• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara didefinisikan sebagai sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sektor pertambangan kemudian dikelompokkan menjadi 4 (empat) sub sektor, yaitu Batubara, Minyak Mentah dan Gas Bumi, Logam dan Mineral serta Tanah dan Batu Galian. Berikut merupakan jumlah perusahaan dari sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2020:

Tabel 1.1. Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di BEI Tahun 2020

No. Subsektor Jumlah Emiten

1. Batubara 25

2. Minyak Mentah dan Gas Bumi 13

3. Logam dan Mineral 9

4. Tanah dan Batu Galian 2

5. Lainnya 0

Total 49

Sumber: www.idx.co.id (Data yang telah diolah, 2020)

Dapat dilihat pada Tabel 1.1 yang menunjukkan jumlah emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga tahun 2020 sebanyak 49 emiten. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa lapangan usaha pertambangan menjadi lapangan usaha penting dalam perekonomian Indonesia, terutama sebagai penghasil devisa. Lapangan usaha ini mencakup subkategori Pertambangan Minyak, Gas dan

(2)

Panas bumi; Pertambangan Batubara dan Lignit; Pertambangan Bijih Logam;

Pertambangan dan Penggalian Lainnya (bps.go.id, 2018)

Melihat dari pentingnya peran sektor pertambangan terhadap perekonomian di Indonesia maka penulis tertarik untuk menjadikan perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel penelitian, dengan periode pengamatan selama tahun 2015 hingga 2018.

1.2 Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban manajemen suatu perusahaan atas penggunaan sumberdaya yang telah dipercayakan kepada manajemen (Setiakusuma dan Suryani, 2018). Diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 29/POJK.04/2016 Pasal 4 Tentang Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik bahwa seluruh perusahaan wajib membuat laporan keuangan yang telah di audit setiap akhir tahun. Tujuan dari penyajian laporan keuangan adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada para stakeholder dalam penggunaan pendanaan yang telah mereka peroleh dan juga sebagai pengambilan keputusan bagi investor untuk melakukan investasi pada suatu perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, kesimpulan yang didapat adalah laporan keuangan merupakan bentuk hasil akhir proses akuntansi serta hasil tanggung jawab manajemen atas pengelolaan sumber daya yang diberikan oleh pihak investor kepada pihak manajemen. Selain itu, laporan keuangan juga berfungsi untuk mencerminkan kelangsungan usaha suatu perusahaan.

Kelangsungan usaha dan mendapatkan laba sebanyak-banyaknya

(3)

Salah satu pemicu perusahaan mengalami kesulitan keuangan adalah kondisi perekonomian negara yang tidak stabil. Menurut Plаtt dаn Plаtt dаlаm Ayu et al. (2017) kesulitаn keuаngаn аtаu yang disebut jugа finаnciаl distress biasa diаrtikаn sebаgаi tаhаp penurunаn kondisi keuаngаn yаng terjаdi sebelum kebаngkrutаn. Menurut Curry dan Banjarnahor (2018) financial distress adalah kondisi dimana perusahaan sedang dalam keadaan krisis atau tidak sehat dan mengalami penurunan terus menerus sebelum terjadinya likuidasi atau bangkrut.

Sааt perusаhааn kesulitаn dаlаm memenuhi kewаjibаnnyа untuk membаyаr hutаng kepаdа kreditur setelah jаtuh tempo, maka dapat dikatakan perusahaan tersebut dalam kondisi financial distress.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang berisi larangan industri pertambangan untuk mengekspor hasil tambang mentah yang belum diolah dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral Tambang Batubara (Minerba). Larangan tersebut menimbulkan banyak perusahaan sektor pertambangan dan banyak pihak keberatan, sedangkan Indonesia merupakan salah satu penghasil bahan tambang terbesar dan diakui kualitasnya oleh negara lain jika dilihat dari total ekspor tiap tahunnya. Hal tersebut dapat memicu turunnya kinerja keuangan, khususnya perusahaan dalam sektor pertambangan yang dapat berdampak pada kesulitan keuangan.

Pentingnya peran perusahaan sektor pertambangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ternyata tidak berbanding lurus dengan data perusahaan yang dikeluarkan (delisting) oleh Bursa Efek Indonesia yang ditampilkan pada gambar berikut.

(4)

Gambar 1.1 Diagram Pengenaan Delisting Untuk Seluruh Sektor yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Tahun 2017-2020

Sumber: Data yang telah diolah (2020)

Diagram pada Gambar 1.1 menunjukkan persentase pengenaan delisting terkait kelangsungan usaha untuk setiap sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2017 hingga 2020. Diagram tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan yang paling banyak didelisting merupakan perusahaan yang terdaftar dalam sektor pertambangan. Pada tahun 2017 terdapat 2 (dua) perusahaan sektor pertambangan yang didelisting dari Bursa Efek Indonesia, yaitu PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) dan PT Permata Prima Sakti Tbk (TKGA), di tahun 2018 tidak ada perusahaan yang didelisting, tetapi pada tahun 2019 dan 2020 terdapat

31%

15% 15%

15%

23%

Delisting

Pertambangan Industri Dasar dan Kimia

Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Industri Barang Konsumsi Perdagangan, Jasa dan Investasi

(5)

2016. Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), diketahui tagihan BUMI mencapai Rp 135,78 triliun dari total 270 kreditur. Rinciannya, sebesar Rp 52,85 triliun dari 61 kreditur pemegang jaminan dan Rp 82,92 triliun dari 146 kreditur konkuren. Kendati demikian, Berdasarkan ketentuan UU Kepailitan dan PKPU, majelis menyatakan sah dan mengikat secara hukum proposal perdamaian debitur dengan para krediturnya dan menyatakan PKPU PT Bumi Resources Tbk resmi berakhir (Kompas.com, 2016).

Kesulitan keuangan juga terjadi pada PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) yang mengalami kegagalan bayar utang sebesar US$450 juta (RP 5,85 triliun) di tahun 2015. Pada tahun 2017 Bursa Efek Indonesia melakukan delisting pada saham BRAU dikarenakan perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, dari sisi finansial dan sisi hukum (okezone.com, 2017). Dapat diartikan bahwa menurunnya kelangsungan usaha perusahaan BRAU menggambarkan kesulitan keuangan yang tercermin dari tingginya kegagalan perusahaan dalam pembayaran hutang.

Selain itu, PT Permata Prima Sakti Tbk (TKGA) pada tahun 2012 dan 2013 TKGA mengalami kerugian yang cukup besar, sehingga Bursa Efek Indonesia melakukan suspensi kepada perusahaan tersebut di akhir tahun 2014. Dapat diartikan bahwa TKGA mengalami kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha secara signifikan baik secara keuangan maupun secara hukum.

PT Bara Jaya International Tbk (ATPK) mengalami rugi bersih berturut-turut sepanjang tahun 2016-2018 serta menerima opini audit going concern dari auditor eksternal. Kerugian perusahaan ATPK pada tahun 2016, 2017 dan 2018 adalah sebesar Rp 288.021.991.000, Rp 309.129.863.000 dan sebesar Rp 133.110.554.000. ATPK didelisting oleh Bursa Efek Indonesia dikarenakan tidak adanya perubahan atau perkembangan dalam perusahaan tersebut serta ketidakpastian keberlangsungan usaha perusahaan. (okezone.com, 2018). Kondisi tersebut membuat PT Bara Jaya International Tbk termasuk kedalam kondisi financial distress.

(6)

Selanjutnya hal serupa juga dialami oleh PT Borneo Lumbung Energi &

Metal Tbk (BORN). Laporan keuangan terakhir yang diterbitkan oleh perusahaan BORN per September 2018, emiten ini meraup penjualan bersih US$ 16,11 juta, merosot dari periode Januari hingga September 2017 yang masih sebesar US$

194,64 juta. Total aset perusahaan yang didirikan pada April 2006 ini adalah sebesar US$ 964,93 juta, sementara total liabilitas BORN mencapai US$ 1,69 miliar. Perusahaan BORN memiliki defisiensi ekuitas sebesar US$ 724,05 juta, terutama karena akumulasi rugi yang mencapai US$ 1,57 miliar (Kontan.co.id, 2020). Hal tersebut menjelaskan kesulitan keuangan perusahaan BORN yang tercermin dari defisiensi ekuitas akibat total hutang yang jauh lebih tinggi dibandingkan total aset perusahaan tersebut.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan, kesulitan keuangan dapat berakibat fatal pada kelangsungan usaha suatu perusahaan. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kesulitan keuangan suatu perusahaan adalah tingkat profitabilitas yang rendah, umur sebuah perusahaan dan tingkat price earning ratio.

Menurut Hery (2016:192) rasio profitabilitas mampu mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba dari aktivitas normal bisnisnya. Semakin besar keuntungan atau laba yang didapat oleh suatu perusahaan dapat diartikan semakin baik pula manajemen mengelola perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki keuntungan atau laba yang tinggi serta memiliki manajemen yang baik akan menyebabkan kecil kemungkinan perusahaan tersebut mengalami financial distress. Penelitian Saputra dan Salim (2020) dan Christine et al. (2019) berhasil menemukan bahwa profitabilitas yang dihitung dengan rasio return on assets

(7)

kualitas perusahaan tersebut (Chrissentia dan Syarief, 2018). Dapat disimpulkan, perusahaan yang sudah berdiri lama mampu bertahan dalam persaingan pasar sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya financial distress. Hal ini didukung oleh penelitian Fredrick dan Osazemen (2018) dan Chrissentia dan Syarief (2018) yang menemukan bahwa firm age berpengaruh terhadap financial distress. Berbeda dengan hasil penelitian Astuti dan Pamudji (2015) dan Enrico dan Virainy (2020) yang menemukan bahwa firm age tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Faktor terakhir dalam penelitian ini yang dianggap dapat menyebabkan suatu perusahaan mengalami financial distress adalah price to earning ratio. Menurut Assaji dan Machmuddah (2018) price earning ratio (PER) merupakan indikasi besaran jumlah investor yang bersedia membayar setiap rupiah atas pendapatan perusahaan yang diperoleh. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai PER suatu perusahaan, maka semakin banyak investor yang hendak menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut, sehingga perusahaan akan memiliki kemungkinan yang kecil untuk terjebak di situasi financial distress. Pernyataan ini didukung oleh Choirina dan Yuyetta (2015) dan Assaji Machmuddah (2018) yang menemukan bahwa PER berpengaruh terhadap financial distress. Sedangkan penelitian Kuncoro dan Agustina (2017) dan Sulistyani dan Ismanto (2017) menemukan bahwa PER tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Berdasarkan pemaparan fenomena yang terjadi serta adanya inkonsistensi dari penelitian-penelitian terdahulu, dengan demikian penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Financial Distress: Profitabilitas, Firm Age dan Price Earning Ratio Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2018.”

1.3 Perumusan Masalah

Laporan keuangan bermanfaat untuk menyajikan informasi secara akurat dan tepat waktu. Tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan dan laba sebesar-besarnya. Akan tetapi banyak faktor yang memungkinkan suatu perusahaan memiliki kondisi keuangan yang tidak stabil atau buruk bahkan sampai terjadi laba

(8)

minus dan defisiensi ekuitas yang menyebabkan financial distress yang dapat berujung pada kebangkrutan.

Oleh sebab itu, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai penyebab perusahaan mengalami financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2015 hingga 2018, apakah profitabilitas, firm age dan price earning ratio dapat berpengaruh terhadap financial distress.

Berdasarkan penjabaran di atas, pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana profitabilitas, firm age, price earning ratio dan financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdafar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018?

2. Apakah profitabilitas, firm age dan price earning ratio secara simultan berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018?

3. Apakah profitabilitas secara parsial berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018?

4. Apakah firm age secara parsial berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018?

5. Apakah price earning ratio secara parsial berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018?

(9)

2. Untuk mengetahui pegaruh profitabilitas, firm age dan price earning ratio secara simultan terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018.

3. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas secara parsial terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018.

4. Untuk mengetahui pengaruh firm age secara parsial terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018.

5. Untuk mengetahui pengaruh price earning ratio secara parsial terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis

a. Bagi peneliti penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pengembangan wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh profitabilitas, firm age dan price earning ratio terhadap financial distress pada perusahaan sektor pertambangan.

b. Bagi pihak akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi penulis selanjutnya yang sejenis.

1.5.2 Aspek Praktis

a. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan dan menjadi gambaran untuk perusahaan agar memperhatikan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi financial distress.

b. Bagi investor, penelitian ini diharapkan mampu membuat keputusan yang baik dan bijaksana untuk berinvestasi agar dapat meminimalisir kesalahan keputusan dan kerugian investasi.

(10)

1.6 Sistematika Penulisan

Memberikan gambaran yang jelas mengenai penilitian yang dilakukan adalah hal yang penting. Oleh sebab itu, disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi dan hal-hal yang dibahas pada masing- masing bab. Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. BAB I PENDAHULUAN

BAB I Pendahuluan berisi gambaran umum objek penelitian, lataer balakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingku penelitian dan sistematika penulisan,

B. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Tinjauan Pustaka dan Lingkup Penelitian berisi tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

C. BAB III METODE PENELITIAN

BAB III memaparkan mengenai metode penelitian yang dilakukan. Dalam bab ini terdapat jenis penelitian, variable operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, Teknik analisis data serta pengujian hipotesis.

D. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV menguraikan keadaan sampel yang menjadi objek dalam penelitian ini, deskripsi hasil penelitian yang sudah diidentifikasi, analisis model da hipotesis serta

Gambar

Tabel 1.1. Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di BEI Tahun  2020
Gambar 1.1 Diagram Pengenaan Delisting Untuk Seluruh Sektor yang  Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Tahun 2017-2020

Referensi

Dokumen terkait

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki

Salah satu teknik ekstraksi ciri yang digunakan dalam program ini adalah menggunakan histogram warna dan citra yang diklasifikasikan adalah citra dengan format warna

Fokus penelitian ini adalah mencari efek profil sudu terhadap faktor keamanan agar diperoleh desain yang optimum bila dikenai tegangan gabungan serta mendapatkan aliran yang

Pelayanan publik adalah urusan baru pada Pemerintah Kota Ambon yang dibentuk berdasarkan Perda Kota Ambon No.10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang