GAMBARAN STATUS GIZI BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHINYA DI WILAYAH
KECAMATAN AFULUKABUPATEN
NIAS UTARA
SKRIPSI
Oleh Yupiter Zebua
NIM 121121035
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji beserta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “ Gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan
Afulu Kabupaten Nias Utara” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis terkait dengan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi
inikepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terlaksananya pendidikan sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
3. Ibu Nur Asiah, S.Kep., Ns. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat, sehingga skripsi
ini diselesaikan dengan baik.
4. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara beserta staf
yang telah membantu selama proses pendidikan.
5. Kepala Puskesmas Afulu yang telah memberikan kesempatan dan dukungan
6. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Keperawatan 2012 Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan.
7. Seluruh keluarga yang menyayangiku yang telah memberikan doa restu dan
dukungan disepanjang kehidupanku dan selama menjalani pendidikan di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ini.
Semoga segala bantuan, kebaikan dan dukungan dapat menjadi motivasi
bagi saya dan saya ucapkan terimakasih.
Medan, 27 Januari 2014
DAFTAR ISI
1.3Pertanyaan Penelitian... 4
1.4Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan Umum ... 4
2. Tujuan Khusus... 4
2.4Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 6
2.1 Status Gizi Balita... 6
2.1.1 Pengertian... 6
2.1.2 Klasifikasi Status Gizi Balita.... 6
2.1.3 Gizi Seimbang pada Balita... 8
2.1.4 Metode Penilaian Status Gizi Balita... 9
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita... 14
2.2.1 Keadaan Infeksi ... 14
2.2.2 Konsumsi Makanan... 14
2.2.3Pengaruh Budaya... 15
2.2.4Penyediaan Pangan... 15
2.2.5 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan... 16
2.2.6 Higiene dan Sanitasi Lingkungan... 16
2.2.7 Jumlah Anggota Keluarga... 17
2.2.8 Tingkat Pendapatan... 17
2.2.9 Tingkat Pendidikan Ibu... 17
2.2.10 Pengetahuan Ibu tentang Gizi... 18
BAB III KERANGKA KONSEP... 19
3.1 Kerangka Konsep... 19
3.2 Defenisi Operasional... 20
BAB IV METODE PENELITIAN... 23
4.1Desain Penelitian ... 23
4.2Populasi dan Sampel... 23
4.3Lokasi Dan Waktu Penelitian... 26
4.4Pertimbangan Etik... 26
4.5Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas... 27
4.6Pengumpulan Data... 29
4.7 Analisa Data... 31
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 33
5.2 Pembahasan... 36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 41
6.1 Kesimpulan... 41
6.2 Saran... 41
6.2.1. Pelayanan keperawatan
6.2.2. Penelitian Keperawatan DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lembar Penjelasan Kepada Responden Informed Consent
Instrumen Penelitian Ethical Clearence
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional ... 20
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi karakteristik balita di wilayah Kecamatan
Afulu Kabupaten Nias Utara………
33
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi status gizi balita di wilayah Kecamatan
Afulu Kabupaten Nias Utara………
34
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias
Utara………..
DAFTAR SINGKATAN
SDM : Sumber Daya Manusia
PUGS : Pedoman Umum Gizi Seimbang
UPGK : Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
MDGs : Millennium Development Goals
BB : Berat Badan
TB : Tinggi Badan
KMS : Kartu Menuju Sehat
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
KEP : Kurang Energi Protein
Judul : Gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
Nama : Yupiter Zebua
Program studi : Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2013/2014
__
ABSTRAK
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh balita. Namun, status gizi balita di beberapa wilayah daerah di Indonesia masih jauh dari dari target
Millenium Development Goals 2015 sebesar 15%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif pada 96 ibu dan balitanya yang berusia 12-60 bulan. Hasil penelitian menunjukkan status gizi kurang sebesar 37,5% dan fakor-faktor yang mempengaruhi sebanyak 81,2% ibu berpendidikan rendah, 75% orangtua berpendapatan dibawah UMR, 64,6% balita memiliki riwayat penyakit infeksi, 51% balita memiliki konsumsi makanan kurang, 53,1% balita memiliki higienitas makanan kurang, 63,5% ibu memiliki jumlah anak >2 orang, 59,4 ibu memiliki pengetahuan rendah tentang keadaan gizi. Penelitian ini merekomendasikan agar petugas kesehatan lebih gencar memberikan edukasi kepada masyarakat dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengantisipasi terkait masalah gizi balita.
Title : Description of nutritional Status of Infants and the factors that affect’s in Sub district Afulu North Nias Regency Student Name : Yupiter Zebua
Major : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2013/ 2014
ABSTRACT
Balanced nutrition is the arrangement of food on a daily basis containing nutritional substances in the type and number of corresponding to the needs of the body of a infant. However, the nutritional status of children in some areas of the region in Indonesia is far from Millennium Development Goals 2015 target of 15%. This research aims to check the nutritional status of infants and factor-factor which affects the nutritional status of infants in sub district Afulu North Nias. This research uses descriptive design on 96 mothers and the infants aged 12-60 months. The results showed less nutritional status of 37.5%, and factor-factor that affects as much as 81.2% of low-educated mothers, 75% of parents income under the UMR, 64.6% of toddlers have a history of infectious diseases, 51% of toddlers have less food consumption, 53.1% of toddlers are home to hygienic food lacked, 63, 5% of mothers had a number of children >2 persons, 59, 4 mother have low knowledge about the State of nutrition. This research recommended that health workers more aggressively give education to public and take appropriate action to anticipate related to the nutrition infants.
Judul : Gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
Nama : Yupiter Zebua
Program studi : Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2013/2014
__
ABSTRAK
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh balita. Namun, status gizi balita di beberapa wilayah daerah di Indonesia masih jauh dari dari target
Millenium Development Goals 2015 sebesar 15%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif pada 96 ibu dan balitanya yang berusia 12-60 bulan. Hasil penelitian menunjukkan status gizi kurang sebesar 37,5% dan fakor-faktor yang mempengaruhi sebanyak 81,2% ibu berpendidikan rendah, 75% orangtua berpendapatan dibawah UMR, 64,6% balita memiliki riwayat penyakit infeksi, 51% balita memiliki konsumsi makanan kurang, 53,1% balita memiliki higienitas makanan kurang, 63,5% ibu memiliki jumlah anak >2 orang, 59,4 ibu memiliki pengetahuan rendah tentang keadaan gizi. Penelitian ini merekomendasikan agar petugas kesehatan lebih gencar memberikan edukasi kepada masyarakat dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengantisipasi terkait masalah gizi balita.
Title : Description of nutritional Status of Infants and the factors that affect’s in Sub district Afulu North Nias Regency Student Name : Yupiter Zebua
Major : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2013/ 2014
ABSTRACT
Balanced nutrition is the arrangement of food on a daily basis containing nutritional substances in the type and number of corresponding to the needs of the body of a infant. However, the nutritional status of children in some areas of the region in Indonesia is far from Millennium Development Goals 2015 target of 15%. This research aims to check the nutritional status of infants and factor-factor which affects the nutritional status of infants in sub district Afulu North Nias. This research uses descriptive design on 96 mothers and the infants aged 12-60 months. The results showed less nutritional status of 37.5%, and factor-factor that affects as much as 81.2% of low-educated mothers, 75% of parents income under the UMR, 64.6% of toddlers have a history of infectious diseases, 51% of toddlers have less food consumption, 53.1% of toddlers are home to hygienic food lacked, 63, 5% of mothers had a number of children >2 persons, 59, 4 mother have low knowledge about the State of nutrition. This research recommended that health workers more aggressively give education to public and take appropriate action to anticipate related to the nutrition infants.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya
peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses
tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dengan usia dewasa muda.
Di masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti
perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang
dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Radiansyah, 2007).
Salah satu upaya cukup penting terhadap peningkatan kualitas
sumber daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi masyarakat.
Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas
hidup dan produktifitas kerja. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak
balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya fisik kerja, terganggunya
perkembangan mental dan kecerdasan jika ditelusuri adalah akibat langsung
maupun tidak langsung dari kekurangan gizi (Supariasa, 2002).
Setiap keluarga mempunyai masalah gizi berbeda-beda tergantung
pada tingkat sosial ekonominya. Pada tahun 2009 secara resmi Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS) diterima masyarakat, sesuai dengan
Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang menyebutkan secara eksplisit
menyiapkan pola hidup sehat masyarakat Indonesia dalam menghadapi
“beban ganda masalah gizi” yaitu ketika kekurangan dan kelebihan gizi
secara bersamaan. PUGS memperhatikan empat prinsip yaitu: variasi
makanan, pentingnya pola hidup bersih, pentingnya pola hidup aktif dan
olahraga dan memantau berat badan ideal (Wahyuningsih, 2011). Namun
demikian disadari, pola dan kebiasaan makan sebagian besar penduduk masih
jauh dari baik oleh karena banyak faktor. Dengan hasil bebagai penelitian
diketahui bahwa masalah gizi masyarakat (baik kekurangan maupun
kelebihan gizi) bukan semata-mata masalah kedokteran atau kesehatan.
Masalah gizi masyarakat ternyata berkaitan erat dengan masalah ekonomi,
pertanian, pendidikan dan politik (Soekirman, 2000).
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang dilakukan selama ini
dititikberatkan pada penggunaan pesan-pesan gizi sederhana melalui kegiatan
yang dapat dilakukan masyarakat sendiri. Upaya yang langsung ke
masyarakat yang beresiko tinggi menderita masalah status gizi (terutama anak
balita) berupa pelayanan dasar gizi, kesehatan dan pendidikan. Pelayanan
dasar bagi anak balita (12-60 bulan) terutama ditunjukkan utuk menjaga
pertumbuhan potensial (berat badan dan tinggi badan) anak sejak lahir dapat
berlangsung normal, demikian juga daya tahannya terhadap penyakit. Untuk
itu pelayanan dasar bagi anak balita meliputi pemberian imunisasi,
pendidikan dan penyuluhan gizi ibu, pemantauan berat badan anak secara
teratur, pemberian suplemen zat gizi, menciptakan lingkungan yang bersih,
penyediaan oralit untuk mengurangi bahaya penyakit diare (Soekirman,
2000).
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan
masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan
pendekatan pendekatan dan pelayanan kesehatan saja. Terdapat banyak faktor
penyebab timbulnya masalah gizi, oleh karena itu pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa,
2002). Salah satu faktornya adalah kesadaran tentang pentingnya gizi, hal ini
dipengaruhi oleh tingat pendidikan, sosial budaya serta keadaan lingkungan
termasuk perilaku. Kurangnya kesadaran gizi pada berbagai golongan
masyarakat merupakan penyebab utama kurang gizi. Hal ini disebabkan
belum dipahami arti gizi untuk kehidupan, sehingga dalam hidupnya mereka
belum mengupayakan pangan yang bergizi. Selain itu masih banyak dijumpai
perilaku yang kurang mendukung serta rendahnya taraf pendidikan
masyarakat (Mardiana, 2006).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2011
menunjukkan Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi atau angka
kejadian gizi buruk sebesar 7,8% dan gizi kurang 13,5%. Dari berbagai
wilayah di Provinsi Sumatera Utara, kasus gizi buruk dan gizi kurang yang
paling banyak ditemukan di Kabupaten Nias. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 mencatat
(13,3 persen), Nias Selatan (10,1 persen), Tapanuli Selatan (5,9 persen),
Mandailing Natal (5,2 persen), dan Serdang Bedagai (5,2 persen).
Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita di Kecamatan Afulu Kabupaten
Nias Utara.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan fakta-fakta diatas sehingga peneliti tertarik untuk meneliti
tentang gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
1.3.Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka timbul pertanyaan peneliti tentang
bagaimana status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di
wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum
Mengetahui status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di
wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara.
1.4.2. Tujuan khusus
a. Mengetahui status gizi balita berdasarkan rasio berat badan dan tinggi
badan
1.5.Manfaat penelitiaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak antara
lain:
1.5.1. Pendidikan keperawatan
Dihapkan dapat mengetahui aplika teori dengan kondisi di masyarakat
tentang faktor yang mempengaruhi status gizi balita dan dapat
dipergunakan untuk menambah sumber kepustakaan sebagai bahan
bacaan.
1.5.2. Pelayanan keperawatan
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam mengarahkan
masyarakat dalam mengatasi tentang permasalahan gizi pada balita dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.5.3. Bagi penelitian keperawatan
Diharapkan menjadi pengalaman belajar serta menambah wawasan dalam
melakukan penelitian dalam bidang keperawatan dan dapat
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari institusi dengan
keadaan yang ada di masyarakat dan dapat digunakan sebagai bahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Status Gizi Balita
2.1.1 Pengertian
Status gizi adalah Status gizi status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar
2010).
Menutut Almatsier (2005) status gizi didefinisikan sebagai suatu
keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
2.1.2 Klasifikasi Status Gizi Balita
Dalam menentukan status gizi balita harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Pengukuran baku antropomentri yang sekarang digunakan di
Indonesia adalah WHO-NCHS. Menurut Harvard dalam Supariasa 2002,
klasifikasi status gizi dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
a. Gizi lebih (Over weight)
Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan
sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan (Almatsier, 2005).
Kelebihan berat badan pada balita terjadi karena ketidakmampuan antara
energi yang masuk dengan keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit
olahraga atau keduanya. Kelebihan berat badan anak tidak boleh diturunkan,
karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang
b. Gizi baik (well nourished)
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup
zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan
secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2005).
c. Gizi kurang (under weight)
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih
zat-zat esensial (Almatsier, 2005).
d. Gizi buruk (severe PCM)
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan
nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar
rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori.
Di Indonesia, kasus KEP (Kurng Energi Protein) adalah salah satu masalah
gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Lusa, 2009).
Menurut Depkes RI (2005) Paremeter BB/TB berdasarkan Z-Score
diklasifikasikan menjadi :
a. Gizi Buruk (Sangat Kurus) : <-3 SD
b. Gizi Kurang (Kurus) : -3SD sampai <-2SD
c. Gizi Baik (Normal) : -2 SD sampai +2SD
2.1.3 Gizi Seimbang Pada Balita
Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal (Koalisi Fortifikasi Indonesia, 2011).
Bahan makanan yang dikonsumsi anak sejak usia dini merupakan fondasi penting
bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Dengan kata lain, kualitas
sumber daya manusia (SDM) hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan pada
beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik dan seimbang. SDM berkualitas
inilah yang akan mendukung keberhasilan pembangunan nasional di suatu negeri.
Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang
ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium Develpoment Goals (MDGs)
2015 yang dicanangkan oleh UNICEF (Soekirman, 2006 dalam Jafar, 2010).
Menurut Koalisi Fortifikasi Indonesia dalam Wahyuningsih 2011,
PGS memperhatikan 4 prinsip, yaitu:
a. Variasi makanan;
b. Pedoman pola hidup sehat;
c. Pentingnya pola hidup aktif dan olahraga;
d. Memantau berat badan ideal.
Prinsip Gizi Seimbang adalah kebutuhan jumlah gizi disesuaikan
dengan golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, serta aktivitas fisik. Tak hanya
itu, perlu diperhatikan variasi jenis makanan. Bahan makanan dalam konsep gizi
a. Sumber energi/tenaga: Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu,
jagung, dan lain-lain.
b. Sumber zat Pengatur: Sayur dan buah-buahan
c. Sumber zat pembangun: Ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan
dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom,susu kedelai (Candra, 2013).
2.1.4. Metode Penilaian Status Gizi Balita
a. Antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh
manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,
lingkar kepala, lingkar dada, lingkar panggul dan tebal lemak dibawah kulit.
Ukuran tubuh manusia yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi
(Supariasa, 2002). Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan
dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan
dalam survei gizi. Untuk keperluan perorangan di keluarga, berat badan (BB),
tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal
(Soekirman, 2000).
b. Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
dekat dengan permukaaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan untuk survei
klinis secara cepat (Supariasa, 2002).
c. Biokimia
Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan
pada berbagai macam jaringan tubuh yang digunakan anatara lain: darah, urine,
tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan untuk
suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih
parah lagi (Supariasa, 2002).
d. Biofisik
Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat
perubahan struktur jaringan. Penggunaan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemic (epidemic of night blindness) (Supariasa, 2002).
e. Survei konsumsi makanan
Metode penentuan gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan dengan pengumpulan data
konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi barbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu (Supariasa, 2002).
f. Statistic vital
Dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan sebagai
bahan indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa,
2.1.4 Jenis-jenis Indikator status gizi balita
Masa balita merupakan masa yang menentukan dalam tumbuh
kembangnya yang akan menjadikan dasar terbentuknya manusia seutuhnya.
Karena itu pemerintah memandang perlu untuk memberikan suatu bentuk
pelayanan yang menunjang tumbuh kembang balita secara menyeluruh
terutama dalam aspek mental dan sosial. Pertumbuhan dan perkembangan
saling mendukung satu sama lain perkembangan seorang anak tidak dapat
maksimal tanpa dukungan atau optimalnya pertumbuhan. Misalnya seorang anak
yang kekurangan gizi akan mempengaruhi perkembangan mental maupun
sosialnya, oleh karena itu keduanya harus mendapat perhatian baik dari
pemerintah, masyarakat maupun orang tua. Salah satu indikator untuk melihat
pertumbuhan fisik anak adalah dengan melihat status gizi anak dalam hal ini
balita. Sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat perkembangan seorang
anak dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Soetjiningsih, 2002).
Semua kejadian yang berhubungan dengan kesehatan anak sejak
lahir sampai berumur lima tahun, perlu dicatat dalam KMS, misalnya
identitas anak, tanggal lahir dan tanggal pendaftaran, serta penyakit yang pernah
dideritanya. KMS berisi pesan-pesan penyuluhan tentang penanggulangan diare,
makanan anak. Sehingga ibu senantiasa membawa KMS pada semua kegiatan
kesehatan dan cenderung ingin kontak dengan petugas kesehatan untuk
merujuk anaknya. Hal ini dapat digunakan sebagai pengamatan status gizi
anak, disamping mempunyai kelebihan maupun kekurangannya (Soetjiningsih,
Untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih
rendah atau lebih tinggi dari yang seharusnya, dilakukan perbandingan dengan
suatu standard internasional yang ditetapkan oleh WHO (Soekirman, 2000).Di
dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB
sesuai dengan umur (U) secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk
indikator yang dapat merupakan kombinasi antara ketiganya, sebagai berikut :
a. Indikator BB/U
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat
diukur) karena mudah berubah. Kelebihan indikator BB/U adalah Dapat dengan
mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; Sensitif untuk melihat
perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan Dapat mendeteksi
kegemukan. Sedangkan kelemahan indikator BB/U adalah interpretasi status gizi
dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau oedem; data umur yang akurat
sering sulit diperoleh terutama di Negara-negara yang sedang berkembang;
kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/
dikoreksi dan anak bergerak terus; masalah social budaya setempat yang
mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap
seperti barang dagangan (Soekirman, 2000).
b. Indikator TB/U
Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Adapun
kelebihan indikator TB/U adalah dapat memberikan gambaran riwayat keadaan
gizi masa lampau: dapat dijadikan indikator keadaan social ekonomi penduduk.
panjang badan pada kelompok usia balita; tidak dapat menggambarkan keadaan
gizi saat kini; memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh di
negara-negara berkembang; kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala
ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional.
c. Indikator BB/TB
Indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status
gizi saat ini. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam
keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi
badan pada percepatan tertentu.Adapu kelebihan indikator BB/TB adalah
independen terhadap umur dan ras; dapat menilai status “kurus” dan “gemuk”; dan keadaan marasmus atau KEP berat lain.Sedangkan kelemahannya adalah
kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas
/dikoreksi dan anak bergerak terus; masalah social budaya setempat yang
mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap
seperti barang dagangan; kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau
tinggi badan pada kelompok usia balita; kesalahan sering dijumpai pada
pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional;
tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal dan
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita 2.2.1. Keadaan Infeksi
Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit)
dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi yang sinergis
antara malnutrisi dengan penyakit infeksi (Supariasa, 2002). Penyakit infeksi
akan menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan
bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare. Selain itu penyakit infeksi
seperti infeksi saluran pernapasan dapat juga menurunkan nafsu makan (Arisman,
2004). Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara
sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya
nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat
sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah
dan perdarahan terus menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari
peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam tubuh
(Supariasa, 2002).
2.2.2. Tingkat Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis
pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga. Hal ini bergantung
pada pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan tingkat pendidikan. Dinegara
Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian rendah adalah
golongan rendah dan menengah akan berdampak pada pemenuhan bahan
Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui
kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna
untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat
menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2002). Kurangnya jumlah makanan yang
dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan status gizi.
Anak yang makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan melemah
dan mudah terserang infeksi (Ernawati, 2006).
2.2.3. Pengaruh Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara
lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi
pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat pantangan,
tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi
rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit,
terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu
dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi
dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh
produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani
masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional (Supariasa, 2002).
2.2.4. Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi produksi
pangan dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur dan
buah-buahan. Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini
makanan tersebut berupa makanan pengganti ASI yang biasa didapat dari
puskesmas setempat (Almatsier, 2005). Penyebab masalah gizi yang pokok di
tempat paling sedikit dua pertiga dunia adalah kurang cukupnya pangan untuk
pertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan normal. Kurang cukupnya pangan
berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam keluarga. Tidak tersedianya pangan
dalam keluarga yang terjadi terus menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit
kurang gizi (Ernawati, 2006).
2.2.5. Keterjangkauan Pelayanan kesehatan.
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan
kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi
dan kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul
yang ditentukan tanpa diantar (Sediaoetama, 2000 dalam Ernawati, 2006).
Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitan dengan status gizi anak
antara lain: imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan
kesehatan anak, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit,
praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana
pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil risiko terjadinya penyakit
gizi kurang (Ernawati, 2006).
2.2.6. Higiene dan Sanitasi Lingkungan
Hal ini bergantung pada kebersihan lingkungan atau ada tidaknya
penyakit yang berpengaruh zat-zat gizi oleh tubuh. Sanitasi lingkungan sangat
terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah
untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi
(Soekirman, 2000). Higienitas makanan adalah Tindakan nyata dari ibu anak
balita dalam kebersihan dalam mengelola bahan makanan, penyimpanan sampai
penyajian makanan balita
2.2.7. Jumlah Anggota Keluarga
Seandainya anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap
anak berkurang. Usia 1 -6 tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang
energi protein berat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah anggota
keluarganya lebih kecil (Winarno 1990 dalam Ernawati 2006).
2.2.8. Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama
pada kondisi yang umum di masyarakat (Latief dkk 2000 dalam Ernawati 2006).
Batas kriteria UMR (Upah mimimum regional) menurut BPS untuk daerah
pedesaan adalah Rp.1.375.000,-
2.2.9. Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi.
Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan
tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi
baru di bidang Gizi. Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah
tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, akan semakin mudah dia menyerap informasi yang
diterima termasuk pendidikan dan informasi gizi yang mana dengan pendidikan
(Handayani 1994 dalam Ernawati 2006). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
menginplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya
dalam hal kesehatan dan perbaikan gizi. Tingkat pendidikan dapat disederhanakan
menjadi pendidikan tinggi (tamat SMA- lulusan PT) dan pendidikan rendah
(tamat SD – tamat SMP). Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk daerah wajib belajar 12 tahun (Nuh, 2013) .
2.2.10.Pengetahuan Ibu Tentang Gizi
Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan,
kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan
makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi
(Soekanto 2002 dalam Yusrizal 2008). Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi
berakibat pada rendahnya anggaran untuk belanja pangan dan mutu serta
keanekaragaman makanan yang kurang. Keluarga lebih banyak membeli barang
karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga
disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual dari penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan dan
pelayanan kesehatan saja (Supariasa, 2002). Menurut beberapa teori bahwa
ada faktor status gizi balita yang bisa dijadikan sebagai variabel penelitian.
Faktor-faktor tersebut adalah: tingkat pendidikan orangtua, tingkat
pendapatan keluarga, riyawat penyakit infeksi, konsumsi makanan,
higienitas makanan, jumlah anak, dan tingkat pengetahuan ibu tentang
keadaan gizi balita.
Pengetahuan ibu tentang keadaan
3.2. Defenisi Operasional
Tabel 1. Defenisi operasional penelitian
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala & Hasil Ukur
diatas UMR
c.Riwayat penyakit
infeksi
Riwayat penyakit yang
pernah diderita balita
pada saat ini dan tiga
bulan terakhir seperti
pada saat ini dan tiga
bulan terakhir maka
d.Konsumsi makanan Frekuensi konsumsi
6-14 maka dikatakan
kurang dan jika skor
15-24 maka
dikatakan baik.
e.Higienis makanan Tindakan nyata dari
ibu anak balita dalam
g.Pengetahuan Tingkat pemahaman
bergizi untuk balita Pertanyaaan postif
2 Status gizi balita Rasio berat badan dan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu metode penelitian
yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran status gizi balita dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
(Suyanto, 2011).
4.2. Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling 4.2.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah balita yang berusia 12-60 bulan yang
bertempat tinggal di Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara yang terdiri dari
Sembilan Desa. Populasi penelitian keseluruhan sebanyak 1262 orang.
4.2.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu dan balitanya. Karena jumlah
populasi lebih dari 100 maka besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Zα2 x P x Q dengan, Z = Ketetapan Z skor berdasarkan kepercayaan
n = α = Nilai Alfa
d2 d = Nilai presisi P = Proporsi Q = 1- Proporsi n = Jumlah sampel
berdasarkan survei awal bahwa belum ada penelitian sebelumnya di Kecamatan
maksimal. Jika P = 50% alfa sebesar 5% sehingga Zα = 1,96 dengan presisi (d)
10% (Dahlan, 2010).
Maka besar sampel dalam penelitian ini adalah
(1,96)2 x 0,5 x 0,5 n =
0,102 n = 96 orang.
Kriteria Inklusi sampel adalah:
Ibu yang mempunyai Anak usia 12-60 bulan yang bertempat tinggal di
Kecamatan Afulu
Ibu yang dapat berkomunikasi
Balita yang bersedia dilakukan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan
Ibu yang bersedia menjadi responden.
Keluarga Inti
Kriteria Eksklusi sampel adalah:
Ibu dan balita yang di di wilayah Kecamatan Afulu kurang dari 1
tahun dan lebih dari 5 tahun
Tidak dapat berkomunikasi
Tidak bersedia menjadi responden.
4.2.3. Teknik sampling
Tehnik Sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
proposional random sampling. Teknik Propotional random sampling adalah
(Kasjono, 2009). Dari data yang ada di Kecamatan Afulu terdapat 9 Desa. Dari 9
desa tersebut dikelompokkan yang memiliki kesamaan karakterisitik dan keadaan
dari masing-masing kelompok tersebut di ambil beberapa perwakilan dari setiap
desa dan ditentukan seimbang dengan banyaknya sampel.
Dengan Wh = Sampel yang dialokasikan pada desa
Nh = Jumlah balita desa
N = Jumlah balita wilayah
Desa Afulu = 165/1262 n = 0,130 x 96 = 13 orang
Desa laurufadoro = 355/1262 n = 0,281 x 96 = 27 orang
Desa Harewakhe = 42/1262 n = 0,033 x 96 = 3 orang
Desa Ombolata = 57/1262 n = 0,045 x 96 = 4 orang
Desa Faekhunaa = 260/1242 n = 0,206 x 96 = 20 orang
Desa Sifaoroasi = 173/1262 n = 0,137 x 96 = 13 orang
Desa L. Lahewa = 35/1262 n = 0,027 x 96 = 3 orang
Desa Sisobahili = 107/1262 n = 0,084 x 96 = 8 orang
Desa Lauru I = 68/1262 n = 0,053 x 96 = 5 orang
4.3. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara.
Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan
September tahun 2013.
4.4. Pertimbangan etik
Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui dan telah
mendapat izin dari Fakultas Keperawatan. Kemudian peneliti mengurus Ethical
Clearence , dan setelah selesai barulah peneliti melakukan penelitian. Berdasarkan
surat ethical clearence dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Keperawatan USU maka responden yang terlibat dalam penelitian terlebih dahulu
diminta kesediannya secara sukarela, bebas dari tekanan dan paksaan. Setiap
responden diberi lembar informasi (informed consent) untuk memberikan
penjelasan tentang tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Kemudian peneliti
menjamin kerahasiaan identitas responden (anonimity) dengan tidak memberikan
nama dan hanya menuliskan kode pada lembar kuesioner dan hasil penelitian yang
disajikan. Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan (confidentiality) semua
informasi yang telah dikumpulkan dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian.
4.5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas - Realibilitas 4.5.1.Instrumen penelitia
Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian dengan kuesioner
yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang dibaca dan dijawab oleh responden.
berdasarkan variabel penelitian yang telah diturunkan kedalam definisi
operasional. Cara pengumpulan datanya adalah dengan membagikan kuesioner
kemudian menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden yang
memenuhi kriteria sampel.
Pertanyaan yang diajukan dibagi menjadi tiga bagian dengan total
pertanyaan sebanyak 40 butir, yaitu: (a) bagian pertama merupakan karateristik
responden meliputi, nama anak inisial, umur anak, jenis kelamin, berat badan anak
dan tinggi badan anak, status imunisasi, pemberian ASI eksklusif; (b) bagian
kedua merupakan subvariabel tingkat pendidikan orangtua, tingkat pendapatan
keluarga, riwayat penyakit infeksi, konsumsi makanan, higienitas makanan,
jumlah anak, pengetahuan ibu tentang keadaan gizi balita
Pada pengukuran variabel bebas tentang status gizi balita dapat
dilakukan Observasi artinya pencataan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
terhadap objek penelitian yang sedang diamati (Suyanto, 2011). Alat ukur yang
digunakan adalah timbangan berat badan dengan merek camry, nama pabrik
gesunde medical, tahun pembuatan 2011 dan meteran tinggi badan dengan merek
one med, nama pabrik gesunde medical, tahun pembuatan 2011 dan sebelum
dipakai sudah divalidasi oleh staff Puskesmas Afulu. Dan skala ukur yang
digunakan adalah skala nominal yang dikategorikan dengan status gizi lebih,
status gizi baik dan status gizi buruk.
Data yang digunakan adalah data primer (data yang diperoleh peneliti
berdasarkan pengisian kuesioner oleh responden dan observasi terhadap BB dan
mempengaruhi status gizi balita dan data sekunder (data yang didapat peneliti dari
laporan di Puskesmas Afulu) untuk mengetahui jumlah responden yang
mempunyai balita umur 1-5 tahun.
4.5.2.Pengukuran validitas dan reliabilitas
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi oleh
Dosen Departemen Gizi Fakultas Kedokteran USU. Alat pengukur berat badan
dan tinggi badan adalah timbangan dan meteran dan sebelum digunakan sudah
divalidasi oleh staff Puskesmas di pelayanan posyandu di Kecamatan Afulu
Kabupaten Nias Utara.
Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada
responden yang memenuhi kriteria sebanyak 10 orang. Metode mencari
reliabilitas internal yaitu reliabilitas alat ukur dari dari satu kali pengukuran. Hasil
reliabel pada subvariabel higienitas makanan adalah 0,690, konsumsi makanan
adalah 0,674. Rumus yang digunakan adalah cronbach alpha. Variabel
dinyatakan reliabel apabila r hitung > r tabel (r tabel = 0,666 dengan signifikan
5%) maka butir-butir pertanyaan dikatakan reliabel (Riduwan, 2004). Sedangkan
pada subvariabel pengetahuan ibu tentang keadaan gizi dilakukan uji reliabel
dengan rumus KR-21 (Kuder Richardson 21) pada item yang bernilai 0 dan 1 atau
dikotoni (Arikunto, 2006). Hasil reliabel variabel pengetahuan adalah 0,79. Uji
reliabel ini dibantu dengan menggunakan teknik komputerisasi.
4.6. Proses pengumpulan data
Pengumpualan data dilakukan dengan data primer yang diperoleh dari
Proses penyusunan kuesioner mengacu pada penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya dan disesuaikan serta dikembangkan oleh peneliti dengan
melihat kerangka konsep dan tinjauan teori yang telah dibuat. Peneliti mengajukan
permohonan izin kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk
mendapatkan surat keterangan pelaksanaan penelitian di Kecamatan Afulu
Kabupaten Nias Utara; peneliti menyerahkan surat permohonan kepada Kepala
Dinas Kesehatan kabupaten Nias Utara; peneliti menyerahkan surat ke Kepala
Puskesma Afulu; peneliti menjelaskan hak-hak responden termasuk hak untuk
menolak mengisi kuesioner sebelum pengisian kuesioner dilaksanakan; jika
responden menyetujui permohonan pengisian kuesioner selanjutnya responden
diberikan informed consent untuk ditandatangani; peneliti menjelaskan cara
pengisian kuesioner; peneliti memberikan waktu dan mendampingi responden
dalam mengisi kuesioner; peneliti memeriksa kejelasan dan kelengkapan
kuesioner.
4.7. Pengolahan data
Pengolahan data merupakan salah satu langkah penting dalam
penelitian karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah
belum memberikan informasi apa- apa dan belum siap untuk disajikan.
Pengolahan data yang dilakukan membuat data mentah berubah menjadi informasi
dan kesimpulan dari hasil penelitian. Agar penelitian menghasilkan informasi
yang benar ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilakukan
a. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuesioner yang diberikan pada responden. Peneliti memeriksa
kelengkapan isi pertanyaan, kejelasan tulisan, relevansi jawaban dengan
pertanyaan dan konsistensi jawaban dengan jawaban lainnya.
b. Coding
Hasil Editing yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengkodean
atau coding. Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010).
c. Processing
Peneliti memasukkan (entry) data kuesioner yang telah diisi oleh
responden ke paket computer. Data berupa jawaban-jawaban dari masing-masing
responden yang berbentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau perangkat lunak komputer.
d. Cleaning
Hal yang dilakukan tahap ini adalah pengecekan kembali data yang
sudah dimasukkan ke paket komputer. Peneliti melihat kembali kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan lain-lain. Dari data yang
telah dimasukkan sebelumnya tidak ada missing (data yang hilang).
4.8. Analisa data
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak komputer berbasis statistik. Pengolahan data tersebut menggunakan analisis
diteliti. Hasilnya akan menggambarkan frekuensi dan persentase dari seluruh
variabel yang diteliti yaitu karakteristik responden dan variabel-variabel status
gizi balita.
Karakteristik balita dan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
balita diolah dengan menggunakan uji proporsi berikut ini
F
Persentase = x100% N
Keterangan F = frekuensi
N = jumlah sampel
Subvariabel konsumsi makanan memiliki skor 24 dan higienitas makanan
memiliki skor 40, diukur dengan menggunakan rumus panjang kelas berikut ini.
R P =
i
Keterangan P = Panjang kelas
R = Rentang kelas ( skor tertinggi – skor terendah)
i = banyak kelas yang dibutuhkan (Sudjana, 2002).
maka penilaian subvariabel konsumsi makanan dikategorikan baik dengan skor
15-24 dan kurang dengan skor 6-14. Subvariabel higienitas makanan
dikategorikan baik dengan skor 25-40 dan kurang dengan skor 10-24.
Sedangkan subvariabel pengetahuan tidak dapat diukur dengan menggunakan
mean atau median karena distribusi data tidak normal. Subvariabel pengetahuan
menentukan nilai ambang batas pengetahuan tinggi yaitu 76% dari total skor,
sehingga 76% x 20 adalah 15,2 (Arikunto, 2002). Jika skor <15,2 maka
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini akan memaparkan hasil penelitian berupa distribusi
responden berdasarkan variabel yang diteliti yang dibagi menjadi 3 bagian.
Bagian pertama berisi proporsi karakterisitik responden, bagian kedua berisi
proporsi status gizi balita dan bagian ketiga berisi proporsi faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi balita.
5.1.1 Gambaran Karakteristik Balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas balita berjenis kelamin laki-laki, yaitu 51
orang (53,1%), berumur 12-35 bulan yaitu 42 orang (43,7%), status imunisasi
lengkap yaitu 74 orang (77,1%), mendapat ASI eksklusif yaitu 63 orang (65,6%).
Secara rinci , distribusi karakteristik balita ditampilkan dalam tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
Karakteristik balita Jumlah (f) Persentase (%)
5.1.2 Gambaran Status Gizi Balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
Dari hasil penelitian diperoleh proporsi status gizi balita berdasarkan rasio
BB dan TB yaitu status gizi baik sebesar 61,4% dan gizi kurang sebesar 37,5%.
Secara rinci, distribusi frekuensi responden tersaji dalam tabel 5.3.
Tabel 5.2 Disrtibusi proporsi status gizi balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
Status Gizi Jumlah (n) Persentase (%)
Gizi kurang 36 37,5
Gizi baik 59 61,4
Gizi lebih 1 1,1
Jumlah 96 100,0
5.1.3 Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
a. Tingkat Pendidikan ibu
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas tingkat pendidikannya rendah
yaitu 78 orang (81,2%). Secara rinci, distribusi frekuensi responden tersaji dalam
tabel 5.3.
b. Jumlah Pendapatan Keluarga
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas jumlah pendapatan keluarga
dibawah UMR yaitu 72 orang (75%), Secara rinci, distribusi frekuensi responden
tersaji dalam tabel 5.3.
c. Riwayat penyakit infeksi
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas balita ada riwayat penyakit
infeksi yaitu 62 orang (64,6%). Secara rinci, distribusi frekuensi responden tersaji
d. Konsumsi makanana
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas konsumsi makanan balita dengan
kategori kurang yaitu 49 orang (51,0%). Secara rinci, distribusi frekuensi
responden tersaji dalam tabel 5.3.
e. Higienis makanan
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas higienis makanan balita dengan
kategori kurang yaitu 51 orang (53,1%). Secara rinci, distribusi frekuensi
responden tersaji dalam tabel 5.3.
f. Jumlah anak
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas jumlah anak >2 orang yaitu 61
orang (63,5%). Secara rinci, distribusi frekuensi responden tersaji dalam tabel 5.3.
g. Pengetahuan ibu
Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas pengetahuan ibu dengan kategori
rendah yaitu 57 orang (59,4%). Secara rinci, distribusi frekuensi responden tersaji
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Status gizi balita Jumlah (n) Persentase (%)
Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan rendah 78 81,2
Pendidikan tinggi 18 18,8
Jumlah Pendapatan Orangtua
Dibawah UMR 72 75,0
Diatas UMR 24 25,0
Riwayat Penyakit Infeksi
Ada 62 64,6
Tidak 34 35,4
Konsumsi Makanan Balita
Kurang 49 51,0
Baik 47 49,0
Higienitas Makanan
Kurang 51 53,1
Baik 45 46,9
Jumlah Anak
>2 orang 61 63,5
≤2 orang 35 36,5
Pengetahuan Ibu tentang Gizi
Rendah 57 59,4
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara
dengan sampel 96 orang maka diperoleh status gizi baik sebesar 61,4%, namun
terdapat balita yang mempunyai status gizi kurang sebesar 37,5%. Hasil ini sangat
tinggi jika dibandingkan dengan target MDGs tahun 2015 secara nasional bahwa
status gizi kurang dan gizi buruk pada balita harus ditekan hingga 15% dan juga
target Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 dalam RAD-PG harus
dibawah 15,5% maka masalah status gizi balita belum seluruhnya optimal. Oleh
sebab itu masalah ini tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan saja tetapi juga
menjadi ancaman penurunan sumber daya manusia.
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa status gizi kurang di
Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara dapat disebabkan oleh beberapa faktor
baik dari ibu maupun dari balita itu sendiri. Dengan demikian gambara
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah tingkat pendidikan yang
rendah dimana pendidikan ini merupakan pendidikan formal yang sama halnya
dengan daerah lain diluar wilayah penelitian. Terbukti bahwa 81,2% ibu yang
mempunyai tingkat pendidikan rendah. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
menginplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya
dalam hal kesehatan dan perbaikan gizi. Hasil penelitian ini dapat dikuatkan
dengan penelitian Ernawati (2006) membuktikan bahwa pendidikan sangat
Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah tidaknya
seseorang menerima suatu informasi dan pengetahuan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 59,4% ibu yang berpengetahuan rendah. Menurut Oetoro
(2011) bahwa masalah gizi kurang pada balita disebabkan oleh ketidaktahuan,
ketidakmampuan dan ketidakmauan dari orangtua. Ketidaktahuan terjadi akibat
minimnya pengetahuan orangtua mengenai panduan gizi. Hal ini dikuatkan oleh
penelitian Ihsan (2012) bahwa pengetahuan ibu tentang gizi merupakan faktor
resiko balita gizi kurang. Pengetahuan ibu tentang gizi dapat memberikan
kontribusi dan pengaruh terhadap sikap dan perilaku anak terhadap kebiasaan
makannya yang pada akhirnya berpengaruh pada keadaan gizinya (Soekirman,
2001). Hasil ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku seseorang
karena perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan daripada yang tidak
didasari pengetahuan.
Kekurangan gizi juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan dari
orangtua yang biasanya dialami oleh masyarakat golongan menengah kebawah.
Ketidakmampuan tersebut akibat faktor ekonomi keluarga yang pas-pasan
sehingga tidak mampu membeli makanan bergizi (Oetoro, 2011). Terbukti dengan
hasil penelitian bahwa pendapatan keluarga sebagaian besar yaitu 75% yang
memiliki pendapatan berada dibawah UMR wilayah Kabupaten Nias Utara.
Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah biasanya berpotensi lebih rentan
rendah sulit dalam penyediaan pangan keluarga sehingga sulit untuk mendapatkan
makanan dengan nilai gizi yang bisa dibilang layak (Supariasa, 2002).
Selain itu pengaruh tingkat pendapatan dengan jumlah anak sangat erat
kaitannya sehingga penyediaan makanan untuk keperluan balita tidak dapat
terpenuhi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 63,5% ibu yang mempunyai
jumlah anak >2 orang. Menurut Nurainun (2004) menunjukkan bahwa semakin
kecil jumlah anggota keluarga, kemampuan utnuk menyediakan makanan yang
beragam bagi balitanya semakin besar, karena tidak terlalu membutuhkan biaya
yang cukup besar jika dibanding dengan jumlah anak yang lebih banyak.
Status gizi kurang juga ditimbulkan oleh faktor lingkungan yaitu riwayat
infeksi yang sinergis dengan malnutrisi (Supariasa, 2002). Terbukti dengan hasil
penelitian bahwa 64,6% balita mengalami riwayat infeksi dalam tiga bulan
terakhir. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang
dikonsumsi balita baik secara kualitas maupun kuantitas (Supariasa, 2002). Dari
hasil penelitian maka diperoleh 51,0% balita yang mendapat konsumsi makanan
dengan kategori kurang. Maka dengan demikian anak yang mendapat makanan
cukup tetapi sering diserang penyakit infeksi akhirnya dapat menderita
kekurangan gizi. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup, daya tahan tubuh nya
akan melemah sehingga dalam keadaan demikian mudah terserang penyakit
infeksi. Itu artinya riwayat infeksi dan konsumsi makanan sangat bersinergis
dalam mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2001). Hasil ini dikuatkan
oleh penelitian Ihsan (2012) bahwa ada hubungan yang signifikan penyakit infeksi
Keadaan demikian disebabkan oleh hilangnya nafsu makan penderita
infeksi hingga masukan zat gizi, energi kurang dari kebutuhannya. Setiap
makanan mengandung zat gizi yang bervariasi dan hal ini tergantung jenis dan
jumlah zat gizi tersebut. Setiap jenis pangan paling sedikit mengandung satu jeniz
zat gizi dengan kadar relatif yang berbeda, ada yang rendah dan ada yang tinggi.
Jenis-jenis zat gizi adalah sumber hidarat arang, protein hewani dan nabati,
sayuran, buahan, susu dan minyak (Supariasa, 2002). Hal ini dikuatkan oleh
penelitian Ernawati (2006) bahwa semakin tinggi frekuensi konsumsi
makanannnya semakin baik pula status gizinya dan sebaliknya maka tidak
dipungkiri lagi bahwa masukan zat gizi terutama energi dan protein dapat
mempengaruhi gizi seseorang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53,1% ibu balita yang melakukan
higienitas makanan balita dengan kategori kurang. Itu artinya perlakuan ibu dalam
kebersihan dalam mengelola bahan makanan, penyimpanan sampai penyajian
makanan balita di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara masih belum
optimal. Cousins dkk (2002) mengemukakan bahwa ada beberapa motivasi atau
alasan mengapa balita memutuskan untuk makan suatu makanan yaitu
kenyamanan (convenience). Perilaku higienitas makanan sangat berpengaruh
dengan berbagai macam penyakit saluran pencernaan misalnya diare. Menurut
penelitian Pradipta (2013) menunjukkan bahwa anak yang tidak higienis
makanannya mengalami diare sebanyak 83,05%. Menurut Mini shet dan Monika
meningkatkan kejadian diare. Sebagian besar diare pada balita dapat disebabkan
oleh infeksi rotavirus, bakteri dan parasit juga. Sehingga penyakit diare dapat
berpengaruh dengan status gizi balita itu sendiri (Supariasa,2002). Orangtua
sangat berperan besar dalam higienitas makanan balita agar tidak terkontaminasi
dengan bakteri, virus dan parasit. Mulai dari kebersihan alat makan balita sampai
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian maka diperoleh status gizi baik sebesar 61,4%. Hasil
ini masih belum optimal sesuai yang diharapkan sehingga menjadi ancaman bagi
penurunan tingkat kompetensi sumber daya manusia.
Kemudian gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita
adalah sebagian besar ibu yang berpendidikan rendah sebesar 81,2%,
berpendapatan di bawah UMR sebesar 75,0%, konsumsi makanan balita yang
masih kurang sebesar 51,0%, adanya riwayat penyakit infeksi (diare dan ISPA)
sebesar 64,6%, higienis makanan balita yang kurang sebesar 53,1%, jumlah anak
yang lebih dari 2 orang sebesar 63,5% dan pengetahuan ibu dalam mengelola
makanan balita yang rendah sebesar 59,4%.
6.2. Saran
6.2.1. Pelayanan keperawatan
Pelayananan kesehatan yang dekat dengan masyarakat seperti puskesmas
dan posyandu perlu lebih gencar memberikan edukasi kepada masyarakat dan
mengambil tindakan yang tepat untuk mengantisipasi terkait masalah gizi balita
masyarakat.
6.2.2. Penelitian Keperawatan
Penelitian selanjutnya direkomendasikan untuk menggunakan desain cross
sectional untuk menghubungkan variabel-variabel dengan status gizi balita untuk
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta:
Rineka Cipta.
Arisman, MB. (2004). Gizi dalam daur kehidupannya, Jakarta: ECG
Candra, A. (2013). Konsep gizi seimbang sebagai pengganti 4 sehat 5 sempurna.
Diambil tanggal 21 mei 2013 dari http://health.kompas.com/
Ernawati, A. (2006). Hubungan faktor sosial ekonomi, higiene sanitasi
lingkungan, tingkat konsumsi dan infeksi dengan status gizi balita anak
usia 2-5 tahun. Semarang: Undip.
Ihsan, M. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita
di Desa Teluk Rumbia Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil tahun
2012. Medan: USU
Jafar, N. (2010). Status gizi balita, Makassar: Universitas Hasannudin.
Lusa, (2009). Gizi buruk. Diambil tanggal 21 mei 2013 dari
http://www.lusa.web.go.id
Mardiana, (2006). Hubungan perilaku gizi ibu dengan status gizi balita di
puskesmas tanjung beringin kecamatan hinai kabupaten langkat tahun
Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Oetoro, S. (2011). Anak kurang gizi karena pengetahuan orangtua minim.
Diambil tanggal 25 januari 2014 dari
http://www.tribunnews.com/kesehatan
Radiansyah, E. (2007). Penanggulangan gizi buruk. Diambil tanggal 08 april
2013 dari http://www.dinkespurworejo.go.id
Riduwan, MBA. (2004). Metode dan teknik menyusun tesis, Jakarta: Rineka
Cipta.
Santoso & Ranti. (2004). Kesehatan dan gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sastroasmoro, S. (1995). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Soetjiningsih. (2002). Asi petunjuk untuk tenaga kesehatan, Jakarta: Kedokteran
Indonesia
Soekirman. (2000). Ilmu gizi dan aplikasiny, Jakarta: ECG.
Suhardjo. (2004). Pemberian makan pada bayi dan anak, Bogor: Kanisius.
Supariasa. (2002). Penilaian status gizi, Edisi I,. Jakarta: ECG
Suyanto. (2011). Metode dan aplikasi penelitian keperawatan, Yogyakarta: Nusa
Wahyuniingsih, M. (2011). 4 sehat 5 sempurna diganti dengan PGS. Diambil dari
http://health.detik.com
(2011). Perbedaan empat sehat lima sempurna dengan gizi semibang.
Diambil tanggal 21 mei 2013 dari http://kfindonesia.org
Yusrizal. (2008). Pengaruh faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat
terhadap status gizi balita di wilayah pesisir kabupaten bireuen, Medan: