapisan tipis terhadap kris
tal hasil pemurnian dengan penampak noda anisal
dehid asam sulfat ... 39 VII. Hasil kromatografi gas terhadap kristal hasil
pemurnian ... 43
D.AITAR GAMB.AR
Gambar halaman
1. Struktur inti molekul steroid ... 6 2. Struktur molekul kolesterol dan ^sitosterol ... 8 3. pembagian sapogenin steroid ... 9 4* Alat kromatografi gas ... 15 5. Isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth 2? 6. Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan si
tosterol sebagai pembanding dan fasa gerak n-hek- sana ; etil asetat = 8 : 2 ... 32 7. .Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan si
tosterol sebagai pembanding dan fasa gerak kloro- form : etil asetat = 9 : 1 ... 33 8. Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan si
tosterol sebagai pembanding dan fasa gerak benze-na : aseton = 15 : 1 ... 34 9. Hasil kromatografi lapisan tipis dari kromatogra
fi kolom terhadap fraksi petroleum eter ... 36 10. Hasil kromatografi lapisan tipis dari kromatogra
fi kolom terhadap fraksi aseton ... 37 11. Kromatogram dari kristal hasil pemurnian dengan
sitosterol sebagai pembanding dan fasa gerak
n-heksana : etil asetat = 8 : 2 ... 40 12. Kromatogram dari kristal hasil pemurnian dengan
sitosterol sebagai pembanding dan fasa gerak klo- roform : etil asetat = 9 : 1 ... 41
13. :Kromatogram dari kristal hasil pemurnian de - ngan sitosterol sebagai pembanding dan fasa
gerak benzena : aseton = 15 : 1 ... 42 14. Hasil kromatografi gas dari campuran sterol
sebagai pe mb an ding... 44 15. Hasil kromatografi gas terhadap kristal hasil
pemurBHiam... *... 45 16. Kalus solamun wrightii Bentto yang ditumbufekaB.
pada media Wa.rashige da& skoog, yang dimodi -
fikasi denigaBt penaeibabaB: pisartg amfeoBi meatato . 46 17. Sel kalus Solatium wrighitii B:emth dettgan pea -
■hesaraac 100 kali ... ... .. . 47
Gambar halaman
I. Lampiran
Pereaksi anisaldehid asam sulfat ... 56 DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN BAB I
Senyawa steroid mempunyai peranan yang penting dalam dunia pengobatan. Disajnping senyawa steroid digunakan se bagai bahan baku pembuatan kontrasepsi oral, turunan dari senyawa steroid banyak digunakan untuk obat-obatan korti- kosteroid, seperti anti radang, anti alergi, juga untuk kardiotonik ( digitoksin ), vitamin dan antibiotik (1,2').
Banyak dari senyawa-senyawa steroid ini merupakan me- tabolit sekunder dari tanaman. Untuk mendapatkan metabolit sekunder dapat dilakukan dengan cara mengisolasi dari ta naman. Jenis tanaman yang banyak menghasilkan metabolit
sekunder golongan steroid, adalah : Dloscorea sp., Sola num sp., Costus sp., Trigonella sp. (1).
Sehubungan dengan makin terbatasnya sumber-sumber ba han baku untuk isolasi, kesulitan dalam teknik penanaman, lahan yang tersedia semakin terbatas, maka pada akhir-akhir ini banyak dari kalan^an ilmuwan untuk mencari alternatif lain dalam penyediaan metabolit sekunder tanaman, yaitu de ngan sistem atau metoda kultur jaringan tanaman (3).
2
-na led&eria-na, baik dari jaringan daun, akar maupun pucuk batangnya (4).
Dengan kultur Dioscorea deltoidea telah dapat diproduksi diosgenin hingga diperoleh kadar sampai 7,8 % (5).
Hasil penelitian Indrayanto (1983), diketahui bahwa dalam kultur Solanum laciniatum, Costus speciosus, Solatium wrigh- tli terbukti menghasilkan steroid (6).
Solanum wriphtii Benth termasuk salah satu jenis So lanum yang mempunyai kandungan solasodin relatif tinggi, yang diakumulasi pada bagian buah (7). Adanya perbedaan • sumber explan, kondisi kultur dan medi’a dimana kultur ter- sebut diturnbuhkan, dapat mempengaruhi kadar dan jenis me - tabolit yang dihasilkan. Pada kultur Solanum wri/?htii Benth dari strain Universitas Tubingen, mengandung sterol*triter- pen tetapi tidak mengandung solasodin dan diosgenin (6).
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian i- ni adalah mengisolasi dan mengidentifikasi jenis steroid yang dihasilkan kultur Solanum wrlghtii Benth strain dari • Universitas Airlangga.
Adapun dalam penelitian ini dilakukan isolasi oengan *
tiga macam pelarut, pemurnian kristal dengan cara kromato grafi kolom serta identifikasi kristal dengan reaksi warna, kromatografi lapisan tipis dan kromatografi gas.
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan gam - baran .jenis steroid yang dihasilkan kalus Solanum wrightii
T IN JiiUAN PUSTAKA
Tin.jauan kultur jaringan tanaman
Kultur jaringan berdasarkan teori sel yang dikemuka- kan oleh Schwann dan Schleiden (1838), menyatakan bahwa sel tumbuhan merupakan satuan biologis terkecil yang mam- pu melakukan aktivitas metabolisme, reproduksi dan tum buh. Dari teori tersebut timbul teori Toti Potensi Sel
tumbuhan yang menyatakan bahwa semua sel tumbuhan mengan- dung semua informasi genetik yang sama, sehingga apabila sel tumbuhan ditanam pada media yang sesuai mampu tumbuh menjadi tumbuhan baru '
Kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai bagian/ jaringan tanaman yang telah dipisahkan dari tanaman asal- nya dan ditumbuhkan dalam keadaan steril pada suatu medi
um artifisial dan sel-selnya mampu tumbuh serta mengada - kan pembelahan. Kultur dapat berupa kultur organ terten- tu yang telah terdiferensiasi dan sel-sel meristematik yang belum terdiferensiasi atau yang disebut kultur ka - lus <1C».
1.1. Penerapan metoda kultur jaringan tanaman
Metoda kultur jaringan tanaman berkembang sejak White (1934) berhasil membuat kultur jaringan dari akar tomat ( Solanum lycopersicum ) dan Gautheret
4
-ngatur tumbuh auksin, yaitu IAA ( indole-3-acetic
acid ) dan vitamin B dalam pertumbuhan kultur sel' . Sejak itu metoda kultur jaringan tanaman banyak digu nakan dalam penelitian dasar pada bidang biokimia, ge- netika, fisiologi, biotransformasi senyawa berkha -
siat
Adapun kelebihan metoda kultur jaringan tanaman bila dibandingkan metoda konvensional, yaitu ;
- pertumbuhan cepat dan tidak terpengaiuh oleh musim dan letak geografis
- bebas dari pengaruh mikroba dan insekta
- pertumbuhan sel dan proses metabolisme dapat dikon- trol, terutama untuk pengembangan produktivitas
- perubahan prekusor ( bahan dasar ) berlabel yang se- ngaja ditambahkan ke dalam media dapat dimonitor de ngan cepat
Sedangkan kekurangannya adalah : 1. sel yang tumbuh heterogen
2. kondisi media dan lingkungan harus steril 3* bahan pembuat media mahal
Dengan adanya kelebihan dan kekurangan dari metoda ini, maka perlu pertimbangan beaya untuk produksi ko- mersial.
1.2. Penerapan metoda kultur .jaringan tanaman untuk produk si metabolit sekunder
Salah satu tujuan dikembangkannya metoda kultur jaringan tanaman adalah untuk produksi metabolit se kunder. Hal ini untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
5
-dalam memproduksi metabolit sekuhder yang bermanfa- at bagi kehidupan manusia yang berasal dari tanam an Adapun metabolit sekunder dari kultur sel tanaman yang diketahui adalah : steroid, terpenoid, sapogenin, alkaloid, flavonoid dan sebagainya^11’12^.
Metabolit sekunder yang dihasilkan dengan meto da kultur jaringan tanaman mungkin identik dengan tanaman asalnya, senyawa yang sama sekali berbeda dari tanaman asalnya atau bahkan tidak mampu mempro duksi senyawa spesifik dari tanaman asalnya. Sedang- kan kadar yang dihasilkan dapat sama, lebih besar maupun lebih kecil bila dibandingkan dengan kadar pada tanaman asalnya
Indrayanto (1983), berhasil melakukan isolasi dan identifikasi betulinadehid, yaitu suatu triter- pen perantara pada biosintesa asam betulir>ut dari kultur Solanum laciniatum, dimana sebelumnya st-nyawa ini belum pernah ditemukan pada tanaman Solanum sp^^. Sedangkan pada kultur sel Solanum mammogum tidak
di-(p) temukan solasodin v ', 2. Tin.jauan tentang steroid
Senyawa steroid adalah suatu senyawa organik yang berinti siklopentanoperhidrofenantren. Di alam terdapat
6
-Struktur inti molekul steroid yang jenuh disebut gonan. Semua golongan steroid dianggap turunan gonan yang menga- lami substitusi, oksidasi atau dehidrogenasi
Gambar : 1. Struktur inti molekul steroid
Disamping steroid digunakan sebagai bahan kontrasep- si, turunan steroid banyak digunakan sebagai kardiotonik
( digitoksin ), vitamin dan antibiotika
Steroid pada umumnya larut dalam pelarut organik yang non polar seperti kloroform dan eter, serta tidak larut
dalam pelarut polar seperti air dan alkohol. 2.1. Penggolongan steroid
Berdasarkan strukturnya steroid dibagi menjadi dua golongan, yaitu ;
2.1.1. Golongan steroid dengan atom karbon tidak le- bih dari dua puluh satu disebut steroid seder- hana.
2.1.2. Golongan steroid dengan atom karbon lebih da ri dua puluh satu, misalnya sterol, sapogenin, alkaloid steroid dan lain-lain seperti yang
7
-TABEL : I
8
-2.2. Sterol (15,16,17)
Berdasarkan asalnya, sterol dibagi menjadi em- pat golongan, yaitu zoosterol yang berasal dari he- wan seperti kolesterol, serta phytosterol yang ber- asal dari tanaman seperti stigmasterol, sitosterol. Mikosterol berasal dari jamur seperti ergosterol, sedangkan marinsterol berasal dari organisme laut seperti kalinasterol, stellasterol dan desraosterol.
Gambar : 2. Struktur molekul kolesterol dan sitosterol
2-3. Saponin steroid
Saponin steroid merupakan senyawa glikosida yang mengandung aglikon sapogenin, berkonjugssi de ngan oligosakarida melalui gugus 3 - jShidroksi.
Oligosakarida dapat berupa heksosa ( glukosa ) mau- pun pentosa ( silosa ) berjumlah sampai dengan enam unit
9
-Beberapa sterol (y& sitosterol dan stigmasterol) dan sapogenin steroid dapat digunakan untuk sintesis obat kontrasepsi. Noretisteron dan etinil estradiol dapat disintesis dari diosgenin dan sitosterol
Pembagian sapogenin steroid menurut Tarigan (1980) (19)
dapat dilihat sebagai berikut • Sapogenin steroid
(alam)
Gambar : 3. Pembagian sapogenin steroid 3. Tinjauan tentang Solanum wrightii Benth
Solanum adalah' suatu marga tanaman yang banyak turn - buh di daerah tropika. Di Indonesia jumlah Solanum menca- pai 71 jenis, sedangkan di pulau Jawa diperkirakan ter -
dapat dua puluh tujuh jenis
10
-Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae
: Tubiflorae Ordo
Sub ordo :• Solanineae Familia : Solanaceae
Genus : Solanum
Species : Solanum wrightii Benth
Kandungan Solanum wrightii Benth yang relatif tinggi
ada-Solanum wrightii Benth merupakan tanaman berbentuk pohon yang berasal dari lJeru. Sinonim dari Solanum wrightii Benth adalah Solanum grandiflorum.
Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu campuran, yang bergantung pada perbedaan migrasi masing-masing kom- ponen campuran melalui suatu fasa diam di bawah pengaruh
suatu pelarut yang bergerak yakni fasa gerak.
Istilah kromatografi asal mulanya dicetuskan oleh sarjana biologi Rueia Michael Tswett, untuk melukisknr. suatu cara pemisahan zat-zat warna daun yang diadsorpnikan pada kal-
sium karbonat.
Semua pemisahan kromatografi didasarkan pada, bahwa kom - ponen-komponen suatu campuran terdistribusi di antara fa
11
-Berdasarkan sifat dari fasa diam dapat digolongkan menjadi dua cara kromatografi, yaitu :
- Kromatografi adsorpsi
Kromatografi adsorpsi adalah kromatografi dimana fasa diam yang digunakan berupa zat padat.
Contoh : kromatografi lapisan tipis, kromatografi gas padat
- Kromatografi partisi
Kromatografi partisi adalah kromatografi dimana fasa diam yang digunakan berupa zat cair.
Contoh ; kromatografi kertas, kromatografi gas cair 4.1. Kromatografi lapisan tipis (2?»25,26)
Mekanisme dari kromatografi lapisan tipis ada lah adsorpsi, yaitu merupakan kekuatan tarik mena- rik antara molekul adsorben ( sebagai fasa diam ) dengan molekul zat yang akan diadsorpsi.
Molekul-molekul zat yang diadsorpsi lemah oleh fa sa diam akan terbav/a oleh fasa gerak ke atas, se - hingga memberikan noda di atas. Sedangkan molekul- molekul zat yang diadsorpsi kuat oleh fasa diam a- kan memberikan noda di bawah.
12
-Untuk menunjukkan komponen zat yang dipisah- kan, dapat menggunakan lampu ultra violet atau pe- reaksi penampak noda yang sesuai.
Dari kromatogram yang diperoleh dapat diketahui war- na noda yang terjadi, kemudian dihitung harga Rfnya dimana harga Rf ini dibandingkan denga.i pembanding*
Jarak yang ditempuh zat Rf
---Jarak yang ditempuh fasa gerak 4.2. Kromatografi kolom (22,23)
Kromatografi kolom terdiri dari medium padat yang diisikan ke dalam sebuah kolom. Setelah cam puran zat yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom, pelarut dilewatkan melalui kolom tersebut.
Kromatografi kolom dapat digunakan untuk pemi- sahan, pemurnian dan analisis suatu campuran senya- wa berdasarkan salah satu mekaaisme adsorpsi, par tisi, penukar ion dan filtrasi gel.
Fasa diam yang sering digunakan adalah alumi - nium oksid ( alumina ) dan silika gel.
Pengisian adsorben ke dalam kolom harus seragam dan kompak, sebab bila tidak seragam dan kompak dapat menyebabkan aliran pelarut tidak teratur. Ada dua
cara pengisian adsorben ke dalam kolom yaitu cara kering dan cara basah.
- Pengisian adsorben cara kering
13
-sampai tingginya konstan. Cara ini diulang-ulang hingga didapatkan ketinggian yang dikehendaki. Segumpal kecil glass wool diletakkan di ujung ko lom untuk mencegah pengotoran permukaan oleh ad sorben. Kemudian kolom dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan untuk eluasi.
- Pengisian adsorben cara basah
Adsorben dan pelarut dicampur sampai membentuk suspensi, kemudian diisikan ke dalam kolom.
Adsorben dibiarkan turun dan membentuk endapan di dasar kolom. Selama pendiaman, pelarut dikeluar - kan dan ditambah suspensi lagi. Demikian seterus- nya hingga didapatkan ketinggian yang dikehendaki. Selain itu dapat juga dengan cara memasukkan dulu eluen ke dalam kolom, kemudian ditambah dengan suspensi adsorben dalam eluen atau adsorben ke- ring.
Selama eluasi, eluen yang keluar ditampung dalam volume-volume kecil, kemudian masing-masing eluen dianalisa.
4.3- Kromatografi gas (22»24,25)
Kromatografi gas adalah suatu cara analisa yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik, seperti asam, basa, alkohol, keton, alka - loid dan lain-lain.
14
-Untuk kromatografi gas padat sebagai fasa diam ada lah zat padat, sedangkan kromatografi gas cair se - bagai fasa diam adalah zat cair. Sebagai fasa gerak kedua jeni's kromatografi gas tersebut adalah gas. Keuntungan dari kromatografi gas antara lain : - Gas mempunyai kecepatan yang tinggi, sehingga
waktu pemisahan cepat
- Dapat digunakan untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif
- Sangat sensitif-, sehingga hanya memerlukan sampel sedikit
prinsip kerja dari kromatografi gas
Sampel diinjeksikan ke dalam ruang injektor. Sampel tersebut akan menguap karena pemanasan pada ruang injektor. Selanjutnya sampel yang berupa gas akan terbawa oleh aliran gas pembawa, masuk ke da lam kolom. Di dalam kolom komponen-komponen dari sampel akan dipisahkan, kemudian komponen-komponen tersebut dideteksi oleh detektor. Jadi pemisahan dari sampel terjadi antara gas sebagai fasa gerak dan zat cair sebagai fasa diam. Senyawa yang mem - punyai afinitas rendah terhadap fasa aiam akan ke-
15
-Gambar : 4, Alat kromatografi gas Keterangan gambar :
1. Gas pembawa
2. !Pengatur tekanan 3. Tempat penyuntikan 4. Kolom
ALAT, BAHAN DAN METODA PENELITIAN 1. Alat-alat yang digunakan
1.1. Alat untuk pembuatan media dan sterilisasi media - Autoklaf 25 1 ( American Portable Autoclve WAP
Co Inc )
- PH meter Pisher
- Laminar air flow cabinet
1.2. Alat untuk isolasi dan identifikasi steroid - Labu alas bulat
- Pendingin balik - Bejana kromatografi
- Kromatografi Gas Shimadzu tipe 9A
- Lempeng Jadi Kieselgel 60 ^254’ Merck 2. Bahan-bahan yang digunakan
2.1. Bahan penelitian
Sebagai bahan digunakan kalus Solanum wrightii Benth, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Pa- kultas Parmasi Universitas Airlangga, Surabaya.
2.2. Media yang digunakan dalam penelitian
Media yang digunakan dalam penelitian adalah media standar Murashige dan Skoog yang dimodifikasi dengan penambahan hormon kinetin dua ppm, ditambah 2,4 Dichloro phenoxyacetic acid 0,5 ppm dan ditam - bah pisang ambon mentah
17
-Komposisi kimiawi media Murashige dan Skoog dapat di-lihat di dalam tabel di bawah ini :
TABEL : II
Komposisi kimiawi media Murashige dan Skoog
18
-Agar yang digunakan adalah Bacto -Agar, Difco Centri- fied', Difco Laboratories, Detroit Michigan, USA.
Hormon 2,4 Dichloro Phenoxy Acetic Acid produkst Sigma, 2.3. Pisang yang digunakan untuk campuran pada media
Buah pisang yang digunakan untuk campuran pada me dia adalah buah pisang ambon mentah, diambil dari
pasa-(?n\ ran bebas, dengan kriteria sebagai berikut • - Kulit buah seluruh permukaannya hijau dan bergetah - Daging buah keras
- Irisan melintang daging buah bulat penuh ( siku-siku tidak ada )
Buah pisang sebelum dicampur dengan larutan media, dijLu- matkan dahulu demgan blender dan digunakan sebanyak
200 gram per satu liter media.
2.4. Bahan kimia yanig digunakan untuk isolasi
- Petroleum eter 40 - 60 p.a. ( E. Merck )
- Aseton p.a. (,E„ Merck )
- Kloroform p.a. ( E. Merck )
2 • 5 • Bahan pembanding yang digunakan identiflkaa1 steroid - Sitosterol
- Solasodin - Diosgenin 3. Tahapan kerja
3.1. Pembuatan media
Media yang digunakan adalah media padat, cara pern -buatannya sesuai dengan metoda Murashige dan Skoog.
19
-- Bahan makronutrien dari larutan stok masing--masing
sepuluh milliliter
- Bahan mikronutrien dari larutan stok masing-masing
sepuluh milliliter
- Hormon kinetin dua ppm ditambah 2,4 Dichloro phe - noxyaceitic . acid 0,5 ppm
- Ditambahkan mio-inositol pada campuran larutan me dia
- Ditambah sukrosa dan pisang ambon mentah yang sudah dihaluskan, kemudian ditambah aquades sampai dipe - roleh volume satu liter media
- Larutan media dibuat dengan pH 5>7 - 5,8 dengan me- nambahkan larutan NaOH 0,1 N atau larutan HCl 0,1 N - Setelah ditambah dengan agar 1 %, larutan dipanas -
kan sampai mendidih
- Larutan dituang ke dalam botol kultur masing-masing 25 ml, kemudian masing-masing ditutup dengan alumi nium foil rapat-rapat
- Disterilkan di dalam autoklaf dengan euhu 121°C se- lama 20 menit
- Disimpan di dalam ruang dengan suhu 20 - 25 °C 3.2. Kultivasi kalus
Untuk mendapatkan kalus dalam jumlah banyak agar cukup untuk diisolasi, maka kalus perlu ditumbuhkan
(• diperbanyak ), dengan cara sebagai berikut :
20
-- Potongan kalus akan tumbuh dan membentuk kalus yang
baru
- Semua pekerjaan di atas dilakukan secara aseptis di-
laminar air flow cabinet
Pemanenan dilakukan setelah kalus berumur empat ming-
gu
3.3. persiapan bahan untuk isolasi steroid
Xalus dipisahkan dari agar yang menempel, k’emu -
dian dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40 sam
pai 60°C. Setelah kering kemudian diserbuk.
3*4* Isolasi steroid dari sampel
Dalam penelitian ini dilakukan isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth, Metoda isolasi da ri kalus ini digunakan literatur ya^-fcu ;
Di'timbang 40 gram serbuk kalus, dimasukkan ke da lam labu alas bulat yang dilengkapi dengan pendingin balik, direfluks lima kali selama dua jam dengan pe - troleum eter 40 - 60 p.a. sebanyak 300 ml pada suhu 60 - 65°C, kemudian disaring.
Filtrat ( fraksi ) petroleum eter dipisahkan dan re - sidu direfluks kembali dengan aseton sebanyak 300 ml selama dua jam pada suhu 80 - 85°C, yang dilakukan tiga kali.
Fraksi aseton diuapkan. Residu dari fraksi aseton di- hidrolisa dengan 100 ml larutan HCl 2 N pada suhu 100°c, kemudian disaring.
21
-netral, kemudian dibasakan dengan larutan NaOH 1 N, dicuci lagi dengan aquades dan dikeringkan dalam le- mari pengering dengan suhu 50°C.
Setelah kering, kertas saring dan ampas direkluks ti- ga kali selama dua jam dengan kloroform sebanyak
300 ml.
Filtrat ( fra.ksi ) kloroform diekstraksi tiga kali dengan kloroform, sedangkan ampasn.ya diekstraksi se- lama satu jam dengan kloroform.
Dari masing-masing fraksi dikumpulkan dan diuapkan, kemudian dilakukan identifikasi dengan kromatografi lapisan tipis.
Untuk fraksi yang memberikan hasil positif dilakukan pemurnian dengan kromatografi kolom.
22
-Serbuk kalus, diekstraksi dengan
petroleum eter ( PE ) lima kali
dua jam
Ekstrak PE
diuapkan
Sterol bebas
.rtmpas diekstraksi dengan
aseton tiga kali dua jam
Ekstrak aseton
diuapkan
Glikosterin
--- " 1
Ampas direfluks de
ngan HCl 2N satu
- Sapogenin steroid - Alkaloid Steroid
23
-3.5* Pemeriksaan terhadap hasil isolasi
Yang dilakukan dalam pemeriksaan terhadap hasil isola
si adalah pemeriksaan steroid secara kualitatif dengan
kromatografi lapisan tipis dari masing-masing fraksi.
Bahan yang digunakan :
- Zat hasil isolasi
- 7.at pembanding : sitosterol, solasodin, dioogenin
- Fasa diam : kieselgel 60 F2^4 ( E. Merck )
dengan tebal lapisan 0, 20 mm
- Fasa gerak : n-heksana : etil asetat = 8 : 2
kloroform ; etil asetat = 9 : 1
kloroform : metanol = 9 : 1, 5
- Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat
Cara pelaksanaannya, yaitu :
Fraksi zat yang akan diperiksa ditoto'ikan ke lem-
peng fasa diam ( papan kromatografi ) disamping larut-
an zat pembanding sejumlah ul tertentu. Kemudian dima- sukkan ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan eluen. pengembangan dihentikan setelah eluen mencapai jarak yang sudah ditentukan sebelumnya, lem - peng fasa diam ( papan kromatografi ) diangkat dan di- biarkan mengering di udara terbuka. Kemudian disemprot dengan penampak noda dan dipanaskan dalam oven pada su hu 100 - 105°C selama lima sampai sepuluh menit.
24
-3.6. Pemurnian hasil isolasi dengan kromatografi kolom
Bahan yang digunakan :
- Zat hasil isolasi ( fraksi zat yang memberikan hasil
positif terhadap kromatografi lapisan tipis )
- Fasa diam : kieselgel 60 1*254 ( ■E‘ Merck )
( 230 - 400 mesh )
- Fasa gerak ♦ n-heksana : etil asetat = 8 : 2
Alat yang digunakan :
Kolom kaca yang salah satu ujungnya dilancipkan dan disambung dengan pipa yang terbuat dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut organik.
Pada pipa ini dipasang kran yang dapat dibuka dan ditutup. panjang kolom lebih kurang tiga puluh centime -ter dan diame-ter dalamnya satu centime-ter. Ujung bawah kolom diberi glass wool sebagai penyaring.
Cara pelaksanaannya, yaitu :
Fasa diam dicampur dengan fasa gerak secukupnya, sehingga merupakan bubur yang dapat dituang dengan mu-dah. Kemudian dituang melalui corong ke dalam kolom sampai tidak timbul gelembung udara. Fasa diam yang diperlukan sebanyak 100 - 200 kali bahan yang dimurni-kan. Setelah itu dibiarkan semalam untuk memampatkan fasa diam. Li atas kolom dipasang corong pisah sebagai tempat persediaan fasa gerak.
25
-Setelah itu fasa gerak dialirkan turun dengan kece -
patan yang diatur dan dijaga, agar tersedia fasa ge
rak setinggi kurang dari dua centimeter di atas fasa
diam. Larutan yang keluar ditampung dalam botol se -
banyak dua milliliter setiap kali penampungan.
Pemoagian fraksi berdasarkan urutan keluarnya fasa
gerak. Selanjutnya masing-masing fraksi dianalisa de
ngan kromatografi lapisan tipis.
Fraksi-fraksi yang mempunyai harga Rf dan warna noda
yang sama dikumpulkan, kemudian diuapkan.
3.7. Pemeriksaan terhadap zat hasil isolasi yang telah di- murnikan
Yang dilakukan dalam pemeriksaan terhadap zat hasil isolasi yang telah dimurnikan adalah :
3.7.1. Pemeriksaan dengan reaksi warna Bahan yang digunakan :
- Kristal hasil pemurnian
- zat pembanding : sitosterol, solasodin, di-osgenin
Cara pelaksanaannya, yaitu :
- Reaksi warna Liebermann - Burchard
26
-- Reaksi warna Salkowski (29)
Sedikit zat dilarutkan ke dalam kloro - form, kernudian ditambahkan asam sulfat pekat dengan volume yang sama, melalui dinding ta- bung reaksi dan dikocok pelan-pelan.
Setelah ter.-jadi pemisahan, maka lapisan asam akan berwarna merah dan lapisan kloroform ti
dak berwarna.
Warna dari zat hasil pemurnian dibandingkan dengan warna dari pembanding.
3.7.2. Pemeriksaan dengan kromatografi lapisan tipis Bahan yang digunakan :
- Kristal hasil pemurnian
- Zat pembanding : sitosterol, solasodin, di-0sgenin
- Fasa diam ; kieselgel 60 ^ 254 Merck) dengan tebal lapisan 0, 20 mm - Fasa gerak : n-heksanajetil asetat= 8:2
kloroform:etil asetat= 9: 1 benzena : aseton =15: 1 kloroform: metanol • « 9:1, 5 - Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam
sulfat
27
-3.7.3. Pemeriksaan dengan kromatografi gas
Bahan yang digunakan :
- Kristal hasil pemurnian
- zat pembanding : campuran sterol yang terdi-ri daterdi-ri kolesterol, kampe - sterol, stigmasterol dan si tosterol
- Alat : Kromatografi Gas Shimadzu tipe 9A, de ngan data prosesor CR3A, dengan kondi- si operasional sebagai berikut :
- Fasa diam : 0 V - 101 5 % Cara pelaksanaannya, yaitu :
Kristal hasil pemurnian dilarutkan ke da - lam kloroform, kemudian disuntikkan ke dalam ruang injektor dengan pertolongan jarum injeksi.
28
-Uap akan terbawa oleh gas yang mengalir, yang
telah diatur kecepatan alirnya.
HASIL PENELITIAN BAB IV
1, Hasil isolasi steroid dari kalus Solanum wrightii Benth Hasil isolasi steroid dengan menggunakan 40 gram serbuk kalus Solanum wrightii Benth, diperoleh ekstrak kental yang berwarna coklat kuning dan setelah dilaku - kan pemurnian dengan kromatografi kolom diperoleh kris tal berwarna putih ( dari fraksi petroleum eter ). 2• Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi
2.1. Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi dengan kromatografi lapisan tipis
Hasil pemeriksaan terhadap hasil isolasi dengan kromatografi lapisan tipis dari masing-masing frak si tercantum pada tabel III. Dari tabel III diketa- hui, hanya fraksi petroleum eter dan fraksi aseton yang memberikan hasil positif.
2.2. Hasil pemeriksaan terhadap fraksi petroleum eter dengan kromatografi lapisan tipis
31
-T-ABEL : IV
Hasil kromatografi lapisan tipis dari fraksi petroleum eter dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat
Fasa gerak
Fraksi petroleum eter
Pembanding sito sterol
Warna noda Rf Warna noda Rf
n-heksana : etil
32
-Gambar : 6. Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan sitosterol sebagai pembanding.
Fasa diam ; Kieselgel 60 ^ 2 3 4 ( ■E* Merck ) dengan tebal lapisan 0, 20 mm Fasa gerak : n-heksann : etil asetat = 8 : P Penampak noda; pereaksi anisaldehid asam sulfat Keterangan :
E : fraksi petroleum eter P : pembanding sitosterol
33
-Gambar : 7. Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan sitosterol sebagai pembanding.
Fasa diam : Kieselgel 60 $254. ( E * Merck ) dengan tebal lapisan 0, 20 mm Fasa gerak : kloroform : etil asetat = 9 : 1 Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat Keterangan :
E : fraksi petroleum eter P : pembanding sitosterol
34
-Gambar : 8. Kromatogram dari fraksi petroleum eter dengan sitosterol sebagai pembanding.
Fasa diam : Kieselgel 60 ( E. Merck ) dengan tebal lapisan 0, 20 mm Fasa gerak : benzena : aseton = 15 : 1
Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat Keterangan :
35
-3. Hasil pemurnian steroid terhadap hasil isolasi dari kalus
Solanum wrightii Benth dengan cara kromatografi kolom
Hasil pemurnian steroid terhadap hasil isolasi dari
fraksi petroleum eter dengan cara kromatografi kolom di
peroleh 40 fraksi. Selanjutnya dari masing-masing fraksi
dilakukan pemeriksaan dengan kromatografi lapisan tipis.
Fraksi-fraksi yang mempunyai harga Rf dan warna noda sa
ma dikumpulkan, kemudian diuapkan.
Dari fraksi-fraksi ini diperoleh kristal pada fraksi no- mer delapan sampai nomer dua belas yang masih berwarna kekuningan.
Setelah dilakukan pencucian dengan metanol dan rekrista- lisasi dengan kloroform-metanol diperoleh kristal ber v/arna putih.
ITomer fraksi -- *
Gambar 9« Hasil kromatografi lapisan tipis dari kromato - grafi kolom terhadap fraksi petroleum eter.
37
-n
7
t :
£ , Eh
o i 2 3 4 5 6 t o 9 i * i i i - u t * «•; i rf i t i ' t 19 r o » i ?? ?:
Nomer fraksi
Gambar : 10. Hasil kromatografi lapisan tipis dari kromato -
grafi kolom terhadap fraksi aseton.
Fasa diam : Kieselgel 60 ^254. ( E> Merck ) dengan tebal lapisan 0, 20 mm Fasa gerak • kloroform : metanol » 9 # 1»5
38
-4. Hasil pemeriksaan terhadap kristal hasil pemurnian
4.1. Hasil pemeriksaan denrcan reaksi warna
Hasil pengamatannya tercantum pada tabel berikut :
TABEL : V
Hasil pemeriksaan dengan reaksi warna terhadap kristal
hasil pemurnian
Zat, Li eb ermann-B ur chard Salkov/ski
Kristal biru Lapisan e.sam ber
-warna merah,
lapis-an kloroform tidak
berwarna.
Pembanding biru Lapisan asam ber
-sitosterol warna merah,
lapis-an kloroform tidak
berwarna.
4.2. Hasil pemeriksaan dengan kromatografi lapisan tipis
Hasil pemeriksaan terhadap kristal hasil pemurnian
dengan kromatografi lapisan tipis tercantum pada
tabel VI dan dapat dilihat pada gambar 11, gambar 1?
TABEL : VI
Hasil kromatografi lapisan tipis terhadap kristal hasil
pemurnian dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat
Fasa gerak
Kristal Pembanding sito -
sterol
Warna noda Rf Warna noda Rf
n-heksana : etil
asetat * 8 : 2
ungu 0,33 ungu 0,33
kloroform : etil
asetat = 9 : 1
ungu 0» 55 ungu 0,55
benzena s aseton
- 15 s 1
40
-Gambar : 11. Kromatogram dari kristal hasil pemurnian dengan
sitosterol sebagai pembanding.
Fasa diam : Kieselgel 60 $254. ( E * Merck ) dengan tebal lapisan 0, 20 mm Fasa gerak : n-heksana : etil asetat = 8 : 2
Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat
Keterangan :
S : kristal hasil pemurnian
41
-Gambar : 12. Kromatogram dari kristal hasil pemurnian dengan
sitosterol sebagai pembanding.
Fasa diam : Kieselgel 60 $254. ^ E * Merck ) dengan'tebal lapisan 0, 20 mm Fasa gerak : kloroform : etil asetat.= 9 : 1
penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat
Keterangan :
S : kristal hasil pemurnian
42
-Gambar : 13* Kromatogram dari kristal hasil pemurnian dengan
sitosterol sebagai pembanding.
Fasa diam : Kieselgel 60 1*254 ( Merc^ ) dengan tebal lapisan 0, 20 mm Fasa gerak : benzena : aseton = 15 : 1
Penampak noda : pereaksi anisaldehid asam sulfat
Keterangan :
S : kristal hasil pemurnian
4 . 3 . Hasil pemeriksaan dengaji kromatografi gas
Hasil pemeriksaan dengan kromatografi gas terhadap
kristal hasil pemurnian tercantum pada tabel VII,
dapat dilihat pada gambar 14, gambar 15.
TABEL : VII
44
-Gambar : 14* Hasil kromatografi gas dari campuran sterol seba
gai pembanding.
Keterangan *:
Alat : Kromatografi Gas Shimadzu tipe 9A, dengan data pro-
sesor CR3A
Fasa diam : 0 V - 101 5 %
Materi pendukung : Chromosorb W, 80 - 100 mesh
Suhu injektor : 300°C
Suhu kolom ; 280°C, iso'termal
Suhu detektor : 300°C
Detektor : F.I.D.
Gas pembav/a : Nitrogen
Kecepatan aliran gas : 40 ml per menit
45
-Gambar : 15. Hasil kromatografi gas terhadap kristal hasil pe -
murnian.
Keterangan :
Alat : Kromatografi Gas Shimadzu tipe 9A, dengan data pro-
sesor CR3A
Fasa diam : 0 V - 101 5 %
Materi pendukung : Chromosorb W, 80 - 100 mesh
Suhu injektor : 300°C
Suhu kolom ; 280°C, isotermal
Suhu detektor : 300°c
Detektor : F.I.D.
Gas pembawa : Nitrogen
Kecepatan aliran gas : 40 ml per menit
46
-Gambar : 16. Kalus Solanum wrightii Benth yang ditum-
buhkan pada media Murashige dan Skoog,
yang dimodifikasi dengan penambahan pi -
47
-Gambar : 17. Sel kalus Solanum wrightii Benth dengan
BAB V
PEMBAHASAN
Lari penelitian isolasi steroid diperoleh tiga frak
si, yaitu fraksi petroleum eter, fraksi aseton dan fraksi
kloroform. Masing-masing fraksi dilakukan pemeriksaan se-
cara kualitatif dengan kromatografi lapisan tipis, pada
fraksi petroleum eter diperoleh tiga noda dengan fasa pe-
rak kloroform : etil asetat = 9 : 1 dan benzena : aseton=
15 : 1, sedangkan dengan fasa gerak n-heksana : etil ase
tat = 8 : 2 diperoleh empat noda. Noda-noda tersebut ada
salah satu yang mempunyai harga Rf dan warna noda sama
dengan pembanding sitosterol. Hal ini raenunjukkan bahwa, .
pada fraksi petroleum eter mengandung sterol. Selanjutnya
untuk mendapatkan kristal sterolnya dilakukan dengan kro
matografi kolom dan diperoleh kristal pada fraksi nomer
ke 8 - 12, yang masih berwarna kekuningan. Setelah dila -
kukan pencucian dengan metanol dan direkristalisasi de -
ngan kloroform, maka didapatkan kristal berwarna putih.
Kristal hasil pemurnian dilakukan pemeriksaan secara
kualitatif dengan reaksi warna, kromatografi lapjsan ti -
pis dan kromatografi gas. Reaksi warna Liebermann - Bur -
chard dan salkowski memberikan warna yang sama dengan pem
banding sitosterol. Hasil kromatografi lapisan tipis dipe
roleh satu noda dengan warna dan harga Rf sama dengan pem
49
-asetat = 8 : 2 diperoleh noda dengan harga Rf = 0,33, de
ngan fasa gerak kloroform : etil asetat = 9 : 1 diperoleh
noda dengan harga Rf = 0,55, sedangkan dengan fasa gerak
benzena : aseton = 15 : 1 diperoleh noda dengan harga Rf
= 0,31. Kromatografi gas dilakukan untuk mengetahui kom -
ponen dari sterol. Hasil kromatografi gas diperoleh empat
puncak, dimana masing-masing pumcak merapunyai waktu re -
tensi yang sama dengan waktu retensi pembanding sterol,
yang terdiri dari kolesterol, stigmasterol, kampesterol,
sitosterol. Dari waktu retensi dapat disimpulkan sterol
hasil isolasi terdiri dari empat komponen. Untuk memasti-
kan struktur dari komponen sterol dapat dilakukan pemeriksa
an yang lain, yaitu dengan kromatografi gas - spektrofo -
tometer massa.
Pada fraksi aseton diperoleh lima noda. Hasil pemur
nian dengan kromatografi kolom tidak diperoleh kristal,
sehingga pemeriksaan lebih lanjut tidak dilakukan.
Pada fraksi kloroform tidak diperoleh noda yang sama
dengan pembanding solasodin maupun diosgenin, sehingga pe
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
SARAN - SARAN BAB VII
Dari keseluruhan penelitian dan hasil yang diperoleh,
maka dikemukakan saran, yaitu :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memasti-
kan struktur dari ke empat komponen sterol.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap senya
wa yang ikut terekstraksi bersama sterol, misalnya tri
BAB VIII
RINGKASAN
Telah dilakukan penelitian isolasi dan identifikasi
steroid dari kalus Solanum wrightii Benth. Isolasi dila
kukan dengan menggunakan tiga macam pelarut, yaitu petro
leum eter, aseton dan kloroform sesuai dengan metoda Gu-
nawan Indrayanto dan kawan-kawan.
Untuk mendapatkan isolat murni atau kristal dari hasil i-
solasi dilakukan dengan cara kromatografi kolom.
Kristal yang diperoleh, direkristalisasi dengan me-
tanol-kloroform, kemudian diidentifikasi secara kualita-.
tif dengan reaksi warna, kromatografi lapisan tipis dan
kromatografi gas.
Hasil dari kromatografi lapisan tipis dengan menggu
nakan fasa. gerak n-heksana : etil asetat * 8 : 2 dipero
leh satu noda "berwarna ungu dengan harga Rf = 0>33» de “
ngan fasa gerak kloroform : etil asetat = 9 : 1 diperoleh
satu noda berwarna ungu dengan harga Rf = 0,55» sedangkan
dengan fasa gerak benzena : aseton ® 15 : 1 diperoleh sa
tu noda berwarna ungu dengan harga Rf = 0,31. Sebagai pe
nampak noda digunakan pereaksi anisaldehid asam sulfat.
Hasil dari kromatografi gas diperoleh empat puncak,
dimana masing-masing puncak mempunyai waktu retensi yang
sama dengan waktu retensi zat pembanding sterol yang
56
-LAMPIRAN : I
Pereaksi anisaldehid asam sulfat
R/ Anis aldehid 0,5 ml
Asam asetat glasial 15 ml
Asam sulfat pekat 5 ml