BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan Agustus tahun 2009 di hutan gambut merang bekas terbakar yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Untuk identifikasi spesies tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dan analisis biomassa dan karbon terikat berdasarkan bagian-bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun), tumbuhan bawah, serasah dan nekromasa dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu Puslitbang Hutan, Departemen Kehutanan pada bulan Agustus hingga November 2009.
Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian
4.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, GPS (Global Positioning System) Garmin 60CSx, bor gambut, paralon (untuk patok), phi band, parang/golok, meteran (panjang 50 m dan 100 m), terpal (2 x 3 m), tambang, tali rafia, timbangan (25 kg, 50 kg), timbangan analitik (5 kg), chainsaw, karabiner dan webing, gunting daun, cawan porselen, tanur, eksikator, kamera serta alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tali rafia, kertas koran, alkohol 70%, kantong plastik (2 kg), kertas label, cat semprot merah, amplop, sealed plastic untuk menyimpan sampel, serta tally sheet.
(a) (b)
(c) (d) Gambar 11. Peralatan Penelitian Keterangan :
(a) Timbangan (5 kg, 25 kg dan 50 kg), timbangan analitik (5 kg), meteran (100 m), pita diameter, tali tambang dan gunting daun
(b) Gergaji dan parang
(c) Patok yang terbuat dari pipa, tali tambang, GPS, kompas, meteran dan pita diameter (d) Chainsaw
4.3 Jenis Data
Data- data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer : data yang diperoleh langsung dari kegiatan di lapangan yaitu diameter dan tinggi pohon, berat basah total berdasarkan bagian-bagian
pohon (batang, cabang, ranting dan daun), tumbuhan bawah, serasah dan nekromasa pada setiap petak penelitian, kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat.
b. Data Sekunder : kondisi umum lokasi penelitian meliputi luas dan lokasi administratif, aksesibilitas, iklim dan hidrologi, karakteristik gambut, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan sejarah areal.
4.4 Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari kelompok peubah vegetasi dan serasah.
4.4.1 Kelompok Peubah Vegetasi
Vegetasi hutan yang akan diukur dan diamati adalah dengan kriteria sebagai berikut:
a. Pohon, yaitu semua tumbuhan berkayu yang memiliki diameter setinggi dada
≥ 2 cm (Heriyanto et al. 2002). Peubah vegetasi berupa pohon yang diamati terdiri dari :
1) Nama jenis, jumlah individu dan diameter pohon.
2) Untuk pohon yang terpilih sebagai contoh uji untuk penduga biomassa dan kandungan karbon terikat pohon, peubah yang diukur dilapangan yaitu diameter, tinggi, berat basah total berdasarkan bagian-bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun) dan berat basah contoh.
Sedangkan di laboratorium peubah yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat dari pohon berdasarkan bagian-bagiannya.
3) Pohon dikelompokkan berdasarkan tingkat pertumbuhannya, dengan kriteria sebagai berikut:
a) Pancang adalah regenerasi pohon yang memiliki diameter ≥ 2 cm – 10 cm
b) Tiang adalah pohon muda yang memiliki diameter 10,01 – 20 cm c) Pohon adalah pohon dewasa yang memiliki diameter > 20,01 cm b. Tumbuhan bawah terdiri atas tumbuhan berkayu (diameter < 2 cm) dan
tumbuhan tidak berkayu. Peubah yang diukur di lapangan adalah berat basah
dan berat basah contoh. Sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat. Pengukuran semua peubah tersebut diklasifikasikan berdasarkan bagian-bagiannya.
4.4.2 Kelompok Peubah Serasah dan Nekromasa
Peubah serasah terdiri dari serasah jatuhan daun sedangkan nekromasa adalah bagian dari pohon yang telah mati meliputi tunggak pohon bagian batang, cabang serta ranting. Peubah serasah dan nekromasa yang diukur di lapangan adalah berat basah total dan berat basah contoh sedangkan yang diukur di laboratorium adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat.
4.5 Prosedur Penelitian di Lapangan
4.5.1 Penentuan dan Pembuatan Petak Penelitian
Petak yang digunakan untuk penelitian adalah petak hutan gambut merang bekas terbakar. Pembuatan petak ini sesuai dengan prosedur analisis vegetasi cara garis berpetak sebanyak 5 (lima) petak berukuran 20 m x 20 m (Soerianegara dan Indrawan 2008). Penentuan petak di lapangan dilakukan dengan systematic sampling with random start dengan jarak antara petak contoh yang satu dengan yang berikutnya relatif sama. Petak ditentukan dengan mempertimbangkan kedalaman gambut dan jarak tiap petak masing-masing 200 m dimana petak pertama ditentukan secara acak. Adapun gambar desain petak terlihat pada Gambar 12.
20 m
c 20 m
b a
Gambar 12. Desain Petak Penelitian
Lanjutan (Gambar 12) Keterangan :
a. Sub- petak ukuran 2 m x 2 m untuk analisis vegetasi tumbuhan bawah, serasah dan nekromasa b. Sub-petak ukuran 5 m x 5 m untuk analisis vegetasi tingkat pancang (≥ 2 cm Ø ≤ 10 cm) c. Sub-petak ukuran 10 m x 10 m untuk analisis vegetasi tingkat tiang (≥ 10,01 cm Ø ≤ 20 cm) d. Petak ukuran 20 m x 20 m untuk analisis vegetasi tingkat pohon (Ø ≥ 20,01 cm)
(a) (b)
Gambar 13. Pembuatan Petak : (a) Petak ukuran 20 m x 20 m, (b) Sub-petak ukuran 2 m x 2 m
Adapun titik koordinat untuk setiap petak yang dibuat dilapangan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Titik Koordinat dan Kedalaman Gambut Lokasi Penelitian
Petak UTMx UTMy Kedalaman Gambut (m)
1 415015,13 9776165,89 4,02
2 414984,09 9776246,33 4,10
3 415253,17 9776301,44 5,50
4 415438,13 9776299,15 5,50
5 415648,12 9776332,55 4,50
4.5.2 Inventarisasi Tegakan
Inventarisasi dilakukan untuk menentukan pohon mana yang akan ditebang untuk dijadikan bahan analisis. Inventarisasi tegakan meliputi pengukuran diameter dan tinggi pohon yang berada pada petak pengamatan.
Diameter pohon merupakan panjang garis lurus yang menghubungkan dua titik pada garis lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintang suatu pohon. Pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah atau diameter setinggi dada (Dbh). Alat ukur yang digunakan adalah pita diameter. Pengukuran tinggi pohon dilakukan hanya pada pohon contoh yang akan ditebang.
Gambar 14. Pengukuran Diameter Pohon
4.5.3 Penebangan dan Penimbangan Berat Basah Pohon Contoh
Penentuan jumlah pohon contoh dilakukan dengan metode acak berlapis berdasarkan kelas diameter pohon sebagai lapisan (stratum) sesuai dengan analisis vegetasi. Untuk menentukan jumlah pohon yang ditebang dalam setiap lapisan (kelas diameter) digunakan rumus:
nh = Nh x n N
Keterangan : nh = Pohon contoh terpilih dalam lapisan ke-h Nh = Jumlah pohon dalam lapisan ke-h
n = Jumlah pohon contoh
N = Jumlah pohon dalam populasi
Jumlah pohon yang ditebang berdasarkan kelas diameter batang adalah sebanyak 20 pohon yang tersebar pada berbagai kelas diameter, yaitu kelas diameter 2 – 10 cm sebanyak 15 pohon, kelas diameter 10,01 – 20 cm sebanyak 2 pohon, kelas diameter 20,01 – 30 cm sebanyak 2 pohon dan kelas diameter ≥ 30,01 cm sebanyak 1 pohon (Tabel 5).
Tabel 5. Pohon Terpilih untuk Ditebang berdasarkan Kelas Diameter
Kelas Diameter No. Nama Jenis Diameter
(cm)
Tinggi (m)
2 – 10 cm 1. Parastemon urophyllus 2 3,75
2. Eugenia sp. 2,4 2,8
3. Pithecellobium lobatum 2,8 3,2 4. Elaeocarpus palembanicus 3 4 5. Blumeodendron tokbrai 3,1 4,61
6. Shorea uliginosa 3,5 4,2
7. Shorea dasyphylla 4 6,3
8. Crytocarya crassinervia 4,3 4,3
Lanjutan (Tabel 5)
9. Antidesma montanum 4,5 4,75
10. Dacryodes rostrata 5 4,95
11. Syzigium bankense 5,2 3,2
12. bebangun (?) 5,7 4,4
13. Macaranga maingayi 7,8 5
14. Palaquium burkii 8,9 8,06
≥10,01 – 20 cm 15. Macaranga maingayi 10 5,5 17. Endospermum malaccensis 20 12,1
≥20,01 – 30 cm 18. Cantleya corrniculata 24,2 17,3 19. Horsfieldia crassifolia 26,1 15,75
≥30,01 cm 20. Parartocarpus venenosus 30,2 19,1 Pohon contoh yang terpilih kemudian ditebang, selanjutnya dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon batang, cabang, ranting dan daun. Batang pohon dipisahkan menjadi beberapa sortimen tergantung dengan bentuk batang dimana apabila terdapat perubahan pada bagian batang maka dilakukan pembagian dan diukur diameter ujung dan pangkal setiap potongan sortimen tersebut kemudian diukur berat basahnya (fresh weight).
Berat basah pohon adalah total berat basah dari semua bagian pohon tersebut. Setelah penimbangan, setiap bagian pohon diambil contohnya untuk dianalisis di laboratorium. Penimbangan berat basah pohon dimaksudkan untuk mengetahui biomassa dan kandungan karbon terikat dengan membuat model persamaan alometrik berdasarkan dimensi pohon (diameter dan tinggi).
Penebangan dan penimbangan berat basah pohon contoh disajikan pada Gambar 15.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g) (h)
Gambar 15. Tahap Kegiatan Penebangan dan Penimbangan Pohon Contoh: (a).
Penebangan pohon, (b) Pemotongan batang, (c) Penimbangan batang, (d) Pengumpulan cabang, (e) Penimbangan cabang, (f) Penimbangan ranting, (g) Pengumpulan daun, (h) Penimbangan daun.
4.5.4 Pengambilan Contoh Vegetasi
Pengambilan contoh vegetasi dilakukan secara destructive sampling. Pada setiap petak penelitian, pohon yang ditebang adalah pohon yang mewakili secara proporsional. Pohon contoh yang terpilih kemudian ditebang, selanjutnya dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun).
Semua bagian pohon contoh tersebut ditimbang sehingga diketahui berat basahnya. Berat basah pohon adalah total berat basah dari semua bagian pohon
yang dimaksudkan untuk mengetahui biomassa dan kandungan karbon terikat pada tegakan dengan membuat model pendugaan allometrik equation berdasarkan dimensi pohon (diameter dan tinggi). Setelah penimbangan berat basah maka selanjutnya setiap bagian pohon diambil contohnya dimana untuk pengambilan contoh uji batang dapat dibagi atas 2 - 7 fraksi yang dapat mewakili kondisi pohon. Dari tiap fraksi batang diambil contoh uji berukuran ± 8 x 5 cm yang selanjutnya dianalisis di laboratorium. Untuk contoh uji daun, cabang dan ranting diambil minimal sebanyak 50 gram (Gambar 16).
Gambar 16. Pengambilan Sampel Bagian Batang untuk Analisis di Laboratorium
4.5.5 Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah
Semua tumbuhan bawah dan serasah di atas permukaan tanah yang terletak di dalam petak contoh ukuran 2 m x 2 m terpilih diambil secara destruktif dan ditimbang berat basahnya. Sebelum penimbangan berat basah di lapangan, terlebih dahulu dilakukan pemisahan tumbuhan bawah (tumbuhan bawah berkayu dan tidak berkayu) dan serasah (jatuhan daun). Selanjutnya diambil contoh uji sebanyak 200 gram dari masing-masing tumbuhan bawah dan serasah tersebut untuk dianalisis di laboratorium.
(a) (b)
(c)
Gambar 17. Kegiatan Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah: (a) Tumbuhan bawah tidak berkayu, (b) Pengumpulan serasah, (c) Penimbangan serasah
4.5.6. Pengambilan Contoh Nekromasa
Sama halnya dengan pengambilan contoh tumbuhan bawah dan serasah, maka semua nekromasa yang berada di atas permukaan tanah dalam petak contoh ukuran 2 m x 2 m terpilih diambil dan ditimbang berat basahnya. Sebelum penimbangan berat basah di lapangan, terlebih dahulu dilakukan pemisahan nekromasa (bagian batang, cabang dan ranting mati), selanjutnya diambil contoh uji sebanyak 200 gram dari masing-masing nekromasa tersebut untuk dianalisis di laboratorium. Adapun kriteria dari masing-masing nekromasa adalah pada nekromasa ranting memiliki diameter < 3,2 cm, nekromasa cabang memiliki diameter 3,2 – 6,4 cm dan nekromasa batang memiliki diameter ≥ 6,4 cm (Katterings et al., 2000).
(a1) (a2)
(b) (c)
Gambar 18. Kegiatan Pengambilan Contoh Nekromasa: (a1, a2) Nekromasa batang, (b) Pengambilan nekromasa batang, (c) Penimbangan nekromasa batang
4.6 Prosedur Penelitian di Laboratorium 4.6.1 Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air contoh uji dari beberapa bagian pohon dilakukan berdasarkan standar TAPPI T268 OM 88 dengan tahapan sebagai berikut:
a. Sebelum pengujian dimulai, cawan aluminium yang akan digunakan dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam.
Setelah 1 jam, cawan aluminium didinginkan ke dalam eksikator, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat cawan.
b. Selanjutnya contoh uji sebanyak 1 – 2 gram ditimbang (Bo), kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan aluminium yang berisi contoh uji tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105ºC.
c. Setelah 3 jam, cawan aluminium yang berisi contoh uji tersebut dikeluarkan dari oven, kemudian dimasukkan kedalam eksikator, selanjutnya ditimbang sebagai berat contoh uji dalam cawan aluminium. Berat contoh uji dalam cawan aluminum dikurangi berat cawan aluminium dinyatakan sebagai berat kering oven dari contoh uji (BKc)
Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
KA = Bo – BKc x 100 %
BKc Keterangan:
KA = Kadar air contoh uji (%) Bo = Berat awal contoh uji (gram) BKc = Berat kering contoh uji (gram)
4.6.2 Pengukuran Biomassa
Besarnya biomassa dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berat kering. Berat kering pada pohon contoh terpilih setiap bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun), tumbuhan bawah, serasah dan nekromasa akan diketahui setelah dilakukan pengovenan. Selain itu, menurut Haygreen dan Bowyer (1982), apabila berat basah diketahui dan potensi air telah diperoleh dari contoh uji kecil maka berat kering dari masing-masing sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
BK = BB Keterangan : BK = Berat kering (kg) 1 + % KA BB = Berat basah (kg) 100 % KA = Persen kadar air (%)
4.6.3 Pengukuran Kadar Karbon Terikat
Kadar karbon terikat pohon dapat ditentukan melalui beberapa tahapan, antaralain:
a. Pembuatan arang
Pembuatan arang dilakukan dengan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730 – 1995. Kayu dimasukkan dalam alat reaktor pembuatan arang.
Suhu yang digunakan adalah 500°C. Kayu tersebut dimasukkan kedalam reaktor mulai dari suhu 0ºC sampai suhu 500°C selama 5 jam, sampai kayu tersebut menjadi arang. Selanjutnya mengambil contoh uji berupa serbuk sebanyak 2 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah ditetapkan beratnya. Cawan porselen berisi serbuk tersebut dimasukkan kedalam tanur pada suhu 0ºC - 600°C selama 1 - 1,5 jam. Setelah itu cawan dikeluarkan dari tanur, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai beratnya tetap.
Untuk menentukan berat arang dapat digunakan persamaan:
Berat arang = berat cawan dan serbuk arang – berat cawan b. Penentuan zat terbang arang
Cawan porselen diisi serbuk arang kayu, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 950°C, dengan cara : mula-mula cawan dimasukkan di bagian depan pintu tanur pada suhu 300°C selama 2 menit, kemudian dipindahkan pada bagian sisi tanur pada suhu 500°C selama 3 menit dan akhirnya dipindahkan pada bagian dalam tanur pada suhu 950°C selama 6 menit. Selanjutnya didinginkan
dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang. Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus:
Kadar zat terbang = A - B x 100%
A
Keterangan: A = berat kering contoh uji pada suhu 105°C
B = berat contoh uji – berat cawan dan sisa contoh pada suhu 950°C c. Penentuan kandungan abu
Serbuk contoh uji sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang ditetapkan beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu mulai 0°C - 700°C selama 5 jam. Selanjutnya cawan dikeluarkan dari tanur, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai beratnya tetap. Untuk mengetahui kadar abu dihitung dengan rumus:
Kadar abu = Berat abu x 100%
Berat contoh uji d. Penentuan kadar karbon terikat
Penentuan kadar karbon terikat (murni) pada arang kayu ditentukan dengan menggunakan rumus:
Kadar karbon terikat arang = 100% - kadar zat terbang arang – kadar abu
4.7 Analisis Data
Setelah dilakukan pengambilan data di lapangan kemudian dilakukan analisis mengenai data tersebut, maka data yang diambil meliputi frekuensi, dominansi, kerapatan, model penduga biomassa pohon, dan model penduga karbon pohon.
4.7.1 Komposisi Jenis
Vegetasi yang berupa pohon (diameter ≥ 2 cm) diklasifikasikan berdasarkan tingkat pertumbuhannya, yaitu (a) pancang yaitu permudaan yang memiliki diameter mulai dari 2 cm sampai 10 cm, (b) tiang yaitu permudaan yang memiliki diameter mulai ≥ 10,01 cm sampai 20 cm, dan (c) pohon yaitu pohon yang telah memiliki diameter ≥ 20,01 cm.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008), kerapatan tegakan, frekuensi, dominansi dan INP dihitung dengan menggunakan rumus:
Kerapatan suatu spesies (K) 100%
contoh petak
Luas
spesies suatu
individu Jumlah
x
Kerapatan relatif suatu spesies (KR) x100%
jenis seluruh Kerapatan
K
Frekuensi suatu spesies (F)
plot seluruh Luas
spesies suatu
ditemukan plot
Jumlah
Frekuensi relatif suatu spesies x100%
jenis seluruh Frekuensi
F
Dominansi suatu spesies (D)
contoh petak
Luas
spesies suatu
Lbds
Dominansi realtif suatu spesies (DR) x100%
spesies seluruh
Dominansi DR
INP = KR + FR + DR
4.7.2 Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Terikat Pohon 4.7.2.1 Model Pendugaan Biomassa Pohon
Pendugaan biomassa pohon dilakukan dengan tahapan seperti pada Gambar 19. Model hubungan antara biomassa pohon dan dimensi pohon (diameter dan tinggi) dibuat dengan menggunakan persamaan regresi allometrik dan persamaan polynomial yang menggambarkan biomassa sebagai fungsi dari diameter dan tinggi. Penyusunan dan analisa persamaan alometrik ini dibuat dengan menggunakan bantuan program statistik miniTAB 14. Adapun bentuk analisis regresi alometrik dan persamaan polynomial adalah sebagai berikut : W1 = aDb
W2 = exp{a+ b[ln (D)]+ c [ln (D)]2+ d [ln (D)]3} W3 = a(D2H)b
W4 = exp{a + b[ln(D2H)]+ c[ln(D2H)]2}
Tidak
Ya
Gambar 19. Diagram Alur Pembuatan Model Biomassa Pohon
4.7.2.2 Model Pendugaan Karbon Terikat Pohon
Pembuatan model penduga karbon terikat pohon dilakukan dengan tahapan seperti pada Gambar 20. Seperti halnya dengan pembuatan model penduga biomassa pohon, model hubungan antara karbon terikat dan dimensi pohon (diameter dan tinggi) dibuat dengan persamaan regresi allometrik dan persamaan polynomial yang menggambarkan karbon terikat sebagai fungsi dari diameter dan tinggi.
Mulai
Selesai
Berat batang, cabang, ranting, dan daun
Biomassa berdasarkan bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun)
Pemodelan Biomassa Biomassa = f (dimensi pohon)
Biomassa = f (diameter dan tinggi pohon)
Pilih persamaan terbaik dengan R2, Ra2 dan S2
Model biomassa terpilih
Tidak
Ya
Gambar 20. Diagram Alur Pembuatan Model Karbon Terikat Pohon 4.7.2.3 Model Hubungan Kandungan Karbon Terikat dan Biomassa
Model hubungan antara kandungan karbon terikat dengan biomassa dibuat untuk tegakan. Model hubungan yang dibuat didasarkan pada fungsi bahwa karbon terikat = f (biomassa). Fungsi hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana. Dari model hubungan yang dibangun akan diketahui tingkat keeratan antara kandungan karbon terikat dengan biomassa.
Selesai
Berat batang, cabang, ranting, dan daun
Proses penentuan kadar karbon terikat dengan metode pengabuan
Pemodelan Karbon Terikat Karbon Terikat = f (dimensi pohon) Karbon Terikat = f (diameter dan tinggi pohon)
Pilih persamaan terbaik dengan R2, Ra2 dan S2
Model karbon terikat terpilih Mulai
4.7.2.4 Pemilihan Model
Adapun model yang terpilih didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu:
1. Kesesuaian terhadap fenomena
2. Sifat keterandalan model (data reability) yang didasarkan pada:
a. Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus:
Adapun kriteria keterandalan model berdasarkan nilai R2 adalah jika nilai R2 mendekati 100%, maka model makin terandalkan dan jika R2 mendekati 0%, maka model makin tidak terandalkan dalam menjelaskan hubungan antara biomassa dan dimensi pohon.
b. Varian (S2)
Varian diukur berdasarkan tingkat keragaman data dengan rumus sebagai berikut:
Model yang terpilih adalah model yang memiliki nilai varian terkecil dibandingkan model-model lainnya.
c. Koefisien determinasi terkoreksi (R2a)
Koefisien determinasi yang terkoreksi adalah koefisien determinasi yang sudah dikoreksi oleh derajat bebas dari jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus sebagai berikut:
R2a = 1 – JKS (n – p) = 1 – (1 – R2) [ (n – 1)/ (n – p)]
JKT / (n -1)
Dimana p adalah banyaknya peubah dalam regresi (termasuk βo) dan n adalah banyaknya objek (kasus) yang dianalisis. Kriteria uji R2a adalah sama dengan kriteria uji untuk R2.
3. Uji Validasi Model
Selain kriteria nilai statistik, dilakukan uji validasi model untuk menentukan persamaan allometrik terbaik. Kriteria yang dipertimbangkan adalah ketepatan dari suatu penduga dalam menduga nilai yang sebenarnya secara
R2 = (JKR / JKT) x 100%
S2 = Σ Xi2 – (Σxi)2/n n – 1
berturut-turut dinyatakan oleh sistematika, besar dan penyebab dari simpangan tersebut. Semakin kecil simpangan maka penduga tersebut akan semakin tinggi ketepatannya. Semakin sempit sebaran simpangan maka akan semakin tinggi ketelitiannya dan semakin kecil kesalahan sistematiknya, maka penduga tersebut semakin tidak bias.
Apabila Ŷi adalah penduga bagi Yi yaitu penduga tak bebas ke-i yang diperoleh dengan penduga model maka akan diperoleh n buah simpangan Ŷi
terhadap Yi, yaitu :
ei = Yi - Ŷi untuk i = 1,2,3,...,n dari n buah ei ini dapat ditentukan :
mi =( ei / Yi )*100% untuk i = 1,2,3,...,n Selanjutnya, apabila di = (mi)2 , maka akan dihitung :
n
i
n d MSPE
1
/ ,
n
i
n
i i i
d d d n n
S
1
2 2
2 [( (( ) )/ )/( 1)]
x100%
d CVd Sd
Model akan semakin baik apabila memiliki MSPE dan CVd yang semakin kecil. Atas dasar ini maka nilai MSPE dan CVd ini selanjutnya dipakai sebagai kriteria dalam menentukan tingkat keabsahan dari model-model yang dicobakan.
Uji keabsahan model merupakan uji terakhir dilakukan dalam pemilihan model yang terbaik sekaligus juga untuk menentukan cara pendekatan terbaik dalam pemecahan masalah dalam penelitian. Selain faktor-faktor dalam kekonsistenan dalam penerimaan model tertentu pada setiap kali membangun model, kepraktisan pemakaian model dan kemudahan mendapatkan modelnya.
4.7.2.5 Total Potensi Biomassa Tegakan
Berdasarkan persamaan model penduga biomassa yang terpilih maka kita dapat mengetahui besarnya total potensi biomassa dari hutan gambut bekas terbakar. Adapun cara mengkonversinya ke dalam kg/ha yaitu dari seluruh pohon yang ditemukan pada petak penelitian hasil analisis vegetasi dipisahkan
berdasarkan tingkat pertumbuhan pohonnya karena setiap tingkat pertumbuhan pohon mempunyai luasan yang berbeda. Dari data tersebut kemudian menghitung biomassa tiap tingkat pertumbuhan pohon melalui model penduga biomassa terpilih untuk setiap bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun). Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
WT =
0) LPCi/10.00 (
Wi
Keterangan:
WT = Total biomassa seluruh tegakan (kg/ha)
∑Wi = Jumlah biomassa ke-i (pancang, tiang dan pohon) (kg)
∑LPCi = Total luas petak contoh penelitian ke-i (pancang, tiang dan pohon) (m2)
4.7.2.6 Total Potensi Karbon Terikat Tegakan
Sama halnya dengan menghitung total potensi biomassa maka untuk mengetahui besarnya potensi kandungan karbon terikat dari hutan gambut bekas terbakar diperoleh melalui persamaan model penduga karbon terikat yang terpilih.
Adapun cara mengkonversinya ke dalam kg/ha yaitu dari seluruh pohon yang ditemukan pada petak penelitian hasil analisis vegetasi dipisahkan berdasarkan tingkat pertumbuhan pohonnya karena setiap tingkat pertumbuhan pohon mempunyai luasan yang berbeda. Dari data tersebut kemudian menghitung karbon terikat pada setiap tingkat pertumbuhan pohon melalui model penduga karbon terikat terpilih untuk setiap bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun).
CT =
0) LPCi/10.00 (
Ci
Keterangan:
CT = Total karbon terikat seluruh tegakan (kg/ha)
∑Ci = Jumlah karbon terikat ke-i (pancang, tiang dan pohon) (kg)
∑LPCi = Total luas petak contoh penelitian ke-i (pancang, tiang dan pohon) (m2)