• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Pembelajaran Kooperatif

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Secara sederhana kata kooperatif berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Jadi, pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.(Isjoni, 2010)

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata

“kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim.

Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad Masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Anita Lie (2004), model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.

(2)

Menurut Slavin (1985), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4 - 6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans (2000) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaiaan strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl (1994) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial.( Isjoni 2010).

Jonhson & Johnson (1994) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.(Isjoni, 2010)

Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda-beda dengan tujuan setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompoknya. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi.

Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran

(3)

kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.

Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami kosep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Muslimin Ibrahim, (Isjoni, 2010) terdapat tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial.

a. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas Akademik.

(4)

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran koperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah – masalah sosial yang semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.

2.1.3 Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif menurut Stahl (Isjoni,2010)adalah;

(1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada siswa sendiri, (8) siswa aktif.

(5)

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Isjoni ( 2010) adalah;

(a) setiap anggota memeiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

2.1.4 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur – unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (Isjoni 2010) sebagai berikut:

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab, terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar.

(6)

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Thompson, et al (Isjoni, 2010) mengemukakan, pembelajaran kooperatif turut menambah unsur – unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pembelajaran koopertif yang diajarkan adalah keterampilan – keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.

Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

2.1.5 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2010) mengungkapkan tentang kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif antara lain : a) saling ketergantungan positif, b) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, c) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, d) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, e) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya, dan f) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

(7)

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebelum pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan pembelajaran secara matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang telah ditentukan tidak melebihi batas.

Ketika pembelajaran kooperatif berlangsung guru harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya suasana sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama, terutama dalam memecahkan kesulitan-kesulitan.

(8)

Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat siswa lainnya, seperti siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan dimana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya maka perlu ditambah. Penembahan ini harus disetujui oleh semua anggota dan harus saling menghormati pendapat orang lain.

Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa kearah pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya.

Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.

Melalui teknik saling menghargai pendapat orang lain dan saling membetulkan kesalahan secara bersama mencari jawaban yang tepat dan baik, dengan cara mencari sumber-sumber informasi dari mana saja seperti buku paket, buku-buku yang ada diperpustakaan, dan buku-buku penunjang lainnya, dijadikan pembantu dalam mencari jawaban yang baik dan benar serta memperoleh pengetahuan tentang pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan semakain luas dan semakin baik.

(9)

2.2 TAI (Team Assisted Individualyization)

2.2.1 Pengertian TAI (Team Assisted Individualyization)

TAI (Team Assisted Individualization) adalah metode pembelajaran kooperatif yang dapat diartikan sebagai kelompok yang dibantu secara individual.

Model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual dan disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual.

Menurut Robert E. Slavin (2010) model pembelajaran TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat model pengajaran individual menjadi tidak efektif. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa yang homogen yang berasal dari kelompok heterogen.

Dalam model pembelajaran TAI, siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi pembelajaran atau PR tertentu. Pada awalnya, jenis model ini dirancang khusus untuk mengajarkan matematika SD kelas 3-6. Akan tetapi, pada perkembangan berikutnya, model ini mulai diterapkan pada materi-materi pelajaran yang berbeda.(Huda, 2011)

Dalam TAI Siswa bekerja sama antar kelompok dalam usaha memecahkan masalah. Dengan demikian dapat memberikan peluang kepada siswa yang

(10)

berkemampuan rendah untuk dapat meningkatkan kemampuannya karena termotivasi oleh siswa lain yang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi.

Diharapkan partisipasi siswa dalam dalam pembelajaran akan meningkat sehingga hasil belajar siswa juga akan meningkat.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan (Suyitno,2002). Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki delapan komponen yaitu : a. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai

6 siswa.

b. Placement test, yakni pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata- rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam bidang tertentu.

c. Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

(11)

d. Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya.

e. Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan criteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f. Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

g. Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

h. Whole Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah

2.2.2 Unsur-unsur TAI (Team Assisted Individualy)

Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam TAI, menurut Robert E. Slavin (2010) adalah sebagai berikut.

a. Team (kelompok) Peserta didik dikelompokkan dalam kelompok- kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang peserta didik dengan kemampuan yang berbeda.

b. Tes Penempatan Peserta didik diberi tes di awal pertemuan, kemudian peserta didik ditempatkan sesuai dengan nilai yang didapatkan dalam tes, sehingga didapatkan anggota yang heterogen (memiliki kemampuan berbeda) dalam kelompok.

(12)

c. Langkah-langkah Pembelajaran.

Menurut Slavin angkah-langkah dalam model pembelajaran TAI (Saminanto, 2010) adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa.

2. Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test).

3. Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group).

4. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa.

(Mengadopsi komponen Teams).

5. Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya. Siswa terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk mengerjakan LKS secara individu, baru setelah itu berdiskusi dengan kelompoknya. (Mengadopsi komponen Team Study).

6. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru.

7. Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu.

(13)

8. Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition).

9. Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

2.2.3 Kelemahan dan Kelebihan TAI ( Team Assisted Individualyization) Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:

1. Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah;

2. Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok;

3. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketarmpilannya;

4. Adanya rasa tanggung jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan masalah.

Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:

1. Siswa yang kurang pandai secara tidak langsung akan menggantungkan pada siswa yang pandai;

2. Tidak ada persaingan antar kelompok 2.3 Alat Peraga

2.3.1 Pengertian Alat Peraga

Menurut Asmani (2011) alat peraga adalah alat-alat atau perlengkapan yang digunakan oleh seorang guru dalam mengajar. Dengan alat peraga, hal-hal yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk model-model berupa benda konkret yang dapat dilihat, dipegang, diputar balikkan sehingga dapat lebih mudah dipahami.

(14)

Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif. Setiap proses belajar mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dengan unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, peranan alat bantu atau alat peraga memegang peranan yang penting sebab dengan adanya alat peraga ini bahan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.(Sudjana, 2010)

2.3.2 Fungsi dan manfaat alat peraga

Alat peraga merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk mengajarkan materi pembelajaran secara kongkret, sehingga peserta didik mengerti dan memahaminya. Ada beberapa fungsi alat peraga dalam proses pembelajaran (Sudjana, 2010), diantaranya sebagai berikut :

a. Penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran bukan merupakan fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif.

b. Penggunaan alat peraga merupakan bagaian integral dan keseluruhan situasi mengajar, ini berarti bahwa alat peraga merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru.

c. Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.

(15)

d. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses pembelajaran supaya menarik perhatian siswa.

e. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempertinggi mutu pembelajaran. Dengan perkataan lain menggunakan alat peraga. Hasil belajar yang akan tahan lama diingat siswa, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.

f. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar-mengajar. Dengan perkataan lain menggunakan alat peraga, hasil belajar yang dicapai akan tahan lama diingat siswa, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.

Sedangkan Asmani (2011) menjelaskan , fungsi alat peraga diantaranya ; (a) sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep mata pelajaran, (b) sebagai media dalam memantapkan konsep-konsep mata pelajaran, (c) sebagai media untuk menunjukkan hubungan anatara konsep mata pelajaran, (d) sebagai media untuk menunjukkan antara konsep mata pelajaran dengan dunia disekitar kita serta aplikasi konsep dengan dunia nyata.

Dengan demikian penggunaan alat peraga akan menjadikan proses pembelajaran lebih kondusif, efektif, dan efisien. Siswa akan merasa senang atau gembira, karena mereka merasa tertarik dan mengerti pada pelajaran yang diterimanya.

(16)

2.4 Hasil Belajar

Menurut Purwanto (2010) hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung pada tujuannya.

Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau nilai berdasarkan penilaian tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.

Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh sebab itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar.

(Sudjana,2010)

Taksonomi bloom (Hasan, dkk, 1991) membagi hasil belajar atas tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, ranah efektif dengan kemampuan perasaan, sikap, dan kepribadian, sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan persoalan ketrampilan motorik yang dikendalikan oleh kematangan psikologis.

Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh mengenai hasil belajar, penulis mengambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah bukti dari keberhasilan seseorang dalam belajar. Hasil belajar ini biasanya diwujudkan dalam bentuk angka, nilai, maupun huruf. Semakin tinggi hasil belajar yang dipeoleh siswa, maka berhasillah tujuan belajar yang dilakukan siswa tersebut. Dalam penelitian

(17)

ini penulis memberikan pembatasan hasil belajar pada aspek kognitif saja, hasil belajar tersebut dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka.

2.5 Aktivitas Belajar

2.5.1 Pengertian Aktivitas Belajar 1. Aktivitas

Menurut Anton M. Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.

Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

2. Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2001), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.

Sedangkan, Sardiman A.M. (2003) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa,

(18)

sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif.

2.5.2 Jenis- jenis aktivitas belajar

Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:

a. Kegiatan-kegiatan visual : membaca, melihat gambar- gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral) : Mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan : Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis : Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar : Menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

f. Kegiatan-kegiatan metrik : Melakukan percobaab, memilih alat- alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.

(19)

g. Kegiatan-kegiatan mental : Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan- hubungan, membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional : Minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut diatas, dan bersifat tumpang tindih (Burton, 1952)

2.6 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.6.1 Penggertian Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

IPA atau sains merupakan suatu proses yang menghasilkan pengetahuan.

Proses tersebut bergantung pada proses observasi yang cermat terhadap fenomena dan pada teori-teori temuan untuk memaknai hasil observasi tersebut (Rustaman, 2011).

Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta. Ilmu pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode sains.

Ilmu Perngetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalan kehidupan sehari-hari.

(20)

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD) IPA di SD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap Satuan Pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan (pengetahuan sendiri yang difalitasi oleh guru).

2.6.2 Prinsip Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Dalam pembelajaran IPA di SD yang perlu diajarkan adalah produk dan proses IPA karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Guru yang berperan sebagai fasilitator siswa dalam belajar produk dan proses IPA harus dapat mengemas pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Ada beberapa prinsip pembelajaran IPA untuk SD yang harus diperhatikan oleh guru. Prinsip tersebut antara lain:

1. Pemahaman tentang dunia di sekitar kita di mulai melalui pengalaman baik secara inderawi maupun non inderawi.

2. Pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsung, karena itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan siswa yang diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran.

3. Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuwan, pengetahuan yang Anda miliki.

Pengetahuan yang demikian Anda sebut miskonsepsi. Anda perlu merancang kegiatan yang dapat membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran.

(21)

4. Setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas sebagai guru IPA adalah mengajak siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam fakta, data, konsep, simbol, dan hubungan dengan konsep yang lain.

5. IPA terdiri atas produk dan proses. Guru perlu mengenalkan kedua aspek ini, guru yang akan mengembangkan IPA sebagai proses, perlu mengenalkan cara-cara mengumpulkan data, cara menyajikan data, cara mengolah data, serta cara-cara menarik kesimpulan.

2.7.Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Tindakan Kelas Tyas Deviana tentang Peningkatan Pembelajaran IPA Melalui Model TAI (Team Assisted Individualyization) pada Siswa Kelas IV SDN I Pinggirsari Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung tahun 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Team Assisted Individualyization (TAI) untuk pembelajaran IPA siswa kelas IV SDN I Pinggirsari dengan kompetensi dasar

"mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya" dapat dilaksanakan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perolehan keberhasilan guru dalam penerapan model TAI pada siklus I yaitu 86,79% dan meningkat pada siklus II menjadi 91,51%. Aktivitas siswa meningkat, siklus I diperoleh 61,24 menjadi 79,3 pada siklus II. Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 66,2 dan ketuntasan kelas 54,55% pada siklus I menjadi rata-rata 76,27 dan ketuntasan kelas mencapai 84,85% pada siklus II.

(22)

Hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Age Putra Wilyono tentang Peningkatan Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Sumbersari 1 Malang Melalui Model TAI (Team Assisted Individualy) tahun 2010/2011 menyimpulkan bahwa model Team Assisted Individualization dapat meningkatkan pembelajaran IPA kelas V SDN Sumbersari 1 Malang. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam penerapan model Team Assisted Individualization. Pada pertemuan 1 memperoleh nilai (56,41), pertemuan 2 (71,79), pertemuan 3 (84,61), pertemuan 4 (97,43). Meningkatnya aktivitas belajar dalam pembelajaran IPA pertemuan 1 sampai 4 mencapai taraf keberhasilan klasikal baik, pada pertemuan 1 memperoleh nilai (53,17%), pertemuan 2 (56,74%), pertemuan 3 (59,12%), pertemuan 4 (62,03%).

Meningkatnya hasil belajar ditunjukkan pada nilai rata-rata setiap pertemuan yang meningkat. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus 1 (64,1), siklus 2 (91,02).

Hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Budi Lestariningsih tentang “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X-6 SMA N 1 Grabag Kabupaten Magelang Pokok Bahasan Trigonometri Melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI berbantuan LKS”. Hasil Penelitian

ini menunjukkan bahwa Pada siklus 1 rata-rata kelasnya mencapai 67.31, siswa yang tuntas sebanyak 20 anak (51.28%) dan yang tidak tuntas sebanyak 19 anak (48.72%) dengan nilai tertinggi 98 dan nilai terendah 45. Pada siklus 1 untuk nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh sudah mencapai indikator yang ditetapkan, tetapi untuk prosentasi ketuntasan masih dibawah indikator yang ditetapkan. Pada

(23)

siklus 2 rata-rata kelasnya mencapai 75, siswa yang tuntas sebanyak 33 anak (84.62%) dan yang tidak tuntas sebanyak 6 anak (15.38%) dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 53. Pada siklus 2 hasil belajar yang diperoleh sudah mencapai indikator yang ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe TAI berbantuan LKS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-6 SMA N 1 Grabag Kabupaten Magelang pokok bahasan Trigonometri.

2.8 Kerangka Berpikir

Alur kerangka berifikir yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka berpikir dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu adalah sebagai berikut :

(24)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.9 Hipotesis Tindakan

Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualyization) dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar pada mata pelajaran IPA bagi siswa kelas IV SD Negeri Rapah 03 Banyubiru tahun 2011/1012.

Kondisi Awal

Tindakan

Kondisi Akhir

Guru :

Masih menggunakan pembelajaran konvensional dan belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan alat peraga

Hasil belajar dan aktivitas belajar siswa meningkat dibanding pada kondisi awal dan siswa menjadi aktif belajar Siswa :

Hasil belajar dan aktivitas belajar siswa rendah dan siswa kurang memperhatikan guru

Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan alat peraga

Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada kelas IV SD Negeri Rapah 03 Banyubiru hasil belajar dan aktivitas belajar siswa meningkat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.9 Hipotesis Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Apabila terdapat kekeliruan pada data yang tercantum di atas maka, akan mengacu pada data yang tertulis pada BPKB dan/atau STNK atau Fisik

Rubah input Mask untuk Field HomePhone dengan jenis karakter input mask yang ada diatas (O,9,#,L,?,A,a,&,C,<,>).. Latihan :

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara mempunyai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daftar Usulan Kegiatan Dana Masyarakat (DUK-DM). Dalam penyusunan anggaran ini Fakultas

Kepuasan kerja pada perusahaan dilihat dari kurangnya semangat kerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan, yang dipengaruhi oleh variabel motivasi kerja,

Siamang ( Hylobathes syndactylus ) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa pohon sarang yang digunakan oleh Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) adalah pohon yang memiliki banyak

3 Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Permukiman PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh PEMBANGUNAN PSD KAWASAN KUMUH

Sebagai implementasi kedaulatan negara di ruang udara, pemerintah menurut Pasal 6 undang-undang ini berperan melaksanakan kedaulatan negara dalam bentuk wewenang dan tanggung

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan,