8 2.1 Pelatihan Karyawan
2.1.1 Pengertian Pelatihan
Di dunia kerja, kegiatan pelatihan ini sangat dibutuhkan bagi perusahaan, selama karyawan dianggap masih memiliki kesenjangan antara kemampuan dengan hasil yang dikehedaki organisasi. Biasanya kegiatan pelatihan (training) ini terdapat di perusahaan besar maupun perusahaan kecil.
Menurut Kasmir (2016:126) “pelatihan merupakan proses untuk membentuk dan membekali karyawan dengan menambah keahlian, kemampuan, pengetahuan dan perilakunya”.
Bernadin dan Russel dalam kaswan dan Akhyadi (2015:203) mengatakan bahwa “pelatihan merupakan setiap usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan atau pegawai pada pekerjaan yang dipegangnya saat ini atau yang terkait dengan pekerjaanya”.
Sedangkan menurut Widodo (2015:85) mengatakan bahwa:
pelatihan pada dasarnya adalah sebuah proses pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi karyawan untuk meningkatkan kompetensi atau pengetahuan karyawan. Pelatihan memfokuskan kepada masalah pekerjaan yang dihadapi sekarang, lingkupnya adalah para individu anggota atau karyawan, jangka waktunya pendek, dan tujuannya adalah mengisi kekurangan kemampuan yang dibutuhkan oleh pekerjaannya sekarang.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa pelatihan merupakan serangkaian kegiatan dalam meningkatkan pengetahuan dan keahlian secara sistematis untuk membantu karyawan dalam bekerja sehingga karyawan mampu memiliki kinerja yang profesional di bidangnya. Dengan melalui beberapa
materi yang diberikan pada metode proses pembelajaran yang dilakukan, dan memungkinkan karyawan dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar perusahaan dan merealiasi tujuan perusahaan.
2.1.2 Langkah Penyusunan Program Pelatihan
Menurut Sedarmayanti (2016:197-198) mengemukakan bahwa “agar penyusunan program pelatihan sesuai dengan tujuan yang akan diwujudkan, penyusunan program pelatihan harus dilakukan dengan sistematis”. Langkah penyusunan dalam mengorganisasikan program pelatihan antara lain:
1. Melakukan penelitian dan pengumpulan data tentang aspek obyek yang akan dikembangkan
2. Menentukan materi
3. Menentukan metode pelatihan 4. Memilih pelatih sesuai kebutuhan
5. Mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan 6. Memilih peserta
7. Melaksanakan program 8. Melakukan evaluasi program
2.1.3 Jenis dan Metode Pelatihan
Ada beberapa jenis dan metode yang digunakan pada pelaksanaan kegiatan pelatihan. Pelatihan bagi para karyawan atau pegawai di suatu organisasi atau institusi biasanya dikelompokkan menjadi 2 seperti yang dikemukakan oleh Notoadmodjo (2015:23-26), yaitu:
1. Pelatihan pra-jabatan (pre-service training)
Pelatihan ini diikuti oleh para pegawai baru atau calon pegawai baru di suatu institusi atau organisasi. Tujuan utama pelatihan ini memberika wawasan kepada para pegawai baru tersebut terhadap organisasi atau institusi tempat mereka bekerja. Melalui pelatihan ini para pegawai baru akan mengenal dan memahmi visi, misi, dan budaya kerja (corporate culture) organisasi sehingga dapat bekerja dengan baik, loyal dan penuh dedikasi.
2. Pelatihan dalam jabatan (in service training).
Pelatihan ini ditujukan kepada karyawan yang sudah bekerja di berbagai unit atau devisi dari suatu organisasi atau institusi. Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan dalam jabatan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelatihan di luar tugas (off the job side training)
Karyawan sebagai peserta pelatihan keluar sementara dari kegiatan, tugas atau pekerjaanya. Kemudian mengikuti pelatihan dengan teknik belajar mengajar seperti lazimnya. Pada umumnya metode ini mempunyai dua macam teknik, yaitu:
1) Teknik presentasi informasi
Teknik ini menyajikan informasi yang tujuannya mengintroduksi kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta. Yang termasuk kedalam teknik ini adalah:
a) Ceramah biasa b) Teknik diskusi
c) Teknik pemodelan perilaku (behaviour modeling)
d) Teknik magang 2) Metode-metode simulasi
Simulasi adalah suatu peniruan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia rill sedemikian rupa sehingga, para peserta pelatihan dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Maka peserta pelatihan akan mampu mempraktikkan apa yang telah disimulasikan. Metode simulasi ini mencakup:
a) Simulator alat-alat b) Studi kasus (case study)
c) Permainan peranan (role playing) d) Tenik di dalam keranjang (in basket)
Sedarmayanti (2016:211) menambahkan bahwa metode simulasi ini mencakup:
a) Business game (permainan peran dalam bisnis) b) Vestibule (pelatihan beranda)
c) Laboratory training (pelatihan dengan peralatan laboraturium) b. Pelatihan dalam pekerjaan (on the job training)
Menurut Noe dalam Kaswan dan Akhyadi (2015:362-367) mengatakan bahwa “On the job training adalah pelatihan dimana pegawai baru atau yang belum berpengalaman belajar dengan pertama mengamati teman kerjanya atau manajer yang melakukan pekerjaan dan selanjutnya berusaha meniru perilaku mereka. Pembelajaran terfokus dan biasanya lebih cepat, karena instruktur dan peserta terlibat dalam produksi yang sebenarnya dan menggunakan peralatan dan materi yang sebenarnya dari pekerjaan langsung”.
Yang termasuk dalam metode ini adalah:
1) Coaching 2) Mentoring
3) Penugasan understudy
2.1.4 Tujuan Pelatihan
Menurut Notoadmodjo (2015:21) mengungkapkan bahwa tujuan pelatihan adalah “perubahan kemampuan yang merupakan bagian dari perilaku, maka tujuan pelatihan dirumuskan dalam bentuk perilaku (behavior objectives). Seteleh berpartisipasi pada kegiatan pelatihan karyawan dapat bekerja dengan kompeten dan lebih produktif”.
Berikut ini tujuan yang ada pada kegiatan pelatihan yang dilakukan menurut Sutrisno (2016:69), yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas kerja
Pelatihan dapat meningkatkan performance kerja pada posisi jabatan yang sekarang yang berdampak pada produktivitas dan keuntungan perusahaan.
2. Meningkatkan mutu kerja
Peningkatan pada mutu kualitas maupun kuantititas. Tenaga kerja yang berpengetahuan jelas akan lebih baik dan akan lebih sedikit berbuat kesalahan dalam organisasi.
3. Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM
Pelatihan yang baik dapat mempersiapkan tenaga kerja untuk keperluan di masa yang akan datang.
4. Meningkatkan moral kerja
Apabila perusahaan menyelenggarakan program pelatihan yang tepat, maka iklim dan suasana organisasi pada umumnya akan menjadi lebih baik.
5. Menjaga kesehatan dan keselamatan
Suatu pelatihan yang tepat dapat membatu dan menghindari timbulnya kecelakaan-kecelakaan dalam bekerja maupun lingkungan organisasi menjadi
lebih aman dan tentram.
6. Menunjang pertumbuhan pribadi
Program pelatihan yang tepat dapat memberikan keuntungan bagi organisasi dan meningkatkan dalam bidang kepribadian, intelektual dan keterampilan karyawan
2.1.5 Keuntungan Pelatihan
Adapun keuntungan pelatihan menurut Kasmir (2016:128-130) bagi karyawan maupun perusahaan setelah mengikuti pelatihan sebagai berikut:
1. Akan memiliki kemampuan
Setelah mengikuti pelatihan, kemampuan karyawan akan bekerja lebih baik terutama dalam hal kecepatan, ketepatan dan kesempurnaan hasil pekerjaannya. Demikian pula bagi perusahaan akan memberikan keuntungan memiliki karyawan yang memiliki kemampuan untuk mengerjakan pekerjaannya dengan sempurna.
2. Sikap dan mental karyawan
Dalam pelatihan, karyawan juga dilatih untuk menanamkan sikap mental karyawan menjadi positif dan lebih baik. Karyawan dapat bekerja keras dan tidak mudah putus asa.
3. Kerja sama
Di lembaga pelatihan karyawan dibentuk agar dapat bekerja sama antar teman dan saling menghargai. Dengan terbentuknya kerja sama ini tentu akan berlanjut setelah mereka bekerja sama nantinya, sehingga kepentingan individu dapat diminimalkan.
4. Disiplin kerja
Karyawan yang mengikuti pelatihan juga diajarkan tentang disiplin dalam hal waktu kerja seperti jam masuk kerja, mengerjakan pekerjaan sampai tuntas dan mengikuti jam pulang kerja sesuai aturan yang ditetapkan.
5. Perilaku karyawan
Pelatihan juga mampu mengubah pandangan atau perilaku karyawan ke arah yang lebih positif sesuai aturan perusahaan.
6. Jenjang karir
Dengan melalui pelatihan calon karyawan akan dapat menentukan jenjang karirnya ke depan, terkadang pelatihan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan jenjang karir agar dapat dipertimbangkan.
7. Loyalitas dan rasa memiliki
Dengan mengikuti pelatihan juga akan meningkatkan loyalitas calon karyawan kepada perusahaan. Sehingga akan bersungguh-sungguh dalam bekerja di perusahaan.
8. Pengetahuan baru
Di dalam pelatihan semua informasi akan diberikan, sehingga semakin sempurna pengetahuan yang diperoleh calon karyawan untuk menyelesaikan pekerjaanya.
2.2 Kinerja Karyawan 2.2.1 Pengertian Kinerja
Robert Bacal dalam Kaswan dan Akhyadi (2015:153) menjelaskan bahwa
“kinerja merupakan tingkat kontribusi yang diberikan pegawai terhadap tujuan
pekerjaanya atau unit kerja dan perusahaan atau organisasi sebagai hasil perilakunya dan aplikasi dari keterampilan, kemampuan, dan pengetahuannya”.
Menurut Robbins dalam Kasmir (2016:183) “kinerja adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi (M), dan kesempatan atau opportunity (O) yaitu:
Kinerja = f (A x M x O)
Artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi. dan kesempatan”.
Menurut Mangkunegara dalam Widodo (2015:131) istilah kinerja dari kata job performance atau actual performance yaitu “hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya”.
Kinerja karyawan mencerminkan pada proses tingkatan pencapaian hasil pekerjaan dengan diterapkanya keterampilan, kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki karyawan. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan, prestasi dan kontribusi karyawan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh perusahaan.
2.2.2 Metode Penilaian Kinerja
Untuk mengetahui tingkat kemampuan kinerja karyawan dalam bekerja di perusahaan, diperlukan adanya penilaian kinerja. Menurut Mondy dan Noe dalam Widodo (147-149), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu:
1. Rating scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-
faktor kinerja (performance factor) seperti dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab. Skala yang digunakan 1 (yang terburuk) sampai 5 (yang terbaik).
2. Critical incidents
Evaluator mencatat dan menyimpan catatan mengenai perilaku atau pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai selama periode penilaian.
3. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan.
Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal.
5. Ranking
Penilaian menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan.
6. Forced distribution
Penilai harus memasukkan dan mengelompokkan individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal, seperti kategori tertinggi, menengah dan terendah. Jika
semua karyawan berprestasi istimewa, pimpinan dipaksa untuk memutuskan siapa yang harus dimasukkan ke dalam kategori yang lebih rendah.
7. Behaviorally anchored rating scales
Evaluator menilai pegawai berdasarkan berapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya.
2.2.3 Dimensi Kinerja
Menurut Armstrong dalam Kaswan dan Akhyadi (2015:153-155), ada delapan dimensi perilaku dalam kinerja pegawai yaitu:
1. Kemampuan tugas spesifik pekerjaan
Seberapa baik pegawai dapat melakukan tugas yang merupakan persyaratan teknis utama dari suatu pekerjaan dan yang membedakan suatu pekerjaandari pekerjaan lainnya.
2. Kemampuan tugas yang tidak spesifik pekerjaan
Seberapa baik bagi pegawai dapat melakukan tugas yang tidak khusus untuk pekerjaan itu, namun diperlukan oleh kebanyakan atau sebagian besar pekerjaan di dalam organisasi.
3. Komunikasi lisan dan tertulis
Seberapa baik pegawai dapat menulis atau berbicara dengan orang lain atau sekelompok orang.
4. Menunjukkan usaha
Seberapa besar orang tersebut dapat berkomitmen terhadap tugas-tugas pekerjaannya dan seberapa tekun dan itensif seorang karyawan dapat melakukan tugas pekerjaanya.
5. Memelihara disiplin pribadi
Seberapa besar seorang pegawai dapat mengatur waktu dalam bekerja hingga bagaimana seseorang menghindari perilaku negatif, seperti penyalah gunaan obat, alkohol, melanggar aturan, mangkir.
6. Memfasilitasi kinerja tim dan rekan kerja
Seberapa baik pegawai mendukung, membantu dan mengembangkan rekan kerjanya dan membantu sebuah tim atau kelompok yang berfungsi sebagai kesatuan yang efektif.
7. Supervisi
Seberapa baik seseorang mempengaruhi pegawai dalam interaksi tatap muka.
8. Manajemen dan administrasi
Seberapa baik seseorang menjalankan fungsi lain manajemen yang bukan bersifat mengawasi, seperti menetapkan tujuan, mengorganisasi orang dan sumber daya, memantau kemajuan, mengendalikan biaya dan mencari sumber daya tambahan.
2.3 Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan 2.3.1 Kisi-kisi Operasional Variabel
Tabel II.1 Operasional Variabel
Variabel Dimensi No Indikator Sumber
Pelatihan Memiliki kemampuan
1
Pelatihan meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan
pekerjaan dengan baik Kasmir (2016:128
-130) 2 Karyawan mengetahui cara untuk
mencapai target dengan tepat waktu
Sikap dan mental karyawan
3
Karyawan diberikan cara bagaimana mengelola emosi dalam bekerja, sikap positif, integritas serta cara mengahadapi orang lain dengan emosi cerdas
Kerja Sama 4
Karyawan mengetahui bagaimana cara membangun team work yang baik demi mencapai tujuan bersama
5
Karyawan dapat menjaga hubungan dan berkomunikasi dengan baik dalam team work
Perilaku
Karyawan 6
Karyawan mengetahui aturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku di perusahaan
Jenjang Karir 7
Program pelatihan yang diberikan sesuai dengan jabatan karyawan yang memperolehnya
Loyalitas Karyawan 8
Karyawan memiliki rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan di perusahaan
Pengetahuan 9
Mendapatkan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui/dimengerti
Kinerja Karyawan
Kemampuan tugas spesifik
pekerjaan 1
Karyawan terampil dan ahli dalam mengerjakan pekerjaan yang sedang dikerjakan
Campbell dalam Kaswan
dan Akhyadi (2015:153 -155) Kemampuan
tugas yang tidak spesifik
pekerjaan 2
Karwan mampu mengoperasaikan alat-alat elektronik seperti komputer, dan lain-lain
Komunikasi lisan dan
tertulis
3
Mempunyai kepercayaan diri untuk melakukan komunikasi dengan antar indvidu maupun sekelompok orang
Menunjukan
usaha 4
Karyawan berkomitmen dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan pekerjaan sampai selesai
Memelihara disiplin
pribadi
5 Karyawan menyelesaikan tugas dengan tepat waktu
Memfasilitasi kinerja tim
dan rekan kerja
6
Dapat melakukan diskusi dengan tim kerja untuk memecahkan suatu masalah dalam mencapai target dan tujuan bersama
Supervisi 7
Karyawan memahami/mengerti tentang tugas-tugas yang diberikan dan mengerjakannya dengan baik Manajemen
dan administrasi
8
Mampu memahami masalah dan menyelesaikan/memberikan
keputusan bagi masalah tersebut secara individu
2.3.2 Uji Instrumen Penelitian
Menurut Siregar (2015:75) “instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk memperoleh, mengolah, dan menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur yang sama”.
Berikut ini ada 2 uji instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Uji Validitas
Menurut Sujarweni (2015:192) “uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel”.
Daftar pertanyaan ini pada umumnya mendukung suatu kelompok variabel tertentu. Jika suatu isntrumen pengukur (tes) mendapatkan validitas tinggi dari instrumen penelitian, artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang dikukur. Uji validitas sebaiknya dilakukan pada setiap butir pertanyaan
di uji validitasnya. Hasil r hitung kita bandingkan dengan r tabel dimana df=n-2 dengan sig 10%. Jika r tabel > r hitung maka valid. Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir-butir pertanyaan pada penelitian yang dibahas, penulis menggunakan metode Correct Item – Total Correlations.
Menurut Priyatno (2014:55) menjelaskan bahwa “Correct Item – Total Correlations yaitu dengan cara mengorelasikan skor item dengan skor totalnya
dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi koefisien item total yang overestimasi.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Anastasia dan Urbina dalam Priyatno (2016:155) “reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji ulang dengan tes yang sama dan kesempatan berbeda atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen yang berbeda, ataupun dibawah kondisi pengujian yang berbeda”.
Menurut Sujarweni (2015:192) “Rebilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan kontruk-kontruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuisioner".
Uji reabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. Cronbach’s Alpha adalah metode yang digunakan untuk menentukan apakah suatu instrumen penelitian reliabel atau tidak, bila jawaban responden berbentuk skala, seperti 1-3, 1-5 dan 1-7 atau jawaban responden yang menginterpretasikan penilaian sikap. Berikut ini adalah rumus Cronbach’s Alpha:
Rumus:
Keterangan:
= Banyaknya item pertanyaan
= Rata-rata kovariansi item-item tersebut
= rata-rata variansi item-item tersebut
Untuk lebih mengetahui seberapa jauh rentang keeratan antara hubungan variabel-variabel tersebut, dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel II.2
Pedoman Intraprestasi Keeratan Hubungan Nilai Reliabilitas Interprestasi
0,8000-1,0000 Sangat tinggi
0,6000-0,7999 Tinggi
0,4000-0,5999 Sedang/cukup
0,2000-0,3999 Rendah
0,0000-0,1999 Sangat rendah
Sumber: Tedi Rusman (2013:67)
2.3.3 Konsep Dasar Perhitungan 1. Populasi dan Sampel
Menurut Trijono (2015:30) “Populasi adalah keseluruhan unit yang menjadi objek kegiatan statistik baik yang berupa instansi pemerintahan, lembaga, organisasi, orang, benda maupun objek lainnya”.
Menurut Sugiyono dalam Riadi (2016:130) “Sampel merupakan suatu bagian dari populasi. Hal ini mencakup sejumlah anggota yang dipilih dari populasi.
Dengan demikian, sebagian elemen dari populasi merupakan sampel”.
Tujuan utama penarikan sampel adalah untuk memperoleh informasi tentang populasi dan dengan mengambil sampel penulis ingin menarik kesimpulan yang
akan digeneralisasi terhadap populasi. Suatu subyek merupakan suatu anggota tunggal dari sampel, sama halnya dengan elemen yang merupakan anggota tunggal dari populasi. Rumus sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rumus slovin. Berikut ini rumus dan keterangan dari rumus slovin yang digunakan oleh penulis.
Rumus:
n =
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah total populasi
e = Batas toleransi eror (10%, dalam penelitian ini)
2. Uji Koefisien Korelasi
Menurut Siregar (2015:337) “koefisen korelasi adalah bilangan yang menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga dapat menentukan arah hubungan dari kedua variabel”.
Pada penelitian ini penulis menggunakan uji korelasi pearson untuk menguji terdapat atau tidak adanya hubungan antara dua variabel yang berdata rasio, yang dilihat dari nilai signifikan dan mengetahui seberapa besar hubungannya yang dilihat dari nilai r.
Menurut Priyatno (2014:51) teknik uji validitas dalam korelasi pearson, yaitu
“dengan cara mengorelasikan skor item dengan skor totalnya. Skor total adalah penjumlahan seluruh item pada satu variabel. Kemudian pengujian signifikansi dilakukan dengan kriteria menggunakan r tabel pada tingkat signifikansi 0,1 dengan uji dua sisi”.
Nilai korelasi ( r ) = (-1 ≤ 0 ≤ 1)
Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi berada di antara -1 sampai 1, sedangkan untuk arah dinyatakan dalam bentuk positif (+) dan negatif (-).
Misalnya:
1. Apabila r = -1, yang berarti korelasi negatif sempurna, artinya terjadi hubungan bertolak belakang antara variabel X dan variabel Y. Jika variabel X akan naik, maka variabel Y turun.
2. Apabila r = 1, yang berarti korelasi positif sempurna, artinya terjadi hubungan searah variabel X dan variabel Y. Jika variabel X naik, maka variabel Y naik.
Tabel II.3
Tingkat Korelasi Dan Kekuatan Hubungan
No. Nilai Korelasi (r) Tingkat Hubungan
1 0,00 - 0,199 Sangat Lemah
2 0,20 - 0,399 Lemah
3 0,40 - 0,599 Cukup
4 0,60 - 0,799 Kuat
5 0,80 - 0,100 Sangat Kuat
Sumber: Siregar (2015:337)
3. Uji Koefisien Determinasi
Menurut Siregar (2015:338) “koefisien determinasi (KD) adalah angka yang menyatakan atau digunakan untuk mengetahui kontribusi atau sumbangan yang diberikan oleh sebuah variabel atau lebih X (bebas) terhadap variabel Y (terikat).
Rumus:
Keterangan:
KD = Nilai koefisien determinasi
r = Koefisien korelasi product moment
100% = Pengali yang menyatakan dalam persentase (%)
4. Persamaan Regresi
Menurut Siregar (2015:379) regresi linear dibagi kedalam dua kategori, yaitu
“regresi linier sederhana yang digunakan hanya untuk satu variabel bebas (independent) dan satu variabel tak bebas (dependent). Sedangkan regresi linier berganda digunakan untuk satu variabel tak bebas (dependent) dan dua atau lebih variabel bebas (independent)”.
Sudaryono (2014:231-232) mengatakan bahwa “ada beberapa yang istimewa di dalam analisis regresi, diantaranya di dalam analisis regresi sudah termasuk analisis korelasi antara variabel independent yang sering disebut faktor-faktor penyebab, dengan variabel dependent. Analisis regresi merupakan suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Jika pengukuran pengaruh ini melibatkan satu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y), dinamakan analisis regresis linier sederhana”
Rumus:
Keterangan:
Y = Variabel terikat X = Variabel bebas
= Konstanta