• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Kolesterol terhadap Kandungan Steroida Kalus Solanum Wrightii Benth dan Solanum Indicum L. Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Penambahan Kolesterol terhadap Kandungan Steroida Kalus Solanum Wrightii Benth dan Solanum Indicum L. Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

AGNES ELM Y IDAJ ATI

P E N G A R U H

P E N A M B A H A N

K O L E S TE R O L

TE R H A D A P K A N D U N G A N S TE R O I D A K A L U S

S O L A N U M

W R I G H TI I

B E N TH

D A N

S O L A N U M

I N D I C U M L

M 1 L i K.

"UNIVi~>£; i *-.3 AikLANGGA'

S U I1 ‘V l i j \ Y

/da,

r

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA S U R A B A Y A

(2)

P E N G A R U H P f N A M B A H A N K O L E S TE R O L

T E R H A D A P K A N D U N G A N S TE R O I D A

K A L U S S O L A N U M W R I G H TI I B E N T H D A N S O L A N U M I N D I C U M L

SKRIPSI

DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI

PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

1991

oleh

AGNES ELMY IDAJATI 058610798

dieetujui oleh pembimbing

(3)

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

Dalam menyelesaikan skripsi ini saya mendapat bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk

itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

- Dr.Mulja Hadi Santosa dan Dr.Gunawan Indrayanto yang telah memberikan bimbingan, saran, pengarahan dan dorongan selama penelitian hingga selesainya skripsi

ini

- Ketua Jurusan Biologi Farmasi Universitas Airlangga beserta staf dan karyawan

- Kepala Laboratorium Bioteknologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga beserta staf dan karyawan - P.T. New Interbat yang telah memberikan bantuan

pembuatan spektra kromatografi gas

- Laboratorium Dasar Bersama Universitas Airlangga yang telah memberikan fasilitas untuk menggunakan GC-MS

(4)

Tidak lupa tjuga saya sampaikan banyak terimakasih kepada kedua orangtua dan adik-adik saya yang tercinta atas dukungan moral maupun material sehingga skripsi ini selesai dengan baik.

Skripsi ini disusun dalam keterbatasan waktu, fasilitas dan kemampuan saya, tentu saja terdapat banyak kekurangan sehingga skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian, saya berharap semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dunia kefarmasian.

(5)

DAFTAR ISI

3. Tinjauan tentang kultur jaringan tanaman 9 3.1. Kultur jaringan tanaman ... 9

3.2. Penerapan metode kultur jaringan tanaman untuk produksi metabolit eekunder ... 10

(6)

4. Tinjauan tentang steroida ... ... 12

7.2. Analisis dengan Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) ... ... 17

7.3. Analisis dengan Kromatografi Gas (GC) ... ... 18

3.1. Tahapan penelitian ... ...24

3.2. Cara kerja ...24

3.2.1. Pembuatan media ... ... 24

3.2.2. Penanaman dan perbanyakan kalus ...25

3.2.3. Pengamatan makroskopis kalus 25 3.2.4. Panen, pengamatan dan pengeringan kalus ... ...26

3.2.5. Ekstraksi kalus ... ...26

(7)

3.2.7. Analisis kualitatip dengan

KLT ...28

3.2.8. Analisis kualitatip dengan GC 28 3.2.9. Analisis kualitatip dengan GC-MS ...29

IV. HASIL PENELITIAN ... ...31

1. Pengamatan Indeksi Pertumbuhan ( IP ) 31 2. Pengamatan makroskopis kalus ... ...31

3. Identifikasi steroida dari kalus ... ...31

3.1. Analisis kualitatip dengan KLT ... 35

3.2. Analisis kualitatip dengan GC .... 35

3.3. Analisis kualitatip dengan GC-MS 35 4. Analisis media dengan KLT ... ...36

V. PEMBAHASAN ... ...76

V I . KESIMPULAN ... ...84

VII. SARAN-SARAN ... ...85

RINGKASAN ... ...8 6 DAFTAR PUSTAKA ... ...89

(8)

DAFTAR TA3EL

Tabel

1. Hasil Perhitungan Indsks Pertumbuhan (IP) kalus Solanum wrightii Benth ... 2. Hasil Perhitungan Indeks Pertumbuhan (IP)

kalus Solanum indicum L, ... 3. Hasil pengamatan makroskopis kalus Solanum

wrightii Benth ... 4. Hasil pengamatan makroskopis kalus So Ianum indicum L ... 5. Hasil perhitungan prosentase relatip area

kurva kromatogram total ion komponen fitosterol kalus Solanxim wrightii Benth

dengan penambahan kolesterol0 ppm CSW^). 300 ppm ( SWjj), 500 PPm(SW ), 700 ppm ( SW^ ) , dan 900 ppn»' ( SW^ ) ... 6. Hasil perhitungan prosentase relatiparea

kurva kromatogrem total ion komponen fitosterol kalus Solanum indicum I. dengan .penambahan kolesterol 0 ppm (SIj)f 300

(9)

DAFTAR GAMBAR

6. Histogram profil kecepatan pertumbuhan kalus Solanum. w i ghtii Benth pada media SW dengan penambahan berbagai konsentrasi kolesterol ... 32

7. Histogram profil kecepatan pertumbuhan kalus Solanum indicum L pada media SI dengan penambahan berbagai konsentrasi kolesterol ... 33

8 . Profil kromatogram KLT fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm wightii Benth pada lempeng Kieselgel 60 F9 5 4 dengan fase gerak kloroform : metanol = 9 : 1 dan penampak bercak dragendorf ... 37

(10)

10. Profil kromatogram KLT fraksi total

hidrolisat serbuk kering kalus Solan'um indicum L pada lempeng Kieselgel 60 ^254 dengan fase gerak kloroforrn : metanol = 9

: 1 dan penampak bercak

anisaldehida-sulfat ... 41 12. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat

serbuk kering kalus Solanxim. wrightii Benth pada lempeng Kieselgel 60 ^254 dengan fase gerak kloroforrn : metanol =

9 : 1 dan penampak bercak dragendorf ... 43 13. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat

serbuk kering kalue Solanxim. wrightii Benth pada lempeng Kieselgel 60 ^254 dengan fase gerak kloroforrn : metanol = 9 : 1 dan penampak bercak

anisaldehida-suifat ... 44 14. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat

serbuk kering kalus Solanxim wrightii Benth pada lempeng Kieselgel 60 F254 dengan fase gerak kloroforrn : etil asetat = 9 : 1 dan penampak bercak

(11)

15. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat serbuk kering kalus Solanxim indicxtm L pada lempeng Kieselgel 60 ^254 ^en£an fase gerak kloroforrn : metanol = 9 : 1

dan penampak bercak dragendorf ... 47 16. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat

serbuk kering kalus Soiarvum indicvm L pada lempeng Kieselgel 60 ^254 dengan fase gerak kloroforrn : metanol = 9 : 1

dan penampak bercak anisaldehida-sulfat ... 48 17. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat

serbuk kering kalus Solanum. Lndic'u/?*, L pada lempeng Kieselgel 60 $254 dengan fase gerak kloroforrn : etil asetat = 9:1

dan penampak bercak anisaldehida-sulfat ... 49 18. Profil kromatogram KLT ekstrak kloroforrn

dari serbuk kering Solanxim wrightii Benth pada lempeng Kieselgel 60 F254 den®an fase gerak kloroforrn : eti asetat = 9 : 1

serta penampak bercak anisaldehida-sulfat .. 51 19. Profil kromatogram KLT ekstrak kloroforrn

dari serbuk kering kalus Solanum indicxim L pada lempeng Kieselgel 60 ^254 denSan fase gerak kloroforrn : etil asetat = 9:1

serta penampak bercak anisaldehida-sulfat .. 53 20. Profil kromatogram GC pembanding

(12)

21. Profil kromatogram GC fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus Solanum wrightii

Benth pada media SW^ ... 56 22. Profil kromatogram GC fraksi hidrolisat

dari serbuk kering kalus Solanum wrightii

Benth pada media S W ^ j (tanpa "spiking") .. 57 23. Profil kromatogram GC fraksi hidrolisat

dari serbuk kering kalus Solanum wrightii

Benth pada media (dengan "spiking) .. 58 24. Profil kromatogram KLT dari media

percobaan kalus Solanum wrigfxtii Benth ( I ) dan Solanum indicum L ( II ) pada lempeng Kieselgel 60 ^254 dengan fase gerak kloroform : etil asetat = 9 : 1 dan

penampak bercak anisaldehida-sulfat ... 59 25. Kromatogram total ion hasil analisis

GC-MS pembanding fitosterol (campuran kolesterol, kampesterol, stigmasterol dan

sitosterol) ... 60 26. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS

pembanding fitosterol (campuran kolesterol, kampesterol, stigmasterol dan

sitosterol) ... 60 27. Spektra massa hasil analisis GC-MS

pembanding kolesterol ... 61 28. Spektra massa hasil analisis GC-MS

pembanding kampesterol ... 61 29. Spektra massa hasil analisis GC-MS

(13)

30. Spektra massa hasil analisis GC-MS

pembanding sitosterol ... 62 31. Kromatogram total ion hasil analisis

GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus SoLan-u?7i wrightii Benth pada

media SW^ ... 63 32. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS

fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada media

SWj ... 63 33. Kromatogram total ion hasil analisis

GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm. wrightii Benth pada

media ... 64 34. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS

fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm. wrightii Benth pada media

SWjj ... 64

35. Spektra massa kolesterol (BM : 386) dari fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm wrightii Benth pada media

SWIX ... 65 36. Spektra massa kampesterol (BM : 400) dari

fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm wrightii Benth pada media

SWI]; ... 65 37. Spektra massa stigmasterol (BM : 412)

dari fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm wrightii Benth pada

(14)

38. Spektra massa sitosterol (BM : 414) dari fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada media

SWI T ... 6 6

39. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada^

media SW-j-jj- ... 67

40. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada media

SWi n ... 67 41. Kromatogram total ion hasil. analisis

GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada

media ... 6 8

42. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada media

SWI V . . . 68

43. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada

media SW^ ... 69 44. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS

fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solamim wrightii Benth pada media

(15)

45.

Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum. indicvm L pada media

SIj ... 70 Kromatogram massa hasil analisis GC-MS

fraksi total hidrolisat serbuk kering

kalus Solan-um indicum L pada media SIj .... 70 Kromatogram total ion hasil analisis

GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum indicvm L pada media

SIn

...

71

Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering

kalus Solanum. indicum L pada media SIjj ... 71 Kromatogram total ion hasil analisis

GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum indicum L pada media

S I 111 ... 72

Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering

kalus Solanvm indicvm L pada media SIjjj •• 72 Kromatogram total ion hasil analisis

GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm indicvm L pada media

SIIV ... 7 3

Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering

(16)

53. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm indicvm L pada media

S I V ... 74

54. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

lampiran halaman

1. Komposisi kimiawi media Murashige dan

Skoog ... 95

2. Konsentrasi kolesterol yang ditambahkan dalam media SW dan SI ... 96

3. Skema pembuatan media MS ... 97

4. Skema ekstraksi cara I ... 98

5. Skema ekstraksi cara II ... 99

6. Berbagai produk dari kolesterol ... 100

7. Biosintesis Squalen ... 101

8 . Biosintesis kolesterol dari squalen ... 102

9. Biosintesis solasodina dari kolesterol ... 103

(18)

DAFTAR SINGKATAN

2,4-D : 2,4 - dichlorophenoxy Acetic Acid GA : Gibberelic Acid

GC : Gas Chromatography

GC-MS : Gas Chromatography-Mass Spectroscopy KJT : Kultur Jaringan Tanaman

KLT : Kromatografi Lapisan Tipis

Media MS : Media menurut Murashige dan Skoog MS : Mass Spectra

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang masalah

Sebagai bahan baku obat-obat hormon steroid saat

kolesterol dan steroida alkaloid ( 1 ). Solasodina sebagai steroida alkaloid, memiliki jalur semi sintesa yang lebih pendek untuk menjadi hormon steroid, dibandingkan golongan sterol ( 2 ).

Solasodina diperoleh dari tanaman Solanum sp dengan cara ekstraksi, isolasi kemudian dimurnikan. Karena meningkatnya permintaan produksi hormon steroid, maka permintaan bahan dasar alami juga meningkat.

Selain usaha untuk mencari tanaman baru sebagai sumber bahan dasar yang lebih baik, juga ditempuh usaha melalui bioteknologi. Saat ini, bioteknologi diunggulkan sebagai teknologi mutakhir yang mampu memberi jawaban pada berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat manusia, antara lain dalam produksi pangan dan obat-obatan ( 3 ).

(20)

lebih tinggi produksinya. Studi tentang bioeintesis bahan kimia alami tertentu pada sel tanaman juga akan lebih mudah dilakukan. Agar diperoleh sistem kultur jaringan tanaman yang optimal untuk produksi solasodina, dilakukan usaha manipulasi sistem yang berkaitan dengan biosintesis solasodina.

Chandler dan Dodds melaporkan bahwa pada kultur kalus Solanum laciniatum dapat dideteksi adanya solasodina dan kadar solasodina yang terbentuk dapat

t

ditingkatkan dengan cara menginduksi organogenesis ( 4 ).

Dari hasil penelitian Emke dan Eilert, diketahui bahwa pada kultur kalus Solanum. dulcamara, terdapat hubungan antara solasodina yang terbentuk, diferensiasi sel dan kadar klorofil ( 5 ).

Pada kultur kalus Solanum eleagnifolium juga dapat dideteksi adanya solasodina. Kalus ini ditumbuhkan dari berbagai eksplan. Kadar solasodina yang dicapai oleh kalus dari berbagai eksplan, hampir sama meskipun kultur kalus tersebut mempunyai kecepatan pembentukan solasodina yang berbeda ( 6 ).

(21)

hidroksilasi pada posiei 16 ft. Akhirnya terjadi pembentukan cincin E dan F ( 7 ).

Atipayakul dan Jatisatienr melakukan penambahan kolesterol dengan berbagai konsentrasi sebagai prekursor biosintesis solasodina, pada kultur kalus

Solanum I ar \ n t a i wt. TernyaUi dari berbbgul konaen t.rn« 1 kolesterol yang ditambahkan, produksi solasodina terus meningkat dengan meningkatnya konsentrasi kolesterol, begitu sebaliknya ( 8 ).

Pada kultur kalus Solanum. wrightii Benth yang ditumbuhkan dalam Laboratorium Bioteknologi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, tidak terdeteksi adanya solasodina, senyawa spesifik tanaman asalnya ( 9 ). Begitu pula dengan kultur kalus Solanvm indicvm L

( 10 ). Sarwetini melaporkan bahwa penambahan buah pisang ambon menbah pada kultur kalus Solanvm wrightii Benth dapat rnenyebabkan warna kalus menjadi hijau, dan

ini diduga ada hubungannya dengan terbentuknya solasodina ( 11 ). Penelitian ini dilanjutkan oleh Ratna ( 12 ) dan Anik ( 13 ) pada kultur kalus Solanvm

wrightii Benth dan Solaniwi indicvm L. Mereka

(22)

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka perlu dicoba penambahan kolesterol pada kultur kalus Solarium wrightii Benth dan Solanum indicum L, untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan terutama terhadap kandungan steroidanya. Dalam penelitian ini, empat macam konsentrasi kolesterol ditambahkan dalam media kultur kalus Solanum wrightii Benth dan Solanum

indicum L. Analisis steroidanya dilakukan dengan KLT, GC dan GC-MS.

2. T u j u a n p e n e l i t i a n

Mengetahui pengaruh penambahan beberapa konsentrasi kolesterol pada kultur kalus Solanum

wrightii Benth dan Solanum indicum L terhadap

(23)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan tentang Sclaniun. xurightii Benth 1.1. Tanaman SolcLnvm wrightii Benth

Solanxtm wrightii Benth atau disebut juga Solarium. grandiflor-um. beraeal dari Peru dan banyak ditanam di Jawa sebagai tanaman hias ( 14 ) . Solanwn wrightii Benth mengandung solasodina yang relatif tinggi pada bagian buahnya, yaitu + 3,5 % ( 15 ).

Sistematika Solanvm. wrightii- Benth menurut Lawrence ( 16 ) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales

Suku : Solanaceae

Marga : Solanum

Jenis : Solanum wrightii Benth

1.2. Kalus SclctnxuTL wrightii Benth

(24)

dalam kalus Solnnum wrightii Benth adalah golongan sterol yang terdiri dari empat komponen ( 17 ). Sarwetini mencoba menambahkan buah pisang ambon mentah agar warna kalus menjadi hijau ( 1 1 ). Pada tahun 1989 dilakukan isolaoi protoplae kalus Solam/wi

wrightii Benth dan porcobaan fueinya dengan kalufi Soian-u™. mamnvDsxwi. Ratna mencoba menginduksi pembentukan solasodina dengan meningkatkan kadar klorofil ( 12 ). Dalam percobaan induksi ini tidak terdeteksj. adanya solasodina.

Gambar 1. l<‘oto kalut*: Sot.amm wrightii Benth x^ada media MS dorian pt^Kimbahan Kinotin 2 ppm dan NAA 0,5 ppm

(25)

2. T i n j a u a n t e n t a n g Solanxim indicxim L 2.1. T a n a m a n Solanxim indicxtm L

Solanxmi indicxtm L merupakan tanaman yang banyak ditanam untuk diambil buahnya dan banyak terdapat di pulau Davao, Mindanau, Rocky bluffs, India, Cina dan Melayu ( 18 ). Solanxim indicxtm L mengandung solasodina pada bagian akar, buah dan daunnya, yaitu 0,32 % berat kering pada bagian daun dan 0,2-1, 8 %

berat kering pada bagian buahnya ( 19 ).

Sistematika Solanxim indicum L menurut Lawrence (16) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae

(26)

petroleum eter serbuk kering dari kalus Solanxim indicxim L mempanyai efek antifertilitas terhadap sejumlah mencit ( 20 ). Pada tahun 1969, dilakukan penelitian pengaruh suinber nitrogen terhadap kecepatan pertumbuhan dan profil kandungan steroida kaluc Solanxufi indicxan L. Pada tahun yang sama, Anik mencoba men^induksi pembentukan solasodina dengan meninfjkatkan kadar klorofil, tetapi tidak terdeteksi adanya solasodina ( 13 ).

m

(27)

3. T i n j a u a n t e n t a n g k u l t u r j a r i n g a n t a n a m a n 3.1. K u l t u r J a r i n g a n t a n a m a n

Sel tumbuhan merupakan eatuan biologis terkecil yang mampu melakukan aktivitas metabolieme, reproduksi dan tumbuh. Berdasarkan teori totipotensi, seinua eel tumbuhan mengandung semua informasi genetik yang sama, sehingga apabila sel tumbuhan ditanam pada media yang seeuai, mampu tumbuh menjadi tanaman baru ( 2 1 ).

Kultur jaringan tanaman didefinisikan sebagai bagian atau jaringan tanaman yang telah dipisahkan dari tanaman asalnya dan ditumbuhkan dalam keadaan steril pada suatu medium artifisial dan sel-selnya mampu tumbuh dan mengadakan pembelahan-pembelahan.

Kultur yang dihasilkan dapat berupa kultur organ tertentu yang telah terdefferensiasi dan sel-sel meristematik yang belum terdeffrensiasi atau disebut kultur kalus ( 22 ).

Beberapa keuntungan kultur jaringan tanaman antara lain ( 23 ),

- tidak terpengaruh oleh letak geografis, iklim, hama dan penyakit tanaman

(28)

tidak dibutuhkan lahan pertanian yang luas

- waktu yang diperlukan untuk pembudidayaan dapat

dipersingkat

Sedangkan kekurangannya adalah : - sel yang tumbuh heterogen

- kondisi media dan lingkungan harus steril - bahan pembuat media mahal

Khusus di bidang farmasi dan biokimia, sistem kultur jaringan tanaman dapat dipakai untuk ( 24 ) : - Perkembangbiakan tanaman obat secara cepat dan

seragam

- Studi jalur biosintesis senyawa kimia tertentu - Biotransformasi senyawa kimia tertentu

- Mencari senyawa kimia baru dengan aktivita© tertentu

- Isolasi senyawa kimia tertentu, seperti enzim-enzim senyawa intermediat yang sukar diperoleh dari tanaman yang ditanam secara konvensional

3.2. P e n e r a p a n m e t o d e k u l t u r j a r i n g a n t a n a m a n untuk produksi m e t a b o l i t s e k u n d e r

(29)

bahkan kadang-kadang tidak mampu memproduksi senyawa spesifik dari tanaman asalnya. Hal ini karena adanya kondisi lingkungan yang sangat berbeda bila sel-sel tanaman ditumbuhkan secara in vitro dibandingkan dengan di alain. Kadar metabolit sekunder yang dihasilkan dapat sama, lebih besar maupun lebih kecil bila dibandingkan dengan kadar pada tanaman asalnya ( 25 ).

Beberapa kriteria yang harus dipenuhi, supaya produksi metabolit ' sekunder dengan metode kultur jaringan tanaman mempunyai nilai ekonomis ( 26 ) : - konsentrasi produk harus lebih besar dari tanaman

asalnya

- bahan dasar tanaman untuk isolasi sukar diperoleh - untuk produksi senyawa kimia yang sukar sekali

diperoleh pada tanaman asalnya, seperti intermediat biosintesis, enzim-enzim tertentu

- produk biotransformasi dari bahan dasar relatif lebih murah dan proses transformasi tidak dapat dilakukan secara kimia atau mikroorganisme

3.3. F a k t o r - f a k t o r yang m e m p e n g a r u h i p e m b e n t u k a n m e t a b o l i t s e k u n d e r d a l a m k u l t u r j a r i n g a n t a n a m a n

(30)

M 1 L ] K

P E R f 'U i s l A K A A N

" U N I V E R S H A S A i K L A N G O A *

S U R A B A Y A

antara lain : cahaya, prekursor, nutrien, hormon pertumbuhan, pH, elisitor, adanya penambahan ekstrak yeast, konsentrasi oksigen, karbondioksida, etilen

( 27 ).

Pemberian prekursor termasuk salah satu cara manipulasi pembentukan metabolit sekunder ( 2 0 ).

Penambahan suatu prekursor dalam media kultur dapat meningkatkan produk ( 29 ).

4. T i n j a u a n t e n t a n g s t e r o i d a

Steroida merupakan suatu produk alam yang cukup luas kegunaannya dalam bidang pengobatan, antara lain kardiotonik, anti inflamaei, prekursor vitamin D dan senyawa anabolik ( 30 ).

Senyawa steroida mempunyai inti

siklopentanoperhidrofenantren. Rumus bangun dari inti steroida ditunjukkan pada gambar 3.

(31)

Semua golongan steroida dianggap turunan dari inti tersebut yang mengalami substitusi, oksidasi atau dehidrogenasi ( 29 ) .

5. T i n j a u a n t e n t a n g s o l a s o d i n a

5.1. Si fat fisikokimia solasodina ( 30 )

Dalam tanaman Solanum sp, solasodina terikat dalam bentuk glikosidanya dengan gula (glDkosa, galaktosa dan rhamnosa). Solasodina sebagai aglikon dari solasonin, soladamin, solaradixina, dan lainnya. Solasodina mempunyai rumus molekul C ^ H ^ O ^ N , dengan bobot molekul 413,62. Solasodina larut bebas dalam benzena, piridina kloroform. Larut dalam alkohol, metanol dan aseton, sedikit larut dalam air serta praktis tidak larut dalam eter. Kristal solasodina berbentuk heksagonal dengan titik lebur 2 0 0°“2 0 2° C .

(32)

5.2. B i o s i n t e s i s s o l a s o d i n a

Jalur biosintesis solasodina berawal dari asam asetat sampai squalen. Squalen dengan konformasi SWSWg akan menuju ke kolesterol. Sedangkan konformasi SSSWg akan menjadi senyawa-senyawa triterpen. Biosintesis solasodina dari kolesterol terlihat pada lampiran 5,6,7.

6. T i n j a u a n t e n t a n g sterol

Kolesterol (gambar 5 ) adalah salah satu tipe dari sterol alam dan sebagai suatu sub group dari steroida yang mempunyai karakteristik pada panjang rantai samping C ^ .

Penelitian beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kolesterol mempunyai fungsi yang sangat penting dalam tanaman, seperti pada hewan. Kolesterol merupakan prekursor, bahan awal untuk biosintesis dari semua jenis steroida ( 29 ). Jaringan tanaman tidak hanya mengandung sterol bebas, tetapi juga glikosida sterin dan ester sterin. Hanya sterol bebas yang mempunyai aktivitas menstabilkan membran. Contoh sterol yang lain adalah sitosterol, kampesterol, stigmasterol (gambar 5 ).

(33)

pemerian

titik lebur kelarutan

berat molekul

kristal berwarna putih atau kekuningan, berbentuk serpihan atau kristal lempeng, tidak berasa

148, 5°C

praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalm alkohol dan alkohol panas, 1 : 2,8 eter, 1 : 4,5 kloroforrn, 1 : 1,5 benzena, petroleum eter dan piridin

386,64 R

kolesterol

kampesterol

sitosterol.

stigmasterol

(34)

7. E k s t r a k s i d a n a n a l i s i s s t e r o i d a 7.1. E k s t r a k s i d a n p r e p a r a s i sampel

(35)

dengan aseton (untuk menarik steroida semi polar) dan akhirnya residu diperlakukan seperti Carle di atas (untuk menarik steroida sapogenin dan steroida alkaloid).

7.2. A n a l i s i s d e n g a n K r o m a t o g r a f i L a p i s a n T i p i s CKLT)

Analisis dengan KLT membutuhkan jumlah cuplikan sedikit, waktu lebih cepat dan memberikan pemisahan yang cukup baik.

Sebagai parameter untuk menentukan letak bercak pada kromatogram KLT adalah harga Rf yaitu haail bagi jarak bercak dari titik awal dengan jarak yang ditempuh oleh eluen dari titik awal ( 3 6 ). Faktor-faktor yang mempengaruhi harga antara lain :

- struktur kimia dari senyawa yang akan dipisahkan - sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya - ketebalan dan kerataan dari penyerap

- kemurnian eluen atau ketepatan perbandingan eluen bila digunakan dalam bentuk campuran

- derajat kejenuhan dari bejana

- tehnik eluasi ; menurun, menaik, horisontal atau melingkar

(36)

ekor (tailing) yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan

- suhu pemisahan

Selain letak bercak (Rf)> dari kromatogram KLT bisa dilihat spesifikasi jumlah bercak dengan masing-masing warnanya.

7.3. A n a l i s i s d e n g a n K r o m a t o g r a f i Gas C G O 7.3.1. M e k a n i s m e kerja

Pada kromatografi gas, mekanisme kerja yang mendasari terjadinya pemisahan adalah proses partisi. Pada Bistem ini dikenal parameter K yaitu koefisien partisi/distribusi yang dinyatakan dengan persamaan :

Ca K =

---Cm

C» = konsentrasi solut dalam fase diam Cm = konsentrasi solut dalam fase gerak

(37)

dengan fraksi solut yang berada dalam fase gerak. V»

Sehingga K = --- = k' yang disebut faktor Vrr.

kapasitas yaitu merupakan perbandingan jumlah molekul solut dalam fase diam dan fase gerak.

Sebagai parameter digunakan waktu retensi (tR ) yaitu waktu yang diperlukan solut untuk mencapai jarak sepanjang kolom. Untuk suatu sistem kromatografi tertentu harga tR hanya dipengaruhi oleh harga K.

Dalam praktek, parameter yang diamati adalah waktu retensi relatif yang diperoleh dengan membandingkan harga t^ dari komponen yang satu dengan yang lain atau pembanding.

7. 3..2. P e m i l i h a n f a s e d i a m

Menurut Willard ( 36 ), fase diam harus memenuhi syarat : menghasilkan harga K yang berbeda-beda untuk setiap komponen ; melarutkan komponen yang dipisahkan ; tekanan uap yang dihasilkan pada suhu analisis tidak berpengaruh dan bersifat termostabil serta inert.

(38)

para peneliti adalah polimer-polimer dari metil siloksan seperti SE-30, OV-1 dan OV-lOl ( 38 ), sedangkan fase diam yang selektif misalnya QF-l dan OV-17 ( 37 ).

Analisis dengan kolom kapiler lebih dianjurkan karena akan memberikan hasil pemisahan yang lebih baik daripada kolom “packed column" ( 32 ).Namun penggunaan kolom logam sangat tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan degradasi.

Untuk analisis steroida nabati kadang-kadang perlu dilakukan derivatiBasi. Tujuan dari derivatisasi antara lain untuk mempercepat penguapan, memperoleh senyawa yang stabil, memperoleh pemisahan yang sempurna dan untuk

identifikasi ( 36 ). Cara derivatisasi yang umum dilakukan adalah dengan sililasi, asetilasi,

trifluoroasetilasi dan oksimasi ( 38 ).

7.4. A n a l i s i s s t e r o i d a d e n g a n G C - M S

(39)

Dengan spektra massa, dapat dianalisis struktur molekul .

Dalam GC-MS fase gerak membawa uap solut melalui kolom kromatografi, pada tekanan, kecepatan alir dan temperatur yang ditentukan oleh sifat • senyawa yang dianalisis. Uap molekul yang menghasilkan puncak pada GC dimasukkan sumber ion,

selanjutnya mengalami ionisasi dan proses pemecahan. Dengan bantuan alat pengukur, maka jumlah ion positip yang meninggalkan sumber ion dapat diukur,

(40)

BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN BAB III

1. B a h a n - b a h a n y a n g d i g u n a k a n

1 . 1 . B a h a n K i m i a

Semua bahan kimia yang digunakan adalah produkei E. Merck Darmstadt dengan derajat "pro analisa" kecuali disebutkan lain. Kolesterol yang digunakan produksi Sigma . Agar yang digunakan adalah Gibco L87 Paisley, Scotland. Standar kolesterol, solasodina, solasodiena, fitosterol dan diosgenina diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

1 . 2 . K a l u s

Kalus Solanum wrightii Benth dan kalus Solanum indicum L diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, yang diperbanyak sendiri.

1.3. Media

(41)

sedang untuk kalue Solanum indicum L ditambahkan hormon kinetin 2 ppm, 2,4-D 0.5 ppm, dan GA^ 0.5 ppm

(kode media: SI). Komposisi media MS tertera pada lampiran 1. Media percobaan adalah media SW dan SI dengan penambahan kolesterol seperti terlihat pada

lampiran 2 .

2. A l a t - a l a t y a n g d i g u n a k a n

- Laminar Air Flow Cabinet "Dalton model FA 11-12 Clean Bench PVC-750-APG : untuk pengerjaan aseptis - Otoklaf 25 L (American Portable Auto Claave WAF Co.

Inc.) : untuk sterilisasi media dan alat

- pH-meter "Corning Model" : untuk mengukur dan mengatur pH media

- Neraca analitis "Sartorius" - Vortex mixer (Thermolyne)

- Ultrasonic (Julabo Labortechnik GMBH) - Alat-alat untuk analisis KLT

(42)

- Botol bermulut lebar untuk pembiakan kultur - Sterilset untuk pengerjaan aeeptis

M e t o d e p e n e l i t i a n 1. T a h a p a n p e n e l i t i a n

Penelitian dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

1. Penanaman kalus pada media sesuai dengan lampiran

2.

2. Waktu pertumbuhan 5 minggu untuk kalus Solcavum wrightii dan 4 minggu untuk Solanxm indicvm.

3. Panen kalus

(43)

dan agar. Larutan-larutan persediaan dicampur, kemudian ditambahkan hormon pertumbuhan, mio-inositol, kolesterol dan eukrosa dal.am jumlah yang tertentu. Larutan diatur pada pH 5,7-5, 8

dengan penembahan larutan NaOH 0,1 N atau HC1 0,1 N. Larutan ditambah air sampai volume yang ditentukan. Setelah ditambah agar, larutan dipanaskan sampai jernih dengan diaduk terus menerus. Larutan dituang panaa-panas ke dalam botol kultur, kemudian ditutup rapat-rapat dengan aluminium foil dan disteriikan dalain otoklaf 121°C selama 20 menit. Botol kultur disimpan dalam ruang kultur dengan suhu +25° C (skema pembuatan media tertera pada lampiran 3)

3.2.2. P e n a n a m a n d a n p e r b a n y a k a n kalus

Penanainan dan perbanyakan kalus dilakukan secara aseptis dalam Laminar Air Flow Cabinet. Setiap kali pemindahan kalus, dilakukan penimbangan berat media dan berat media ditambah kalus. Hasil pengurangan kedua harga tersebut adalah berat kalus awal.

3 . 2 . 3 . P e n g a m a t a n n i a k i o s k o p i s k a l u s

(44)

3.2. 4. Panen, p e n g a m a t a n k e c e p a t a n p e r t u m b u h a n d a n p e n g e r i n g a n kalus

Setelah masa waktu yang ditentukan, kalus dipanen. Kalus dipisahkan dari media dan ditimbang. Parameter kecepatan pertumbuhan kalus dinyatakan sebagai harga IP (Indeks Pertumbuhan), dihitung sebagai perbandingan bobot akhir kalus pada saat panen terhadap bobot awal kalus pada saat penanaman. Dinyatakan dengan rumus :

bobot akhir kalus IP =

---bobot awal kalus

Pengeringan kalus dilakukan di bawah sinar matahari, kemudian diserbuk dengan derajat kehalusan tertentu dan dihomogenkan.

3.3.5. E k s t r a k s i kalus

Dilakukan dua cara ekstraksi yaitu cara ekstraksi I dan cara II.

Cara ekstraksi I :

(45)

dipisahkan dengan disentrifugasi selama 10 menit

dan diuapkan sampai kering dengan rotavapor (skema ekstraksi dapat dilihat pada lampiran 4).

Cara ekstraksi II :

Ditimbang 1,000 gram serbuk kering, diultrasonik selama 1 jam dengan 10 ml kloroforrn.

Divorteks selama 10 menit, kemudian disaring, filtrat disisihkan. Residu diultrasonik kembali dengan 10 ml kloroforrn selama 1 Jam ( 40 ). Hasil ekstraksi kloroforrn yang ketiga telah memberikan hasil yang negatif terhadap golongan sterol bebas pada KLT, sehingga ekstraksi cukup dilakukan 2 kali. Filtrat yang terkumpul diuapkan sampai ker ing.

Residu dihidrolisis dengan ± 5 ml HC1 2 N selama 2 jam pada temperatur 100°C di dalam oven. Setelah dingin, dinetralkan dengan NaOH 10 N, dibasakan sampai pH 10. Kemudian diultrasonik dengan 10 ml kloroforrn selama 15 menit. Divorteks selama 2 menit. Fasa kloroforrn dipisahkan dengan disentrifugasi selama 10 menit dan diuapkan sampai

(46)

3 . 2 . 6 . E k s t r a k s i i n e d i . a

Media hasil pemisahan pada saat pemanenan kalus, dicairkan. Dipipet 50 ml, kemudian diuapkan hingga kering dalam oven pada temperatur 90-100°C.

Selanjutnya diultrasonic dengan 20 ml kloroform selama 10 menit, filtrat ditampung. Eketraksi dilakukan tiga kali. Filtrat yang terkumpul diuapkan sampai kering.

3.2.7. A n a l i s a k u a l i t a t i p d e n g a n KLT

KLT dilakukan pada lempeng kieselgel 60 F ^ 54

dengan :

- fasa gerak : kloroform : metanol = 9 : 1

kloroform : etil asetat = 9 : 1 - penampak bercak : anisaldehid sulfat

dragendorf - pembanding : Kolesterol

Diosgenina Solasodina Solasodiena

3.2.8. A n a l i s i s k u a l i t a t i p d e n g a n GC

Analisis kualitatip dengan GC dilakukan dengan : - Alat : GC-14A yang dilengkapi dengan prosesor

(47)

Roloiri : gelas 3 m x 3 mm

Materi pendukung : Chromosorb AW-DMCS OV-lOl 5 %

Detektor : FID Suhu detektor : 290°C

Suhu kolom : Isotermal 280°C Suhu injektor : 300°C

Gae pembawa : Nitrogen

Kecepatan aliran gas : 40 ml/min - Zat pembanding : Solasodina

- Cara pelaksanaan :

Ekstrak dilarutkan ke dalam kloroforrn, kemudian disuntikkan ke dalam ruang injektor. Zat akan menguap karena pengaruh pemanasan pada ruang injeksi uap akan terbawa oleh gas yang rnengalir, yang telah diatur kecepatan alirnya. Hasil diamati melalui detektor.

3.2.8. A n a l i s i s k u a l i t a t i p d e n g a n G C - M S

Analisis kualitatip dengan GC-MS dilakukan dengan

Alat : Jeol-JMS-DX303 GCMS yang dilengkapi dengan prosesor data Jeol-JMA-DA5000

Gas pembawa : Helium

(48)

Kolom : OV-lOl

Panjang kolom : 25 m ID 0,53 mm Suhu kolom : 240o ~280°C / 8°C / min

(49)

HASIL PENELITIAN BAB IV

1. P e n g a m a t a n I n d e k s P e r t u m b u h a n CIP)

Kalus Solanum wrightii Benth dipanen 5 minggu eetelah penanaman, sedangkan kalus Solanum indicum L, 4 minggu eetelah penanaman. Indeks pertumbuhan adalah perbandingan bobot akhir kalus pada saat panen terhadap bobot awal kalus pada saat penanaman. Hasil perhitungan dan histogram indeks pertumbuhan rata-rata kalus Solanum -wrightii Benth dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 6 , sedangkan untuk kalus Solanum indicum L dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 7.

2. P e n g a m a t a n m a k r o s k o p i s kalus

Selama masa pertumbuhan kalus, dilakukan pengamatan makroskopis kalus yang meliputi : warna kalus, tekstur dan terjadi. atau tidaknya diferensi.asi sel. Hasil pengamatan makroskopis kalus Solanum wrightii Benth terlihat pada tabel 3, untuk kalus Solanum indicum L pada tabel 4.

(50)

Tabel 1. Hasil Perhitungan Indeks Pertumbuhan ( IP ) kalus Solanum. w i g h t i i Benth

No Kode media replikasin IP

x ± SD

1 sw: 16 3,0 ± 1,67

2

swn 5 3,1 ± 1,32

3

swm 15 3,2 ± 1,18

4

swxv 9 3,3 ± 1,40

5 SWV .15 2 , 2 ± 0,76

KOBE MEOA

Gambar 6 . Histogram profil kecepatan pertumbuhan kalus

(51)

Tabel 2. Basil Perhitungan Indeks Pertumbuhan ( IP ) kalus Solarium indicxm L

No Kode media n

replikasi

IP

x t SD

1 SI! 12 6,9 ± 1,76

2 sin 14 5,6 ± 2,45

3 SIIII 14 7,8 ± 2,03

4 siIV 14 ' 7,0 ± 1,70

5 Sly 16 2,3 ± 1,01

Gambar 7. Histogram profil kecepatan pertumbuhan kalus

Solanum indicum L pada media SI dengan

(52)

Tabel 3. Hasil pengamatan makroskopis kalus Solarvuwi

wrightii Benth

1 No Kode media Warna kalus Tekstur Kalus Diferensiaei Sel! ! 1 SW I hijau tua rapuh tidak terjadi !i

Tabel 4. Hasil pengamatan makroskopis kalus Solanum i ndictL'ri L

Media WarnaKalus TeksturKalus Diferensiasi [ Sel i

! 1

i SI I hijau kekuningan rapuh tidak terjadi !i i

! 2

i SI II hijau kekuningan rapuh tidak terjadi |1

! 3

i SI III hijau kekuningan rapuh tidak terjadi !1

i 1 4

i SI IV hijau kekuningan rapuh

1

tidak terjadi ! i

1 5

\-~

(53)

3. I d e n t i f i k a s i s t e r o i d a dari kalus 3.1. A n a l i s i s k u a l i t a t i p d e n g a n KLT

Dari hidrolisis total serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth dan Solanum indicum L (cara ekstraksi X), didapatkan fraksi total hidrolisat, yang selanjutnya dilakukan analisis pendahuluan dengan KLT. Dari ekstraksi cara II, diperoleh ekstrak kloroforrn dan fraksi hidrolisat, yang selanjutnya juga dilakukan analisis pendahuluan dengan KLT. Profil kromatogram KLT masing-masing sampel terlihat pada gambar 8-19.

3.2. A n a l i s i s k u a l i t a t i p d e n g a n GC

Berdasarkan hasil KLT fraksi hidrolisat serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada media SW^ dan SWjjj maka sampel tersebut dilakukan analisis lebih jauh, untuk menentukan ada tidaknya solasodina, dengan GC. Profil kromatogram GC dapat dilihat pada gambar 20-23.

3.3. A n a l i s i s d e n g a n G C - M S

(54)

massanya dapat terlihat pada gambar 25 dan lampiran 11,12 dan 13. Dari kurva kromatogram total ion dihitung relatip area, untuk kolesterol (BM 386), kampesterol (BM 400), stigmasterol (BM 412) dan sitosterol (BM 414). dengan komputer, kemudian ditabelkan. Contoh hasilnya terlihat pada gambar 25 - 54.

4. A n a l i s i s m e d i a d e n g a n KLT

(55)

Gambar 8. Profil kromatogram KLT fraksi total hidrolisat

serbuk kering kalus Solarium wrightii Benth pada lempeng Kieselgel 60 F254 den6an fase gerak

(56)
(57)

Keterangan :

A = Fraksi total hidrolisat dari serbuk kering kalus

Solanum wrightii Benth pada media SW^

B = Fraksi total hidrolisat dari serbuk kering kalus

Solanum wrightii Benth pada media SWjj

C = Fraksi total hidrolisat dari serbuk kering kalus

Solanum wrightii Benth pada media SWjjj

D = Fraksi total hidrolisat dari serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth pada media SWjy

E = Fraksi total hidrolisat dari serbuk kering kalus

Solanum wrightii Benth pada media SW^ K = Pembanding kolesterol

S = Pembanding solasodina SE = Pembanding solasodiena

Warna bercak

(58)

Mo . B e r c a k

m e

C=D

m e

CUD

n i c Die m e m e m e

i-1 r~p r— i CJ CD

Gambar 10. Profil kromatogram KLT fraksi total hidrolieat serbuk kering kalus SoLanxim. indicum L pada lempeng Kieselgel 60 £ ' 254 dengan fase gerak

(59)

N o .

Gambar 11. Profi. 1 kromatogram KLT fraksi total hidrolisat serbuk keying kalue SoLanxun indie ten L pada lempeng Kieselgel 60 ^ 2 5 4 dengan fase gerak

(60)

Keterangan :

Solanvm indicxmx L pada media Sly K = Pembanding kolesterol

S = Pembanding solasodina SE = Pembanding solasodiena

(61)
(62)
(63)

No.

Of* r - e u k

11 u u u u

i r ::d (-3 r:zi tZIZ)

2 m m

(“ ]

[— fn ^ m

cmi r —mi

3 u

r~~3

u

cun C Z ZuI3 C Z Z03

- n--- T ---1--- f ---1--- r

A 0 C D e K

(64)

Keterangan :

A = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus

wrightii Benth pada media SW^

B = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus wri^htu Benth pada media SWjj

C = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus

wrigfxtii Benth pada media SWjjj

D = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus

wrightii Benth pada media

E = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus

(65)

Gambar 15. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat serbuk kering kalus SoLanxim. indicium L pada lempeng Kieeelgel 60 ^ 2 5 4 ^engan fase gerak

(66)

Gambar 16. Profil kromatogram KLT fraksi hidrolisat serbuk kering kalus Solanxtm. indicxim L pada lempeng Kieselgel 60 F2 5 4 dengan fase gerak

(67)

Gambar 17. Prof11 kromatogram KLT fraksi hidrolisat serbuk kering kalus Solarvum indic-um L pada lempeng Kieselgel 60 ^ 2 5 4 dengan fase gerak

(68)

Keterangan :

A = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus S o l a n m

indicum L pada media SIj

B = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus Solanum indicts L pada media

C = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus Solarium indicum L pada media

D = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus Solanum indicum I, pada media SI-^

E = Fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus Solanum Cndicum L pada media SI^

K = Pembanding kolesterol S = Pembanding solasodina SE = Pembanding solasodiena

Warna bercak

me = merah coklat kc = kuning coklat u = ungu

(69)

M o . B e r c a k

m m Hi m in

C Z 3 c : i ' O -U •___ i r

c k r ~ n C " 1___ i '___ i C l 3

h h h h h

3 CZ2 r ~ n C I D

u u u

C - l l (___ 1 r " i l- — 1___ 1

u u u u u

(__ 13 L— J l____1 L Z Z ] 1___ 1 1___ 1

I 1

A 13 C D C K

Gambar 18. Profil kromarogram KLT ekBtrak kloroforrn serbuk kering kalus Solatium wrightii pada lempeng Kieselgel 60 F254 denSan gerak kloroforrn : etil asetat = 9 : 1 penampak bercak anisaldehlda-sulfat

(70)

Keterangan :

A = Ekstrak kloroform dari serbuk kering kalus

wrightii Benth pada media SW^

B = Ekstrak kloroform dari serbuk kering kalus

wrightii Benth pada media

C = Ekstrak kloroform dari serbuk kering kalus

wrightii Benth pada media

D = Ekstrak kloroform dari serbuk kering kalus

wrightii Benth pada media SWjy

E = Ekstrak kloroform dari serbuk kering kalus

wi'ighta Benth pada media SW^ K = Pembanding kolesterol

Warna bercak m = merah

ck = coklat merah h = hijau

u = ungu

So I ctnum

So I anxu7i

So I arum

So t a num

(71)
(72)

Keterangan :

A = Ekstrak kloroforrn dari serbuk kering kalus So Ianum l nd l c xim L pada media SIj

B - Ekstrak kloroforrn dari serbuk kering kalus So I anvm indicxim L pada media SIjj

C - Ekstrak kloroforrn dari serbuk kering kalus S oI anum i nd i c xim L pada media

D = Ekstrak kloroforrn dari serbuk kering kalus So I anxtm i nd i c xim L pada media

E - Ekstrak kloroforrn dari serbuk kering kalus So Ianum indicvm L pada media Sly

K = Pembanding kolesterol

(73)
(74)
(75)
(76)

Gambar 23. Profil kromatogram GC fraksi hidrolisat dari serbuk kering kalus Solanum wrightii Benth

(77)

kalus S o l a n x i r r i w i g h t i i Benth ( I ) dan Solanvm indicum L ( II ) pada lempeng Kieselgel 60 ^254 dengan fase gerak. kloroform : etil asetat = 9 : 1 dan penampak bercak anisaldehid sulfat.

Keterangan :

A = ekstrak kloroform media SWI B - ekstrak kloroform media SWn C = ekstrak kloroform media

swm

D ekstrak kloroform media SW E = ekstrak kloroform media

swv

P = ekstrak kloroform media

SIj

Q = ekstrak kloroform media SIII R = ekstrak kloroform media SIIII S ekstrak kloroform media SIIV T = ekstrak kloroform media

SIV

K = pembanding kolesterol Warna bercak :

(78)

T I C r i l » : m o S T tH. D O T ; l 1 9 - O C C - ^ O 1 8 i t 3

S* / * p i n K t o n o r ' o f a i

S c a n * 1 t o S 0 2 < 9H J> ) RT B ' O l V t o I 5 J0 0 " (1 5 ' E O " i F . K P o t . ) L w 0 . 0 0 O l > «r » t o r i L n U . D n S I t t

Gambar 25. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS pembanding fitosterol (campuran kolestrol, kampesterol stigmasterol dan sitosterol)

rtilsS i n n m n t 1103 i l k . umi i i I 'j -u u i -v u i c m

S u i p l e i K L O R O r O W I

S o n * 1 t o 9 ( 1 2 ( 9 0 2 ) C T 0 ' 8 0 ' t o 1 5 ’ B A " ( 1 5 ' ! B " ) C l l P o i . t L v 0 . 0 0 n i t u 3 a > .0. *00.0.412. a . « M . e t i c

(79)

n ns s 9* c c iR it t n * t » r i i * : r n o s i r n i ? - d c c -9b i i i z s

R* " P l 7 ' 5 g ^ 0 R E I ° l P o » . J GC 2 0 ) . 5 c D P : m ' l 3 G 6 . 3 l * ) 0 I « t . 7 . 1 5 5 7 L w 0 . 8 ( 1 S c * n * < 4 O 0 > - ( < 3 3 . 4 9 7 ) C e o * « . 1 . 0 0 1

Gambar 27. Spektra massa hasil analisis GC-MS pembanding kolesterol

t n - D e c - n n l e i e s t i r e s S P t c i n i n r w t » r i i « i r n o s i c "

G * » p l t l K l O W C l R K

RT 9 ' 1 4 “ E l ( P o i • J G C 2 0 1 . B e D P : « / i 4 f » . f l 0 n ( l I n t . 2 . 9 0 4 3 L v f l . B f ! ‘J o * n * < 3 3 5 ) - < 3 J 1 . 3 6 3 ) i c o t f . l . f W J

(80)

nt t s s SP E C t m j i n « t » r u n r i T t s i c n i s - d c c - m b i z i e s

S vi p l n K L O T O r o W

R T 9 ' 4 0 “ C l ( T o m . ) G C ? U R . 9 c E I P : m / t G l . t U t M I n i . 2 . 3 3 1 9 L v O . O O S o » n t < 3 0 1 > - ( 5 0 3 . 3 9 3 ) t u e » f , 1 . 0 0 )

Gambar 29. Spektra inasea hasil analisis GC-MS pembanding stigmasterol

n c c , s «**c c i h j i n . t .

S »«P I * I KIORCFOKM

Ri in'jr1 u (Po*.) w S c » n * I & 3 0 ) - ( 6 1 2 . & 3 4 >

r m « : I H O S I E R

2 0 1 , 0 c U P : « / j 5 S . 0 B H B loorf. l.aaj

19 -D CC 1 2 : 2 3

I n i . 2 . 1 5 7 6 L v 0 . O B

(81)

T I C c u t o ri l e : O C W C S S Jl 7 - j m - 9 D v 8 i M

S a m p l e I S . W R I O H T I I T O T B L H t WC U S I S - I , , „ 00

S e » n * 3 0 0 t o 9 0 0 ( 9 8 ? ) R T 4 ' 5 9 ” t o H ' 5 8 " C I S ’ C O " ) E I l P o i . ) L v 0 . 0 0 O p t r i t o r I L R S . O R S W

Gambar 31. Kromatogram total ion haeil analisis fraksi total hidrolisat serbuk kering

Solarium wrightii Benth pada media SWj

M A SS O W O ' T ’ l T O O ’ I’ n 0 » t * r j l t : f i a i C S S l ! 7 - JA M - 9 B 1 Z : 6 Z E u p l l l S . U R I & 4 T M T O T A L H I W O L I S l S - I

S c a n * 3 R Q t # m O < 9 Q 2 ) R T 4 ' 5 9 “ t o 1 4 ’ 3 0 " ( I S ' B T ) C K P o a . ) L v 8 . 8 0 M m • i 3S6.0.463.0.412. f l .414.0 T i c

GC-MS kalus

Gambar 32. Kromatogram masea hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solcm-uwi

(82)

T I C D* t « r i l e : « G N E3 9 W S T - J W M S I C i e O S u i p l r i G . M R I Q 4 T I I T O T H L M I C R O , I S I S * J I . ^ . ,_____ , , _ „

S c « n 4 3 0 0 t o 5 0 0 1 9 0 2 ) R T 4 ' 5 9 * t o 1 4 ' 5 B - < 1 5 ' 0 O ) E l ( P o t . ) L v 0 . 0 0 O p e r a t o r i L n D . D t e m

Gambar 33. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus

Solanxim wrightii Benth pada media SW^j

M R S5 C H SO n H T O G R W I D a t a r i l e : A 5 H C 3 M J 6 * » P l « l S . U B H X T I I 7 0 T f l L H I W O - I S 1 S - I I

S c a n t 3 t a t o 9 0 0 ( 9 0 0 ) R T 4 ' 5 9 " t o 1 4 ' S B " ( ! 4 ' S 8 " ) E l ( P o t . > L v 0 . 0 0 F l u i l 3 0 6 . 0 . 4 0 0 . 0 - 4 1 2 . 0 . 4 1 4 . 0 T I C

7 - JW I - 9 0 I f c l E B

Gambar 34. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum

(83)

M 0 6 3 S P E C T R li l D a t a r i l l ! « G N E a » i r

Sa m p le ! S . WR l O m i T Oi m . H l W C L l S l S - n

R T 7 ’ 1 0 " C l C P o . . ) GC E B l . l c D P : m / x - JO B . O I K S I n t . £ . 3 3 2 9 L v 0 , 0 0 S o * n » ( 4 3 1 ) - ( 4 1 4 , 4 5 Q ) t c o e f . 1 . 0 0 ]

fW

Gambar 35. Spektra massa kolesterol (BM : 386) dari fraksi total hidrolieat serbuk kering kalus Solanum. wrightii Benth pada media SW^j

r o w s s r C C IHl / l D a t s r i l e : « C T « t 9 SW C i e : e e

S u w l f i S . U K I O U I I T O T A L K l W l X I S l S - I !

R T G ’ 2 1 " E l ( P o t . ) C C 2 U n . ‘Je O P : m / i 4 ( B . 0 « ) 0 I n t . 1 . 9 7 0 6 l v 0 . 0 0 F5 o »n » 1 5 0 2 ) - 1 4 6 9 . 3 1 3 J C c e e f . l . B B J

H / Z

Gambar 36. Spektra massa kampesterol (BM : 400) dari l'raksi total hidrolisat serbuk kering kalus

(84)

r w c a y c c t m n r u e i n t f c s s «

S»W ' lf l S .U H1CW I I 101 'I L 1 IU K U .I S 1 S-I I ______

R I Q ‘ « " C l d * o i . > G C 2 1 3 1 . 0 c P P | • »■ '» s s . r o r o

C o « n * 1 K < I ) - 3 3 7 ) C c o e f . I . K 5 1

T - J f T I - 1 0 lE i C B

I n t . 1 . 2 J Q 3 L v 0 . B H

Gambar 37. Spektra maesa stigmasterol (BM : 412) dari fraksl total hidrolisat eerbuk kering kalue

Sola.ri.-xjm wrightii Benth pada media SW^j

" I B S « * * t . i . i N i n Mt a I nr : r - j > n - » u i e i c u

B »r p 111 S . H B I C H I I J TO TA L H i [ B W . I S I S - ] I

R T 9 ’ 3 5 " E l ( H o t -) G C 2 0 1 . O c B P : m / i 4 ) 4 . O E M S I n t . 1 . 6 0 2 3 L v 0 . 0 0

S o * n * < J7 6 > - < 3 3 6 . & B 2 ) t c o r f . 1 . 0 0 ]

Gambar 36. Spektra maesa sitosterol (BM : 414) dari fraksi total hidrolisat Berbuk kering kalus

(85)

T I C D « t » Fi l e : 0 G H E 3 S U J T - JW I - A O l £ l 3 T 6 * i " p l * l S . W R I & H T I I T O T A L H I D R O L I B I S - I I I

S c a n * 3 0 0 t o 9 0 0 ( 9 6 0 ) R T 4 ' 5 9 " t o 1<1 ’ 5 0 " ( 1 4 ' S H " ) E K P o t . J L v 0 . 0 0 O t > e r « t e r i L f t B . D r s f f i

Gambar 39. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi. total hidrolisat serbuk kering kalus

So l a n u m w r i g h t i i Benth pada media SW^^j

nres curor-mocKcri o»t« rn«: pghessws T-jfn-oa iz-.st

S » n p l * i S . U R N X T I I T O T R L H l t R O , I S 1 8 * 1 I I _ . . „ S c » n * 3 C O t o 9 ( 5 0 ( 9 0 0 ) R T 4 ' 5 9 " l o 1 4 ’ 5 0 ” < 1 4' 5 0 " > E K P o i . ) L v 0 . 0 0 h u • : 3 0 6 . 0 . 4 0 0 . 0 . 4 1 2 . 0 . 4 1 4 . 0 T I C

Gambar 40. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum.

(86)

T I C 0 » t » r u n * * m . » »

5 > mp ) e i S . U R 1 W 7 I I T 0 T W , H I C R 0 L I S J5 - I V

S c a n t 3 0 0 t o ' 0 0 ( 5 0 0 ITT 4 ' 5 9 " t o 1 4 ’ 5 0 " ( 1 4 ' 5 8 " ) C I < P o « . ) L v 0 . 0 0 0 p n - » l 8 r i L f l D . D O S P R

Gambar 41. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanvm wrightii Benth pada media

n n s » C H n o m r o s R w i m * i A w i e s s m t i . s s B . W R I O H 1 I I T O I f l L H 1 W 0 L I I I 5 - I V _ , , _____ c , „ « 3 * 0 t o 9 0 0 ( 9 0 9 ) R T 4 ' S 9 " t o 1 4 ' 5 0 " ( 1 < J’ 5 Q " ) E I < P o « . ) L v 0 . O R n u l l 3 U t . t . 4 t e . B . 4 i Z . 9 . * i * - e T I C

Gambar 42. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Soianum

(87)

Ti c r i i e i n c M C s n o b - j w - a i i o m * S * n p l « i B . I JR 1 G H T ' I l O T f i L H i r H C U S I S - V

S c n . t 3W ) t o ' . V l B t W S l t r r 4 ' 5 9 " I # M ' 5 0 " ( 1 4 ' 5 0 " ) C ] ( P o » . > W (1 . 0 0

Op f r . l B n L f l f i .W-a i f l

Gambar A3. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus

Solanum wrightii Benth pada media SWV

Mf«8 omormootm n»unin ncuwsufl o-jm—ji imw

F i » » P ) n S . W R I O ml T 0 T « . 1 « 1 » « X 1 5 1 3 - V ’

S o n * 3 t t » t o U ' W ^ O m R T < S’ S T l o i r t ’ 5 0 " ( M ' - S O " ) E l ( P o t . ) L v B . t t O n » « m j u i . « . 4 i w . B » 4 i 2 . o . 4 n . u t i c

Gambar 44. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum

(88)

Se«"« w '« ui ■ts't in m'‘jiv11*".t\"> rui’ ( IP f n u i ' l I . I U 1 . W 6 W

Gambar 45. Kromatogram total ion haeil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus

Sclaruim. tnciicwn. L pada media SIj

M O S S O I P O m T O O T m Q « l a r i l e : r»<7 < Cr»5 I 1 S * r a p l r i f c . U C I C U l T O T i l . H I U 9 0 L I S I & - 1

S c a n t 3 0 H t o O t < 1 ' 5 9 " l u I . J ' C O " < I 4 ' S B " ) C I O ’ o * . ' L v 0 . 0 0 M » « « | S l f c . B . C V . 0. < i a . < TC

r - j m - s e 13 s 355

Gambar 46. Kromatogram masaa haeil analieis GC-MS frakei total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum

(89)

l i e S.lfOJOli 10111. HIDBOLISIS-IT t > «! « r < i *• : n o m s s i z 7 - j o i - * ? n am i« ‘jjiH'o.oi Bi *"vr in i4’r > n - i n u ’,.,,i i.v ii.mt O r r r . i u r i L ” / ].

Gambar 47. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus

Solanum indicum L pada media SIj^

fires cn"0f»‘>T0€nn« ot. mi! nmcssis i<ibi

S . up l H R . J N P l C i n TO K -C. H ( O W t J S I S - l I

S « m t SO U t e 9 M X W C I 4 ‘ 5 9* t o 1 4 ’ 5 0 " ( I J ’ S G " > C I C P o « . ’ I v 0 . 0 0

H«..i T!C

Gambar 4Q. Kromatogram masoa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanum.

(90)

T I C « • ' » r " « ’

0 »»r * i O M Lf t n.f irB«7

T-jA n -9 * i 4 i a e

GanVbar 49. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat eerbuk kering kalus SotffTO indCcvm jj pada medi$ SIjjj

" ■ •» CM I W 1W " r n« r P » * * C * J 1 3 7 - J < n t « mu s

SM H > )n 9 . I W I C U 1 T O T H . H C D R 0 L I S 1 S - 1 1 1

« * d » M 3 i » « 6 < 9 t W ) * n 4 ' S 9 " i o U ' 5 0 " ( 1 4 ' S D P 1 C K ^ o a . ) L v 9 . 0 0 r i . n i 3 t t . H . 4 M . o . - < i z . e - 4 u . e i i c

Gambar 50. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Soianxwi

(91)

T I C 0* 1 * r i l e i < > C 7 '£ 5 5 I4 7 - JW i - 9 0 J4 i 3 « B « i o P 1 e I S . 1 N S I C I J1 1 0 T H . K I D R O U S I f r - ! V

S c * n t 3 « J t o ' . « O ( 5 » ) 0 1 P T 4 ' 5 9 " l o 1 4 ' S JT ( 1 4 ' 5 0 “ > E K P o . , ) L v 0 . 0 B 0 » ' f » « o c i L A B . D f S W

Gambar 51. Kromatogram total ion hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus

Solanum. indicum L pada media

H ’ t i S o i w o i o r o c n m U » t « r i l n n c M E S S M S i i i P l M S . I W I C l r t T O T f I . H 1 D R 0 U 6 1 9 - I V

5 c » i . » ? « j t « ' . h p i ' . o u j f t t 4 - s r t < > i . i ' S f l “ u< r w> t l i P o > . ) u . o b

n»»»l 1U).I'.4(V.R.412.H,4 14,V Tic

r - j r » i - ? 0 1 4 : 3 8

(92)

T I C I t e t a M l c i A 9 1 C 5 S I 3 T - j m i B l S i d B

S wi P l n 6. U H1C U1 T C T « - H I D O Q U S J S - V

S c » n « 3 B n t o * J0 < 3 M 1 ) l! T . i ' 5 9 ' ’ t o 1 4 ' S B ' < 1 4 15 0 ' > C K P o . . ) l u 0 . 0 0 0 » e c i \ o n L f l B . D G S f l R

Gambar 53. Kromatogram total ion hasil analieis . G O M S fraksi total hidrolisat serbuk kering kalue

So i a n u xt i n d i cw r t L pa da media SIV

t V S S O t l t O ^ r t TO O I K Y I D * U M l r i R f f < C 3 S ! 3 r - J W t - 9 B 1 5 i B B

t k n p I r i B . I r t J I C U - l T o r n y U 1 D H 0 U 5 1 & - V

S c « n t 3 < n t o V O R l ' J H B ) R T d ' $ T t o 1 *"i<*< 1 4 5 ° > C t < ! » « « . > C w B . 0 0 nun 3f r > . R . - * e « . e .4i2, i ) .4H . o n c

Gambar 54. Kromatogram massa hasil analisis GC-MS fraksi total hidrolisat serbuk kering kalus Solanxtm

(93)

Tabel 5

To.be! 6

. Hasil perhitungan prosentase relatip area “frarva kromatogram total ion komponen fitosterol kalu®

Solan-um wright a Benth dengan .penambahan

kolesterol 0 ppm CSWj). 300 ppm (SWn >, 5 0 0 ppm

*^0 PPm ^ SWjy ) , dan 900 ppm (SWy )

Kode Jenis Fitosterol

Ekstrak tclesterol Kanpesterol Stigmasterol Sitosterol Total

5M 1 * 47,7 19,0 33,3 100

Sv II 17,2 ' 58,5 11,5 30,8 100

SW III 28,6 35,7 10,7 25,0 100

SU IV 67,1 20,1 2,7 10,1 100

SW V 76,7 10,8 1,5 10,8 100

Hasil perhitungan prosentase relatip area kurva kromatogram total ion komponen fitosterol kalus

(94)

BAB V PEMBAHASAN

Pada penelitlan ini kalus Solanvjn wrightii Benth ditumbuhkan pada media MS yang dimodifikasi dengan penambahan kinetin 2 ppm dan NAA 0,5 ppm, sesuai dengan media untuk optimasi pertumbuhan kalus dalam penelitian . sebelumnya ( 9 ). Dengan alasan yang sama, kalus Solanwn indicxwi L ditumbuhkan pada media MS yang dimodifikasi dengan penambahan kinetin 2 ppm, 2,4-D 0,5 ppm dan GA^ 0,5 ppm ( 10 ). Konsentrasi kolesterol yang ditambahkan adalah 300 ppm, 500 ppm, 700 ppm dan 900 ppm, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Atipayakul dan Jatieatienr ( 8 ). '

Dari histogram profil kecepatan pertumbuhan kalus (gambar 6 dan 7) diketahui bahwa penambahan kolesterol tidak mempengaruhi indeks pertumbuhan kalus Solanum

wrightii Benth, tetapi berpengaruh pada indeks

pertumbuhan kalus Solanxim indicxim L. Pada kedua kultur kalus, penambahan kolesterol dengan konsentrasi 900 ppm menyebabkan indeks pertumbuhan relatip turun.

(95)

dengan pembanding kolesterol. Hal ini menunjukkan bahwa dalam semua media, baik dalam kultur kalus Solanum

wrightii Benth maupun Solanum indicum L, masih didapatkan kolesterol yang tersisa. Intensitas warna ungu yang makin meningkat pada kromatogram, menunjukkan bahwa jumlah koleeterol yang masih tersisa dalam media makin meningkat dengan meningkatnya kolesterol yang ditambahkan dalam media. Berdasarkan pengalaman dalam percobaan, disarankan untuk menggunakan cara lain yang dapat meningkatkan kelarutan kolesterol, misalnya dengan menambahkan “solubilizing agent" dalam konsentrasi tertentu, atau dengan menggunakan kultur suspensi. Dalam kultur suspensi agitasi terjadi terus menerus, sehingga aerasi lebih baik dan terjadi kontak langsung antara seluruh permukaan sel kalus dengan media.

(96)

dengan KLT dan GC, sehingga dapat diketahui ada tidaknya golongan sterol bebas, glikosida sterol dan steroida alkaloid/sapogenin.

Gambar

Gambar 1. l<‘oto kalut*: Sot.amm wrightii Benth x^ada media MS
Gambar 2. Koto kalus Solanum indicum L pada media MS
Gambar 3. Struktur inti steroid
Gambar 4. Struktur molekul Solasodina
+7

Referensi

Dokumen terkait