• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN MAHASISWA PUTRI TPB IPB YANG DIBERI SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL MIFTACHUL JANNAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN MAHASISWA PUTRI TPB IPB YANG DIBERI SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL MIFTACHUL JANNAH"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

MIFTACHUL JANNAH

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP KADAR

HEMOGLOBIN MAHASISWA PUTRI TPB IPB YANG

DIBERI SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Miftachul Jannah NIM I14080125

(4)

bimbingan RIMBAWAN & SITI MADANIJAH

Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (2004) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada remaja sebesar 26.7% (Depkes 2005). Remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi besi. Pada saat remaja putri sedang dalam masa pertumbuhan puncak (peak growth) dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi untuk kebutuhan basal tubuh dan pertumbuhan. Peningkatan kebutuhan zat besi bersamaan dengan kurangnya asupan besi dapat berakibat remaja putri rawan terhadap rendahnya kadar hemoglobin akibat defisiensi besi (Sediaoetama 2002). Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia, diantaranya pendidikan gizi dan suplementasi (Depkes 1996). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suplementasi MVM dan pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan praktek gizi, serta pengaruhnya terhadap kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB IPB.

Penelitian ini adalah bagian dari penelitian besar yang dilakukan pada mahasiswa putri TPB IPB untuk mengetahui manfaat dari suplementasi multivitamin mineral terhadap kadar hemoglobin, antioksidan, dan kebugaran tubuh. Desain penelitian adalah Quasy Eperimental Design dengan rancangan pretest postest group. Penelitian dilakukan pada bulan April-September 2012 di asrama putri TPB IPB. Contoh dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok suplementasi tanpa pendidikan gizi (S) dan kelompok suplementasi dengan pendidikan gizi (SPG). Jenis suplemen yang sama diberikan pada contoh. Sampel minimum yang dibutuhkan adalah 11 orang pada setiap kelompok (Li et al 2004) dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 27 orang, dengan distribusi 15 orang pada kelompok S dan 12 orang pada kelompok SPG.

Contoh dalam penelitian adalah mahasiswa putri yang berusia 19 sampai 20 tahun dengan distribusi 22% anemia ringan, 11.1% anemia sedang, dan 66.7% normal.

Rata-rata pengeluaran pangan per bulan kelompok S dan SPG berturut-turut adalah Rp478 000 ± 105 437.9 dan Rp482 500 ± 126 284.3. Rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap uang saku contoh pada kelompok S adalah 70.2% dan pada kelompok SPG adalah 75%. Tidak terdapat perbedaan nyata pada usia dan pengeluaran pangan kedua kelompok (p>0.05). Dengan uji beda T, perbedaan siklus menstruasi, lama menstruasi, dan siklus menstuasi dalam setahun antara kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05). Terdapat perbedaan nyata dalam keteraturan menstruasi antara kedua kelompok (p<0.05). Sebagian besar contoh pada kedua kelompok menyatakan mengalami keluhan menjelang dan saat menstruasi. Jenis keluhan yang dirasakan relatif sama diantaranya keram di bawah perut, sakit pinggang, pusing, timbulnya jerawat, badan lesu, lebih emosional, dan merasa nyeri pada payudara. Tidak terdapat perbedaan berat badan, tinggi badan, status gizi contoh di kedua kelompok sebelum dan setelah intervensi (p>0.05).

Tingkat pengetahuan gizi awal contoh tentang anemia pada kedua kelompok tergolong kurang. Setelah intervensi, terlihat adanya peningkatan tingkat pengetahuan

(5)

perlakuan tidak mengalami perbedaan yang nyata pada kedua kelompok (p>0.05).

Asupan energi dan zat gizi contoh diperoleh dengan cara food record pada hari kuliah (Senin) dan pada hari libur (Sabtu). Tidak terdapat perbedaan nyata intake protein, vitamin dan mineral (p>0.05) tetapi berbeda nyata pada intake energi (p<0.05).

Kepatuhan contoh tergolong kurang (<80%). Uji beda T menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kepatuhan kedua kelompok perlakuan (p>0.05).

Kepatuhan konsumsi suplemen yang rendah diakibatkan bentuk sendok takaran yang memungkinkan suplemen tidak habis dikonsumsi. Uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap gizi pada kelompok S (p = 0.232 dan r = -0.205) dan SPG (p = 0.343 dan r = 0.130). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan praktek gizi pada kelompok S (p = 0.469 dan r

= 0.022) dan SPG (p = 0.211 dan r = -0.256). Tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap dan praktek gizi pada kelompok S (p = 0.136 dan r = 0.303) dan SPG (p = 0.108 dan r = -0.386).

Berdasarkan uji beda T, tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar hemoglobin sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok (p>0.05). Hal ini menunjukkan suplementasi MVM belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh. Suplementasi MVM dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia pada kedua kelompok, namun hanya signifikan pada contoh anemia dari kelompok SPG (p<0.05). Pendidikan gizi yang diberikan berpengaruh pada peningkatan pengetahuan gizi tanpa merubah sikap dan praktek gizi. Banyaknya faktor yang turut mempengaruhi pembentukan sikap dan praktek menjadi salah satu penyebab tidak efektifnya pendidikan gizi yang diberikan.

Salah satu masalah yang menjadi fokus perhatian program suplementasi adalah kepatuhan. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu mempertimbangkan bentuk suplemen dan cara pemberian. Suplemen yang berbentuk sirup lebih memerlukan pemantauan kepatuhan yang teratur, selain itu bentuk sendok yang digunakan harus disesuaikan agar suplemen bisa tepat habis dikonsumsi. Model pendidikan gizi dalam penelitian hanya efektif meningkatkan pengetahuan gizi. Oleh karena itu, penelitian pendidikan gizi selanjutnya diharapkan bisa lebih luas cakupannya dan juga berfokus pada pemilihan pangan, faktor personal, dan faktor lingkungan.

(6)

ABSTRAK

MIFTACHUL JANNAH. Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral.

Dibimbing oleh RIMBAWAN dan SITI MADANIJAH.

Prevalensi anemia pada remaja putri di Indonesia cukup tinggi dikarenakan kekurangan zat gizi seperti zat besi dan asam folat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi multivitaminmineral dan pendidikan gizi terhadap kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB IPB. Desain penelitian adalah Quasy Experimental Design dengan rancangan pretest postest group. Sampel sebanyak 27 orang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok suplementasi tanpa pendidikan gizi (S) dan kelompok suplementasi yang mendapat pendidikan gizi (SPG). Pendidikan gizi diberikan melalui metode ceramah selama empat kali pertemuan dengan waktu 30-45 menit. Intervensi pendidikan gizi yang diberikan berpengaruh pada peningkatan pengetahuan gizi tetapi belum dapat merubah sikap dan praktek gizi.

Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan kebiasaan makan contoh pada kedua kelompok. Pemberian suplementasi multivitamin mineral belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh pada kedua kelompok, tetapi meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia pada kedua kelompok (p>0.05).

Kata kunci: anemia, mahasiswa, pendidikan gizi, suplementasi

ABSTRACT

MIFTACHUL JANNAH. The Effect of Nutrition Education on Haemoglobin of Bogor Agricultural University’s Girls Student With Multivitamin Mineral Supplementation. Supervised by RIMBAWAN and SITI MADANIJAH.

Anaemia is still prevalence in Indonesia especially in adolescent girls because deficiency of iron and folic acid. The purpose of this study was to analyze the effect of multivitamin minerals supplementation and nutrition education on haemoglobin. The study was conducted on First Common Year Studentsof Bogor Agricultural University. Design of the study was Quasy Experimental with pretest post test group. The number of subjects was 27 and allocated into two groups.

First group received multivitamin minerals supplementation without nutrition education (S group); second group received multivitamin and minerals supplementation with nutrition education (SPG group). The method of nutition education was speech and allocated into four session with duration 30-45 minutes for each meeting. The result of the study showed that nutrition education affected nutritional knowledge but could not improve nutritional attitudes and nutritional practice. There was no significant correlation between nutrition knowledge, attitude, and practice. Multivitamin minerals supplementation could not improve haemoglobin, but could increased haemoglobin of anaemia subject although the increase was not significant (p>0.05).

Keywords:anaemia, nutrition education, students, supplementation

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari

Program Studi Ilmu Gizi

MIFTACHUL JANNAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP KADAR

HEMOGLOBIN MAHASISWA PUTRI TPB IPB YANG

DIBERI SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL

(8)
(9)

Disetujui oleh

~w

Drs Rimbawan, PhD Prof Dr Ir

~anijah'

MS

Pembimbing I Pembimbing II

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 2 0 AUG

20B

(10)

Judul Skripsi : Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral Nama : Miftachul Jannah

NIM : I14080125

Disetujui oleh

Drs Rimbawan, PhD Pembimbing I

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah Pengaruh Suplementasi Multivitamin Mineral dan Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Rimbawan, PhD dan Ibu Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku pembimbing dan Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan penelitian Gian Nubekti, Angga Hardiansyah, Nazhif Gifari, dan Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor atas kerjasamanya selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan adik, juga semua sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013 Miftachul Jannah

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Hipotesis 2 

Manfaat Penelitian 2 

METODE PENELITIAN 3 

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 3 

Populasi dan Sampel 3 

Pelaksananaan Suplementasi 4 

Intervensi Pendidikan Gizi 5 

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5 

Pengolahan dan Analisis Data 6 

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 

Status Anemia Contoh Sebelum Perlakuan 7 

Karakteristik Contoh 7 

Pengetahuan Gizi 11 

Sikap Gizi 13 

Praktek Gizi 14 

Kepatuhan Mengonsumsi Suplemen MVM 15 

Manfaat dan Efek Samping yang Dirasakan 16  Status Anemia Contoh Setelah Perlakuan 17  Hubungan Antar Variabel Setelah Intervensi Pendidikan Gizi 18  Pengaruh Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi 20 

SIMPULAN DAN SARAN 20 

Simpulan 20  Saran 20 

DAFTAR PUSTAKA 21 

LAMPIRAN 24 

(13)

DAFTAR TABEL

1. Kandungan multivitamin mineral dalam suplemen dan persentase

terhadap AKG 4 

2. Jadwal dan materi pendidikan gizi 5 

3. Jenis dan cara pengumpulan data 5 

4. Pengolahan dan analisis data 6 

5. Sebaran contoh berdasarkan status anemia 7  6. Uang saku dan rata-rata pengeluaran pangan contoh 8  7. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh menurut kelompok

perlakuan 9 

8. Karakteristik contoh menurut keadaan menstruasi 9  9. Rata-rata berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh (IMT)

contoh menurut kelompok sebelum dan sesudah perlakuan 10  10. Persentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan

setelah perlakuan 11 

11. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi contoh

sebelum dan setelah perlakuan 12 

12. Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi contoh sebelum dan

setelah perlakuan 13 

13. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh

sebelum dan setelah perlakuan 14 

14. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein

setelah perlakuan 15 

15. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsumsi dan persentase

konsumsi suplemen contoh 15 

16. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata frekuensi dan persentase

frekuensi mengonsumsi suplemen contoh 16 

17. Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia contoh sebelum dan

setelah perlakuan 17 

18. Sebaran contoh berdasarkan status anemia setelah perlakuan 18  19. Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia pada contoh anemia

sebelum dan setelah perlakuan 18 

20. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi 19  21. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan praktek gizi 19  22. Sebaran contoh berdasarkan sikap dan praktek gizi 20 

DAFTAR GAMBAR

1. Alur pengambilan sampel penelitian 3 

2. Sebaran contoh menurut usia 7 

3. Sebaran contoh berdasarkan uang saku/bulan 8  4. Sebaran sampel yang mengalami keluhan menjelang dan saat

menstruasi 10 

(14)

5. Sebaran jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan

setelah perlakuan pada kedua kelompok 12 

6. Sebaran persepsi kesehatan contoh 16 

7. Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen 17 

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner penelitian 24 

2. Handout materi pendidikan gizi 36 

3. Kadar hemoglobin contoh sebelum dan sesudah perlakuan 42  4. Usia, uang saku, dan pengeluaran pangan contoh per bulan 43  5. Berat badan, tinggi badan, dan status gizi contoh sebelum dan

setelah intervensi 44 

6. Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar setiap pertanyaan

sebelum dan setelah perlakuan 45 

7. Sebaran contoh berdasarkan jawaban setuju pernyataan sikap gizi tentang anemia sebelum dan setelah perlakuan 46  8. Sebaran contoh berdasarkan jawaban kebiasaan makan sebelum dan

setelah perlakuan 47

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anemia merupakan masalah gizi utama pada remaja, terutama remaja di negara berkembang. Perkiraan prevelensi anemia remaja pada negara berkembang adalah 27% dan pada negara indutri sebersar 6% (WHO 2005). Penelitian yang dilakukan di Jawa Timur menunjukkan prevalensi anemia tertinggi terdapat pada kelompok remaja putri yaitu sebesar 25.8% (Soekarjo et al 2001), sedangkan penelitian yang dilakukan di India menunjukkan prevalensi yang sangat tinggi pada remaja putri yaitu 90.1% (Toteja dan Singh 2003 dalam SCN News 2005).

Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada remaja sebesar 26.7% (Depkes 2005).

Remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi besi. Pada saat remaja putri sedang dalam masa pertumbuhan puncak (peak growth) dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi untuk kebutuhan basal tubuh dan pertumbuhan. Satu tahun setelah peak growth, remaja putri biasanya akan mengalami haid pertama (menarche) (Sediaoetama 2002). Pertumbuhan yang cepat (growth spurt) berlangsung selama dua tahun setelah menstruasi (Travis 2003 dalam SCN News 2005). Kebutuhan zat besi yang tinggi pada saat peak growth akan menetap karena selanjutnya diperlukan untuk menggantikan besi yang hilang pada saat menstruasi atau haid (Sediaoetama 2002). Banyaknya kehilangan darah saat menstruasi bervariasi antara seorang wanita dengan lainnya.

Diantara wanita muda yang nampak sehat, sekitar 35 sampai 58% menderita pengurangan zat besi atau iron depletion (Piliang dan Djojosoebagia 2006).

Tingginya kebutuhan zat besi pada remaja putri seharusnya diimbangi dengan zat besi yang cukup dari makanan. Apabila kebutuhan zat besi tidak terpenuhi maka kadar hemoglobin akan rendah sehingga terjadi anemia gizi (Dewa 2004). Anemia kekurangan zat besi ini terjadi karena pola konsumsi yang kurang baik. Komposisi makanan yang tidak mencerminkan komponen dengan nilai gizi cukup akan menghambat atau mengurangi ketersediaan biologis zat besi dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagia 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi besi bukan merupakan penyebab utama terjadinya anemia. Defisiensi zat gizi lain seperti asam folat, seng, vitamin A juga dapat menjadi penyebab anemia. Menurut penelitian yang dilakukan pada kelompok usia tua di Amerika, rendahnya kadar serum vitamin B12 dalam darah berhubungan dengan kejadian anemia dan gangguan kognitif (Morris et al. 2007). Penelitian Zarianis (2006) menunjukkan bahwa pada anak sekolah dasar defisiensi besi bukan merupakan satu-satunya faktor utama penyebab anemia. Defisiensi vitamin C juga turut berperan dalam menimbulkan anemia.

Kecenderungan program perbaikan gizi mikro saat ini adalah melakukan fortifikasi dan suplementasi dengan banyak zat gizi (multigizi). Beberepa penelitian menunjukkan bahwa selain dapat memperbaiki indikator fungsional, pemberian multigizi juga dapat meningkatkan indikator cadangan gizi (storage) dalam tubuh (Hardinsyah 2007). Suplementasi multivitamin mineral merupakan

(17)

salah satu cara untuk menanggulangi defisiensi besi dan menurunkan prevalensi anemia.

Berdasarkan pendekatan KAP (Knowledge-Attitude-Practice), peningkatan derajat kesehatan dapat dilakukan dengan berfokus pada mekanisme kognitif yang ada dalam diri seseorang. Model KAP meyakini bahwa pengatahuan baru yang didapatkan seseorang akan merubah sikap yang selanjutnya akan diikuti dengan perubahan perilaku (Espnes dan Smedslund 2001 dalam Henningsen 2011). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menambah atau merubah aspek kognitif adalah dengan melakukan pendidikan gizi. Menurut Winkleby et al. (1992) diacu dalam Ball et al. (2009), pendidikan adalah faktor terkuat dan paling konsisten dalam memprediksi perilaku kesehatan.

Pendidikan gizi pada mahasiswa putri TPB IPB diberikan dengan harapan agar pengetahuan gizi mahasiswa akan berubah, sehingga merubah sikap dan praktek gizi. Perbaikan praktek gizi diharapkan dapat memperbaiki status anemia seseorang.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mempelajari pengaruh suplementasi dan pendidikan gizi terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswa putri TPB IPB.

Tujuan Khusus

1. Mempelajari karakteristik mahasiswa TPB IPB.

2. Mempelajari perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi pada mahasiswa putri TPB IPB sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok yang diberi pendidikan gizi dan kelompok yang tidak diberi pendidikan gizi.

3. Menganalisis pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap peningkatan kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB IPB.

4. Menganalisis pengaruh pendidikan gizi terhadap peningkatan kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB.

Hipotesis

1. Pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi.

2. Terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi pada kelompok yang diberi pendidikan gizi dan kelompok yang tidak diberi pendidikan gizi.

3. Suplementasi multivitamin mineral dan pendidikan gizi yang diberikan dapat meningkatkan kadar hemoglobin darah.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang metode intervensi yang efektif untuk mengatasi masalah anemia yang terjadi di kelompok remaja

(18)

putri.Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk merumuskan metode intervensi untuk permasalahan anemia secara umum.

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian ini adalah Quasy Eperimental dengan pre test post test group. Pemilihan desain tersebut karena dalam penelitian tidak ada randomisasi sampel, artinya tidak semua sampel memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan gizi. Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok yaitu kelompok yang tidak memperoleh pendidikan gizi (S) dan kelompok yang memperoleh pendidikan gizi (SPG). Jenis suplemen yang sama diberikan pada kedua kelompok. Penelitian ini dilakukan di asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB selama 6 bulan, mulai bulan April – September 2012. Analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa putri TPB IPB yang tinggal di Asrama Putri. Gambar 1 menunjukkan alur pengambilan sampel penelitian.

Gambar 1 Alur pengambilan sampel penelitian

Sampel adalah mahasiswa putri TPB IPB yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria Inklusi yaitu : usia 18 – 21 tahun, memiliki kadar Hb < 12.6 g/dL, memiliki IMT <25 kg/m2, tidak sedang mengonsumsi suplemen multimivitamin mineral serupa, sudah mengalami menstruasi, dan bersedia mengikuti tahap

Screening Hb 150 mahasiswa putri dengan Nesco Finger Pick (metode Hemocue)

Penjelasan penelitian dan penandatangan inform consent Pengumpulan mahasiswa putri yang anemia berdasarkan screening dan

seleksi sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi

Diperoleh sampel sebanyak 29 orang Pemeriksaan Hb metode cyanmethemoglobin

Kelompok SPG 14 orang Kelompok S 15 orang

(19)

penelitian (menandatangani informed consent). Kriteria ekslusi yaitu : menderita penyakit kronis, sedang hamil, peminum alkohol dan atau obat-obatan terlarang, dan merokok.

Jumlah sampel minimal dihitung berdasarkan asumsi bahwa nilai α = 5%

(Zα =1,645), kekuatan uji = 80% (Zβ = 0,84), simpangan baku hemoglobin peubah respon (σ = 12 g/l) dan kenaikan nilai hemoglobin sebagai akibat pemberian suplemen multivitamin mineral ( = 13 g/l) (Li et al 1994 dalam Indriani 2011), rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

n

n , ,

n 11

Dengan memperkirakan drop out sebesar 10%, maka jumlah sampel minimal setiap kelompok = 11 x 1.1 = 13 orang. Karena ada 2 kelompok perlakuan, maka jumlah sampel minimal yang dibutuhkan sebagai subyek dalam penelitian ini adalah 26 orang. Jumlah sampel penelitian ini awalnya adalah 29 orang terdiri dari 15 orang kelompok S dan 14 orang kelompok SPG. Sampel drop out sejumlah dua orang dari kelompok SPG karena sakit dan tidak mau mengonsumsi suplemen, sehingga sampel penelitian berjumlah 27 orang.

Pelaksananaan Suplementasi

Keseluruhan suplemen multivitamin mineral diproduksi dalam waktu yang bersamaan oleh suatu perusahaan komersial dalam bentuk sirup dan dikemas dalam botol kaca gelap. Suplemen multivitamin mineral (MVM) diberikan pada kedua kelompok. Setiap subyek penelitian diinstruksikan untuk mengonsumsi sirup sesuai takaran sajinya (15 mL/hari) setiap pagi setelah sarapan selama 8 minggu. Kandungan multivitamin mineral dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan multivitamin mineral dalam suplemen dan persentase terhadap AKG

Mikronutrien Kandungan/15mL % terhadap AKG

Vitamin B1 15 mg 1500.0

Vitamin B2 2.25 mg 204.5

Vitamin B3 22.5 mg 160.7

Vitamin B6 3 mg 230.8

Vitamin B12 15 µg 625

Vitamin C 150 mg 200

Ferro gluconate 20 mg 76.9

Calcium gluconate 100 mg 12.5

Mangan sulfate 2 mg 111.1

Zinc sulfate 5 mg 53.8

(20)

Intervensi Pendidikan Gizi Metode

Pendidikan gizi dilakukan seminggu sekali selama empat kali pertemuan.

Metode yang digunakan adalah ceramah dengan alat bantu handout materi sesuai jadwal pertemuan (Tabel 2). Materi disampaikan oleh peneliti yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Intervensi pendidikan gizi dilaksanakan setiap hari Sabtu pukul 06.30 WIB. Pendidikan gizi dan tanya jawab dilakukan selama 30 samapi 45 menit di lobi bawah Asrama Putri A4 TPB IPB.

Contoh kelompok SPG diminta untuk tidak memberi tahu materi pendidikan gizi kepada kelompok S. Pada akhir penelitian, semua contoh diberikan booklet tentang materi pendidikan gizi agar semua contoh mendapat informasi yang sama.

Evaluasi

Evaluasi pendidikan gizi dilihat dari jumlah contoh yang datang dan konsentrasi contoh saat intervensi berlangsung. Evaluasi materi pendidikan gizi juga dilihat dari jumlah pertanyaan benar yang dapat dijawab contoh dari kuesioner pengetahuan gizi serta perubahan sikap dan kebiasaan makan contoh.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data pada penelitian ini adalah data primer yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Pengambilan sampel darah dilakukan secara serentak pada awal dan akhir intervensi. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh petugas

Tabel 2 Jadwal dan materi pendidikan gizi

Tanggal Materi 28 April 2012 Definisi anemia, kebutuhan besi remaja dan

kelompok rawan anemia

5 Mei 2012 Zat-zat gizi yang berhubungan dengan anemia 12 Mei 2012 Tanda dan akibat anemia

19 Mei 2012 Pencegahan dan penanggulangan anemia

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

Jenis data Cara pengumpulan Alat bantu Waktu Karakteristik sampel wawancara kuesioner awal Keadaan menstruasi wawancara kuesioner awal Alokasi pengeluaran pangan wawancara kuesioner awal & akhir Status gizi antropometri pengukuran BB alat ukur awal & akhir

pengukuran TB alat ukur awal Pengetahuan, sikap, praktek gizi pengisian kuesioner awal & akhir Konsumsi pangan pengisian & wawancara food record selama penelitian Status anemia dibantu petugas medis Cyanmeth. awal & akhir Kepatuhan pengisian & wawancara kuesioner selama penelitian Manfaat dan efek samping wawancara kuesioner akhir

(21)

Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor di Asrama Putri A4 TPB IPB pada pagi hari (pukul 08.00 – 10.00). Subyek diminta untuk berpuasa selama 8 jam sebelum diambil darahnya (Briawan 2008).

Data pengetahuan gizi dilakukan melalui tes objektif tipe pilihan ganda sejumlah 20 soal tentang definisi, interaksi zat gizi, tanda, akibat, pencegahan dan penanggulangan anemia. Data sikap gizi meliputi pernyataan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan kebiasaan makan dan kecenderungan praktek yang berkaitan dengan anemia, sejumlah 10 pernyataan. Data praktek gizi dilihat dari kebiasaan makan dengan 11 pertanyaan. Jawaban pertanyaan kebiasaan makan dalam bentuk pilihan tertutup, dengan alternatif pilihan: a) Selalu: 5-7 kali per minggu, b) Kadang-kadang: 3-4 kali per minggu, c) Jarang: 1-2 kali per minggu, dan d) Tidak pernah. Kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dioleh dan dianalisis menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16. Pengolahan data dengan Microsoft Excel dilakukan dengan langkah entry dan editing. Pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengolahan dan analisis data

Jenis data Pengolahan Analisis Nilai p*

Karakteristik contoh, keadaan menstruasi, dan alokasi pengeluaran pangan

Statistik dasar Independent T-Test p < 0.05

Status gizi antropometri Digolongkan menurut Depkes (2002)

Independent T-Test Korelasi Spearman

p < 0.05 p < 0.05 dan r > 0.5 Status anemia Digolongkan menurut

ACC/SCN (1991)

Independent T-Test Paired T-Test Korelasi Pearson

p < 0.05 p < 0.05 dan r > 0.5 Pengetahuan, sikap, praktek gizi Digolongkan menurut

Khomsan (2000)

Independent T-Test Paired T-Test

p < 0.05 Manfaat dan efek samping Statistik dasar - - Kepatuhan Digolongkan menurut

Depkes (1999) Independent T-Test p < 0.05 Konsumsi pangan software Nutrisurvey

2007 Independent T-Test p < 0.05 Hubungan pengetahuan, sikap,

dan praktek gizi - Korelasi Pearson p < 0.05 dan r > 0.5 Hubungan kadar Hb awal dan

akhir - Korelasi Pearson p < 0.05

dan r > 0.5

* Nilai p jika berbeda nyata

(22)

Sta Rata-rata kadar pada kelompok SPG terdapat perbedaan perlakuan (p>0.05). K

Tabel 5 mengg Prevalensi anemia p penelitian Briawan ( 51% dan penelitian penelitian ini tergolo WHO (2001).

Usia

Rata-rata usia c yaitu berturut-turut 1 contoh pada kelompo SPG lebih didomina 1995). Tidak terdapat

5 10

Persentase (%)

Tabel

Status anemia

Anemia sedang Anemia ringan Normal Total

HASIL DAN PEMBAHASAN

atus Anemia Contoh Sebelum Perlakuan r hemoglobin pada kelompok S adalah 11.93 G adalah 11.94 ± 1.24 g/dL. Uji beda t me

yang nyata kadar hemoglobin kedua kelo Kadar hemoglobin contoh disajikan pada Lam gambarkan bahwa sebagian besar contoh men pada penelitian ini lebih rendah jika diban

(2008) yang melaporkan bahwa prevalensi Anggraeni (2004) sebesar 48.1%. Prevalen ng tinggi jika dibandingkan dengan standar

Karakteristik Contoh

contoh pada kelompok S dan kelompok SP 19.0 ± 0.4 dan 18.9 ± 0.5 tahun. Berdasar ok S didominasi oleh kelompok remaja mene asi oleh kelompok usia remaja akhir (Guna

t perbedaan nyata usia contoh kedua kelompo

Gambar 2 Sebaran contoh menurut usia 0

50 00

18-19 19-20

60

40 16.7

83.3

Rentang usia contoh (tahun) S SPG l 5 Sebaran contoh berdasarkan status anemia

Kadar hemoglobin

(g/dL)

Kelompok

S SPG n % n %

7.0-10.0 4 26.6 2 16.

10.1-11.9 1 6.7 2 16.

≥ 12.0 10 66.7 8 66.

15 100.0 12 100.

± 1.19 g/dL dan nunjukkan tidak ompok sebelum mpiran 3.

ngalami anemia.

ndingkan dengan anemia sebesar nsi anemia pada yang ditetapkan

PG hampir sama, rkan Gambar 2, engah sedangkan

arsa & Gunarsa ok (p>0.05).

a

Total n % .7 6 22.2 .7 3 11.1 .7 18 66.7 .0 27 100.0

(23)

Uang Saku

Rata-rata uang saku pada kelompok S adalah Rp763 333.3 ± 251 045.4 sedangkan SPG adalah Rp783 333.3 ± 423 906.8. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada uang saku kedua kelompok (p>0.05). Sumber uang saku contoh pada kelompok S berasal dari orangtua (40%), beasiswa (26.7%), dan gabungan dari orangtua dan beasiswa (33.3%). Pada kelompok SPG sumber uang saku berasal dari orangtua (41.7%), beasiswa (33.3%), dan gabungan dari orangtua dan beasiswa (25%). Secara umum, sumber uang saku sebagian besar contoh berasal dari orang tua. Sebaran uang saku contoh dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengeluaran Pangan

Rata-rata pengeluaran pangan per bulan sebelum perlakuan pada kelompok S adalah Rp478 000 ± 105 437.9 dan pada kelompok SPG adalah Rp482 500 ± 126 284.3. Uji beda t menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pengeluaran pangan pada kedua kelompok perlakuan (p>0.05). Pengeluaran pangan contoh kedua kelompok setelah perlakuan tidak mengalami perubahan. Pengeluaran pangan disajikan pada Lampiran 4.

Rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap uang saku contoh pada kelompok S adalah 70.2% dan pada kelompok SPG adalah 75%. Hal tersebut menunjukkan pangan mendapatkan proporsi terbesar dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari contoh pada kedua kelompok. Menurut Soemardi dan Evens (1985) diacu dalam Puri (2007), kelompok masyarakat berpendapatan rendah umumnya memiliki proporsi pengeluaran terbesar yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Tabel 6 menunjukkan terdapat kecenderungan semakin tinggi uang saku yang diperoleh contoh maka pengeluaran pangan per bulan semakin besarpada kedua kelompok.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan uang saku/bulan 53.4

13.3 33.3

0 58.4

25 8.3 8.3

0 20 40 60 80

500-700 700-1 000 1 000-1 500 ≥1 500

Persentase (%)

Jumlah uang saku/bulan (dalam ratusan ribu rupiah) S SPG

Tabel 6 Uang saku dan rata-rata pengeluaran pangan contoh Pengelompokan uang

saku (Rupiah)

Rata-rata pengeluaran pangan (Rupiah)

S SPG Total

500 000 470 000 ± 121 244 450 000 ± 150 000 460 000 ± 122 474 5000 000 – 1 000 000 483 000 ± 83 006 535 714 ± 118 019 504 706 ± 99 065 1 000 000 – 1 500 000 645 000 ± 360 624 450 000 580 000 ± 278 747

>1 500 000 - 600 000 600 000

(24)

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Latar belakang pekerjaan orangtua contoh pada kedua kelompok cukup beragam (Tabel 8). Pekerjaan orangtua pada kedua kelompok perlakuan didominasi oleh wiraswasta (37.5%), swasta (25%) dan PNS (25%). Sebagian besar pendapatan orangtua contoh pada kedua kelompok berada dalan rentang 1-2 juta/bulan (44.4%) dan 2-3 juta.bulan (29.6%). Rata-rata penghasilan orangtua kelompok S adalah Rp2 240 000 dan pada kelompok SPG adalah Rp3 065 192 (p>0.05).

Keadaan Menstruasi

Umur pertama kali menstruasi contoh pada kedua kelompok berkisar antara 11-16 tahun. Keadaan menatruasi contoh dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 8 Karakteristik contoh menurut keadaan menstruasi Keadaan menstruasi Kelompok

S SPG p

Umur menstruasi (tahun) 12.9 ± 1.5 12.4 ± 1.0 0.307 Keteraturan (%)

Teratur 100.0 ± 0.0 58.3 ± 0.0 0.004 Tidak teratur 0.0 ± 0.0 41.7 ± 0.0

Lama siklus (hari) 28.0 ± 2.3 28.0 ± 1.4 1.000 Lama menstruasi (hari) 6.6 ± 0.9 7.0 ± 1.8 0.573 Siklus dalam setahun (kali) 11.7 ± 0.7 10.3 ± 2.60 0.056 Tabel 7 Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh menurut kelompok

perlakuan

Sosial-ekonomi keluarga

Kelompok

Total S SPG

n % n % n % Pekerjaan Ayah

Wiraswasta 2 13.3 4 33.4 10 37.0

Swasta 6 40.0 1 8.3 4 14.8

PNS 3 20.0 3 25.0 5 18.5

Petani 0 0.0 1 8.3 1 3.7

Pensiunan PNS 3 20.0 0 0.0 3 11.1 Lainnya (alm) 1 6.7 3 25.0 4 14.8 Pekerjaan Ibu

Wiraswasta 1 6.7 1 8.3 2 7.4

Swasta 2 13.3 2 16.7 4 14.8

PNS 1 6.7 2 16.7 3 11.1

IRT 11 73.3 7 58.3 18 66.7

Pendapatan Orangtua

< 1 juta 1 6.6 0 0.0 1 3.7

1-2 juta 7 46.8 5 41.6 12 44.4

2-3 juta 6 40.0 2 16.7 8 29.6

3-4 juta 0 0.0 3 25.0 3 11.1

> 4 juta 1 6.6 2 16.7 3 11.1

(25)

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok menyatakan mengalami keluhan menjelang dan pada saat menstruasi dengan jenis keluhan diantaranya keram di bawah perut, sakit pinggang, pusing, timbulnya jerawat, badan lesu, lebih emosional, dan merasa nyeri pada payudara. Persentase skor keluhan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada kedua kelompok, tampak keluhan saat menstruasi lebih banyak dirasakan daripada keluhan menjelang menstruasi.

Status Gizi Antropometri

Rata-rata berat badan pada kelompok S lebih besar daripada kelompok SPG, namun tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05). Presentase contoh yang memiliki berat badan di bawah 50 kg (WNPG 2004) masih tergolong besar, yaitu 40% pada kelompok S dan 42% pada kelompok SPG (p>0.05).

Gambar 4 Sebaran sampel yang mengalami keluhan menjelang dan saat menstruasi

86.7 91.7

93.3 100

0 50 100

S SPG

Persentase (%)

Kelompok

Menjelang Saat

Tabel 9 Rata-rata berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh (IMT) contoh menurut kelompok sebelum dan sesudah perlakuan

Antropometri Kelompok

Total p S SPG

Sebelum

BB (kg) 53.8 ± 7.9 49.7 ± 7.5 52.0 ± 7.8 0.181 TB (cm) 154.3 ± 5.7 154.0 ± 4.2 154.1 ± 5.0 0.876 IMT (kg/m2) 22.5 ± 2.7 20.9 ± 2.7 21.8 ± 2.8 0.134 Kategori IMT (%)

Kurus 6.7 16.7 11.1

Normal 73.3 75.0 74.1

Gemuk sehat 6.3 8.3 7.4

Obes I 13.3 0.0 7.4

Setelah

BB (kg) 53.7 ± 7.6 49.5 ± 7.2 51.8 ± 7.6 0.158 TB (cm) 154.3 ± 5.7 154.0 ± 4.2 154.1 ± 5.0 0.876 IMT (kg/m2) 22.5 ± 2.7 20.8 ± 2.7 21.8 ± 2.8 0.128 Kategori IMT (%)

Kurus 6.7 16.7 11.1

Normal 73.3 66.7 70.4

Gemuk sehat 13.3 16.7 14.8

Obes I 6.7 0.0 3.7

(26)

Proporsi contoh yang mempunyai tinggi badan di bawah 154 cm (WNPG 2004) yaitu 33% pada kelompok S dan 50% pada SPG. Kekurangan zat besi pada masa remaja dapat menyebabkan tidak tercapainya tinggi badan optimal (Depkes 1998), sehingga diduga sebagian besar contoh mengalami defisiensi zat besi.

Batasan 50 kg untuk berat badan dan 154 cm untuk tinggi badan adalah batasan usia remaja yaitu kurang dari 20 tahun (WNPG 2004).

Setelah intervensi, rata-rata berat badan contoh pada kedua kelompok cenderung menurun namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05). Sebagian besar status gizi contoh pada kedua kelompok adalah normal.

Uji beda t (Paired Sample T-Test) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata nilai IMT kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan (p>0.05).

Status gizi merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan diagnosis anemia (Soemantri 1978 dalam Adriyani 2008). Uji Spearman menunjukkan semakin baik status gizi awal semakin besar peningkatan kadar hemoglobin contoh, namun hubungan tersebut tidak signifikan (p = 0.364 dan r = 1.000). Hal ini sejalan dengan penelitian Andriyani (2008) dan Briawan (2008) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara status gizi antropometri dengan peningkatan kadar hemoglobin. Berat badan, tinggi badan dan IMT contoh dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pengetahuan Gizi

Jenis pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh contoh pada kedua kelompok sebelum perlakuan adalah pertanyaan tentang zat-zat gizi dan kelompok rawan anemia (Gambar 5). Hal ini bisa dimengerti karena tidak semua contoh memperoleh informasi atau pengetahuan tentang interaksi zat gizi. Pertanyaan lain yang banyak dijawab salah adalah definisi anemia. Tabel 10 menunjukkan presentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok.

Tingkat pengetahuan gizi awal kedua kelompok tergolong kurang

dikarenakan contoh pada kedua kelompok tidak mengetahui dan tidak mendapatkan informasi terkait anemia (Tabel 11). Contoh kelompok S tidak menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan gizi dan terlihat adanya peningkatan pada kelompok SPG. Peningkatan pengetahuan gizi pada kelompok SPG dikarenakan intervensi pendidikan gizi yang diberikan. Menurut Khomsan et Tabel 10 Persentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan

setelah perlakuan Jenis pertanyaan

Kelompok

S SPG Pre Post Pre Post Definisi anemia dan kelompok rawan 63.3 53.3 43.3 68.3

Interaksi zat-zat gizi 20.2 17.9 8.3 88.1

Tanda dan akibat anemia 52.1 52.1 47.9 64.6 Pencegahan dan penanggulangan anemia 50.0 45.8 39.6 79.2

(27)

al. (2007) penyuluhan giz gizi.

Meskipun begitu, m pengetahuan gizi kurang contoh susah mengingat kurangnya motivasi contoh sebaran contoh berdasarkan

Penelitian ini menun meningkatkan pengetahua bahwa intervensi pendidik signifikan, diantaranya pen penelitian Zulaekah (2007) Gambar 5 Sebaran jawaban perlakuan pada ke

100 3020 5040 7060 9080

63.3

20.2 52 53.3

17.9

Tabel 11 Sebaran contoh sebelum dan se Tingkat Pen

Baik Sedang Kurang

Baik Sedang Kurang

i merupakan upaya untuk meningkatkan pe masih terdapat contoh kelompok SPG deng sebanyak 8.4%. Hal ini kemungkinan terja

materi pendidikan gizi yang telah dibe h dalam mengikuti pertemuan pendidikan g n jawaban benar dapat dilihat pada Lampiran

njukkan pendidikan gizi yang diberikan efe an gizi (p<0.05). Beberapa penelitian me kan gizi dapat meningkatkan pengetahuan g

nelitian Dwiriani (2012) pada remaja putri pada siswa SD kelas 5 dan 6.

benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum edua kelompok

PrePo

2.1 50 43.3

8.3 47.9

39.6 52.1

45.8 68.3

88.1

64.6

79.2

*

h berdasarkan tingkat pengetahuan gizi contoh etelah perlakuan

ngetahuan Kelompok (%)

S SPG Sebelum perlakuan

0.0 0.0

0.0 0.0

100.0 100.0 Setelah perlakuan

0.0 33.3 0.0 58.3

100.0 8.4

engetahuan gan tingkat

adi karena erikan dan

gizi. Tabel 6.

ektif untuk enunjukkan

gizi secara SMP dan m dan setelah

eost

Pre Post

* adalah SPG

h

(28)

Sikap Gizi

Sebelum intervensi, sebanyak 33.3% contoh kelompok S dan 50% contoh kelompok SPG menunjukkan sikap positif terhadap kebiasaan minum teh setelah makan. Sikap tersebut muncul diduga karena pengaruh kebiasaan yang tumbuh di masyarakat. Kebiasaan tersebut dapat menjadi pengarah sikap terhadap berbagai masalah (Azwar 2012). Sebagian besar contoh setuju dengan kebiasaan makan teratur 3 kali sehari dengan memperhatikan gizi seimbang.

Hampir semua contoh menyatakan setuju bahwa anemia merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian serius. Namun, sepertiga contoh pada kedua kelompok memiliki kecenderungan untuk tidak memeriksakan kesehatan jika akibat anemia tidak mengganggu mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap anemia baru muncul ketika contoh merasa terganggu dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari anemia. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata sikap gizi awal kedua kelompok (p>0.05).

Setelah intervensi, terlihat adanya penurunan pada sikap kebiasaan minum teh setelah makan pada kedua kelompok. Pada kelompok S, sikap preferensi konsumsi lauk nabati meningkat sedangkan kelompok SPG mengalami penurunan. Uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata sikap gizi akhir kedua kelompok (p<0.05). Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi contoh sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Peningkatan sebagian besar sikap gizi pada kelompok SPG memberi gambaran bahwa sikap gizi seringkali terkait erat dengan pengetahuan gizi.

Seseorang yang berpengetahuan gizi baik cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula (Khomsan et al. 2009). Lebih mendalam, Azwar (2012) menjelaskan bahwa salah satu komponen sikap adalah komponen kognitif yang merupakan kepercayaan seseorang terhadap objek sikap. Kepercayaan tersebut didapatkan melalui apa yang dilihat dan apa yang telah diketahui.

Penurunan sebagian sikap gizi pada kelompok S menunjukkan bahwa sikap dapat berubah seiring berjalannya waktu (Sumarwan 2003). Perubahan sikap tersebut sangat mungkin terjadi karena individu-individu selalu melakukan interaksi sosial. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi contoh sebelum dan setelah perlakuan

Tingkat sikap gizi (%) Kelompok

S SPG Sebelum perlakuan

Baik 40.0 50.0

Sedang 60.0 50.0

Kurang 0.0 0.0

Setelah perlakuan

Baik 33.3 75.0

Sedang 66.7 25.0

Kurang 0.0 0.0

(29)

adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang yang dianggap penting, media massa, institusi lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar 2012). Tabel sebaran contoh berdasarkan pernyataan sikap gizi tentang anemia sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Praktek Gizi

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok memiliki frekuensi makan 2 kali sehari dengan distribusi 73.3% pada kelompok S dan 83.3% pada SPG. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata kebiasaan makan sebelum perlakuan kedua kelompok (p>0.05).

Pada kedua kelompok, kebiasaan makan sebelum dan setelah perlakuan tidak mengalami perbedaan yang nyata (p>0.05). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pendidikan gizi yang diberikan belum efektif untuk mengubah kebiasaan makan. Meskipun secara keseluruhan tidak terdapat perubahan kebiasaan makan, namun beberapa kebiasaan makan seperti mengonsumsi teh dan kopi menurun signifikan pada kelompok SPG. Baranowski et al. (1999) dalam Ball et al. (2009) mengungkapkan bukti bahwa faktor kognitif (pengetahuan gizi) mempengaruhi intik makanan. Selain itu, sikap dan kepercayaan tentang gaya hidup sehat terbukti mempengaruhi intik makanan (Hearty et al. 2007 dalam Ball et al. 2009). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok mengalami defisit energi tingkat berat tetapi memiliki tingkat kecukupan protein (TKP) yang baik padarentang 80-119.9% kebutuhan (Tabel 14). Hal ini disebabkan konsumsi harian contoh pada kedua kelompok cenderung berasal dari pangan sumber protein.

Tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan protein, vitamin, dan mineral pada kedua kelompok perlakuan (p>0.05) dan hanya terdapat perbedaan nyata pada TKE (p<0.05). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral tergolong kurang kecuali tingkat kecukupan vitamin A (Gibson 2005). Tingkat kecukupan vitamin A yang tinggi disebabkan konsumsi pangan contoh kaya akan kandungan vitamin A seperti hati ayam dan penyerapan minyak goreng pada makanan yang

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh sebelum dan setelah perlakuan

Variabel (%) Kelompok

Total S SPG Sebelum perlakuan

Baik 0.0 8.3 3.8

Sedang 53.3 41.7 48.1

Kurang 46.7 50.0 48.1

Setelah perlakuan

Baik 0.0 8.3 3.8

Sedang 53.3 41.7 48.1

Kurang 46.7 50.0 48.1

(30)

dikonsumsi. Rata-rata intik dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi setelah perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 9.

Kepatuhan Mengonsumsi Suplemen MVM

Secara umum, rata-rata kepatuhan contoh pada kedua kelompok tergolong kurang (<80%) (Tabel 15). Jumlah suplemen yang seharusnya dikonsumsi selama 8 minggu (dalam satuan mL) adalah 840 mL. Berdasarkan Depkes (1999), indikator cakupan program penanggulangan anemia memiliki kepatuhan yang baik jika kepatuhan lebih dari 80%. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kepatuhan kedua kelompok perlakuan (p>0.05).

Sebagai perbandingan, kepatuhan contoh juga dilihat dari frekuensi contoh mengonsumsi suplemen. Rata-rata contoh pada kedua kelompok tergolong rutin mengonsumsi suplemen yaitu sebanyak 51 kali (91.9%) dari total suplemen seharusnya yaitu 56 kali (Tabel 16).

Kepatuhan konsumsi suplemen yang rendah diakibatkan bentuk sendok takaran yang memungkinkan suplemen tidak habis dikonsumsi sehingga konsumsi harian suplemen contoh kurang dari 15 ml. Rata-rata contoh pada kedua

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein setelah perlakuan

Tingkat kecukupan Kelompok

Total S SPG Energi [n (%)]

< 70 9 (60.0 %) 11 (91.7 %) 20 (74.0 %) 70-79.9 4 (26.7 %) 1 (8.3 %) 5 (18.6 %) 80-89.9 1 (6.7 %) 0 (0.0 %) 1 (3.7 %) 90-119.9 1 (6.7 %) 0 (0.0 %) 1 (3.7 %)

>= 120 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) Protein [n (%)]

< 70 1 (6.7 %) 1 (8.3 %) 2 (7.4 %) 70-79.9 3 (20 %) 1 (8.3 %) 4 (14.8 %) 80-89.9 4 (26.7 %) 4 (33.3 %) 8 (29.6 %) 90-119.9 6 (40.0 %) 4 (33.3 %) 10 (37.0 %)

>= 120 1 (6.7 %) 2 (16.7) 3 (11.1 %)

Tabel 15 Nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsumsi dan persentase konsumsi suplemen contoh

Variabel

Kelompok

S SPG Konsumsi (mL) % Konsumsi (mL) %

Nilai Minimum 350.0 42.0 242.0 29.0 Nilai Maksimum 748.0 89.0 620.0 74.0

Rata-rata 506.6 60.0 496.0 59.0

(31)

kelompok mengonsumsi 9 mL suplemen per hari. Rendahnya kepatuhan memang menjadi salah satu masalah program suplementasi (Fahmida et al 1998 diacu dalam Fikawati et al. 2004), sehingga akan lebih baik jika variabel kepatuhan merupakan variabel yang dikontrol.

Manfaat dan Efek Samping yang Dirasakan

Sebagian besar contoh merasa lebih bugar jika mengonsumsi suplemen.

Kebugaran yang dimaksud adalah contoh merasa tidak mudah lelah dalam melaksanakan aktivitas hariannya dan merasa tidak mudah sakit (Gambar 6).

Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2009) menunjukkan bahwa suplementasi MVM dapat memperbaiki jumlah sel Natural Killer (NK) secara signifikan.Sel NK adalah salah satu komponen yang berperan dalam sistem imun non spesifik.

Contoh mengaku gejala pusing yang dialami menjadi semakin berkurang.

Hanya sebagian kecil contoh yang masih merasakan pusing jika berubah posisi (misalnya: dari duduk ke berdiri). Suplementasi yang diberikan juga berdampak pada peningkatan nafsu makan.Angeles-Agdeppa et al. (1997) menyebutkan bahwa efek samping yang ditimbulkan suplementasi besi adalah peningkatan nafsu makan dan mudah mengantuk.

Efek samping yang dirasakan contoh setelah mengonsumsi suplemen adalah mual dan muntah (Gambar 7). Mual dan muntah yang dirasakan contoh

Gambar 6 Sebaran persepsi kesehatan contoh 73.3

86.7

66.7 73.3

83.3

66.7

75 75

0 20 40 60 80 100

Lebih bugar Tidak mudah sakit

Pusing berkurang

Nafsu makan meningkat

Persentase (%)

Persepsi kesehatan contoh

S SPG Tabel 16 Nilai minimum, maksimum dan rata-rata frekuensi dan persentase

frekuensi mengonsumsi suplemen contoh

Variabel

Kelompok

S SPG Frekuensi (kali) % Frekuensi (kali) %

Nilai Minimum 47 84 41 73

Nilai Maksimum 56 100 56 100

Rata-rata 53 94 50 89

(32)

merupakan efek samping yang ditimbulkan suplementasi besi pada saluran pencernaan bagian atas (INACG 1977 diacu dalam Briawan 2008). Contoh juga mengalami diare dan konstipasi saat pertama kali mengonsumsi suplemen.

Status Anemia Contoh Setelah Perlakuan

Berdasarkan uji beda T, tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar hemoglobin sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok (p>0.05) (Tabel 17). Rata-rata status anemia contoh pada kedua kelompok juga tidak mengalami perubahan.

Hal tersebut menunjukkan suplementasi MVM belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh. Kandungan besi dalam suplemen MVM rendah dan berada di bawah batas AKG besi untuk remaja putri sebesar 26 mg. Zat besi dalam suplemen MVM berada dalam bentuk ferro gloconate dengan jumlah 20 mg setiap takaran (15 ml), sedangkan jumlah zat besi dalam suplemen MVM dapat dipastikan lebih rendah dari 20 mg karena belum dikonversi dari bentuk ferro gloconate ke bentuk zat besi. Pada studi yang dilakukan oleh Dwiriani (2012), konversi 30 mg fero sulfat hanya menghasilkan zat besi sebesar 12.9 mg.

Selain itu, intik zat besi dan mineral lain yang membantu penyerapan zat besi contoh tergolong rendah. Hanya tingkat kecukupan vitamin A yang memenuhi AKG contoh. Tabel 18 menunjukkan bahwa prevalensi anemia contoh pada kedua kelompok meningkat jika dibandingkan dengan status anemia awal.

Prevalensi anemia dari kedua kelompok perlakuan setelah perlakuan sebesar 44.7%, sedangkan prevalensin anemia awal sebesar 33.3%.

Gambar 7 Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen

6.7 6.7 6.7

33.3

8.4

0 0

8.3 0

10 20 30 40

Mual Muntah Konstipasi Diare

Persentase (%)

Jenis keluhan

S SPG

Tabel 17 Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia contoh sebelum dan setelah perlakuan

Indikator S SPG

Sebelum Setelah Sebelum Setelah Rata-rata kadar Hb 11.93 12.04 11.94 11.85 Status anemia Ringan Ringan Ringan Ringan

Nilai p 0.440 0.714

(33)

Meskipun suplementasi MVM tidak bisa meningkatkan kadar hemoglobin contoh kedua kelompok secara keseluruhan, namun dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia pada kedua kelompok. Peningkatan tersebut berbeda nyata pada kelompok SPG (p<0.05) namun tidak berbeda nyata pada kelompok S (p>0.05) (Tabel 19). Rata-rata peningkatan kadar hemoglobin pada contoh anemia kedua kelompok lebih tinggi jika dibandingkan dengan keseluruhan contoh.

Taraf absorpsi besi diatur dalam mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung lebih lambat daripada penerimaannya dari saluran cerna, bergantung pada simpanan besi di dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju penyebaran ini diatur oleh jumlah dan tingkat kejenuhan transferin. Tingkat kejenuhan transferin biasanya sepertiga dari kemampuan ikat besi totalnya (Total Iron Binding Capacity/ TIBC). Pada kondisi tubuh mengalami kekurangan zat besi, transferin pada sel mukosa berada dalam kondisi tidak jenuh sehingga dapat lebih banyak mengikat besi untuk disalurkan ke dalam tubuh (Almatsier 2003).

Hal inilah yang menyebabkan peningkatan kadar hemoglobin lebih tinggi pada contoh anemia dibandingkan contoh yang tidak anemia.

Hubungan Antar Variabel Setelah Intervensi Pendidikan Gizi Hubungan Pengetahuan dan Sikap Gizi

Pada kelompok S, meskipun pengetahuan gizi yang dimiliki oleh keseluruhan contoh tergolong kurang tetapi sebagian besar besar contoh memiliki sikap gizi yang tergolong sedang dan terdapat 33.3% contoh yang meiliki sikap gizi tergolong baik. Hal ini menunjukkan sikap gizi yang baik pada kelompok S

Tabel 19 Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia pada contoh anemia sebelum dan setelah perlakuan

Indikator S SPG

Sebelum Setelah Sebelum Setelah Rata-rata kadar Hb (g/dL) 10.54 10.98 10.45 11.1 Status anemia Ringan Ringan Ringan Ringan Peningkatan kadar Hb (g/dL) 0.44 0.65

Nilai p 0.089 0.049

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan status anemia setelah perlakuan

Status anemia

Kadar hemoglobin

(g/dL)

Kelompok

Total S SPG

n % n % n %

Anemia sedang 7.0-10.0 5 33.3 6 50.0 11 40.7 Anemia ringan 10.1-11.9 1 6.7 0 0.0 1 3.7

Normal ≥ 12.0 9 60.0 6 50.0 15 55.5

Total 15 100.0 12 100.0 27 100.0

(34)

tidak berhubungan dengan pengetahuan gizi. Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan pengetahuan dan sikap gizi (p = 0.232 dan r = -0.205).

Pada kelompok SPG, terlihat kecenderungan semakin baik pengetahuan gizi yang dimiliki maka semakin baik pula sikap gizi. Namun dengan uji korelasi Spearman diperoleh bahwa tingkat pengetahuan gizi pada kelompok SPG tidak berhubungan nyata dengan sikap gizi (p = 0.343 dan r = 0.130). Tabel 20 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi

Hubungan Pengetahuan dengan Praktek Gizi

Pada kelompok S, tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pengetahuan dengan praktek gizi (p = 0.469 dan r = 0.022). Pada kelompok SPG, uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi contoh dengan praktek gizi (p = 0.211 dan r = -0.256).

Tabel 21 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan praktek gizi.

Dalam menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumsi, Pelto (1981) dalam Suhardjo (2003) menjelaskan bahwa rumah tangga merupakan pusat pengaruh dari berbagai variabel yang menentukan perilaku konsumsi seseorang. Pengetahuan gizi tidak berdiri sendiri sebagai faktor terkuat yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi. Faktor struktur rumah tangga menjadi kunci dalam mempengaruhi perilaku konsumsi. Penelitian Ball et al.

(2009) juga mempertegas bahwa dukungan sosial dari anggota keluarga untuk mengonsumsi makanan sehat adalah kunci pemilihan makanan.

Hubungan Sikap dengan Praktek Gizi

Pada kedua kelompok, tidak terdapat hubungan sikap dengan praktek gizi dengan korelasi Pearson pada kelompok S (p = 0.136 dan r = 0.303) dan SPG (p

= 0.108 dan r = -0.386). Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, sehingga belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.

Selain dipengaruhi oleh sikap, praktek juga didasari oleh faktor predisposisi lainnya yaitu pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, dan nilai. Tabel 22 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan sikap dan praktek gizi.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi Pengetahuan

gizi (%)

Sikap gizi (%)

S SPG Kurang Sedang Baik Total Kurang Sedang Baik Total

Kurang 0.0 66.7 33.3 100.0 0.0 0.0 100.0 100.0

Sedang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 28.6 71.4 100.0

Baik 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 75.0 100.0

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan praktek gizi Pengetahuan

gizi (%)

Kebiasaan makan (%)

S SPG Kurang Sedang Baik Total Kurang Sedang Baik Total

Kurang 13.3 60.0 26.7 100.0 0.0 100.0 0.0 100.0

Sedang 0.0 0.0 0.0 0.0 14.3 57.1 28.6 100.0

Baik 0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 25.0 25.0 100.0

Referensi

Dokumen terkait

Nilai signifikan debt to equity ratio (X3) lebih kecil dari 0,05 atau 5% dengan tingkat siginifikan sebesar 5%, ini berarti debt to equity ratio tidak berpengaruh

Konsekuensi logisnya, aparat penegak hukum harus memiliki kemampuan lebih dan profesi di dalam menangani tindak pidana perjudian profesionalisme

Aplikasi Pupuk Bokashi dan NPK Organik pada Tanah Ultisol untuk Tanaman Padi Sawah Dengan Sistem

Berdasarkan hasil penelitian gambaran pengetahuan ibu terhadap mekanisme pertolongan pertama pada balita tersedak di Perumahan Graha Sedayu Sejahtera sebagian besar memiliki

Berdasarkan kesimpulan disa- rankan Pembelajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan model PBL dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai

01. Tentukanlah interval naik dan interval turun dari fungsi f(x) = 3x2– 12x + 5 Jawab f(x) = 3x2– 12x + 5 f’(x) = 6x – 12 maka f’(x) = 0 6x – 12 = 0 6x = 12 x =

menggunakan SPS (Seri Program.. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII MTsN Ngemplak Boyolali. Nur

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknlsnya, maka dengan ini kami umumkan Perusahaan yang yang melaksanakan pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut :. Kegiatan