60
BAB III
IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK
3.1 Perencanaan dalam Penerapan Metro WDM 3.1.1 Prinsip Perencanaan Jaringan DWDM
Dalam penerapan DWDM pada jaringan transmisi serat optik ini di bagi atas dua hal pokok, dimana disesuaikan dengan kebutuhan yang ada tergantung network dan tidak mandatory. DWDM menggunakan amplifier dan regenerator, akan tetapi pada jenis jaringan tersebut faktor loss (redaman) dan penguatan noise harus ditelusuri agar penempatan dan jenis peralatan yang dipakai adalah tepat. Secara umum, biaya untuk penguatan lebih rendah daripada proses regenerasi, karena wavelength tidak memerlukan proses demultiplexed seperti pada regenerasi, dengan demikian proses regenerasi hanya ditujukan untuk recovering dari proses dispersi dan noise pada amplifier. Pada SONET, tiap tributari dalam sistem tersebut membawa sinyal dengan rate yang sama sedangkan pada DWDM, wavelength yang berbeda membawa rate sinyal SONET yang berbeda pula. Hal ini meningkatkan kompleksitas pada proses perencanaan ketika meningkat juga jumlah kemungkinan yang dapat ditempatkan pada tiap tributari dari sistem DWDM.
Peralatan DWDM dapat secara langsung ber-interface dengan switch dan elemen jaringan lain tanpa meng-intervensi peralatan SONET. Disamping meningkatnya kompleksitas dalam proses perencanaan, penggabungan antara tributari juga meningkatkan fleksibilitas desain. Contoh: dalam sistem SONET, ketika memilih beberapa set node untuk membentuk sebuah ring, kita tidak perlu
61 memperlengkapi semua node dalam satu cycle dengan ADM (add drop multiplexer).
Hal ini disebabkan karena node dengan demand terendah sangat ekonomis jika diletakan terpisah dari node-node dengan demand tinggi. Pada DWDM, node-node dengan demand terendah dapat share ring DWDM dengan node-node dengan demand tinggi. Untuk memenuhi demand untuk koneksi, maka operator dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan jaringan dengan peralatan SONET atau DWDM dengan direct interface antara tiap client dalam jaringan dengan peralatan DWDM.
Jaringan DWDM menggunakan OADMs dan OTMs dengan kapasitas wavelength yang bervariasi serta channel bit-rates yang maksimal. Dalam hal ini di fokuskan pada digunakan berbagai macam model peralatan dengan jumlah wavelength yang bervariasi serta diasumsikan biaya sebagai fungsi linier terhadap wavelength.
3.1.2 Tipe – tipe Fiber
Jenis paling umum dari single mode fiber adalah biasanya menunjuk standar single mode fiber. International Telecommunication Union (ITU), adalah satu badan standardisasi gelobal untuk sistem telekomunikasi serta vendor, mendefinisikan jenis perbedaan dari serat optik. sebagian dari perbedaan fiber menggambarkan dalam proses standardisasi untuk jaringan optik meliputi nondispersion-shifted (G.652), dispersion-Shifted (G.653), 1550-nm loss minimized (G.654), Nonzero-dispersion fiber (G.655).
Nondispersion-Shifted Fiber (ITU-T G.652 Recommendation)
Ini adal jenis single mode fiber (SMF) juga disebut standar single mode fiber dan paling umum di gunakan. Nondispersion-Shifted fiber adalah dioptimalkan untuk 1310 nm dan punya zero dispersion wavelength di 1310
62 nm. Kita juga dapat menggunakan tipe fiber ini di 1550 nm, tetapi kurang optimal. Chromatic dispersion di 1550 nm adalah tinggi (18ps/nm-km) dan untuk data tinggi nilai aplikasi, dispersion compensations harus dipekerjakan.
Dispersion-Shifted Fiber (ITU-T G.653).
Dalam dispersion-Shifted fiber, zero dispersion wavelength sudah bergeser dari 1310 ke 1550 nm. Dispersion-shifted fibers adalah optimal untuk beroperasi dalam daerah antara 1500-1600 nm, dan dispersion koefisien, D, peningkatan tanpa panjang gelombang. Ketika tipe fiber ini sudah dikembangkan, asumsi harus mengambil keuntungan dari doping penguat dan beroperasi dengan berbagai kanal sistem DWDM.
ITU-T G.654 (Loss Minimized at 1550 nm)
Jenis dari fiber ini adalah sebuah kasus khusus dari standar single mode fiber yang mempunyai loss rendah. ITU G.654 adalah optimal untuk daerah 1550 – 1600 nm. Efektif cutoff wavelength λcutoff adalah parameter sangat penting dalam perancangan jenis dari fiber optik ini. kerugian rendah mungkin menjadi dicapai dengan menggunakan satu inti silika murni. ITU G.654 fiber adalah mahal dalam pembuatan dan jarang digunakan. Jenis dari fiber optik ini mungkin terbaik untuk submarine/kabel laut dan memperluas aplikasi long-haul.
Nonzero Dispersion-Shifted (G.655).
Nonzero dispersion-shifted fibers (NZDSFs) adalah SMFs itu mempunyai chromatic dispersion yang lebih besar dari nonzero nilai dalam C band (1500 nm). Dispersi ini mengurangi efek dari ketidak linearan, seperti empat cara percampuran (four-way mixing), modulasi fasa lebih tajam (self-phase modulation), dan menyeberang fasa modulasi (cross phase modulation),
63 dilihat dalam sistem DWDM. Tipe fiber optik ini terbaik dan optimal pengoprasian antara 1500 – 1600 nm.
3.2 Parameter dalam penerapan Metro WDM 3.2.1 Spesifikasi Teknis Kabel Serat Optik
a. Tipe Kabel adalah Single Mode Serat Optic (SMFO) 72 core, Ribbon Type or Loose Tube Type
b. Standar : ITU-T G.652 c. Spesifikasi kabel :
i. Bending Radius : max 20 x diameter kabel ii. Max Attenuation (dB/km) : 0.2 dB/km (G.652) iii. Tensile Strength (N) : 2900 N
iv. Wavelength : 1550 nm
d. Panjang kabel dalam 1 span (drum) adalah 5000 m e. Allowance/slack kabel :
i. Toleransi Galian 2% (100 m per-span) ii. Titik Sambung 2 x 25 m
iii. Slack di HH 30 m
iv. Terminasi kabel : sesuai dengan keperluan di lokasi
64 3.2.2 Spesifikasi Optik WDM
Tabel 3.1 Spesifikasi optik WDM
Parameter Min Max Unit
1550 Channel Wavelength 1550 +/- 20 nm
1310 Channel Wavelength 1310 +/- 20 nm
Max Power Handling 100 mW
Pass Band Ripple 0.4 dB
Insertion Loss 1.5 dB
Isolation 40 dB
3.2.3 Spesifikasi Teknik WDM
DWDM dengan satu pengaturan jarak kanal dari 100 GHz dan 50 GHz.
Itu berlakukan bagi layanan dari 2.5 Gbit/s, 5 Gbit/s, 10 Gbit/s dan 40 Gbit/s.
CWDM dengan satu pengaturan jarak kanal 20 nm. itu hanya menerapakan layanan yang dinilai pada 2.5 Gbit/s dan 5 Gbit/s.
3.3 Kapasitas Transmisi
Sistem DWDM dapat meng-akses sampai dengan 80 panjang gelombang, setiap panjang gelombang mendukung satu maksimum tingkat 40 Gbit/s.
Sistem CWDM dapat meng-akses sampai dengan 18 panjang gelombang, setiap panjang gelombang mendukung maksimum tingkat 5 Gbit/s.
65 3.4 Jarak Transmisi
Untuk laju 40 Gbit/s, dukungan maksimum 15x22 dB transmisi tanpa regenerator elektrik.
Untuk laju 2.5 Gbit/s dan 10 Gbit/s, dukungan maksimum 19x22 dB transmisi tanpa regenerator elektrik.
Untuk laju 5 Gbit/s, dukungan maksimum 16x22 dB transmisi tanpa regenerator elektrik.
Untuk laju 2.5 Gbit/s, 5 Gbit/s, dan 10 Gbit/s dalam sistem 10 panjang gelombang, mendukung 1x56 dB single-span ultra transmisi jarak jauh.
Untuk laju 2.5 Gbit/s, 5 Gbit/s, dan 10 Gbit/s dalam sistem 40 panjang gelombang, mendukung 1x50 dB single-span ultra transmisi jarak jauh.
Untuk sistem CWDM, dukungan maksimum 80 km jarak transmisi.
3.5 Elemen Jaringan WDM
Jaringan WDM ini dapat di konfigur berdasarkan 4 tipe perangkat yaitu : 1. Optical terminal Mulitiplexer (OTM)
Memberi layanan add/drop dan O/E/O konversi untuk semua kanal optik 2. Optical Add/Drop multiplexer (OADM)
Fixed Optical add atau drop multiplexer (FOADM)
Reconfigurable optical add or drop multiplexer (ROADM) Bagian add/drop dari kanal-kanal dan yang lainnya berlalu dengan transparan, meliputi FOADM dan ROADM.
66 3. Optical Line Amplifier (OLA)
Mengganti kerugian loss power yang disebabkan oleh serat dan komponen optik pasif yang lain.
4. Regenerator (REG)
Memberikan O/E/O konversi untuk semua kanal-kanal optik dengan fungsi 3R (retiming,reshaping,regenerating) dan memerlukan biaya tinggi dan harus dialihkan kecuali sinyal optik menurun terlalu banyak untuk diterima di transponder
3.6 Pemilihan DWDM
Secara umum ada beberapa alternatif cara yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan kapasitas akibat perkembangan trafik yang sangat cepat, yaitu:
Menambah fiber
Jika tidak ada core fiber yang tersisa, maka diperlukan upaya penanaman kabel yang berisi sejumlah core fiber, dengan memperhitungkan ketersediaan duct yang ada (terutama untuk kabel jenis conduit). Cara ini selain agak rumit juga relatif mahal.
Memperbesar kecepatan transmisi
Penggantian perangkat/modul eksisting dengan sistem/kapasitas yang baru (Sistem SDH kapasitas STM-64) dengan kapasitas yang lebih besar.
Cara ini menemui hambatan dengan keterbatasan kapasitas terbesar sistem SDH (STM-64).
Mengimplementasikan WDM
Cara lain yang jauh lebih ekonomis dan berorientasi ke masa depan
67 adalah dengan
menerapkan sistem WDM. Sistem WDM ini memanfaatkan sistem SDH yang sudah ada (solusi terintegrasi) dengan memultiplekskan sumber- sumber sinyal yang ada, pada domain λ, pada komponen pasif WDM.
Dengan memperhatikan faktor ekonomis, fleksibilitas dan kebutuhan pemenuhan kapasitas jaringan jangka panjang, maka solusi untuk mengimplementasikan DWDM merupakan yang paling cocok, terutama jika dorongan pertumbuhan trafik dan proyeksi kebutuhan trafik masa depan terbukti sangat besar. Secara umum ada beberapa faktor yang menjadi landasan pemilihan teknologi DWDM ini, yaitu:
1. Menurunkan biaya instalasi awal, karena implementasi DWDM berarti kemungkinan besar tidak perlu menggelar fiber baru, cukup menggunakan fiber existing (sesuai ITU-T G.652 atau ITU-T G.655) dan mengintegrasikan perangkat SDH eksisting dengan perangkat DWDM.
2. Dapat dipakai untuk memenuhi demand yang berkembang, dimana teknologi DWDM mampu untuk melakukan penambahan kapasitas dengan orde n x 2,5 Gbps atau n x 10 Gbps (n= bilangan bulat).
3. Dapat mengakomodasi layanan baru (memungkinkan proses rekonfigurasi dan transparensy). Hal ini dimungkinkan karena sifat dari operasi teknologi DWDM yang terbuka terhadap protokol dan format sinyal (mengakomodasi format frame SDH)
68 3.7 Parameter dalam penerapan Tipe Perangkat
Dalam melakukan penerapan Metro WDM untuk jaringan transmisi dari Mega Kuningan ke Bintaro dengan menggunakan sistem topologi point to Point menggunakan spesifikasi modul/perangkat yang sama di kedua sisi, baik near end maupun far end yaitu dengan tipe perangkat OTM.
Mega Kuningan Bintaro
Gambar 3.1 Topologi Point to Point
3.7.1 Tipe Perangkat OTM A. Near End
Menggunakan OTM dengan tipe modul sebagai berikut : 1. M40
2. D40 3. FIU 4. SC2 5. OBU1 6. LOG 7. SCS 8. LSX Bidirection al OTM
40 km
69 B. Far End
Menggunakan OTM dengan tipe modul sebagai berikut : 1. M40
2. D40 3. FIU 4. SC2 5. OBU1 6. LOG 7. SCS 8. LSX
3.7.2 Spesifikasi modul yang digunakan
∗ Typical Launch Power of OTU: -2dBm.
∗ IL of M40: 6dB, V40: 9dB.
∗ Min. insertion loss of VOA: 2dB.
∗ E3OBUC03 nominal individual channel input/output Power-19/+4dBm, typical gain: 23 dB.
∗ IL of FIU:1dB.
∗ IL of D40: 6dB.
70 3.7.2.1 Spesifikasi dari LOG
Pada table 3.2 dan 3.3 menjelaskan spesifikasi dari modul optic di sisi DWDM dan sisi client DWDM.
Table 3.2 Specifications of fixed optical module at the DWDM side
Item Unit Value
Optical Module Type 800 ps/nm 1600 ps/nm 800 ps/nm
Line code format – NRZ- 40
channels fixed
NRZ- 40 channels fixed
NRZ- 80 channels fixed Transmitter parameter specifications at point S
Maximum mean launched power
dBm 2 4 2
Minimum mean launched power
dBm –3 0 –3
Minimum extinction ratio dB 10 9 10
Central frequency THz 192.10 to 196.00
Central frequency deviation GHz ±10± ±10± ±5 Maximum –20 dB spectral
width
Nm 0.3 0.3 0.3
Minimum side mode suppression ratio
dB 35 35 35
Dispersion tolerance ps/nm 800 1600 800
Receiver parameter specifications at point R
Receiver type – PIN APD PIN
Operating wavelength range Nm 1200 to 1650
Receiver sensitivity (FEC on) EOL
dBm –16 –26 –16
Minimum receiver overload dBm 0 –9 0
Maximum reflectance dB –27 –27 –27
71 Tabel 3.3 Specifications of GE optical module at the client side
Item Unit Value
Optical Module Type
2.125G Multirate
1000 BASE- LX-10 km
1000 BASE- LX-40 km
1000 BASE- ZX-80 km
Line code format – NRZ NRZ NRZ NRZ
Target distance km 0.5 10 40 80
Transmitter parameter specifications at point S Operating
wavelength range
nm 830 to 860 1270 to 1355 1270 to 1355 1500 to 1580
Maximum mean launched power
dBm –2.5 –3 0 5
Minimum mean launched power
dBm –9.5 –11.5 –4.5 –2
Minimum extinction ratio
dB 9 9 9 9
Eye pattern mask – IEEE802.3z-compliant Receiver parameter specifications at point R
Receiver type – PIN PIN PIN PIN
Operating
wavelength range
nm 770 to 860 1270 to 1355 1270 to 1355 1500 to 1580
Receiver sensitivity dBm –17 –19 –20 –22
Minimum receiver overload
dBm 0 –3 –3 –3
72 3.7.2.2 Spesifikasi dari LSX
Spesifikasi modul optic di sisi client dijelaskan pada tabel 3.4 dan tabel 3.5 menjelaskan modul optic di sis DWDM nya.
Tabel 3.4 Specifications of optical module at the client side
Item Unit Value
Optical Module Type
10 Gbit/s Multirate - 10km
10 Gbit/s Multirate - 40km
10Gbit/s Multirate - 80km
10Gbit/s Single rate - 0.3km
Line code format – NRZ NRZ NRZ NRZ
Optical source type
– SLM SLM SLM MLM
Target distance km 10 40 80 0.3
Transmitter parameter specifications at point S Operating
wavelength range
nm 1290 to 1330 1530 to 1565 1530 to 1565 840 to 860
Maximum mean launched power
dBm –1 2 4 –1.3
Minimum mean launched power
dBm –6 –1 0 –7.3
Minimum extinction ratio
dB 6 8.2 9 3
Maximum –20 dB spectral width
nm NA NA NA NA
Minimum side mode suppression ratio
dB 30 30 30 30
Eye pattern mask – G.691-compliant Receiver parameter specifications at point R
Receiver type – PIN PIN APD PIN
Operating
wavelength range
nm 1290 to 1330 1530 to 1565 1270 to 1600 840 to 860
Receiver sensitivity
dBm –11 –14 –24 –7.5
Minimum receiver overload
dBm 0.5 –1 –7 –1
73 Tabel 3.5 Specifications of fixed optical module at the DWDM side
Item Unit Value
Optical Module Type 800 ps/nm 1600 ps/nm 800 ps/nm
Line code format – NRZ- 40 channels fixed
NRZ- 40 channels fixed
NRZ- 80 channels fixed
Transmitter parameter specifications at point S Maximum mean launched
power
dBm 2 4 2
Minimum mean launched power
dBm –3 0 –3
Minimum extinction ratio dB 10 9 10
Central frequency THz 192.10 to 196.00
Central frequency deviation GHz ±10± ±10± ±5
Maximum –20 dB spectral width
nm 0.3 0.3 0.3
Minimum side mode suppression ratio
dB 35 35 35
Dispersion tolerance ps/nm 800 1600 800
Receiver parameter specifications at point R
Receiver type – PIN APD PIN
Operating wavelength range nm 1200 to 1650
Receiver sensitivity (FEC on) EOL
dBm –16 –26 –16
Minimum receiver overload dBm 0 –9 0
Maximum reflectance dB –27 –27 –27
74 3.7.3 Diagram Jaringan Konfigurasi
Gambar 3.2 Diagram Konfigurasi Jaringan
75 3.7.4 Aliran sinyal dan indeks yang berhubungan ditransmisikan dari sisi
Near End
IL: Insertion loss
Gambar 3.3 Aliran sinyal disisi Near End
Berdasarkan gambar 3.3 diatas bisa dihitung nilai OTM yang diperoleh disisi near end sebelum masuk ke OTM disisi Far End adalah :
Tipical Launch Power dari OTU = -2 dBm Insertion Loss dari M40 = 6 dB
E3OBUC03 channel input/output Power = -19/+4dBm, typical gain: 23 dB.
Insertion Loss dari FIU = 1 dB
OTU – M40 – OBU – FIU = -2 dB – 6 dB – (-19)/ +4-1= 3 dBm OTU
F I U
76 3.7.5 Aliran sinyal dan indeks yang berhubungan ditransmisikan dari sisi Far
End
From Station A
Gambar 3.4 Aliran Sinyal disisi Far End
• IL of FIU:1dB.
• Min. IL of VOA : 2dB.
• IL of D40: 6dB.
Tipikal receive power optic dari OTU: 0 dBm ~ -14dBm (PIN) From Station A – IL FIU – IL D40 = 3 – 1 – 6 = - 4 dBm
3.8 Dispersion
Pembatasan jarak dispersi = toleransi dispersi / koefisien dispersi
Untuk fiber G.652 : koefisien dispersi = 17ps/nm.km
Untuk fiber G.655 : koefisien dispersi = 1~6ps/nm.km
77 3.9 LOG
C. Prinsip Diagram Blok LOG
D. Fungsi dan Fitur LOG
78 3.10 Optikal Multiplexer dan Demultiplexer
A. Prinsip Blok Diagram M40
79 B. Fungsi dan Fitur M40
C. Prinsip Blok Diagram D40
80 D. Fungsi dan Fitur D40
3.10.1 Fiber Interface Unit (FIU) A. Blok Diagram FIU
81 3.10.2 Optikal Boster Unit (OBU)
A. Prinsip Blok Diagram OBU
3.10.3 OSU
A. Prinsip Blok Diagram SC2
82 B. Fungsi SC2
3.10.4 SCCU
83 A. Prinsip Blok Diagram SCCU
B. Fungsi dan Fitur SCCU
84 3.10.5 SCS
A. Prinsip Blok Diagram SCS
B. Proteksi kanal Optikal SCS
85 3.10.6 Unit – unit dari pengukuran Fiber Optik
Level power dalam komunikasi fiber optik adalah terlalu lebar/luas dicakup untuk menyatakan terhadap skala linier. Sebuah skala logarimic dikenal sebagai decibel (dB) adalah digunakan untuk menyatakan power dalam komunikasi optik. Dapat di lihat pada persamaan dibawah.
(loss / gain) dB = 10 log10 ( 1 2 P p )
(3.1)
Sebagai contoh : kalkulasi gain dari amplifier dalam dB, ketika di masukkan input 1 watt dan output pengukuran 2 watt yaitu :
dB = 10log10
2 = 3 dB, output pengukuran 2W. 1 Gain dari amplifier ini adalah = 3 dB
dBm adalah level power dihubungkan dengan 1 mW
dBm = 10log10 power1mW(mW) (3.2)
Units
mW
the unit of optical power
dBm
the unit of optical power
dB
the unit of gain or attenuation of optical power Calculation
P (dBm) = 10log )
( 1
) (
mW mW p