• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Penambahan Bumps Terhadap Drag Reduction dan Peredaman Vortex Induced Vibration (VIV) pada Riser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Studi Pengaruh Penambahan Bumps Terhadap Drag Reduction dan Peredaman Vortex Induced Vibration (VIV) pada Riser"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Studi Pengaruh Penambahan Bumps Terhadap Drag Reduction dan Peredaman Vortex Induced Vibration (VIV) pada Riser

Dian Cahyo Nugroho(1), Rudi Walujo Prastianto(2), Murdjito(2)

1Mahasiwa Teknik Kelautan ITS, 2Staff Pengajar Teknik Kelautan ITS ABSTRAK

Hal utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan deep-water riser adalah adanya Vortex Induced Vibration (VIV) yang terjadi pada riser akibat arus laut. Gaya eksitasi yang disebabkan oleh arus tersebut akan menyebabkan terjadinya getaran pada struktur riser. Jika hal tersebut terjadi secara terus menerus, getaran tersebut dapat menimbulkan fatigue damage pada struktur riser. Salah satu cara untuk meredam terjadinya VIV pada riser adalah dengan menambahkan perangkat VIV passive control. Tugas akhir ini meneliti efek dari penambahan bumps pada riser sebagai VIV passive control device. Penelitian ini dilakukan secara numerik dengan metode element hingga menggunakan perangkat lunak computational fluids dinamic (CFD). Riser yang digunakan dalam tugas akhir ini dimodelkan sebagai bare cylinder berdiameter 0.5m dan panjang 4m, serta silinder dengan tambahan bumps dimana sudut dan prosentase ketinggian bumps divariasikan. Variasi sudut bumps-nya adalah 30o, 45o dan 60o dengan prosentase ketinggian bumps 5%, 10%, 12%, 15% dan 25%. Variasi angka Reynolds- nya (Re) adalah 5.6104, 2.8105, 5.6105 dan 8.4105. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bumps mampu mereduksi koefisien drag (CD) hingga 28%. Sedangkan peredaman VIV bisa mencapai hingga 58.33% untuk crossflow response amplitude dengan penurunan frekwensi 1.5%..

Keywords: VIV, drag force, riser, passive control, bumps, CFD.

1. Pendahuluan

Hal utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan deep-water riser adalah adanya Vortex Induced Vibration (VIV) yang terjadi pada riser akibat arus. Gaya eksitasi yang disebabkan oleh arus tersebut akan menyebabkan terjadinya getaran pada struktur riser. Getaran tersebut akan menyebabkan peningkatan gaya drag yang bekerja pada struktur. Jika hal tersebut terjadi secara terus menerus, getaran tersebut dapat menimbulkan fatigue damage pada struktur riser. Oleh karena itu, penting bagi engineer untuk memprediksi secara akurat getaran yang terjadi sekaligus menentukan metode apa yang cocok untuk meredam terjadinya getaran.

Blevins (1990) memberikan empat cara untuk meredam terjadinya VIV, yaitu:

meningkatkan reduced damping,

menghindari terjadinya resonansi, menggunakan streamlined cross section, serta menambahkan alat peredam vortex (vortex suppression devices). Jones dan Lamb dalam Lubbad (2007) membagi alat peredam vortex tersebut menjadi tiga kategori: topographic devices, shrouds, dan wake stabilizers.

Owen et al. (2000) melakukan pengujian fisik terhadap circular cilinder, circular croos-sectional body dengan sinuosious axis dan circular cylinder dengan hemispherical bump. Bumps adalah salah satu supression devise yang berbentuk benjolan pada riser dengan konfigurasi tertentu. Bedasarkan hasil eksperimennya, bumps pada riser dapat mereduksi gaya drag hingga 25%. Pada penelitian ini konfigurasi bumps yang dipakai adalah disusun spiral dengan sudut 45o.

(2)

2

2. Dasa Teori 2.1 Riser

Riser adalah pipa yang berfungsi sebagai sarana untuk mentransport minyak dan gas dari dasar laut ke fasilitas produksi yang ada di permukaan laut. Riser mempunyai peranan penting untuk pengeboran, produksi dan transportasi hidrokarbon dan fluida lainnya pada produksi minyak dan gas lepas pantai.

Untuk sistem floating production, riser menghubungkan floating platform dengan sumur gas atau minyak, platform lainnya, fasilitas ekspor untuk menyalurkan miyak atau gas ke pantai atau tanker dan satelit sumur di dasar laut (Bai, 2001).

2.2 Gaya Fluida

Vortex shedding dapat menimbulkan gaya drag dan gaya lift pada silinder bulat.

Gaya lift mempunyai arah tegak lurus terhadap silinder sedangkan gaya drag sejajar dengan silinder. Karena pergantian vortex wake, maka osilasi gaya lift terjadi pada frekuensi vortex shedding dan gaya drag terjadi pada dua kali frekuensi vortex shedding.

Gambar 1. Gaya lift dan drag pada silinder (Techet 2005)

Gaya resultan searah dengan kecepatan disebut sebagai drag dan gaya resultan yang tegak lurus terhadap arah kecepatan disebut lift, seperti pada Gambar 1. Berikut adalah persamaan dalam perhitungan gaya fluida:

∫ ∫

∫ (1)

∫ ∫

∫ (2)

Bentuk-bentuk tak berdimensi dari lift dan drag adalah koefisien lift dan koefisient drag. Koefisient lift (CL) dan koefisient drag (CD) didefinisikan sebagai berikut:

(3)

(4)

2.3 Vortex Induced Vibration

Vortex induced vibrations (VIV) terjadi karena adanya resonansi pada struktur.

Ada dua jenis getaran yang mungkin terjadi pada riser yaitu in-line dan cross- flow.

(a)

(b)

Gambar 2. Pola aliran in-line dan cross- flow disekitar silinder

2.4 Persamaan Gerak

Jika suatu silinder berada pada aliran steady maka akan terjadi pelepasan vortex (Re>40) yang dapat menimbulkan gaya angkat dan gaya drag. Gaya angkat akan menimbulkan getaran tegak lurus arah aliran fluida atau Cross-Flow Vibration, sedangkan gaya drag dapat menimbulkan getaran yang searah dengan arah aliran fluida atau In-Line Vibration.

(3)

3

Gambar 3. Cross-Flow Vibration dan Inline Vibration (Sumer, et al. 1999) Untuk mencari persamaan gerak, persamaan gerak yang digunakan untuk menggambarkan vortex-induced vibration pada silinder adalah:

(5)

( ) – (6)

( )

(7)

(9)

(10)

( (

)) ( ) (11)

3. Pengolahan Data Output

Penelitian pada tugas akhir ini dilakukan secara numerik dengan menggunakan metode computational fluids dinamic (CFD). Berdasarkan metode tersebut, nantinya akan diperoleh data berupa gaya fluida. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah membandingkan keefektifan bumps dalam mereduksi gaya drag yang terjadi.

Untuk menghitung besarnya CD, persamaan yang digunakan adalah persamaan 4.

Tahap selanjutnya setelah mengetahui konfigurasi yang paling optimum dalam mereduksi gaya drag adalah menhitung VIV. Dalam hal ini, model yang digunakan adalah yang palin efektf mereduksi CD pada silinder. Model tersebut di running dengan total time 120s

dan time step 0,01s. Dari hasil running tersebut nantinya didapatkan gaya fluida berupa fungsi terhadap waktu.

Dari data tersebut, dapat kita hitung VIV pada riser dengan menggunakan persamaan 5 ~ 11. Hasil yang didapatkan adalah berupa grafik respons riser. Dari garfik response tersebut, kemudian dapat kita ketahui parameter-parameter dari VIV yaitu berupa Amean/D, ARMS/D dan frekwensi. Nilai Amean/D dan ARMS/D dihitung pada data yang telah stabil, sedangkan frekwensi respon riser didapatkan dengan analisa FFT dengan bantuan MATLAB. Nilai Amean/D mewakili dari defleksi yang terjadi pada riser, nilai ARMS/D adalah amplitudo dari getaran yang terjadi sedangkan frekwensi adalah menunjukkan kerapatan dari osilasi.

4. Metodologi 4.1. Data Riser

Dimensi riser yang digunakan adalah sebagai berikut:

 Diameter : 0.5 m

 Panjang : 4 m

 ketinggian bumps: 5%, 10%, 12%, 15%, 25%

 sudut bumps : 30° ; 45° ; 60°

 Re : 5.6x104, 2.8x105, 5.6x105, 8.4x105.

4.2 Pemodelan

Model riser dibuat dengan bantuan CAD, kemudian diconvert ke ICEM CFD.

Gambar 4. Pembuatan pada CAD

(4)

4

Domain Fluida yang digunakan dalam pemodelan adalah:

 panjang : 8 kali diameter riser

 lebar : 5 kali diameter riser

 tinggi : sesuai tinggi riser (4m)

Gambar 5. Domain fluida 4.3 Meshing

Meshing yang dipakai dalam pemodelan adalah jenis robust octree. Jenis meshing mempunyai keunggulan lebih telitidalam perhitungan dibanding meshing jenis lain untuk jumlah elemen yang sama, terutama

banyak digunakan untuk benda uji dengan geometri yang komplek (ANSYS, 2002).

Gambar 6. Meshing robust octree 5. Analisa Hasil dan Pembahasan 5.1. Sensitivitas Meshing dan Validasi Untuk mengurangi tingkat kesalahan antara analisa numeris dengan analisa eksperimen perlu dilakukan validasi.

Validasi ini adalah membandingkan hasil uji fisik yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan hasil dari pemodelan numeris.

Gambar 7. Sensitivitas meshing model validasi Berdasarkan gambar 7, gaya pada model

validasi mulai stabil pada jumlah meshing diatas 2x106. Ukuran yang digunakan dalam validasi adalah pada tabel 1.

Tabel 1. Ukuran meshing yang dipakai untuk model validasi

Keterangan Meshing

Inlet 0.005 mm

Outlet 0.005 mm

Riser 0.001 mm

Wall 0.005 mm

Fluid Robust octree Jumlah meshing 2.136.576 element

Setelah didapatkan ukuran meshing yang sesuai, tahap selanjutnya adalah

melakukan validasi hasil CFD dengan jurnal.

Tabel. 2. Validasi model CFD

CFD Jurnal Error

F (N) U (m/s) CD Re CD (%)

0.66 0.198 1.124 11100 1.15 2.315 0.986 0.250 1.056 14000 1.1 4.210 1.371 0.300 1.019 16800 1.08 5.960 1.782 0.350 0.973 19600 1.03 5.823 2.246 0.400 0.939 22400 1 6.469 2.654 0.448 0.884 25100 0.92 4.081 3.129 0.498 0.843 27900 0.85 0.777

(5)

5

Gambar 8. Validasi model CFD 5.2 Analisa Perubahan Koeffisien Drag

Berdasarkan validasi yang dilakukan sebelumnya dengan hasil rata-rata error sebesar 4,23% maka analisa numeris dapat dipergunakan untuk model dengan variasi lain. Dimensi yang digunakan dalam sensitivitas meshing ini sesuai dengan

dimensi yang akan digunakan dalam tugas akhir ini, yaitu silinder dengan diameter 0.5 m, panjang 4 m dan bumps 10 %.

Variasi jumlah element meshing yang digunakan adalah dari 2.3x105 sampai 1.9x106 element meshing.

Gambar 9. Sensitifitas meshing model uji Berdasarkan gambar 9, meshing dengan

jumlah element 7.4x105 mulai stabil terhadap gaya dari CFD. Dengan mempertimbangkan kapasitas computer yang dipakai, jumlah meshing model uji ditentukan + 8x105 element meshing.

Tabel 3. Ukuran meshing yang dipakai untuk model validasi

Keterangan Meshing

Inlet 0.007 mm

Outlet 0.007 mm

Riser 0.002 mm

Wall 0.01 mm

Fluid Robust octree

Jumlah meshing + 8250000 element

(6)

6

Hasil dari penelitian perubahan CD dapat dilihat pada gambar 10 ~ 13.

Gambar 10 Grafik CD terhadap prosentase bumps Re=5.6 x 10⁴ Pada Re=5.6x104 perubahan nilai CD riser

dengan bumps sangat signifikan, dimana hasil minimum berada pada prosentase bumps 8% ~ 13% untuk sudut 30o, 45o dan

60o. Berdasarkan hasil dari CFD, nilai CD

paling kecil adalah 0.122 pada bumps 12%, sudut 30o (28.82% dari bare riser).

Gambar 11. Grafik CD terhadap prosentase bumps Re=2.8 x 105 Gambar 4.5 menunjukkan pola perubahan

CD untuk Re=2.8x105. Konfigurasi paling optimal adalah riser dengan bumps konfigurasi sudut 30%, dimana hasil

paling minimum pada prosentase bumps 10% dengan nilai CD 0.115, lebih rendah 16.06% daripada bare riser.

(7)

7

Gambar 4.6 Grafik CD terhadap prosentase bumps Re = 5.6 x 105 Konfigurasi terbaik adalah riser dengan

bumps 30o 10% dengan nilai CD 0.109.

Konfigurasi ini mampu mereduksi CD

13.406% dari bare riser

Gambar 12 Grafik CD terhadap prosentase bumps Re = 8.4 X 105 Pengujian dengan Re 8.4 X 105 juga

menunjukkan karakter seperti pada pengujian 2 Re sebelumnya. Konfigurasi bumps paling optimal adalah riser dengan bumps 30o 10%. CD dari komfirurasi ini 0.106, lebih kecil 9.152% daripada bare riser. Riser dengan sudut 45o kurang optimal untuk bumps diatas 12%. CD yang dihasilkan lebih tinggi daripada bare riser.

Secara umum, penambahan bumps pada riser dapat mereduksi koefisien drag pada riser. Bumps dengan prosentase kecil cenderung lebih efektif dalam mereduksi gaya fluida pada riser. Hal ini sesuai dengan percobaan fisik yang dilakukan oleh Owen et al. (2000).

5.3 Karakteristik VIV

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya diketahui bahwa model dengan konfigurasi bumps 10% sudut 30o menghasilkan peredaman CD paling baik dibandingkan dengan konfigurasil lain.

Model dengan bumps 10% sudut 30o ini unggul di semua rentang Re pada pengujian, dimana hasil peredaman paling signifikan pada Re=5.6x104. Dalam

analisa ini respon model riser dengan bumps 10% sudut 30o akan dibandingkan dengan model bare riser.

Analisa yang digunakan dalam perhitungan VIV ini adalah time domain analysis, dimana dimana gaya yang dihasilkan adalah fluktuatif terhadap waktu. Pada pemodelan ini riser dimodelkan dengan pendekatan flexibly mounted cylinder dimana silinder diibaratkan dikaitkan dengan spring tanpa redaman. Parameter untuk pengujian terkait adalah massa total riser 987.5kg dan k spring 1000 N/m. Pemilihan k spring adalah berdasarkan pada grafik telah stabil polanya.

Hasil dari analisa VIV ini dapat dilihat pada gambar 13 ~ 16 dan tabel 4 ~ 7. Pada gambar tersebut disajikan pola aliran fluida dan nilai respons riser (mean, RMS dan frekwensi). Pola aliran diambil pada akhir time step. Model pada Re yang sama, dianalisa menggunakan time step yang sama pula. Nilai Amean/D dan ARMS/D dihitung pada data yang telah stabil, sedangkan frekwensi respon riser

(8)

8

didapatkan dengan analisa FFT dengan bantuan MATLAB.

Pada tabel 4 ~ 7 dapat dilihat perbedaan nilai dari parameter respons antara bare riser dengan riser dengan bumps.

Parameter tersebut menunjukkan karakteristik dari VIV. Amean/D menunjukkan besarnya defleksi yang terjadi, ARMS/D menunjukkan besarnya amplitudo sedangkan frekwensi menunjukkan intensitas terjadinya osilasi pada riser tiap satuan waktu.

Gambar 13 Pola aliran dan respons struktur Re=5.6 x 10⁴

Tabel 4. Parameter respons Re=5.6 x 10⁴

Inline AMean/D ARMS/D Frek (Hz) Bare 1.21E-05 1.14E-05 0.133 Bumps 3.23E-06 4.47E-06 0.133 Crossflow AMean/D ARMS/D Frek (Hz) Bare -7.83E-07 3.94E-05 0.131 Bumps -6.64E-06 1.64E-05 0.129

Pada tabel 4 dapat dilihat perbedaan nilai dari parameter respons antara bare riser dengan riser dengan bumps. Dari data tersebut, defleksi inline response riser dengan bumps mengalami penurunan sebesar 73.32% (1.21e-5 ~ 3.233-6) terhadap bare riser. Karakterisrik VIV pada Re=5.6x10⁴ dapat dilihat dari nilai ARMS/D dan frekwensi. Setelah penambahan bumps pada riser, amplitudo crossflow mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 58.33% (3.9e-5 ~ 1.64e-5). Penurunan amplitudo crossflow ini juga diiringi penurunan frekwensi pada riser sebesar 1.5% (0.131 Hz ~ 0.129 Hz).

(9)

9

Gambar 14. Pola aliran dan respons struktur Re=2.8 x 105

Tabel 5. Parameter respons Re=2.8x105

Inline AMean/D ARMS/D Frek Bare 7.44E-05 2.75E-05 0.133 Bumps 2.95E-05 1.89E-05 0.133 Crossflow AMean/D ARMS/D Frek Bare -4.03E-06 2.00E-04 0.132 Bumps 5.34E-06 1.54E-04 0.133

Penambahan bumps mereduksi defleksi inline respons sebesar 60.34% (7.44e-5 ~ 2.95e-5) terhadap bare riser. Terjadi penurunan nilai amplitudo, namun terjadi kenaikan pada frekwensi. Amplitudo crossflow respons riser mengalami penurunan sebesar 31.18% (2e-4 ~ 1.5e-4) terhadap bare riser. Frekwensi pada crossflow mengalami kenaikan 0.75%

(0.132 Hz ~ 0.133 Hz). Berdasarkan perubahan yang terjadi pada amplitudo dan frekuensi tersebut, besarnya VIV pada riser bisa berkurang dan penambahan bumps efektif dalam mereduksi VIV.

Gambar 15 Pola aliran dan respons struktur Re=5.6 x 105

Tabel 6. Parameter respons Re=5.6x105

Inline AMean/D ARMS/D Frek (Hz) Bare 1.04E-03 4.46E-04 0.143 Bumps 6.24E-04 3.10E-04 0.143 Crossflow AMean/D ARMS/D Frek (Hz) Bare -1.47E-05 1.09E-03 0.141 Bumps 2.17E-05 9.26E-04 0.141

Setelah penambahan bumps pada riser, defleksi pada inline response mengalami penurunan sebesar 39.74% (1.04e-3 ~ 6.24e-4). Pada Re ini amplitudo crossflow response mengalami penurunan sebesar 14.98% (1.09e-3 ~ 9.26e-4) terhadap bare riser. Frekwensi crossflow response pada Re ini tidak mengalami perubahan yaitu tetap 0.141 Hz.

(10)

10

Gambar 16. Pola aliran dan respons struktur Re=8.4 x 105

Tabel 7. Parameter response Re=8.4x105

Inline AMean/D ARMS/D Frek (Hz) Bare 2.38E-03 1.14E-03 0.139 Bumps 2.39E-03 1.06E-03 0.139 Crossflow AMean/D ARMS/D Frek (Hz) Bare -1.33E-04 3.67E-03 0.139 Bumps 5.56E-05 3.00E-03 0.139

Defleksi inline response riser dengan bumps mengalami kenaikan namun tidak terlalu besar yaitu 0.72% (2.38e-3 ~ 2.39e- 3) terhadap bare riser. Karakteristik respon riser dapat dilihat dari nilai Setelah penambahan bumps pada riser, amplitudo crossflow mengalami penurunan sebesar 18.23% (3.6e-3 ~ 3.00e-5). Frekwensi pada riser tidak mengalami perubahan, yaitu 0.139 Hz.

Untuk mempermudah dalam melihat pengaruh penambahan bumps terhadap reduksi VIV, maka hasil dari tabel 4 ~ 7 disajikan dalam grafik. Dari ketioa grafik tersebut, penambahan bumps terlihat cukup efektif mereduksi VIV untuk Re=5.6x104, Re=2.8x105 dan Re=5.6x105.

Pada Re 8.4x105 nilai amplitudo dari riser dengan bumps lebih besar dari bare riser.

Gambar.17 Grafik A/D mean terhadap Re

Gambar 18 Grafik A/D RMS terhadap Re

Gambar 19 Grafik Frekwensi terhadap Re

Gambar 17 berupa grafik hubungan antara Amean/D dengan Re. Pada grafik tersebut.

Nilai Amean/D pada grafik tersebut adalah nilai absolute, karena tanda positif dan negative hanya menandakan arah dari defleksi yang terjadi. (ke kiri atau kekanan). Gambar 18 berupa grafik hubungan antara ARMS/D dengan Re dan gambar 19 berupa grafik hubungan frekwensi terhadap Re. Berdasarkan gambar 17 ~ 19 dapat terlihar bahwa

(11)

11

Amean/D dan ARMS/D berbanding terbalik dengan Re. Frekwensi juga cenderung berbanding terbalik dengan Re, tapi pada Re=8.4x105 nilai frekwensi yang didapat justru lebih kecil dari Re=5.6x105. Dari ketiga grafik tersebut, penambahan bumps terlihat cukup efektif mereduksi VIV yang terjadi pada riser.

5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan`

Berdasarkan hasil dan analisa dari tugas akhir ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Prosentase ketinggian bumps kecil (+

10%) lebih efektif dalam mereduksi gaya fluida dari pada bumps dengan prosentase ketinggian besar.

Konfigurasi bumps 10% ini dapat mereduksi CD hingga 28% pada Re=5.6x104.

2. Penambahan bumps dengan konfigurasi ketinggian 10% dan sudut putar 30o cukup efektif dalam mereduksi VIV yang terjadi pada riser. Penambahan bumps dapat mengurangi turbulensi di belakang riser, sehingga dapat menguragi frekwensi serta amplitudo pada riser dengan tambahan bumps. Penurunan VIV paling signifikan terjadi pada Re=5.6x104 dengan nilai penurunan defleksi inline respons sebesar 73.32%, amplitude crossflow respons sebesar 58.33% dan frekwensi crossflow sebesar 1.5%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pemodelan dengan metode meshing atau software lain yang dapat memunculkan pola aliran di belakang riser, sehingga dapat diketahui pola aliran antara bare riser dengan riser dengan bumps.

2. Perlu divariasikan model dengan variasi pitch dan rentang Re yang lebih luas.

3. Untuk pengembangan peelitian lebih lanjut, pemilihan nilai k spring yang digunakan sesuai dengan keadaan nyata riser serta penelitian dilakukan dengan koppel analysis

Daftar Pustaka

ANSYS Realease 11.0. ANSYS Theory Reference. Documentation for ANSYS

ANSYS. 2002. ANSYS ICEM CFD Tutorial Manual11.0, Canada.

Blevins, R. D. 2001. Flow Induced Vibration. Krieger Publishing company, Florida.

Chakrabarty, S.K, 2005. Handbook of Offshore Engineering Volume II, Oxford: Elsevier

Craig Jr., Roy R. 1981. Structural Dynamic An Introdssuction to Computer Methods.

Department of Aerospace Engineering and Engineering Mechanics in The University of Texas. Austin.

Djatmiko, E.B. 2009. Diktat Kuliah Hidrodinamika 2. Jurusan Teknik Kelautan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Huang, K, Chen, H.C, dan Chen, C.R.

2007, Deepwater Riser VIV Assesment by Using a Time domain Simulation Approach, Proceeding of Offshore Technologi Conference.

Houston, Texas, USA, 30 April-3 May.

Indiyono, P., 2004, Hidrodinamika Banguan Lepas Pantai, Surabaya:

SIC.

(12)

12

Owen et al., 2000, Passive Control of VIV with Drag Reduction. Journal of Fluids and Structures15, 597-605 Purwati, L. 2009. Analisa Fatigue Akibat

Vortex induced vibration Pada Riser Tension Leg Platform. Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Kelautan ITS.

Ridhananda, M.Y. 2009. Analisis pengaruh helical strakes untuk peredaman vortex induced vibration (viv) terhadap respons dinamis deep-water riser. Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan Teknik Kelautan ITS.

Sumer et al., B. Mutlu. 1999.

Hydrodynamics around Cylindrical Structures. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., Singapore.

Zdravkovich, M.M., 1981. Reviewand classification of various

aerodssynamic and

hydrodssynamic means for suppressing vortex shedding. Journal of Wind Engineering and Industrial Aerodssynamics 7, 145–189.

Zhang PF, Gao L, Wang JJ. Numerical simulation of flow around cylinder with an upstream rodss in tandem at low Reynolds numbers. Applied Ocean Research 28 (2006) 183–

192.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan Memanfaatkan limbah kulit durian sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dan mengetahui jenis dan kosentrasi asam yang digunakan pada

Dari hasil perhitungan matematis yang sudah dilakukan berdasarkan standar WHO dan regulasi EMF di Korea Selatan, seperti pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8, dapat disimpulkan

Pada permulaan proses penghasilan projek, perbincangan dilakukan dan mendapati alat ini memerlukan penambahan komponen untuk memudah kan proses menekan bebola

rangkum adalah minuman keras sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan bisa mengakibatkan kematian, apabila di konsumsi secara berlebihan selanjutnya akan

Mahasiswa yang menyelesaikan masalahnya problem focus coping adalah mahasiswa yang fokus terhadap penyelesaian masalahnya dan dirinya akan bereaksi dengan bantuan-bantuan dari

Sementara itu, lahan gambut menjadi areal yang potensial untuk kehidupan ikan lokal perairan rawa diantaranya ikan gabus ( Channa striata), betok ( Anabas

Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini menurut hasil uji analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara dislipidemia dengan status PAP pada