• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERILAKU KEKERASAN (BULLYING) DI KALANGAN PELAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PERILAKU KEKERASAN (BULLYING) DI KALANGAN PELAJAR"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERILAKU KEKERASAN (BULLYING) DI KALANGAN PELAJAR

Oleh :

Rina Listyowati, S.SiT, M.Kes (197105292008122001)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan YME atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai salah satu komitmen penulis dalam memenuhi tugas Tri Darma Perguruan Tinggi di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana dengan judul “Pengaruh Perilaku Kekerasan (Bullying) Di Kalangan Pelajar”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada pihak-pihak terkait, yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Denpasar, Juli 2019

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

COVER ………i

KATA PENGANTAR ………ii

DAFTAR ISI ……….iii

PENGARUH PERILAKU KEKERASAN (BULLYING) DI KALANGAN PELAJAR ... 1Error! Bookmark not defined. 1. Pengaruh ………1

2. Perilaku ……….1

3. Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan (Bullying) ………3

4. Dampak Perilaku Bullying ……….5

II. Kekerasan (Bullying) ... 12

1. Faktor Kekerasan Terhadap Pelajar ………..12

2. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Pelajar Di Sekolah ………13

3. Upaya Pencegahan Terhadap Tindak Kekerasan di Sekolah ………17

4. Dasar Hukum Tentang Kekerasan Anak di Sekolah ... 18

III. Pelajar / Siswa ………..19

1. Pengertian anak didik (Pelajar /Siswa ……… 19Error! Bookmark not defined. 2. Kecenderungan Perilaku bullying siswa.. ……… 24Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ……….26

(4)

1

PENGARUH PERILAKU KEKERASAN (BULLYING) DI KALANGAN PELAJAR I. Pengaruh Perilaku

1. Pengaruh

Pengaruh adalah suatu yang mengandung kekuatan yang munculdari suatu benda atau orang dimana dalam hal ini memberikan gejala yang dapat memberikan perubahan terhadap sekitarnya.Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda ) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh juga adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang disekelilingnya. Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain (Surakhmad, 1987:7).

2. Perilaku a. Definisi

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku terdiri dari (perception), respon terpimpin (guided respon), mekanisme (mechanisme), adopsi (adoption) (Notoatmojo, 2003)

b. Bentuk perilaku

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmojo, 2003) :

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

(5)

2

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

c. Faktor-faktor yang mempengaruihi perilaku

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Yang dikutip oleh Notoatmojo (2000) Lawrence Green

mengatakan bahwa perilaku dipengaruhi tiga faktor : 1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Faktor ini pada hakekatnya mendukung akan memungkinkan terwujud perilaku kesehatan.

3) Faktor-faktor penguat (reenforcing factors)

(6)

3

Faktor-faktor penguat ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan.

3. Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan (Bullying)

a. Hubungan keluarga

Anak akan meniru berbagai nilai dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga menjadi nilai dan perilaku yang ia anut (hasil dari imitasi). Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan dalam keluarga yang menoleransi kekerasan atau bullying, maka ia mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image), sehingga kemudian ia meniru (imitasi) perilaku bullying tersebut. Menurut Diena Haryana (sejiwa.or.id), karena faktor orang tua di rumah yang tipe suka memaki, membandingkan atau melakukan kekerasan fisik. Anak pun menganggap benar bahasa kekerasan.

b. Teman sebaya

Salah satu faktor besar dari perilaku bullying pada remaja disebabkan oleh adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide (baik secara aktif maupun pasif) bahwa bullying bukanlah suatu masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Menurut Djuwita Ratna (2005) pada masanya, remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi tergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Jadi bullying terjadi karena adanya tuntutan konformitas.

Berkenaan dengan faktor teman sebaya dan lingkungan sosial, terdapat beberapa penyebab pelaku bullying melakukan tindakan bullying adalah:

(7)

4

1. Kecemasan dan perasaan inferior dari seorang pelaku 2. Persaingan yang tidak relistis

3. Perasaan dendam yang muncul karena permusuhan atau juga karena pelaku bullying pernah menjadi korban bullying sebelumnya

4. Ketidak mampuan menangani emosi secara positif (Rahma, 2008:47).

c. Pengaruh media

Survey yang dilakukan kompas (Saripah, 2006) memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%). Melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan Sejiwa (2007), terangkum beberapa pendapat orang tua tentang alasan anak-anak menjadi pelaku bullying, di antaranya:

1. Karena mereka pernah menjadi korban bullying 2. Ingin menunjukkan eksistensi diri

3. Ingin diakui

4. Pengaruh tayangan TV yang negatif 5. Senioritas

6. Menutupi kekurangan diri 7. Mencari perhatian

8. Balas dendam 9. Iseng

10. Sering mendapat perlakuan kasar dari pihak lain 11. Ingin terkenal

12. Ikut-ikutan.

(8)

5 4. Dampak Perilaku Bullying

Hilda, et al (2006; dalam Anesty, 2009) menjelaskan bullying tidak hanya berdampak terhadap korban, tapi juga terhadap pelaku, individu yang menyaksikan dan iklim sosial yang pada akhirnya akan berdampak terhadap reputasi suatu komunitas. Terdapat banyak bukti tentang efek-efek negatif jangka panjang dari tindak bullying pada para korban dan pelakunya. Pelibatan dalam bullying sekolah secara empiris teridentifikasi sebagai sebuah faktor yang berkontribusi pada penolakan teman sebaya, perilaku menyimpang, kenalakan remaja, kriminalitas, gangguan psikologis, kekerasan lebih lanjut di sekolah, depresi, dan ideasi bunuh diri. Efek-efek ini telah ditemukan berlanjut pada masa dewasa baik untuk pelaku maupun korbannya (Marsh dalam Sanders 2003).

Bullying juga berpengaruh pada sekolah dan masyarakat. Sekolah tempat bullying terjadi seringkali dicirikan dengan:

a) Para siswa yang merasa tidak aman di sekolah

b) Rasa tidak memiliki dan ketidakadaan hubungan dengan masyarakat sekolah c) Ketidakpercayaan di antara para siswa

d) Pembentukan gang formal dan informal sebagai alat untuk menghasut tindakan bullying atau melindungi kelompok dari tindak bullying

e) Tindakan hukum yang diambil menentang sekolah yang dilakukan oleh siswa dan orang tua siswa

f) Turunnya reputasi sekolah di masyarakat

g) Rendahnya semangat juang staf dan meningginya stress pekerjaan

h) Iklim pendidikan yang buruk Marsh dalam Sanders (2003; dalam Anesty, 2009).

(9)

6 1. Dampak bagi korban

Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).

Coloroso (2006) mengemukakan bahayanya jika bullying menimpa korban secara berulang-ulang. Konsekuensi bullying bagi para korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah, Ia marah terhadap dirinya sendiri, terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya.

Berhubung tidak mampu lagi muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan.

Terkait dengan konsekuensi bullying, penelitian Banks (1993, dalam Northwest Regional Educational Laboratory, 2001; dan dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. Dampak negatif bullying juga tampak pada penurunan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.

(10)

7 2. Dampak bagi pelaku

Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Apa yang diungkapkan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coloroso (2006:72) mengungkapkan bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang.

Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.

3. Dampak bagi siswa lain yang menyaksikan bullying (bystanders)

Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.

(11)

8

Selain dampak-dampak bullying yang telah dipaparkan di atas, penelitian- penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut:

a. Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan, kesepian (Rigby K. 2003).

b. Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korbam merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri (Ratna Djuwita, dkk , 2005).

c. Korban bullying merasakan stress, depresi, benci terhadap pelaku, dendam, ingin keluar sekolah, merana, malu, tertekan, terancam, bahkan ada yang menyilet- nyilet tangannya (Ratna Djuwita, dkk , 2005).

d. Membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah (Forero et all.1999).

e. Keinginan untuk bunuh diri (Kaltiala-Heino, 1999).

f. Kesulitan konsentrasi; rasa takut berkepanjangan dan depresi (Bond, 2001).

g. Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis (Banks R., 1993).

h. Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.

i. Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga (Rigby, K, 1999).

j. Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah (Rigby, K, 2003).

Bullying bukanlah aktivitas normal pada anak-anak yang akan berlalu dengan sendirinya seiring mereka dewasa. Perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik pada masa

(12)

9

anak-anak justru dapat menyebabkan gangguan perilaku yang lebih serius di masa remaja dan dewasa, seperti: pelecehan seksual, kenakalan remaja, keterlibatan dalam geng kriminal, kekerasan terhadap pacar/teman kencan, pelecehan atau bullying ditempat kerja, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan/kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap orang tua sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying dapat berdampak terhadap fisik maupun psikis pada korban, Dampak fisik seperti sakit kepala, sakit dada, cedera pada tubuh bahkan dapat sampai menimbulkan kematian. Sedangkan dampak psikis seperti rendah diri, sulit berkonsentrasi sehingga berpengaruh pada penurunan nilai akademik, trauma, sulit bersosialisasi, hingga depresi.

4. Penanganan dan Pencegahan Perilaku Bullying a) Penanganan

1) Paling ideal adalah apabila ada kebijakan dan tindakan terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.

2) Program anti-bullying di sekolah dilakukan antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai cara. Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid.

b) Pencegahan

(13)

10

1) Untuk mencegah dan menghambat munculnya tindak kekeraran di kalangan remaja, diperlukan peran dari semua pihak yang terkait dengan lingkungan kehidupan remaja.

2) Sedini mungkin, anak-anak memperoleh lingkungan yang tepat. Keluarga- keluarga semestinya dapat menjadi tempat yang nyaman untuk anak dapat mengungkapkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaannya. Orang tua hendaknya mengevaluasi pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam berinteraksi dengan orang lain.

3) Berikan penguatan atau pujian pada perilaku pro sosial yang ditunjukkan oleh anak. Selanjutnya dorong anak untuk mengambangkan bakat atau minatnya dalam kegiatan-kegiatan dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah.

4) Selama ini, kebanyakan guru tidak terlalu memperhatikan apa yang terjadi di antara murid-muridnya. Sangat penting bahwa para guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pencegahan dan cara mengatasi bullying.

5) Kurikulum sekolah semestinya mengandung unsur pengembangan sikap prososial dan guru-guru memberikan penguatan pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.

(14)

11

6) Jangan anggap remeh Masih banyak orangtua yang menganggap kakak kelas mengintimidasi adik kelas sebagai sebuah tradisi, demikian juga perlakuan kasar yang diterima anak dari temannya sering diabaikan karena akan berlalu seiring dengan waktu. Saatnya untuk mengubah pandangan tersebut. Jalin komunikasi yang dalam dengan anak, berilah perhatian lebih bila anak tiba-tiba murung dan malas ke sekolah.

7) Ajari anak untuk melindungi dirinya. Ajari anak untuk bersikap self defensedalam arti menhindari diri dari korban atau pelaku kekerasan. Katakan kepadanya,

“Kalau kamu dipukul temanmu, kamu harus memberitahukan kepada Ibu Guru.”

Bukan malah mengajarkan perilaku membalas atau menggunakan kekuatan dalam mempertahankan diri. Selain itu, ajarkan pula untuk bersikap asertif atau mengatakan “tidak” terhadap hal-hal yang memang seharusnya tidak dilakukan.

Selain itu, jangan biasakan anak membawa barang mahal atau uang berlebih ke sekolah karena bisa berpotensi menjadi incaran pelaku bullying. Pupuk kepercayaan diri anak, misalnya dengan aktif mengikuti kegiatan ekskul.

8) Bina relasi dengan guru dan orangtua murid. Bina relasi dan komunikasi yang baik dengan guru di sekolah atau orangtua murid lainnya. Anda bisa mendapatkan informasi adanya kasus bullying atau melaporkan kepada guru bila si kecil bercerita mengenai temannya yang dipukul, misalnya.

(15)

12 II. Kekerasan (Bullying)

1. Kekerasan Terhadap pelajar di sekolah a. Definisi

Kekerasan terhadap anak/pelajar di sekolah adalah segala bentuk perilaku yang mengakibatkan ketidaknyamanan fisik dan non fisik pada peserta didik atau pendidik.

Bentuk kekerasan yang menyebabkan ketidaknyamanan fisik seperti memukul, menampar, menendang, melempar barang ke tubuh korban, menginjak dan melukai dengan tangan kosong atau menggunakan sesuatu benda. Sedangkan bentuk kekerasan yang menyebabkan ketidaknyamanan non fisik/mental antara lain berteriak, menghina, mengancam, merendahkan, mengatur, menguntit dan memata-matai, serta tindakan- tindakan lain yang menimbulkan rasa takut, cemas dan was-was. (Dikbud Provinsi DKI Jakarta, 2014)

Kekerasan di sekolah merupakan perilaku yang memuat pemaksaan, kekuasaan, dan pelanggaran aturan yang terjadi dalam lembaga pendidikan formal. (Dikbud Provinsi DKI Jakarta, 2014).

b. Bentuk – Bentuk Kekerasan Terhadap Pelajar di Sekolah Bentuk-bentuk kekerasan anak di sekolah meliputi:21 1) Kekerasan Fisik

Kekerasan ini yang paling mudah dikenali, karena dapat dilihat dengan kasat mata dan dirasakan oleh tubuh. Kekerasan ini meliputi memukul, menendang, menjewer, mencubit, menghukum dengan berlari memutari lapangan atau berjemur di lapangan, menghukum dengan push-up puluhan kali, dsb.

(16)

13 2) Kekerasan Psikologi

Kekerasan jenis ini tidak mudah dikenali, karena akibat yang dirasakan korban tidak nampak jelas bagi orang lain. Kekerasan ini meliputi penggunaan kata-kata kasar, mengejek, membentak, mengancam, dsb.

3) Kekerasan Sosial

Kekerasan anak secara sosial dapat mencakup penelantaran anak. Penelantaran dapat berupa anak dikucilkan atau diasingkan dari lingkungannya.

4) Kekerasan Seksual

Segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan hubungan seksual, contohnya seperti perkosaan. Kekerasan yang berupa perlakuan tidak senonoh dari orang lain, contohnya seperti pelecehan seksual, baik melalui sentuhan, perabaan, kata-kata maupun gambar-gambar.

5) Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)

Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.

2. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Pelajar Di Sekolah

Kekerasan yang terjadi di sekolah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

1) Faktor Internal a. Diri Anak

Terjadinya kekerasan terhadap anak dapat disebabkan dari sikap anak itu sendiri.

Sikap anak tidak bisa lepas dari dimensi psikologis dan kepribadian. Contoh, anak

(17)

14

berusaha mencari perhatian dengan bertingkah yang memancing amarah, ataupun agresifitas. Sebaliknya, bisa juga perasaan inferioritas dan tidak berharga di kompensasikan dengan menindas pihak lain yang lebih lemah supaya dirinya merasa hebat. Anak yang tempramen, aktif, dan impulsif lebih mungkin untuk melakukan kekerasan dibandingkan dengan anak yang pasif dan pemalu. Kemudian, anak yang mengalami kecacatan fisik, mengalami gangguan perilaku ataupun gangguan mental emosional merupakan kelompok yang rentan terhadap tindak kekerasan.

b. Keluarga / orang tua

Orang tua atau keluarga memegang peranan penting terhadap terjadinya kekerasan pada anak. Beberapa contoh seperti orang tua yang memiliki pola asuh membesarkan anaknya dengan kekerasan atau penganiayaan, keluarga yang sering bertengkar mempunyai tingkat tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tanpa masalah, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak karena faktor stres yang dialami orang tua tersebut, orang tua atau keluarga belum memiliki kematangan psikologis sehingga melakukan kekerasan terhadap anak, riwayat orang tua dengan kekerasan pada masa kecil juga memungkinkan melakukan kekerasan pada anaknya.

2) Faktor Eksternal a. Lingkungan

Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari anak alami, juga membawa dampak terhadap munculnya kekerasan. Misalnya, lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk

(18)

15

belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Berteman dengan teman yang terlibat atau bergabung dengan anak-anak yang nakal dapat mempengaruhi terjadinya tindakan kekerasan.

b. Media Massa

Anak yang terlalu sering menonton tayangan televisi yang banyak berbau kekerasan dapat mengakibatkan dirinya terdorong untuk mengimitasi perilaku kekerasan yang ada di televisi. Sebab, dalam tayangan tersebut menampilkan kekerasan yang diasosiasikan dengan kesuksesan, kekuatan dan kejayaan seseorang. Akibatnya, dalam pola berpikir muncul premis bahwa jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan kekerasan.

c. Sistem Pengajaran

Sekolah bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Akan tetapi, sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Guru memainkan peranan paling penting dalam hal ini. Sayangnya, guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya. Masih terdapat anggapan yang keliru pada guru bahwa kekerasan baik fisik, verbal maupun psikis dapat merubah perilaku siswa. Selain itu, muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan afektif tidak menutup kemungkinan

(19)

16

suasana belajar jadi penuh dengan tekanan, dan pihak guru pun kesulitan dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menarik.

3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dampak

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dampak atau efek dari kekerasan terhadap anak. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu: (Rini M, 2008) a. Jenis perlakuan dan seberapa parah perlakuan yang dialami oleh anak.

Berat ringannya kekerasan yang terjadi terhadap anak sangat mempengaruhi besar kecilnya dampak kekerasan. Semakin besar kekerasan yang dialami oleh anak maka akan semakin besar menimbulkan dampak, seperti kecacatan akibat perlukaan fisik yang sangat parah.

b. Daya tahan psikologis anak dalam menghadapi tekanan.

Setiap anak memiliki daya tahan psikologis (mental) yang berbeda-beda, ada yang lemah dan ada pula yang kuat. Anak dengan daya tahan psikologis yang kuat tidak akan mudah terpengaruh terhadap tekanan yang ada. Misalnya, anak yang bermental kuat jika diejek akan menanggapinya dengan santai atau pasrah.

Sedangkan pada anak dengan daya tahan psikologis lemah, jika diejek sekali saja anak tersebut sudah dapat langsung menangis.

c. Intenstitas dan waktu anak dalam menerima perlakuan kekerasan.

Anak yang sering mendapatkan kekerasan pasti akan menimbulkan dampak kepada anak tersebut. Begitu pula, anak yang telah lama mendapatkan kekerasan juga akan mempengaruhi timbulnya dampak kepada anak tersebut.

(20)

17

3. Upaya Pencegahan Terhadap Tindak Kekerasan di Sekolah

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah tindak kekerasan di sekolah: (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, 2014)

1. Upaya yang dilakukan oleh sekolah dalam mencegah tindak kekerasan salah satunya menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah.

2. Mensosialisasikan tindakan - tindakan yang tergolong sebagai kekerasan terhadap anak beserta peraturan - peraturannya.

3. Mensosialisasikan pada anak bahaya kekerasan yang mengancam mereka sehingga anak dapat menghindari bahaya kekerasan.

4. Memberi dorongan kepada siswa untuk melaporkan kekerasan yang di alami. Beri pemahaman kepada siswa bahwa melaporkan tindak kekerasan di sekolah akan mencegah akibat yang lebih buruk. Pencantuman nomor telepon guru atau kepala sekolah, di sudut-sudut sekolah memudahkan siswa untuk melaporkan tindak kekerasan. Lindungi dan berikan penghargaan siswa-siswa yang melaporkan tindak kekerasan.

5. Membentuk atau menjalin kerjasama antara kepala sekolah, guru, dan orangtua siswa.

Kerjasama yang lebih dalam berbagai program yang intens antara guru, kepala sekolah dan orang tua harus ditingkatkan.

6. Menjalin komunikasi yang efektif antara orangtua dan guru. Komunikasi antara guru atau kepala sekolah tidak hanya sebatas masalah akademik atau keuangan saja tetapi yang lebih dalam menyangkut aktivitas anak di sekolah. Aktivitas siswa baik kegiatan intra kurikuler ataupun ekstra kurikuler dapat dijadikan topik dalam menjalin komunikasi dengan orang tua siswa. Menyadarkan orang tua dan pendidik tentang

(21)

18

pentingnya pendekatan yang memotivasi siswa untuk berubah adalah hal yang sangat penting.

7. Penegak hukum harus lebih serius menindak lanjuti laporan - laporan kekerasan terhadap anak hingga tuntas.

4. Dasar Hukum Tentang Kekerasan Anak di Sekolah

Dalam Pasal 54 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya, selain itu dalam Pasal 72 mengatakan masyarakat dan lembaga pendidikan untuk berperan dalam perlindungan anak, termasuk di dalamnya melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungannya. Dari kedua pasal tersebut sangat jelas bahwa anak dilindungi dari kekerasan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di dalam sekolah, dan dalam hal ini yang melindungi anak dari perbuatan kekerasan di sekolah adalah lembaga pendidikan itu sendiri, akan tetapi pada kenyataannya di masyarkat dan lembaga pendidikan masih banyak anak yang mengalami kekerasan fisik maupun psikis. (Ariyulinda, Nita. 2014 ; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002)

Kasus kekerasan terhadap anak seharusnya penanganannya tidak hanya bertumpu pada UU tentang Perlindungan anak, tetapi juga dikaitkan dengan UU lainnya seperti Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional hanya menekankan pada mutu pendidikan dan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Seharusnya dalam

(22)

19

Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pihak sekolah wajib memberikan pengawasan tidak tidak hanya berkaitan dngan mutu pendidikan tetapi juga melakukan pengawasan terhadap segala hal perilaku anak didik dan lingkungan sekolah sehingga aman untuk anak didik. (Ariyulinda, Nita 2014)

III. Pelajar / Siswa

1. Pengertian anak didik (pelajar /siswa)

Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Sedangkan dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang di serahkan kepada tanggung jawab pendidik (Sutari Imam Barnadib; 1986 ; h 120)

Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid , pelajar dan peserta didik merupakan sinonim (persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan bersekolah), anak yang memperoleh pendidikan dasar dari satu lembaga pendidikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa anak didik marupakan semua orang yang sedang belajar, baik pada lembaga pendidikan secara formal maupun lembaga non formal.

Siswa merupakan pelajar yang duduk dimeja belajar setrata sekolah dasar maupun menengah pertama (SMP), sekolah menengah keatas (SMA). Siswa-siswa tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dunia pendidikan. Siswa atau pesetra didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselengarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang berilmu pengetahuan, berketrampilan, berpengalaman, berkepribadian, berakhlak mulia, dan mandiri.

(23)

20

Siswa adalah organism yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembanganya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. hal yang sama siswa juga dapat dikatakan sebagai sekelompok orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga dapat dikatan sebagai murid atau pelajar, ketika berbicara siswa maka fikiran kita akan tertuju kepada lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah

Anak didik adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat . Anak didik tidak harus selalu belajar secara berinteraksi dengan guru dalam proses interaktif edukatif . Tokoh-tokoh aliran behaviorisme beranggapan bahwa anak didik yang melakukan aktivitas belajar seperti membaca buku, mendengarkan penjelasan guru, mengarahkan pandangan terhadap guru yang menjelaskan di depan kelas, termasuk dalam ketegori belajar.

Mereka tidak melihat ke dalam fenomena psikologis anak didik. Aliran ini berpegang pada realitas dengan mata telanjang dengan mengabaikan proses mental dengan segala perubahannya, sebagai akibat dari aktivitas belajar tersebut (Djamarah, 1992; h.47).

Tetapi aliran kognitivisme mengatakan lain bahwa keberhasilan belajar itu ditentukan oleh perubahan mental dengan masuknya sejumlah kesan yang baru dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku. Berbeda dengan aliran behaviorisme hanya melihat fenomena perilaku saja, aliran kognitivisme jauh menilhat ke dalam fenomena psikologi.

Pengertian yang sama diambil dari (Kompas Gramedia, 2005) Siswa adalah komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Sebagai suatu komponen pendidikan siswa dapat ditinjau dan berbagi pendekatan antara lain:

(24)

21

a. Pendekatan social, siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.

b. Pendekatan psikologi, siswa adalah suatu organism yang sedang tumbuh dan berkembang.

c. Pendekatan edukatif, pendekatan pendidikan menempatkan siswa sebagai unsure penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka system pendidikan menyeluruh dan terpadu.

Siswa sekolah dasar masalah-masalah yang mncul belum begitu banyak, tetapi ketika memasuku lingkungan sekolah menengah maka banyak masalah yang muncul karena anak atau siswa sudah memasuku usia remaja. Selain itu juga siswa sudah mulai berfikir tentang dirinya, bagaimana kluarganya, teman-teman pergaulannya. Pada masa ini seakan mereka menjadi manusia dewasayang bisa segalanya dan terkadang tidak memikirkan akibatnya. Hal ini yang harus diperhatikan oleh orang tua, kluarga dan tentu saja pihak sekolah.

Pengertian siswa menurut Wikipedia, siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha meningkatkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Istilah siswa dalam dunia pendidikan meliputi:

a. Siswa: siswa atau siswi istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

b. Mahasiswa: mahasiswa atau mahasiswi istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi.

c. Warga Belajar: warga belajar istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal seperti pusat kegiatan belajar masyarakat (PKMB), Baik paket A, Paket B, Paket C.

(25)

22

d. Pelajar: istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar maupun pendidikan formal tingkat menengah (Kompasina, 2013)

Menurut Naqawi (dalam Aly, 2008) menyebutkan bahwa kata murid berasal dari bahasa arab, yang artinya orang yang menginginkan (the willer). Menurut Nata (dalam Aly, 2008) kata murid diartikan sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai bekal hidupnya agar bahagia dunia dan akhirat dengan jalan belajar sungguhsungguh. Disamping kata murid dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa arab, yaitu tilmidz yang berarti murid atau pelajar, jamaknya talamidz. Kata ini merujuk pada murid yang belajar di madrasah. Kata lain yang berkenaan dengan murid adalah thalib, yang artinya pencari ilmu, pelajar, mahasiswa.

Mengacu dari beberapa istilah murid, murid diartikan sebagai orang yang berada dalam taraf pendidikan, yang dalam berbagai literatur murid juga disebut sebagai anak didik.

Sedangkan Dalam Undang-undang Pendidikan No.2 Th. 1989, murid disebut peserta didik Muhaimin dkk (2005). Dalam hal ini siswa dilihat sebagai seseorang (subjek didik), yang mana nilai kemanusiaan sebagai individu, sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas moral, harus dikembangkan untuk mencapai tingkatan optimal dan kriteria kehidupan sebagai manusia warga negara yang diharapkan. Menurut Arifin (2000) menyebut “murid”, maka yang dimaksud adalah manusia didik sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masingmasing yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal yakni kemampuan fitrahnya.

Akan tetapi dalam literatur lain ditegaskan, bahwa anak didik (murid) bukanlah hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orang tua, bukan pula anak yang dalam usia sekolah saja. Pengertian ini berdasar atas tujuan pendidikan, yaitu manusia sempurna

(26)

23

secara utuh, untuk mencapainya manusia berusaha terus menerus hingga akhir hayatnya. Penulis menyimpulkan, pengertian murid sebagai orang yang memerlukan ilmu pengetahuan yang membutuhkan bimbingan dan arahan untuk mengembangkn potensi diri (fitrahnya) secara konsisten melalui proses pendidikan dan pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yang optimal sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab dengan derajat keluhuran yang mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah dibumi (Jakarta: Kompas, 2001). Muhaimin dkk (2005) Adapun sifat-sifat dari anak didik (siswa) memiliki sifat umum antara lain :

a. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, sebagaimana statement J.J. Rousseau, bahwa

“anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dunianya sendiri”

b. Peserta didik (murid), memiliki fase perkembangan tertentu, seperti pembagian Ki Hadjar Dewantara (Wiraga, Wicipta, Wirama)

c. Murid memiliki pola perkembangan sendiri-sendiri

d. Peserta didik (murid), memiliki kebutuhan. Diantara kebutuhan tersebut adalah sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pendidikan seperti, L.J. Cionbach, yakni afeksi, diterima orang tua, diterima kawan, independence, harga diri. Sedangkan Maslow memaparkan : adanya kebutuhan biologi, rasa aman, kasih sayamg, harga diri, realisasi.

Sedangkan menurut para ahli psikologi kognitif memahami anak didik (murid), sebagai manusia yang mendayagunakan ranah kognitifnya semenjak berfungsinya kapasitas motor dan sensorinya Piget (2003). Selanjutnya hal yang sama menurut Sarwono (2011) siswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di dunia pendidikan. Dari pendapattersebut bias dijelaskan bahwa asiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan dunia pendidikan yang diharapkan menjadi calon-calon intelektual untuk menjadi generasi penerus bangsa.

(27)

24 2. Kecenderungan perilaku bullying siswa.

Bullying merupakan salah satu bentuk perilaku negatif yang sangat marak terjadi di sekolah-sekolah. Permasalahan remeh dapat terjadi pertengkaran individual yang berlanjut menjadi perkelaian masal dan tak jarang melibatkan penggunaan senjata tajam atau bahkan senjata api. Banyak korban yang berjatuhan, baik karena luka ringan, luka berat, bakan tidak jarang terjadi kematian. Bullying atau kekerasan ini juga membawa dendam berkepanjangan bagi para pelaku maupun korban yang terlibat didalamnya dan sering berlanjut pada tahun-tahun berikutnya.

Menurut Coloroso (dalam Sugiariyani, 2012) bentuk perilaku bullying terdiri atas fisik, verbal, dan psikologis/relasional. Perilaku bullying secara fisik merupakan bentuk yang paling tampak dan mudah diidentifikasi, seperti pada kejadian-kejadian yang disebutkan di atas.

Perilaku bullying secara verbal merupakan bentuk yang paling umum dilakukan seperti ejekan, cemoohan, dan olok-olok. Hal ini mungkin terkesan sepele dan terlihat wajar namun perilaku ini termasuk bullying apabila mengakibatkan dampak negatif pada korban, misalnya menjadi malu, tidak percaya diri, atau menarik diri dari lingkungan. Bentuk yang ketiga adalah secara psikologis, bentuk ini paling sulit dideteksi karena mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti memandang sinis, mendiamkan atau mengucilkan orang tertentu. Perilaku bullying merupakan fenomena kompleks yang harus dipahami sebagai hasil interaksi dari faktor internal dan eksternal, yaitu karakteristik pelaku bullying, lingkungan keluarga, dan seting sosial tempat perilaku bullying terjadi. Menurut Veenstra dkk. (dalam Djwita, 2007) karakteristik individual mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku bullying daripada faktor dari lingkungan sosial. Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti kecenderungan perilaku bullying siswa.

Salah satu karakteristik kepribadian yang mempengaruhi perilaku bullying adalah bahwa pelaku

(28)

25

cenderung memiliki harga diri yang lebih rendah. Menurut Rigby (2007) perilaku bullying merupakan konsekuensi dari perasaan tidak berharga atau harga diri yang rendah. Apabila pelaku mampu mengenali bahwa dirinya berharga maka kebutuhan untuk melakukan bullying pada orang lain akan menghilang. Hal ini berarti apabila individu mempunyai harga diri rendah maka perilaku bullying cenderung tinggi.

(29)

26 Daftar pusktaka

Affandi biran.2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta:Tridas Printer

Ali, Muhammad. 2008. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo Arifin. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Christina, T., 2014. Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri Pada Masa Pubertas dalm Menghadapi Perbahan Fisik di SMP Swasta Betania Medan

Coloroso, B. (2007). The Bully, The Bullied, and The Bystander. New York: HarperCollins.

Departemen Pendidikan Nasional ( 2014 ) Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan ke delapan Belas Edisi IV. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Djamarah, Syaiful Bahri. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Faturochman. Sikap dan perilaku seksual remaja di Bali. Jurnal Psikologi. 1992; 1: 12-7.

Handayani, Sri, 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta. Pustaka Riana https://www.dosenpendidikan.co.id/13-pengertian-siswa-menurut-para-ahli-terlengkap/ Kompas

Gramedia, 2005

Manuaba, 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG.

Muhaimin, dan Mujib, Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya.

Nita Ariyulinda, 2014, “Penanganan Kekerasan Terhadap Anak Melalui Undangundang tentang

(30)

27

Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Perlindungan Anak” dalam Jurnal

RechtsVindingOnline..http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/Penanganan%20Kek erasan%2 0Terhadap%20Anak.pdf diakses pada Kamis, 12 Januari 2017

Green, Lawrence., Kreuter, Marshal., Deeds, Sigrid. Dalam Notoatmodjo 2000. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik. Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Rigby, K., & Slee, P. T. (1991). Bullying Among Australian School Children: Reported Behavior and Attitudes Toward Victims. The Journal of Social Psychology, 131:5, 615- 627.

Rini M, 2008. Dinamika Kesejahteraan Psikologis Survivor Kekerasan Seksual. (Skripsi), Yogyakarta : FK Psikologi dan Ilmu Sosial-Universitas Islam Indonesia.

Santrock Jhon, W., 2003. Adolescence Perkembangan Remaja.,

Sarwono. 2011. Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis (IV.). Jakarta: CV. Sagung Seto.

Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito

Sutari Imam Barnadib. 1986, Pengantar Ilmu Pendidikan , Sistematis, (Yogyakarta: FIP IKIP, 1986), h. 120

Syaiful Bahri Djamarah. 1992 , Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara , 1992), h. 47 Utomo ID, McDonald P. Adolescent reproductive health in Indonesia: contested values and

policy inaction. Studies in Family Planning Journal. 2009; 40 (2): 133-46

(31)

28

Veenstra, R., Lindenberg, S. M., Zijlstra, B. J. H., De Winter, A. F., Verhulst, F. C., & Ormel, J.

(2007). The dyadic nature of bullying and victimization: Testing a dual-perspective theory. Child Development, 78(6), 1843-1854. https://doi.org/10.1111/j.1467- 8624.2007.01102.x

http://www.ypi.or.id/informasi/berita/66-xpresikan-hakmu.html

https://healthpolicys2ugm.wordpress.com/2012/11/28/kebijakan-akses-kontrasepsi-kondom pada-remaja-sebagai-pencegahan-hiv-aids/

National Youth Violence Prevention Resource Center. 2002. Facts for Teens: Bullying. (Online).

Tersedia: http://www.safeyouth.org. (5 Mei 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan teknologi informasi saat ini memang sangat  pesat  dan  peranannya  sangat  penting  dalam  menunjang  keberhasilan  PJJ.  Akan  tetapi,  diperlukan 

4.2 Jika Pelanggan telah membuat Transaksi Salah dan permintaan untuk pemulihan dana diterima oleh HLB / HLISB antara sebelas (11) Hari Perniagaan dan tujuh (7) bulan dari

Dari penelitian yang dilakukan terhadap para pelanggan bengkel AHASS Motor Sagan, diketahui bahwa kinerja atau pelayanan yang diberikan oleh bengkel AHASS Motor Sagan kepada

Data skunder adalah sumber data yang diperoleh dari informasi- informasi dari orang lain. Dapat pula diartiakan sebagai data yang terkait langsung dengan

Berdasarkan hasil analisis korelasi Rank Spearman antara faktor ekternal dan tingkat kinerja penyuluh pertanian di BP3K Kecamatan Gadingrejo, diketahui bahwa faktor

Kisaran ukuran pertama kali matang gonad ikan pari blentik betina 550–799, sedangkan untuk ikan pari jantan adalah dengan kisaran panjang total tubuh 550–760 mm.. Tingkat kematangan

Pengujian perangkat keras yang dilakukan adalah menguji sensor TGS 2201 dengan memberikan inputan berupa gas Nitrogen Oksida (NOx) dan Karbon Monoksida (CO) yang

Untuk mendapatkan performa mesin yang optimal (daya, torsi, konsumsi bahan bakar spesifik, dan emisi gas buang), dilakukan perubahan-perubahan pada pengaturan standar