EFEK SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL
TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA
REMAJA PUTRI
GIAN NUBEKTI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRACT
GIAN NUBEKTI. The effect of multivitamin mineral supplementation to malondialdehyde plasma of female adolescent. Supervised by RIMBAWAN & MIRA DEWI.
The objective of this study was to analyze effect of multivitamin mineral (MVM) supplementation to malondyaldehide plasma of female adolescent. Design of this study was the quasi experimental with control, double blind. Samples were First Common Year female students of Bogor Agricultural University (TPB-IPB). The 28 samples consisted of 11 anemia and 17 non-anemia were divided into control and intervention group. There were control anemia group (6 samples), intervention anemia group (5 sampels), control non-anemia group (7 samples) and intervention non non-anemia group (10 samples). Intervention group received MVM supplement 15 ml/day that contained vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, ferro gluconate, calcium gluconate, mangan sulfate, and zinc sulfate, whereas control group received placebo syrup. The malondialdehyde plasma was analyzed by TBARS method. The statistical test (Anova) showed that malondialdehyde were relatively homogenous in baseline and also endline (p>0,05). The results of paired sample t-test showed that there were no significant changing in plasma malondyaldehide concentration in all groups (p>0.05) respectively. Based on this result, we concluded that there was no influence of multivitamin mineral suplementation to plasma malondialdehyde on female adolescent.
RINGKASAN
GIAN NUBEKTI. Efek Suplementasi Multivitamin Mineral Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma Remaja Putri. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan MIRA DEWI.
Anemia memberikan banyak dampak dalam kehidupan. Penelitian yang dilakukan El Azab et al. (2008) dan Emokpae et al. (2010) menunjukkan bahwa kondisi kekurangan hemoglobin dapat menyebabkan penurunan sistem pertahanan tubuh. Salah satu penanganan anemia dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi Fe ataupun suplemen multivitamin mineral (MVM). Beberapa hasil penelitian menunjukkan pemberian MVM lebih efektif dalam menangani anemia. Pemberian suplemen besi saja dalam kasus tertentu dapat menyebabkan peningkatan stres oksidatif dalam tubuh. Dalam penelitian ini sampel diberikan suplemen multivitamin mineral yang selain diharapkan dapat memperbaiki status besi tubuh juga dapat memperbaiki status oksidatif tubuh.
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap kadar malondialdehid remaja putri. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi dan status gizi sampel, 2) Menganalisis frekuensi pangan antioksidan sampel, 3) Menganalisis asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi rata-rata sampel, 4) Menganalisis hubungan antara kadar hemoglobin dan kadar malondialdehid, dan 5) Menganalisis pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap kadar MDA plasma.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental tersamar ganda dengan kontrol. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 28 orang yang terbagi kedalam 4 kelompok perlakuan: Kontrol anemia, kontrol non-anemia, intervensi anemia, dan intervensi non-anemia. Analisis kadar MDA dilakukan di laboratorium Biokimia Gizi Departemen Gizi Masyarakat, IPB, dengan metode TBARs. Analisis kadar Hb dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia dengan metode cyanmethemoglobin. Penelitian dilaksanakan pada April-September 2012.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data karakteristik sampel, status gizi, konsumsi, dan data kadar MDA. Data karakteristik sampel dan data konsumsi diperoleh melalui wawancara kuisioner. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan serta persen lemak tubuh pada saat sebelum dan sesudah intervensi. Data konsumsi diperoleh melalui kuisioner food frequency dan food record. Wawancara food frequency dilakukan di awal penelitian, sedangkan pengisian food record
dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu pada hari kerja dan hari libur selama 56 hari intervensi. Data-data dari food record diolah menggunakan
Nutrisurvey untuk memperoleh asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk memperkirakan total asupan antioksidan pangan antioksidan sampel. Kandungan antioksidan pangan diperoleh melalui The Antioxidant Food Table (Carlsen et al. 2010). Analisis MDA dilakukan di awal dan akhir penelitian.
Seluruh data diolah menggunakan Ms. Excel dan SPSS 16. Pengelompokan tingkat kecukupan energi dan protein adalah <70% defisit berat, 70-79.9% defisit sedang, 80-89.9% defisit ringan, 90-109.9% normal, dan >110% berlebih (Depkes 1996). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikelompokkan
menjadi <77% kurang dan ≥77% cukup (Gibson 2005). Kadar Hb dikelompokkan
(<10 mg/dl). Parameter kadar malondialdehid yang digunakan adalah normal (<1.01 μmol/L), dan tidak normal (>1,01 μmol/L) (Wasowicz et al. 1993).
Rata-rata usia seluruh sampel adalah 18.80±0.25 tahun, dan dengan uji Anova ditunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata usia sampel (p>0.05) pada seluruh kelompok perlakuan. Rata-rata pendapatan sampel adalah sebesar Rp 736 846±235. Rata-rata biaya konsumsi pangan sampel adalah sebesar Rp 15 383/hari. Berdasarkan uji Anova, tidak terdapat perbedaan nyata pendapatan dan pengeluaran pangan sampel pada masing-masing kelompok perlakuan (p>0.05).
Asupan dan tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, vitamin C, vitamin B1, B2, B6, kalsium, Fe dan seng dari makanan tidak berbeda nyata pada seluruh kelompok perlakuan (p>0.05). Dengan adanya suplementasi, asupan vitamin C, vitamin B1, B2, B6, Fe, dan seng berbeda nyata antara kelompok kontrol anemia dan non anemia dengan kelompok intervensi anemia dan nonanemia, sedangkan asupan dan tingkat kecukupan kalsium masih tetap relatif sama pada seluruh kelompok perlakuan. Rata-rata asupan antioksidan pangan seluruh kelompok perlakuan adalah sebesar 2.44 mmol/hari.
Tingkat kecukupan energi sampel sebanyak 43% (n=12) berada pada kategori defisit berat dan 40% (n=11) sampel dalam kategori defisit sedang. Tingkat kecukupan protein sampel sebagian besar berada dalam kategori normal (57%). Tingkat kecukupan vitamin A sampel 100% (n=28) berada dalam kategori cukup, sedangkan tingkat kecukupan vitamin E, vitamin C, vitamin B1, zat besi, vitamin B2, B6 sampel sebagian besar berada dalam kategori kurang.
Rata-rata berat badan (BB) seluruh sampel sebelum dan sesudah intervensi adalah 51.98±7.07 kg dan 51.46±7,65 kg. Rata-rata tinggi badan sampel sebelum dan sesudah intervensi adalah 154.3±5.77 cm. Rata-rata persen lemak tubuh sampel pada sebelum dan sesudah intervensi adalah sebesar 27.21% dan 27.24±4.51%. Tidak terdapat perbedaan nyata berat badan dan tinggi badan antar kelompok perlakuan baik sebelum dan sesudah intervensi. IMT dan persen lemak tubuh setelah intervensi berbeda nyata antara kelompok perlakuan. Berdasarkan uji Paired t-test, berat badan, IMT dan persen lemak tubuh tidak berubah secara nyata.
Rata-rata kadar malondialdehid plasma sebelum dan sesudah intervensi adalah sebesar 1.44±0.27 μmol/L dan 1.37±10.19 μmol/L. Berdasarkan uji Anova, tidak terdapat perbedaan nyata kadar MDA pada seluruh kelompok perlakuan, baik sebelum dan sesudah intervensi. Uji paired t-test menunjukkan tidak terdapat perubahan yang nyata kadar MDA sebelum dan sesudah intervensi pada seluruh kelompok perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian suplemen MVM tidak berpengaruh terhadap kadar MDA plasma.
EFEK SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL
TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA
REMAJA PUTRI
GIAN NUBEKTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul : Efek Suplementasi Multivitamin Mineral terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma Remaja Putri
Nama : Gian Nubekti NIM : I14080004
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Dr. Rimbawan Pembimbing 1
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Suplementasi Multivitamin Mineral Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma Darah Remaja Putri” sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan usulan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Mama dan Papa tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan
senantiasa berdoa untuk kesuksesan penulis. Adikku tersayang atas dukungan persaudaraan yang selalu diberikan kepada penulis.
2. Dr. Rimbawan dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak atas semua bimbingan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis. 3. Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji
atas segala kritik, saran, dan masukan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan dan masukannya selama ini.
5. Bapak Mashudi, sebagai pembimbing di Laboratorium Biokimia Gizi dan Analisis Pangan dan Gizi atas segala ilmu dan bimbingan yang luar biasa diberikan kepada penulis.
6. Direktorat Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor yang telah menyediakan dana untuk penelitian ini.
7. Mahasiswi-mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB, sebagai responden dalam penelitian yang bersedia mengikuti rangkaian penelitian dari awal hingga akhir.
9. Seluruh Staf Tata Usaha Gizi Masyarakat, atas semua kelancaran administratif dan bantuan yang telah diberikan selama penulis kuliah di Departemen Gizi Masyarakat.
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, Maret 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Banjarnegara pada tanggal 08 September 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Sarbini dan Ibu Supriyati. Pendidikan SD ditempuh di SDN Korpri III Baleendah dan SDN 1 Semampir, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Banjarnegara dan SMPN 1 Mataram. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMAN 1 Mataram dan mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswi penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus. Pada tahun 2009-2012, penulis aktif dalam himpunan keprofesian HIMAGIZI (Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi) sebagai staf Informasi dan Komunikasi, serta Staf Hubungan Kemasyarakatan. Pada tahun 2012, penulis menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Gizi Dalam Daur Kehidupan (GDDK) dan Ekonomi Pangan dan Gizi (EPG). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif sebagai anggota dalam Perkumpulan Pecinta Tari Saman Institut Pertanian Bogor (IPB), Bungong Puteh. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian baik skala regional maupun nasional. Selain itu, penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2011-2012.
Penelitian yang berjudul “Efek Suplementasi Multivitamin Mineral
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 3
Tujuan umum 3
Tujuan khusus 3
Hipotesis 4
Manfaat Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Remaja 5
Anemia 6
Suplementasi Zat Besi 8
Zat Besi 9
Vitamin C 9
Kalsium 10
Mangan 11
Seng 11
Radikal Bebas 12
Antioksidan 14
Parameter untuk Menilai Status Oksidatif (Kadar MDA) 15
KERANGKA PEMIKIRAN 17
METODOLOGI PENELITIAN 19
Tempat dan Waktu 19
Desain Penelitian 19
Teknik dan Penarikan Contoh 19
Pelaksanaan Suplementasi 20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Karakteristik Sampel 27
Latar Belakang Sosial Ekonomi Keluarga 27
Umur 29
Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Sampel 29
Status Gizi Antropometri 30
Konsumsi Pangan 33
Kebiasaan Konsumsi Pangan Antioksidan 34
Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 36
Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 36
Asupan dan Tingkat Kecukupan Vitamin 39
Asupan dan Tingkat Kecukupan Mineral 44
Asupan Antioksidan Pangan 47
Suplementasi Multivitamin Mineral 47
Kepatuhan Konsumsi Suplemen 47
Konsumsi Suplemen 49
Kadar Malondialdehid Plasma 50
Kadar Malondialdehid Plasma Sebelum Intervensi 50
Kadar Malondialdehid Plasma Setelah Intervensi 52 Pengaruh Pemberian Suplemen Multivitamin Mineral terhadap Kadar
Malondialdehid Plasma 53
Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kadar Malondialdehid 55
KESIMPULAN DAN SARAN 59
Kesimpulan 59
Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 61
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Angka kecukupan gizi usia remaja perempuan 6
2 Batas normal kadar hemoglobin 7
3 Kandungan zat gizi suplemen multivitamin mineral 21 4 Variabel, indikator dan cara pengumpulan data 22 5 Kategori dan kriteria untuk setiap variabel penelitian 24 6 Karakteristik sosial-ekonomi sampel dan keluarga sampel menurut
kelompok perlakuan 28
7 Rata-rata sebaran umur sampel pada masing-masing kelompok 29 8 Pemasukan dan pengeluaran pangan perbulan sampel pada
masing-masing kelompok 29
9 Rata-rata berat badan, tinggi badan, indeks masa tubuh dan persen lemak tubuh sampel menurut kelompok sebelum dan sesudah
suplementasi 30
10 Rata-rata frekuensi konsumsi pangan tinggi dan kaya antioksidan 34 11 Asupan energi dan protein dari makanan dan suplemen multivitamin
mineral pada masing-masing kelompok perlakuan 37 12 Tingkat kecukupan gizi energi dan protein masing-masing kelompok
perlakuan 38
13 Sebaran sampel menurut tingkat kecukupan energi dan protein pada
masing-masing kelompok perlakuan 38
14 Asupan vitamin A, vitamin E, vitamin C, vitamin B1, vitamin B2, dan
vitamin B6 dengan dan tanpa asupan suplemen multivitamin mineral 39 15 Angka kecukupan vitamin A, vitamin E, vitamin C, vitamin B1, vitamin B2,
dan vitamin B6 dari makanan dan suplemen pada masing-masing
kelompok perlakuan 42
16 Sebaran sampel menurut tingkat kecukupan vitamin A, vitamin E, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin B6 pada masing-masing kelompok perlakuan 42 17 Asupan mineral dari makanan dan suplemen pada masing-masing
kelompok perlakuan1 44
18 Tingkat kecukupan zat gizi kalsium, zat besi dan seng dari makanan dan suplemen pada masing-masing kelompok perlakuan 46 19 Sebaran sampel menurut tingkat kecukupan kalsium, zat besi, dan seng
dari makanan dan suplemen pada masing-masing kelompok perlakuan 46 20 Asupan antioksidan pangan per hari sampel selama suplementasi 47 21 Tingkat kepatuhan konsumsi suplemen multivitamin mineral berdasarkan
kuisioner kepatuhan dan penimbangan sisa suplemen 48 22 Rata-rata asupan zat gizi dari suplemen multivitamin mineral per hari
sampel selama intervensi pada masing-masing kelompok perlakuan 50 23 Sebaran kadar malondialdehid plasma sampel sebelum intervensi pada
masing-masing kelompok perlakuan 51
24 Sebaran sampel menurut kadar malondialdehid plasma sebelum
Halaman 25 Kadar malondialdehid plasma sebelum dan sesudah intervensi 53 26 Rata-rata kadar malondialdehid berdasarkan kategori anemia pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi 56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Reaksi oksidasi dan reduksi vitamin C 10 2 Sistematika eliminasi ROS di dalam tubuh dan pembentukan radikal
hidroksil (OH*) melalui reaksi Haberr-Weiss dan Fenton 13 3 Diagram alir kerangka pemikiran pengaruh pemberian suplemen
multi vitamin mineral terhadap kadar MDA 18
4 Rancangan penelitian 21
5 Rata-rata kadar malondialdehid plasma sebelum intervensi
masing-masing kelompok perlakuan 51
6 Rata-rata kadar malondialdehid plasma sesudah intervensi
masing-masing kelompok perlakuan 52
7 Kadar Hb dan malondialdehid sebelum dan sesudah intervensi
pada masing-masing kelompok perlakuan 55
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Langkah-langkah analisis kadar malondialdehid metode TBARs
(Soewoto et al. 2001) 67
2 Kadar malondialdehid dan kadar hemoglobin seluruh sampel
sebelum dan sesudah intervensi 68
3 Analisis uji statistik oneway Anova kadar malondialdehid plasma
sebelum, sesudah dan selisih MDA intervensi 69 4 Uji Paired T-test kadar malondialdehid sebelum dan sesudah
intervensi 69
5 Uji korelasi kadar hemoglobin dengan kadar malondialdehid 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Remaja merupakan periode penting karena merupakan kehidupan di antara periode anak-anak dan dewasa (Turner & Helms 1991). Perkembangan seorang anak menjadi dewasa merupakan suatu tahap yang penting. Remaja merupakan periode dalam kehidupan yang secara gizi perlu dipertimbangkan karena tiga sebab, yaitu adanya peningkatan energi dan zat gizi yang sangat besar akibat pertumbuhan dan perkembangan fisik yang pesat, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja yang mempengaruhi asupan dan zat gizi, serta adanya kelompok remaja yang memiliki kebutuhan gizi khusus (Ricket 1995).
Secara khusus, terdapat empat masalah gizi utama yang masih dihadapi Indonesia yaitu gangguan akibat kurang iodium (GAKI), anemia gizi besi (AGB), kurang vitamin A (KVA), dan kurang energi dan protein (KEP) (Atmarita 2005). Ruel (2001) menyatakan kekurangan zat besi atau lebih dikenal dengan anemia gizi besi (AGB) merupakan masalah gizi kurang yang banyak diderita oleh remaja putri. Anemia adalah suatu kondisi kekurangan sejumlah eritosit dan hemoglobin (salah satu bentuk heme) yang membatasi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari darah ke jaringan (Stopler dalam Mahan & Stump 2008).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa dari 2 milyar penduduk dunia, sekitar 40% dari total penduduk tersebut mengalami anemia. Grup populasi yang memiliki prevalensi anemia paling besar adalah wanita hamil dan tua (50%), bayi dan anak-anak usia 1-2 tahun (48%), anak sekolah (40%), wanita tidak hamil (35%), dan anak usia prasekolah (25%). Empat dari enam penelitian pada remaja menunjukkan prevalensi anemia remaja berkisar antara 32-55% pada masing-masing gender (Kurz et al. dalam Kraemer & Zimmermann 2007). Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2008), prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi yaitu pada remaja wanita (26,50%), wanita usia subur (40,1%), dan anak balita (47,0%).
melalui rendahnya serum glutation peroksidase, superoxide dismutase dan katalase yang lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh El-Azab et al (2008) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar Hb dengan stres oksidatif. Semakin rendah kadar hemoglobin, maka stres oksidatif meningkat. Hal ini mengharuskan diberikannya pencegahan dan pengobatan menggunakan zat besi (Fe) pada penderita anemia (Orozco et al. 2010). WHO merekomendasikan pencegahan anemia pada usia reproduktif dengan memberikan suplementasi zat besi sebanyak 60 mg/hari. Dalam kondisi tertentu, pemberian suplemen besi yang berlebih pada tubuh dapat menyebabkan peningkatan stres oksidatif tubuh.
Penelitian yang dilakukan pada binatang dan manusia telah menunjukkan bahwa suplementasi besi dan stres oksidatif saling berkaitan (Kamp & Donangelo 2008). Lund et al. dalam Orozco et al. (2010) menyatakan bahwa pada penelitian yang dilakukan di Norwich, UK pemberian suplementasi Fe sebesar 60 mg/hari (sesuai rekomendasi WHO) dan sebesar 240 mg/hari pada populasi dengan status defisiensi anemia sangat tinggi, keduanya dapat menyebabkan terjadinya peningkatan stres oksidatif di usus (intestinal lumen). Hasil penelitian Lund et al. (1999), menunjukkan bahwa suplementasi besi sebanyak 19 mg/hari selama 2 minggu dapat meningkatkan stres oksidatif secara in vitro sebanyak 40% pada feses sampel yang dikumpulkan selama intervensi.
Baik kondisi anemia maupun suplementasi besi saja dapat menyebabkan efek peningkatan stres oksidatif tubuh atau peningkatan kadar MDA. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Knutson et al (2000) yang menyatakan bahwa baik defisiensi besi maupun suplemen besi dapat meningkatkan stres oksidatif. Kondisi stres oksidatif pada subjek anemia baik dengan atau tanpa suplementasi besi dalam berbagai penelitian tersebut menarik peneliti untuk menganalisis stres oksidatif pada remaja putri dengan anemia dan tidak anemia.
Pada penelitian ini sampel diberi suplemen multivitamin mineral. Suplemen multivitamin mineral dalam berbagai penelitian menunjukkan peranan yang lebih baik dalam mengatasi anemia dan sistem pertahanan tubuh. Briawan (2008) menyatakan bahwa kapsul B-MV (multivitamin mineral) berhasil memperbaiki status besi lebih baik dibandingkan perlakuan lain (kapsul besi-folat). Penelitian yang dilakukan Ernawati (2009) menunjukkan bahwa multivitamin mineral lebih mampu memperbaiki status antioksidan primer dalam tubuh dibandingkan perlakuan lain (plasebo, plasebo + TT, vitamin C, vitamin C + TT, dan MVM+TT). Pemberian multivitamin mineral dalam penelitian ini selain mengandung zat besi juga mengandung zat gizi lain seperti vitamin C dan seng sebagai vitamin antioksidan, sehingga diharapkan selain dapat memperbaiki status besi juga dapat memperbaiki status antioksidan dalam tubuh yang ditunjukkan oleh penurunan kadar malondialdehid.
Tujuan 1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap kadar malondialdehid remaja putri.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi sampel 2. Mengidentifikasi status gizi antropometri sampel
3. Menganalisis frekuensi pangan sumber antioksidan sampel
4. Menganalisis asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta asupan total antioksidan pangan sampel
5. Mengetahui kadar malondialdehid plasma sampel sebelum dan sesudah intervensi
6. Menganalisis pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap kadar malondialdehid
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terjadi perbaikan status antioksidan dalam tubuh sampel setelah intervensi yang diperlihatkan oleh menurunnya kadar malondialdehid.
2. Terdapat hubungan antara kadar malondialdehid dengan kadar hemoglobin sampel
3. Kadar malondialdehid plasma pada sampel anemia lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tidak anemia
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Remaja (adolescent) adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan (Neufeldt & Guralnik 1996 dalam Valentini & Nisfiannoor 2006). Valentini & Nisfiannoor (2006) mengemukakan definisi remaja yang dikemukakan WHO pada tahun 1974 yaitu individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa, dan individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu kemandirian.
Rentang usia individu sebagai remaja berbeda-beda. Menurut Papalia et al. (2004), individu pada masa remaja berusia antara 11 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut Valentini & Nisfiannoor (2006), usia remaja yakni antara 12 tahun sampai dengan 21 tahun. Sarwono (2003) dalam Valentini & Nisfiannoor (2006), mengemukakan bahwa usia remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 19 tahun, namun definisi remaja untuk masyarakat Indonesia adalah individu yang berusia antara 11 tahun sampai dengan 24 tahun dan belum menikah. Secara umum, masa remaja terbagi dalam beberapa kelas yaitu remaja awal (early adolescent) usia antara 10-13 tahun, remaja pertengahan (middle adolescent) usia 14-17 tahun, dan remaja akhir (late adolescent) usia 18-21 tahun (Badriah 2005).
Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik dan perkembangan yang dramatis. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Ketiga, remaja yang mempunyai kebutuhan gizi khusus yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan olahraga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara berlebihan, pecandu alkohol atau obat terlarang (Almatsier et al. 2011).
kematangannya. Dengan demikian para praktisi hendaknya berhati-hati dalam menggunakan AKG, terutama dalam penilaian perorangan. Untuk kelompok remaja, AKG dapat digunakan sebagai pedoman umum dalam menilai penduduk yang beresiko kurang mengkonsumsi makanan. Akan tetapi dalam membandingkan asupan perorangan, perlu diingat bahwa AKG sudah mempertimbangkan faktor keamanan, dengan demikian maka asupan perorangan di bawah AKG tidak secara otomatis berarti asupan gizinya kurang atau tidak mencukupi kebutuhannya (Almatsier et al. 2011). Angka kecukupan gizi usia remaja ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Angka kecukupan gizi usia remaja perempuan
Zat Gizi Remaja
10-12 (tahun) 13-15 (tahun) 16-18 (tahun)
Energi (kkal) 2050 2350 2200
Protein (g) 50 57 55
Vitamin A (RE) 600 600 600
Vitamin D (μg) 5 5 5
Vitamin E (mg) 11 15 15
Vitamin K (μg) 35 55 55
Tiamin (mg) 1 1.1 1.1
Riboflavin (mg) 1 1 1
Niasin 12 13 14
Asam folat 300 400 400
Piridoksin (mg) 1.2 1.2 1.2
Vitamin B12 (μg) 1.8 2.4 2.4
Vitamin C (mg) 50 65 75
Kalsium (mg) 1000 1000 1000
Fosfor (mg) 1000 1000 1000
Magnesium (mg) 180 230 240
Besi (mg) 20 26 26
Yodium (μg) 120 150 150
Seng (mg) 12.6 15.4 14
Selenium (μg) 20 30 30
Mangan (mg) 1.6 1.6 1.6
Fluor (mg) 1.8 2.4 2.5
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004
Anemia
Tabel 2 Batas normal kadar hemoglobin
Kelompok Umur Hemoglobin (g/dl)
Anak 1-4 tahun 11
5-11 tahun 11.5
12-14 tahun 12
Dewasa Laki-laki (≥15 tahun) 13
→anita (≥15 tahun) 12
Wanita hamil 11
*WHO (2001)
Berikut ini adalah beberap jenis anemia berdasarkan Sloane (1995): 1. Anemia hemoragi terjadi akibat kehilangan darah akut. Sumsum tulang secara
bertahap akan memproduksi sel darah merah baru untuk kembali ke kondisi normal
2. Anemia defisiensi zat besi terjadi akibat penurunan asupan makanan, penurunan daya absorbsi, atau kehilangan zat besi secara berlebihan
3. Anemia apiastik (sumsum tulang tidak aktif), ditandai dengan penurunan sel darah merah secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi karena pajanan radiasi berlebihan, keracunan zat kimia atau kanker
4. Anemia sel sabit (sickle sel anemia) adalah penyakit keturunan dimana hemoglobin berbeda dari hemoglobin normal dikarenakan ada pergantian satu asam amino pada rantai polipetida beta.
Penelitian yang dilakukan oleh El-Azab et al. (2008) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar Hb dengan stres oksidatif (MDA). Penelitiannya dilakukan terhadap pasien yang mengalami anemia berat akibat hemodialisis ginjal. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa rata-rata kadar MDA pada pasien hemodialisis signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,0001). Aktifitas SOD, GSH-Px, level selenium plasma dan hemoglobin lebih rendah sangat signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,0001). Dengan demikian, terdapat hubungan korelasi negatif yang signifikan antara kadar MDA dan konsentrasi hemoglobin (r=0,62, p=0,002).
Suplementasi Zat Besi
Prinsip dasar dalam pencegahan dan pengendalian anemia karena gizi besi adalah memastikan konsumsi zat besi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan untuk meningkatkan kandungan serta bioavailabilitas (ketersediaan hayati) dalam makanan. Terdapat empat pendekatan utama dalam pencegahan anemia gizi besi yaitu 1) penyediaan suplemen zat besi, 2) fortifikasi bahan pangan yang biasa dikonsumsi dengan zat besi, 3) edukasi gizi, dan 4) pendekatan berbasis hortikultura untuk memperbaiki ketersediaan hayati zat besi pada bahan pangan yang umum (Gibney et al. 2009).
Prinsip esensial dalam manajemen anemia yang disebabkan karena defisiensi zat besi adalah terapi sulih zat besi dan penanganan penyebab yang mendasar seperti infeksi parasit atau perdarahan gastrointestinal. Terapi zat besi per oral merupakan bentuk penanganan yang disukai. Ferro sulfat merupakan preparat zat besi oral yang paling murah dan banyak digunakan. Preparat lainnya seperti ferro glukonat atau ferro fumarat juga dapat diberikan. Dosis total yang ekuivalen dengan 60 mg zat besi elemental (300 mg ferro sulfat) per hari sudah cukup bagi orang dewasa dan harus diberikan di antara saat-saat makan pada pagi hari atau waktu akan tidur.
ketidakberhasilan dalam merespon terapi dan diperlukan konseling individual yang dilaksanakan dengan tepat serta simultan.
Zat Besi
Salah satu mineral penting yang sangat diperlukan tubuh manusia untuk membentuk komponen haem dari hemoglobin. Zat besi merupakan komponen darah yang membawa oksigen dari paru ke seluruh tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Zat besi juga merupakan bagian dari mioglobin yang membantu otot menyimpan oksigen, beberapa jenis enzim, dan jaringan tubuh lainnya. Zat besi disimpan dalam hati dalam bentuk feritin, di dalam jaringan tubuh dalam bentuk hemosiderin, dan dalam darah dalam bentuk transferin. Pada tubuh orang dewasa terdapat 4-5 gram zat besi, di mana 60-70% dalam komponen haem dari hemoglobin.
Konsumsi zat besi rata-rata 10-15 miligram per hari di mana 0.5-1.5 miligram dapat diserap tubuh. Penyerapan zat besi bervariasi menurut jenis makanan (zat besi dari makanan hewani lebih baik penyerapannya dibanding dengan zat besi dari makanan nabati), adanya zat pemacu penyerapan (vitamin C) dan penghambat (kalsium, fosfat, asam fitat), serta status besi tubuh. Zat besi dikeluarkan tubuh melalui tinja, menstruasi, keringat, kulit, rambut, dan air seni. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, akibatnya mudah lelah karena tubuh kekurangan oksigen karena adenosine triphosphate (ATP) tidak dapat disintesis dengan baik (Sanjaja et al. 2010).
Vitamin C
Vitamin C merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap reaktif dalam plasma dan sel. Dalam keadaan murni, vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176.13 dan rumus molekul C6H6O6. Vitamin C juga mudah teroksidasai secara reversibel membentuk asam dehidro-L-asam askorbat dan kehilangan 2 atom hidrogen. Vitamin C memiliki struktur yang mirip dengan struktur monosakarida, tetapi mengandung gugus enadiol (Zakaria et al.
1996). Secara alami bentuk vitamin C adalah isomer-L. Isomer ini memiliki aktivitas lebih besar dibandingkan dengan bentuk isomer D (Winarsi 2007). Aktivitas vitamin C bentuk isomer D hanya 10% dari aktivitas isomer L (Muchtadi
et al. 1993).
lemak. L-askorbat (asam askorbat) adalah penyapu radikal bebas yang efisien dalam lingkungan air. Vitamin ini menerima elektron tunggal dari superoksida, hidrogen peroksida, hipoklorit, dan radikal hidroksil dan peroksil. Vitamin ini dapat bereaksi dengan NO2, salah satu polutan toksik yang terdapat dalam gas buangan mobil dan asap rokok. Vitamin ini juga bereaksi dengan vitamin E untuk memperbaharui vitamin E (Marks et al. 2000). Reaksi oksidasi dan reduksi vitamin C ditampilkan dalam Gambar 1.
Gambar 1 Reaksi oksidasi dan reduksi vitamin C
Pada level molekular, askorbat dan dehidroaskorbat mempunyai sifat pereduksi (reducing agent), sifat umum yang penting yaitu sebagai antioksidan yang mempengaruhi redoks-potensial tubuh (status relatif dalam oksidasi/reduksi zat zat yang larut dalam air dan luar sel). Beberapa reaksi enzim sudah diperlihatkan secara khusus membutuhkan vitamin C seperti proses hidrosilasi yang menggunakan molekul oksigen dan sering mempunyai kofaktor Fe++ atau Cu++. Dalam reaksi tersebut asam askorbat mempunyai 2 peranan: (1) sebagai sumber elektron untuk mereduksi oksigen (misalnya sebagai kosubstrat) atau (2) sebagai zat pelindung untuk memelihara status reduksi besi (Fe) (Linder MC 1992).
Fungsi vitamin C dalam metabolisme Fe, terutama mempercepat (melalui proses kilat) penyerapan Fe di usus dan pemindahannya ke dalam darah. Vitamin C dapat juga terlibat dalam mobilisasi simpanan Fe terutama hemosiderin dalam limpa (Linder 1992). Berdasarkan Wen Y et al. (1997), vitamin C tidak dapat merubah oksidasi LDL tetapi vitamin C memiliki kemampuan melindungi LDL dalam melawan peroksidasi lipid yang dibuktikan dengan penurunan kadar MDA plasma.
Kalsium
bentuk hydroxylapalit. Sisa Ca tubuh ada dalam intra dan ekstraseluler dimana memegang peranan yang sangat vital dalam mengatur fungsi sel dan impuls syaraf. Kalsium juga merupakan komponen integral dalam mekanisme pembekuan darah. Konsentrasi Ca dalam plasma, terutama ion Ca bebas, secara hati-hati dipelihara/dipertahankan sedemikian rupa, seperti menyediakan Ca++ yang dibutuhkan dalam transmisi impuls syaraf dan kontraksi urat daging, mengatur beberapa fungsi yang diawali oleh beberapa hormon (Linder 1992).
Kebutuhan kalsium untuk orang dewasa di USA direkomendasikan 800 mg/hari, lebih tinggi pada wanita hamil dan menyusui. Kebutuhan secara resmi adalah sebesar 400-1000 mg/hari di seluruh dunia (Linder 1992). Kebutuhan kalsium pada remaja seperti tercantum dalam Tabel 1 adalah 1000 mg hari untuk seluruh kriteria remaja di Indonesia pada rentang usia 10-18 tahun (WNPG 2004).
Mangan
Mangan adalah mineral mikro yang berkaitan dengan sejumlah besar enzim dalam beberapa metabolisme, termasuk piruvat dan karboksilase asetil-CoA dan dehidrogenase isositrat dalam siklus Krebs dan mitokondria; bentuk mitokondria; dismutase superoksida yang menolong melindungi membran mitokodnria (Hurley 1982 dalam Linder 1992); arginase, enzim terminal dalam produksi urea; enzim sitosol lain yang terlibat dalam lintasan pentosa-fosfat-shunt, glikolisis (glukosinase) dan metabolisme serin (transferase hidroksimetil) (Linder 1978 dalam Linder 1992).
Mangan sangat sedikit (dibanding dengan Fe, Mg, Zn atau Cu) didapatkan dalam tubuh dan penyerapannya pun relatif kurang (Linder 1992). Kebutuhan mangan pada remaja perempuan adalah sebesar 1.6 mg/hari untuk usia 10-18 tahun (WNPG 2004).
Seng
pertahanan/difusi dalam pembuangan anion-anion superoksida yang rusak (Bab 5, gambar 5-33) (Linder 1992).
Tingkat penyerapan Zn (dalam intestin) sedikit banyaknya ada hubungan dengan status Zn, lebih besar dari normal dalam defisiensi Zn. Penyerapan seng (Zn++) sedikit banyaknya berkompetisi dengan ion metal transisi, terutama rasio Fe++/Fe+++ dan Cu++; faktor ini harus dipertimbangkan bila menggunakan suplemen. Penyerapan Zn memerlukan energi dan ditingkatkan oleh sitrat (Linder 1992).
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah senyawa reaktif yang terjadi selama metabolisme oksidasi normal, sebagai akibat dari paparan oksigen radiasi, penyakit infeksi, bahan kimia, atau faktor-faktor lingkungan tertentu (Sanjaja et al 2010). Radikal bebas merupakan zat yang sangat reaktif, dan struktur yang demikian membuat
radikal bebas cenderung “mencuri” atau mengekstrasi satu elektron dari molekul lain di dedaktnya untuk melengkapi dan selanjutnya mencetuskan reaksi berantai yang dapat mengakibatkan cedera sel (Suryohudoyo 2000).
Radikal bebas dapat berasal dari sinar ultraviolet, metabolisme dalam tubuh, radiasi ion, asap rokok, asap kendaraan bermotor dan udara yang tidak sehat (Ide 2010). Dalam kehidupan sehari-hari sering dibaurkan pengertian antara radikal bebas dan oksidan, meskipun setiap radikal bebas adalah oksidan sementara oksidan tidak selalu radikal bebas. Kemiripan antara radikal bebas dan oksigen terletak pada agresivitasnya untuk menarik elektron di sekelilingnya. Baik radikal bebas maupun oksidan mengakibatkan hasil yang sama meskipun proses berbeda. Namun, radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non-radikal. Hal tersebut berkaitan dengan tingginya reaktivitas radikal bebas yang mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru secara terus menerus (chain reactions) hingga reaktivitasnya diredam oleh senyawa yang bersifat antioksidan (Winarsi 2007).
merusak jaringan tubuh dan DNA. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohirat (Winarsi 2007).
Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) dan dari luar (eksogen). Radikal terpenting yang terdapat dalam tubuh merupakan derivat oksigen atau oksi-radikal yang sering disebut Reactive Oxygen Species (ROS) (Helliwell & Gutteridge 1999). Sudiana (2008) dijelaskan bahwa ROS merupakan senyawa oksigen yang bersifat reaktif (toxic mutagenic gas). Senyawa ini pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu senyawa oksigen yang bersifat radikal [seperti radikal superoksida (O2), radikal hidroksil (OH+), radikal peroksil (RO2-), radikal hidroperoksil (HO2)], dan senyawa oksigen reaktif yang bersifat non radikal (oxidant) [seperti hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorat (HOCl), ozon (O2), singlet oksigen (-O2), dan peroxynitrit (ONOO)]. Pembentukan radikal hidroksil (OH*) dapat melalui reaksi Haber W dan reasi Fenton yang digambarkan sebagai berikut:
1. Reaksi Haber-Weiss O2- + H2O2 O2 + OH*
Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH* + OH- 2. Reaksi Fenton
Cu+ + H2O2 Cu2+ + OH* + OH
-Radikal hidroksil yang dihasilkan dari reaksi ini sangat reaktif terhadap DNA, yang kemungkinan besar dapat memicu terjadinya suatu kerusakan atau mutasi DNA. Apabila terjadi kerusakan DNA maka sel akan mengalami kematian. Jika dilihat secara sistematis, nasib dari ROS yang terbentuk di dalam tubuh adalah sebagai berikut (Sudiana 2008):
Besi merupakan salah satu zat gizi yang dapat memperantarai reaksi Fenton untuk merubah H2O2 menjadi radikal hidroksil (Marks DB et al. 1996). Secara fisiologis tubuh memang menghasilkan ROS (radikal bebas atau oksidan). Adapun sumber penghasil ROS antara lain mitokondria, fagosit, xantin oxidase, peroksisome, iskemi, jalur pada pembentukan asam arakhidonat, endoplastic reticulum, inti sel dan sebagainya yang digunakan untuk membunuh bakteri yang masuk ke tubuh (Sudiana 2008 dan Muchtadi 2009). Radikal bebas secara terus menerus dapat terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respons terhadap pengaruh dari luar tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok, dan lain-lain (Winarsi 2007).
Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip dengan
rancidity oxidative, yaitu melalui 3 tahapan reaksi berikut: 1. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas 2. Tahap propagasi, yaitu perpanjangan rantai radikal
3. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain, atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.
Antioksidan
Antioksidan adalah segala bentuk substansi yang pada kadar rendah secara bermakna dapat mencegah atau memperlambat proses oksidasi (proses dimana terjadi pengurangan atau pemindahan jumlah lektron dalam reaksi kimia) (Alam et al. 2004). Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Winarsi 2007).
Berdasarkan Nursalam dan Kurniawati (2007), ada dua jenis antioksidan yaitu antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Antioksidan endogen adalah antioksidan yang sudah ada dalam tubuh, sedangkan antioksidan eksogen adalah antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh.
Cu, Zn, dan Mn, enzim katalase bergantung pada Fe (besi), dan enzim glutation peroksidase bergantung pada Se (selenium). Antioksidan enzimatis bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal baru (Marks et al 2000 dan Winarsi 2007).
Antioksidan non-enzimatis dapat berupa vitamin maupun senyawa nutrisi dan non nutrisi dikelompokan kedalam kedalam antioksidan sekunder didapatkan
melalui asupan bahan makanan, seperti citamin C, E, A dan β-karoten. Glutation, asam urat, bilirubin, albumin, dan flavonoid juga termasuk ke dalam kelompok ini (Winarsi 2007).
Parameter untuk Menilai Status Oksidatif (Kadar MDA)
Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma (Zakaria et al. 2000, Winarsi et al. 2003). Kerusakan jaringan lipid akibat SOR dapat diperiksa dengan mengukur senyawa Malondialdehyde (MDA) yang merupakan produk peroksidasi lipid (Reilly et al. 1991). Seperti yang dijelaskan McCord (2004), target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga molekul tersebut yang paling rentan adalah asam lemak tak jenuh. Salah satu bentuk merusak dari iron bebas redoksiaktiif dengan sel adalah inisiasi dari lipid peroksida. Lipid peroksidasi adalah reaksi rantai radikal bebas dengan grup
polyunsaturated fatty acyl di membran sel dan oksigen molekular. Hal tersebut meninggalkan disfungsi membran dan kematian sel.
Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu sebagai berikut:
1. Tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS)
Beberapa metode pengukuran TBA adalah sebagai berikut: a. Pengukuran reaksi TBA
Pengukuran reaksi TBA dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode kalorimetri dan metode fluorosens. Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri dengan spektrofotometer merupakan kadar MDA yang paling sering dilakukan. Metode yang digunakan adalah metode Yagi. Metode ini mudah dilakukan akan tetapi bersifat tidak spesifik oleh karena mengukur produk aldehid lainnya.
Metode fluorosens memliki keunggulan dibanding dengan metode kolorimetri oleh karena tidak terganggu oleh beberapa substansi produk reaksi TBA yang larut air. Pemeriksaan dilakukan dengan metode spektrofluorometri (Relly et al. 1991, Konig et al. 2002, Dalle et al. 2006 dalam Arkhaesi 2008)
b. Pengukuran MDA-TBA dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
2. Pengukuran kadar MDA serum bebas dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Merupakan metode pengukuran kadar MDA serum yang paling sensitif dan spesifik. MDA bukan produk yang spesifik dari proses peroksidasi lipid sehingga dapat menimbulkan positif palsu yang berakibat nilai duga positif yang rendah, dan telah dilaporkan dapat meningkatkan spesifisitas pada pemeriksaan kadar MDA serum (Konig et al. 2002, Dalle et al. 2006 dalam Arkhaesi 2008).
KERANGKA PEMIKIRAN
Anemia adalah kondisi kadar hemoglobin yang rendah di dalam darah. Salah satu penanganan anemia yang dilakukan adalah dengan memberikan suplementasi multivitamin dan mineral. Suplemen multivitamin yang diberikan dalam penelitian ini mengandung mengandung zat besi (Fe) dalam bentuk ferro gluconate sebanyak 20 mg atau sepertiga Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan vitamin mineral lainnya. Dalam berbagai penelitian menunjukkan Fe berkaitan erat dengan status oksidatif di dalam tubuh.
Kamp dan Donangelo (2008) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan pada binatang dan manusia telah menunjukkan bahwa suplementasi besi dan stres oksidatif saling berkaitan. Lund et al. dalam Orozco et al. (2010) menyatakan bahwa pada penelitian yang dilakukan di Norwich, UK pemberian suplementasi Fe sebesar 60 mg/hari (sesuai rekomendasi WHO) dan sebesar 240 mg/hari pada populasi dengan status defisiensi anemia sangat tinggi, keduanya berkonsekuensi terhadap adanya reaksi oksidatif di usus (intestinal lumen). Hasil penelitian Lund et al. (1999) menunjukkan bahwa suplementasi besi sebanyak 19 mg/hari selama 2 minggu dapat meningkatkan produksi radikal bebas secara in vitro sebanyak 40% pada feses sampel yang dikumpulkan selama intervensi. Knutson et al. (2000) menyatakan bahwa pemberian suplementasi besi pada tikus yang mengalami defisiensi besi sebanyak 8000 µg per hari dalam waktu 21 hari dapat meningkatkan nilai plasma MDA menjadi 62.2±5.9 nmol/L dari 57.1±6.4 nmol. MDA atau malondialdehid merupakan salah satu pertanda tingkat stres oksidatif dalam tubuh. Semakin tinggi nilai MDA, semakin tinggi pula tingkat stres oksidatif dalam tubuh.
Dalam sel yang sehat, ion besi tidak pernah ditemukan dalam bentuk utuh, melainkan berikatan dengan yang lainnya seperti protein. Jika besi masuk ke dalam sistem transport ataupun disimpan, harus berbentuk spesifik (transferin atau feritin) untuk mengurangi siklus redox. Ketika besi memasuki sistem redox, maka menjadi berbentuk protein aktif. Secara kimia, iron bebas merupakan salah satu bentuk yang membahayakan (McCord 2004). Fe bebas akan membentuk radikal bebas dengan berbagai komponen organik dalam organisme, bahkan antioksidan askorbat, NADH, dan lain-lain (Winarsi 2007).
senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya (Winarsi 2007).
Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga molekul tersebut yang paling rentan adalah asam lemak tak jenuh. Salah satu bentuk merusak dari iron bebas redoksiaktiif dengan sel adalah inisiasi dari lipid peroksida. Lipid peroksidasi adalah reaksi rantai radikal bebas dengan grup polyunsaturated fatty acid di membran sel dan oksigen molekular. Hal tersebut meninggalkan disfungsi membran dan kematian sel (McCord 2004). Bila kondisi keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas tidak terpenuhi maka akan menyebabkan kerusakan oksidatif (stress oksidatif) (Winarsi 2007).
Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek sehingga sangat sulit diukur di laboratorium. Pengukuran radikal bebas dalam tubuh yang paling umum adalah mengukur kerusakan jaringan lipid dengan mengukur senyawa malondialdehyde (MDA) yang merupakan produk peroksidasi lipid (Reilly et al
1991 dalam Arkhaesi 2008). MDA adalah suatu senyawa yang sangat reaktif yang merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid, dan biasanya digunakan sebagai biomarker biologis peroksidasi lipid untuk menilai stres oksidatif (De Zwart 1998 dalam Arkhaesi 2008). Kerangka pemikiran pengaruh pemberian suplemen multi vitamin mineral terhadap kadar MDA pada remaja putri dengan anemia ditampilkan dalam Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir kerangka pemikiran pengaruh pemberian suplemen multi vitamin mineral terhadap kadar MDA
Karakteristik sampel remaja anemia
(Data individu, kondisi sosial ekonomi dan riwayat kesehatan)
Asupan pangan dan zat gizi
Asupan suplemen multivitamin mineral
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Maret-September 2012. Analisis kadar malondialdehid (MDA) plasma dilakukan di laboratorium Biokimia, Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). Analisis kadar hemoglobin dilakukan di Laboratorium klinik Prodia Bogor.
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah eksperimental semu (Quasi Experimental) dengan 4 kelompok perlakuan, dimana kelompok pertama adalah remaja yang menerima suplemen multivitamin mineral A dan anemia (intervensi anemia), kelompok dua adalah remaja yang menerima suplemen multivitamin mineral A dan tidak anemia (intervensi non-anemia), kelompok ketiga adalah remaja anemia yang menerima suplemen B (kontrol anemia), dan kelompok keempat adalah remaja tidak anemia yang menerima suplemen B (kontrol non-anemia). Penelitian yang dilakukan bersifat tersamar ganda (double blind), di mana baik peneliti maupun subjek tidak mengetahui apakah suplementasi yang diberikan mengandung multivitamin dan mineral atau tidak (plasebo).
Teknik dan Penarikan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja wanita tahap akhir di asrama putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB berusia 18–21 tahun (Monsk 2002) yang menderita anemia. Sampel adalah mahasiswa putri TPB-IPB tingkat pertama yang merupakan remaja usia 18–21 tahun yang memiliki kadar hemoglobin <12mg/dL yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia ikut penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah remaja wanita usia 18-21 tahun, kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl (Hb< 12 g/dl) dan bersedia mengikuti tahap penelitian. Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah menderita penyakit kronis, mengandung, peminum alkohol dan atau obat-obatan yang terlarang, serta merokok.
Mahasiswa yang diundang juga mendapat penjelasan tertulis dan lembar informed consent. Bagi mereka yang berminat, diminta untuk mengisi dan mengembalikan lembar informed consent dalam waktu sampai seminggu setelah acara sosialisasi.
Penentuan jumlah subjek dilakukan dengan menggunakan minimum sample size for estimating difference mean between groups (Lameshow et al. 1997). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jumlah subjek minimal, yaitu 4 orang. Untuk menghindari drop out pada saat penelitian ditambahkan minimal 2 orang subjek dari jumlah minimal sehingga total subjek yang digunakan yaitu 24 orang. Perhitungan untuk jumlah subjek adalah sebagai berikut.
n
n
n Keterangan:
n = Jumlah subjek minimal
Zα = 1.96 (α= 5%)
Zβ = 1.28 (β= 10%), power of test = 90% S2 = standar deviasi (0.14)
X1 = mean kadar MDA setelah intervensi (berdasarkan penelitian Amagase et al. 2008, yaitu 3.48)
X2 = mean kadar MDA sebelum intervensi (berdasarkan penelitian Amagase et al. 2008, yaitu 3.81)
Pengelompokan sampel ke dalam kelompok-kelompok tersebut (intervensi dan kontrol) dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan rata-rata nilai Hb awal dari setiap kelompok. Pengelompokan secara purposif ini bertujuan supaya tidak ada perbedaan rataan kadar Hb yang nyata antara kedua kelompok (intervensi dan kontrol).
Pelaksanaan Suplementasi
Suplemen multivitamin mineral (MVM) dan plasebo diberikan secara acak kepada 2 kelompok yang berbeda. Setiap subyek penelitian mengonsumsi sirup sebanyak 15 ml/hari sesuai takaran sajinya selama 8 minggu. Untuk menjaga kepatuhan konsumsi sirup, dilakukan berbagai upaya diantaranya melalui sosialisasi pada awal kegiatan, penjelasan pada saat pengumpulan data baseline, dan dilakukan penyuluhan setiap minggu terkait konsumsi suplemen tersebut. Rancangan kelompok perlakuan pemberian suplemen ditampilkan dalam Gambar 4 dan Tabel 3.
Gambar 4 Rancangan penelitian
Tabel 3 Kandungan zat gizi suplemen multivitamin mineral
No. Kelompok perlakuan
Jenis Suplemen
Mikronutrien Kandungan/15mL
1. Intervensi Suplemen Multivitamin Mineral
Vitamin B1 15 mg Vitamin B2 2.25 mg Vitamin B3 22.5 mg Vitamin B6 3 mg Vitamin B12 15 µg
Vitamin C 150 mg
Ferro gluconate 20 mg Calcium gluconate 100 mg Mangan sulfate 2 mg Zinc sulfate 5 mg
2 Kontrol Plasebo - -
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Tabel 4 Variabel, indikator dan cara pengumpulan data
No Variabel yang diamati
Indikator Cara pengumpulan data
1 Karakteristik sampel
Tempat dan tanggal lahir, alamat orang tua, lokasi kamar asrama, pemasukan setiap bulan (uang saku, beasiswa, dan penghasilan lain) dan status perkawinan pengukuran TB, Pengukuran komposisi lemak tubuh. 4 Konsumsi pangan
dan asupan zat gizi serta asupan antioksan total
Kebiasaan makan, frekuensi pangan, dan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi Konsumsi energi, P, Fe, Zn, Mn, Ca, Vit B kompleks, Vit C Asupan total antioksidan
Food record, food frequency
5 Status besi Kadar hemoglobin Analisis laboratorium metode cyanmethemoglobin
6 Status oksidatif Kadar MDA Analisis di laboratorium
dengan pengukuran reaksi TBARS dengan metode kolorimetri
Karakteristik sampel penelitian yang dikumpulkan adalah tanggal lahir, alamat orang tua, lokasi kamar asrama, pemasukan setiap bulan (uang saku, beasiswa, dan penghasilan lain), pengeluaran pangan per bulan dan status perkawinan. Data karakteristik tersebut dikumpulkan pada saat baseline melalui wawancara dengan alat bantu kuisioner.
Data antropometri dikumpulkan pada saat sebelum (baseline) dan setelah intervensi (endline). Pengukuran antropometri yang dilakukan adalah pengukuran berat badan, tinggi badan, dan persen lemak tubuh. Pada saat pengukuan antropometri, subjek diminta untuk menggunakan pakaian seminimal mungkin dan diusahakan pada 2 kali pengukuran menggunakan pakaian yang sama untuk memperoleh data yang akurat.
dilakukan pada hari kuliah dan hari libur. Berdasarkan data Food Record tersebut di hitung total asupan zat gizi dan total antioksidan yang dikonsumsi.
Kadar MDA dianalisis di laboratorium pangan dan gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan cara melakukan Tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS). Metode pengukuran TBA yang digunakan tersebut adalah metode uji Asam Tiobarbiturat (TBA) (Jamil 2010 dalam Faigayanti 2012). Prinsip analisis MDA dengan metode ini adalah asam lemak tidak jenuh dapat mengalami proses peroksidasi menjadi peroksidasi lipid kemudian mengalami dekomposisi menjadi malondialdehid (MDA). MDA bila direaksikan dengan asam TBA membentuk senyawa merah muda. Tahapan-tahapan analisis kadar malondialdehid tersebut ditampilkan dalam Lampiran 1.
Selama intervensi, setiap minggu kepada subyek penelitian juga dibagikan formulir untuk melaporkan pengkonsumsian sirup MVM yang telah diberikan. Selama sintervensi dilakukan, subyek disarankan untuk tidak menggunakan suplemen dalam bentuk apapun kecuali obat dengan resep dokter.
Pengolahan dan Analisis Data
Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS Statistics 16.0. Data konsumsi dari food record dan semi FFQ direkap untuk diidentifikasi berbagai jenis, ukuran, dan frekuensi pangan yang telah dikonsumsi oleh subyek. Kemudian dari daftar tersebut dilakukan survei ke tempat penjual makanan di sekitar kampus (luar dan dalam) untuk menentukan harga dan porsinya (dari URT menjadi gram). Data jenis pangan yang telah berhasil diidentifikasi kemudian dikonversi ke dalam zat gizi menggunakan Software Nutrisurvey. Jenis zat gizi yang diidentifikasi adalah energi, karbohidrat, lemak, protein dan beberapa zat gizi mikro (vitamin A, B1, B2, B6, vitamin C, kalsium, besi dan seng). Beberapa zat gizi mikro seperti Vitamin B3, B12 dan mangan tidak dapat diidentifikasi karena keterbatasan instrumen yang digunakan. Kecukupan energi dan zat gizi remaja dihitung dengan menggunakan Angka Kecukupan Gizi (WNPG 2004). Asupan
antioksidan dihitung menggunakan perhitungan total antioksidan pangan dalam mmol/100 g yang tercantum dalam Carlsen et al. 2010.
antioksidan (high antioxidant food), dan kandungan pangan antioksidan sedang (medium antioxidant), berdasarkan Carlsen et al. (2010). Golongan pangan kaya antioksidan (riched antioxidant) adalah rempah-rempah dan tumbuh-tumbuhan bumbu, obat-obatan herbal/tradisional, dan suplemen vitamin makanan. Kandungan pangan tinggi antioksidan (high antioxidant) dan sedang (medium antioxidant food) berurutan adalah berries dan produk berry, buah-buahan dan jus buah, sayur-sayuran dan produk olahan sayur, kacang-kacangan dan biji-bijian, sereal sarapan, cokelat dan gula-gula, dan berbagi jenis minuman (beverage). Carlsen et al. (2010), megestimasi total antioksidan dengan menggunakan metode The Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP). FRAP adalah alat biomonitoring yang sangat sensitif dan cepat dalam mencari nilai total kekuatan antioksidan (antioxidant power) dari cairan biologis. Metode FRAP dapat digunakan untuk plasma dan berbagai ekstrak cairan dan etanolik dari berbagai makanan, tumbuhan, minuman dan obat-obatan untuk menghasilkan total antioksidan bersih (Nesaretnam & Packer 2001).
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan statistik. Analisis secara deskriptif (persentase dan rata-rata) digunakan dalam menganalisis karakteristik sampel, konsumsi pangan, meliputi tingkat kecukupan energi dan zat gizi remaja, alokasi pengeluaran, status gizi (ukuran antropometri), dan status oksidatif plasma (kadar MDA plasma). Analisis statistik yang digunakan adalah uji paired-sample t-test digunakan untuk membandingkan signifikansi peubah parametrik sebelum dan sesudah suplementasi, uji Anova untuk menguji kehomogenisasian data antar kelompok perlakuan, dan uji Anova Duncan untuk melihat kelompok yang paling berbeda signifikan. Selain itu digunakan pula analisis korelasi untuk melihat hubungan asupan zat gizi antioksidan terhadap perubahan kadar malondialdehid serta melihat korelasi antara hemoglobin dengan kadar malondialdehid. Pengkategorian variabel dan kriteria untuk setiap variabel dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5 Kategori dan kriteria untuk setiap variabel penelitian
No Variabel Kategori Kriteria
1 Usia 2 Tingkat kecukupan energi
dan protein
3 Tingkat kecukupan vitamin dan mineral (Gibson 2005)
Kurang Cukup
<77% AKG
Tabel lanjutan:
No Variabel Kategori Kriteria
4 Status gizi (WHO 2005) Kurang 5 Status besi (Kategori
Anemia) (ACC/SCN 1991 6 Status oksidatif (Kadar
MDA) (Wasowicz et al.
Sampel adalah remaja putri yang berstatus sebagai mahasiswa TPB-IPB tahun 2011/2012 yang berusia 18-21 tahun anemia dan non anemia.
Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin (Hb) darah lebih rendah dari 12 g/dl
yang dapat diakibatkan oleh defisiensi zat gizi atau infeksi
Anemia Gizi Besi adalah tahap yang paling parah dari defisiensi zat besi di
dalam tubuh, dimana zat besi tidak cukup baik di dalam simpanan atau untuk sintesis hemoglobin. Indikator ini ditunjukkan oleh kadar hemoglobin yang rendah (<12 g/dl) dan serum feritin yang rendah (<15 mikro gram/L).
Asupan energi dan zat gizi makan adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi
contoh pada hari kerja maupun pada hari libur yang diukur menggunakan Food Record.
Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi.
Suplemen multi vitamin-mineral adalah jenis suplemen yang berisi berbagai
jenis vitamin dan mineral yang dikombinasikan dalam satu bentuk (sirup).
Sirup plasebo adalah sirup dengan rasa, tekstur dan aroma yang hampir sama
dengan sirup suplemen tetapi tidak mempunyai kandungan zat gizi mikro seperti suplemen.
senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Antioksidan adalah senyawa yang dalam jumlah cukup dapat memberikan
perlindungan untuk melawan serangan oksidatif (Hudson 1990). Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara antioksidan dan radikal
bebas.
Zat besi (Fe) adalah mikromineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia yang terlibat dalam pengangkutan oksigen dalam darah dan urat daging serta pemindahan/transfer elektron.
Malondialdehid (MDA) adalah produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah remaja wanita. Penentuan sampel remaja wanita dalam penelitian ini didasarkan pada pernyataan Departemen Kesehatan pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi terjadi pada kelompok remaja wanita (26.50%), wanita usia subur (40.1%), dan anak balita (47.0%). Pada awal penelitian, keseluruhan sampel yang berpartisipasi adalah sebanyak 15 orang pada kelompok intervensi, dan 14 orang pada kelompok kontrol. Namun, 1 orang pada kelompok kontrol dinyatakan drop out, yang disebabkan sampel yang bersangkutan tidak bersedia untuk melanjutkan kegiatan penelitian.
Selanjutnya, jumlah responden yang bergabung dalam penelitian ini sebanyak 15 orang pada kelompok intervensi dan 13 orang pada kelompok kontrol dibagi menjadi empat kelompok perlakuan. Sebanyak 5 orang pada kelompok intervensi anemia, 10 orang pada kelompok intervensi non-anemia, 6 orang pada kelompok kontrol anemia, dan 7 orang pada kelompok kontrol non-anemia. Karakteristik sampel yang diamati dalam penelitian ini meliputi variabel latar belakang sosial ekonomi keluarga, umur, pendapatan dan pengeluaran bulanan.
Latar Belakang Sosial Ekonomi Keluarga
Tabel 6 Karakteristik sosial-ekonomi sampel dan keluarga sampel menurut kelompok perlakuan
Sosial-ekonomi
Kelompok Perlakuan [n (%)] Total Kontrol
Latar belakang pekerjaan orang tua sampel cukup beragam yaitu meliputi karyawan swasta, pensiunan, petani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan wiraswasta. Pekerjaan Ayah sampel, sebanyak 32% adalah wiraswasta, 29% PNS, 21% karyawan swasta, 11% pensiunan, dan 4% petani. Sebanyak 1 (satu) sampel sudah tidak mempunyai ayah karena sudah meninggal. Pekerjaan Ibu sampel, sebanyak 61% adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), 25% PNS, 11% karyawan swasta dan 4% wiraswasta. Distribusi penghasilan orang tua sampel beragam yaitu kurang dari 1 juta (22.2%), 1-2 juta (29.6%), 2-3 juta (22.2%), 3-4 juta (3.7%) dan lebih dari 4 juta (22.2%). Rata-rata pendapatan per bulan orang tua sampel adalah sebesar Rp 2 610 700±2 038 700. Rata-rata pendapatan terbesar adalah pada kelompok kontrol non anemia yaitu sebesar Rp 3 571 400±2 370 400, sedangkan rata-rata pendapatan terendah pada kelompok kontrol anemia, sebesar Rp 1 980 000±614 000.
beasiswa POM (6%, n=1). Sebanyak 29% (n=8) sampel hanya mendapatkan pemasukan dari beasiswa, dengan rata-rata pemasukan per bulan sebesar Rp 618 700±53 000. Sebanyak 25% sampel mendapatkan pemasukan dari beasiswa dan orangtua, dengan rata-rata pemasukan per bulan sebesar Rp 957 100±209 000, sedangkan sebanyak 46% mendapatkan pemasukan dari
orang tua saja dengan rata-rata pemasukan per bulan sebesar Rp 733 300±214 600.
Umur
Pada keempat kelompok perlakuan, rata-rata umur sampel adalah 18.8±0.3 tahun. Berdasarkan uji Anova menunjukkan bahwa rata-rata umur sample adalah relatif sama dan tidak ada perbedaan (p=0.153). Pada keempat kelompok, seluruh sampel (100%) berada pada batasan usia remaja akhir (late adolescence) yaitu antara 18-20 tahun (Badriah 2005). Rata-rata usia sampel ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rata-rata sebaran umur sampel pada masing-masing kelompok
Karakteristik
Kelompok Perlakuan [ n(%) ]
Total
Rata-rata 18.96±0,39 18.45±0,37 18.80±0,63 19.0±0,46 (p=0.153)
Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Sampel
Pada Tabel 5 ditampilkan bahwa sebagian besar sampel mendapatkan pemasukan dari orang tua dengan persentase mencapai 46%, namun tidak sedikit juga sampel yang hanya mendapatkan pemasukan dari beasiswa. Sebanyak 30% sampel pada kelompok intervensi non-anemia, dan 50% sampel pada kelompok kontrol anemia, mendapatkan pemasukan per bulan hanya bersumber pada beasiswa. Besar pemasukan per bulan pada setiap kelompok perlakuan ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Pemasukan dan pengeluaran pangan perbulan sampel pada
masing-(Rp.ribuan) 666±196 786±179 760±321 735±243 0.552
Pengeluaran konsumsi pangan (Rp.ribuan)