• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN GLISIN TERHADAP KADAR HEMATOKRIT REMAJA PUTRI DENGAN ANEMIA YANG MENDAPAT SUPLEMENTASI ZAT BESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN GLISIN TERHADAP KADAR HEMATOKRIT REMAJA PUTRI DENGAN ANEMIA YANG MENDAPAT SUPLEMENTASI ZAT BESI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN GLISIN TERHADAP

KADAR HEMATOKRIT REMAJA PUTRI DENGAN

ANEMIA YANG MENDAPAT SUPLEMENTASI ZAT

BESI

ARTIKEL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

Oleh

Nama : Novi Aktari Utami NIM : G2A 004 126

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2008

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PEMBERIAN GLISIN TERHADAP KADAR HEMATOKRIT REMAJA PUTRI DENGAN ANEMIA YANG

MENDAPAT SUPLEMENTASI ZAT BESI

Yang disusun oleh : Novi Aktari Utami

NIM. G2A004126

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Artikel Karya Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

pada tanggal 25 Agustus 2008 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran yang diberikan

TIM PENGUJI ARTIKEL

Penguji Pembimbing

dr. Andrew Johan, M.Si dr.Kusmiyati DK, M.Kes NIP. 131.673.427 NIP. 131.252.961

Ketua Penguji

dr. Nyoman Suci W, Sp.PK, M.Kes NIP. 132.163.891

(3)

Pengaruh Pemberian Glisin terhadap Kadar Hematokrit Remaja Putri dengan Anemia yang Mendapat Suplementasi Zat Besi

Novi Aktari U*, Kusmiyati DK**

ABSTRAK

Latar belakang: Anemia gizi berdampak negatif pada remaja putri. Remaja putri rentan akan anemia gizi karena adanya ketidakseimbangan antara asupan zat besi dari makanan dengan kebutuhan zat besi yang meningkat. Penentuan status anemia dapat ditunjukkan dengan kadar hematokrit. Glisin, salah satu asam amino relatif esensial yang terlibat dalam biosintesis hemoglobin, diduga dapat meningkatkan ketersediaan besi dalam tubuh, sehingga kadar hematokrit dapat ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian glisin terhadap kadar hematokrit remaja putri dengan anemia yang mendapat suplementasi zat besi.

Metode: Penelitian eksperimental murni ini berdesain Randomized Controlled Trial. Sebanyak 20 orang remaja putri dengan anemia ringan-sedang dilakukan pengukuran hematokrit awal, kemudian dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol (mendapat besi dan plasebo) dan kelompok perlakuan (mendapat besi dan glisin). Setelah 5 minggu penelitian, dilakukan pengukuran hematokrit akhir. Data diolah dengan menggunakan SPSS 13.00 for windows. Analisis dilakukan dengan uji Shapiro Wilk dan Paired T-test.

Hasil: Kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan kadar hematokrit yang bermakna secara statistik, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan kadar hematokrit yang bermakna.

Kesimpulan: Pemberian glisin dapat meningkatkan kadar hematokrit remaja putri dengan anemia yang mendapat suplementasi besi.

Kata Kunci: glisin, remaja putri, suplementasi besi, hematokrit.

* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

(4)

The Effect of Glycine Addition to Hematocrit Level of Anemic Adolescent Girls that Receive Iron Supplementation

Novi Aktari U*, Kusmiyati DK**

ABSTRACT

Background: Nutritional anemia has bad effect to adolescent girls. Adolescent girls susceptible to nutritional anemia because of imbalancing between iron intake from food with increasing iron requirement. Anemic status determination can be shown by hematocrit level. Glycine, one of conditionally essential amino acids involved in hemoglobin biosynthesis, is predicted to enhance iron bioavailability that hematocrit level may be increased. This study had a purpose to prove that glycine addition on iron supplementation can affect the hematocrit level of anemic adolescent girls.

Method: This true experimental study was Randomized Controlled Trial design. To the number of 20 adolescent girls with mild-moderate anemia were taken their blood speciment to measure first hematocrit value, then divided into two groups, control group (receive iron and placebo) and treatment group (receive iron and glycine). After 5 weeks treatment, they were examined again to measure the second hematocrit value. The data were processed by using SPSS 13.00 for windows, analyzed by using the Shapiro-Wilk test and Paired T-test.

Results: The treatment group shows a statistically significance hematocrit level improvement, whereas the control group doesn’t show hematocrit level improvement.

Conclusion: Glycine addition may raise anemic adolescent girls’s hematocrit level that receive iron supplementation.

Key Words: glycine, adolescent girls, iron supplementation, hematocrit.

* Student of Medical Faculty Diponegoro University

(5)

PENDAHULUAN

Anemia sebagai salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia sampai kini memiliki prevalensi cukup tinggi pada remaja putri yaitu sekitar 27,1%.1 Anemia gizi mempunyai dampak negatif pada remaja putri. Keadaan

anemik dapat mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal, menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar, menurunkan daya tahan tubuh sehingga rawan terkena infeksi, serta meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada kehamilan dan persalinan mereka kelak.2

Remaja putri merupakan kelompok yang rentan akan anemia defisiensi besi. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara asupan zat besi dari makanan dengan kebutuhan zat besi yang meningkat akibat adanya percepatan pertumbuhan dan menstruasi.3 Selain itu, sebagian besar remaja putri

memiliki tingkat kecukupan energi dan protein yang buruk sehingga hal ini dapat menunjang terjadinya anemia gizi.4

Penentuan status anemia dapat ditunjukkan dengan kadar hematokrit. Hematokrit merupakan proporsi volume darah yang terisi oleh sel darah merah. Perubahan jumlah dan bentuk eritrosit dapat mempengaruhi kadar hematokrit. Penurunan jumlah eritrosit serta bentuk eritrosit yang mikrositik pada anemia defisiensi besi mengakibatkan ruang dalam darah yang terisi eritrosit menjadi lebih kecil, sehingga kadar hematokrit menjadi lebih kecil.5

Glisin merupakan salah satu asam amino relatif esensial yang terlibat dalam biosintesis hemoglobin. Glisin diduga dapat memperbaiki absorbsi besi dalam tubuh sehingga ketersediaan hayati besi dapat ditingkatkan. Penelitian

(6)

tahun 2000 menunjukkan bahwa iron bis-glycine memiliki ketersediaan hayati dua kali lebih besar daripada ferrous sulfat, sehingga preparat tersebut baik untuk fortifikasi dan suplementasi besi makanan. Bahkan, preparat tersebut dapat menghambat efek phytat secara parsial.6

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang ingin diteliti adalah apakah pemberian glisin dapat meningkatkan kadar hematokrit remaja putri dengan anemia yang mendapat suplementasi zat besi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian glisin terhadap kadar hematokrit remaja putri dengan anemia yang mendapat suplemen zat besi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi data ilmiah mengenai manfaat pemberian glisin sebagai usaha untuk memperbaiki tingkat keberhasilan suplementasi zat besi dalam penanganan anemia defisiensi besi pada remaja putri.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan Randomized Controlled Trial. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Biokimia, Ilmu Gizi, dan Patologi Klinik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2008 hingga Juni 2008 di pondok pesantren serta Laboratorium swasta yang ada di Semarang dan Magelang. Subyek penelitian adalah remaja putri, berusia antara 12-18 tahun, menyatakan setuju untuk ikut serta dalam penelitian, dan menderita anemia ringan-sedang dengan kadar hemoglobin 8-11,9 gr/dl. Subyek penelitian di drop-out apabila mengonsumsi obat-obat dan atau

(7)

makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan besi dan atau glisin, serta sedang menstruasi pada saat pengambilan data.

Penelitian diawali dengan melakukan pemeriksaan sampel darah untuk mengetahui kadar Hb sekaligus kadar hematokrit awal terhadap 140 remaja putri pondok pesantren. Kemudian 20 subyek penelitian yang menderita anemia ringan-sedang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan secara randomisasi sederhana dengan menggunakan tabel angka random. Kelompok kontrol mengonsumsi amylum 500 mg dan tablet ferous sulfat 300 mg setiap hari selama 5 minggu, sedangkan kelompok perlakuan mengonsumsi glisin 500 mg dan tablet ferous sulfat 300 mg setiap hari selama 5 minggu. Edukasi mengenai cara dan waktu minum suplemen, serta pengetahuan mengenai hal yang perlu dihindari selama mengonsumsi suplemen diberikan pada kunjungan awal. Pada akhir minggu kelima, dilakukan pemeriksaan sampel darah untuk mengetahui kadar hematokrit akhir. Setiap pemeriksaan sampel darah dilakukan pengambilan 1,5-2 cc darah vena dengan disposable syringe. Sampel darah lalu dimasukkan dalam vial berisi EDTA, ditutup, diberi label kemudian diperiksa di salah satu Laboratorium swasta yang ada di Semarang dan Magelang. Kadar hematokrit diperiksa dengan metode mikrohematokrit.

Data yang didapat diuji normalitasnya dengan Shapiro-Wilk. Uji dilanjutkan dengan Paired Sample T-test untuk analisis kemaknaan perbedaan kadar hematokrit sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dan perlakuan karena semua data terdistribusi normal. Pengolahan dan analisis data

(8)

dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0 for window dengan confidence interval 95%.

HASIL

Penelitian ini diikuti oleh 20 orang remaja putri, tetapi terdapat 3 subyek penelitian yang di-drop out karena mengundurkan diri dan sedang menstruasi pada saat pengambilan data terakhir, sehingga jumlah subyek penelitian dalam analisis hanya 17 orang yang terdiri dari 8 orang kelompok kontrol dan 9 orang kelompok perlakuan. Karakteristik demografik dan klinis dari kedua kelompok adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Data Karakteristik Subyek Penelitian

Kontrol Perlakuan (Mean±SD) (Mean±SD)

Jumlah sampel 8 9

Usia (tahun) 15,38±1,59 16,11±1,36 Hb awal (gr/dl) 11,71±0,25 10,86±0,60

Dari data tersebut, kedua kelompok menunjukkan tidak terdapat banyak perbedaan, sehingga kedua kelompok dapat dibandingkan.

Tabel 2. Kadar Hematokrit sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dan perlakuan

Hematokrit Kontrol Perlakuan

(Mean±SD) (Mean±SD) Awal 36,0±1,26 33,6±1,92 Akhir 36,6±3,52 35,8±2,44 Perubahan 0,6±2,99 2,2±2,44 p 0,573 0,025* *p<0,05 = bermakna

(9)

Tabel dua menunjukkan hasil analisis kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing dengan Paired Sample T-test karena data terdistribusi normal. Pada kelompok kontrol tidak didapatkan peningkatan kadar hematokrit sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,573), sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan penigkatan kadar hematokrit yang bermakna (p=0,025).

PEMBAHASAN

Defisiensi besi adalah kondisi dimana tidak adanya cadangan besi di dalam tubuh, sedangkan anemia merupakan derajat berat dari defisiensi besi.7

Anemia defisiensi besi sampai kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian khususnya anemia defisiensi besi pada remaja putri, mengingat peran remaja putri sebagai generasi penerus bangsa. Program pemberian suplementasi besi dari pemerintah ternyata belum cukup efektif untuk memberantas anemia defisiensi besi pada remaja putri. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki tingkat keberhasilan suplementasi besi, salah satunya adalah dengan pemberian glisin.

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2, peningkatan kadar hematokrit terjadi pada kelompok yang mendapat glisin dan suplementasi zat besi. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pemberian glisin pada suplementasi besi dalam waktu lebih dari 4 minggu dapat mengoreksi anemia dan menambah simpanan besi tubuh.6 Suatu penelitian lain menyebutkan bahwa

(10)

Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan preparat iron bis-glycine yaitu senyawa besi-glisin kelat yang dapat menghasilkan konfigurasi cincin heterosiklik ganda. Bentuk ini dipercaya dapat melindungi besi dari faktor penghambat besi dan berbagai interaksi di usus halus.9 Oleh karena itu, preparat

ini memiliki ketersediaan hayati dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan ferrous sulfat.6

Penelitian ini telah membuktikan bahwa pemberian glisin pada suplementasi besi dapat meningkatkan kadar hematokrit remaja putri dengan anemia, walaupun hanya menggunakan glisin dalam bentuk murni. Hal ini mungkin dikarenakan glisin merupakan asam amino yang terlibat dalam biosintesis hemoglobin. Hemoglobin membentuk sekitar 95% dari protein intrasel pada eritrosit, sehingga pemberian glisin dapat membantu proses produksi eritrosit. Glisin juga turut membentuk antioksidan glutation yang dapat mempertahankan besi diet dalam bentuk fero, sehingga absorbsi besi dapat ditingkatkan dan ketersediaan hayati besi dalam tubuh dapat ditingkatkan pula.10

Hasil penelitian yang bermakna kemungkinan karena subyek penelitian ini benar mengalami anemia defisiensi besi. Menurut WHO, adanya peningkatan kadar hemoglobin atau kadar hematokrit setelah pemberian suplementasi besi selama 1 atau 2 bulan merupakan pertanda adanya defisiensi besi.7 Dalam

penelitian ini terdapat peningkatan kadar hematokrit setelah pemberian suplementasi besi selama 5 minggu.

(11)

Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sampel yang didapat belum memenuhi jumlah sampel minimal. Besar sampel minimal dihitung berdasarkan rumus :11

n1=n2=[{(zα + zβ) x Sd} / d]²

n=[{(1,96 + 0,842) x 2,45} / 2]² n=12

Perkiraan drop-out sebesar 25% yaitu 3 orang. Dengan demikian jumlah sampel adalah kelompok kontrol 15 orang dan kelompok perlakuan 15 orang atau total sebanyak 30 orang.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah: pengaruh hormon, enzim, perbedaan asupan makanan, variasi genetik, serta variasi psikis yang mengakibatkan setiap subyek mempunyai tingkat kepercayaan yang berbeda terhadap khasiat suplemen yang diberikan.

KESIMPULAN

Pemberian glisin dapat meningkatkan kadar hematokrit remaja putri dengan anemia yang mendapat suplementasi zat besi.

SARAN

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: jumlah sampel yang lebih banyak, waktu penelitian yang lebih lama, pengawasan kepatuhan yang lebih ketat.

(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas kemudahan dan kelancaran dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada dr.Kusmiyati DK, M.Kes selaku pembimbing atas bimbingan dan masukan-masukan dalam penelitian, semua responden yang telah bekerjasama dalam penelitian, kedua orang tua, keluarga, serta semua pihak yang telah memberi dukungan dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar A. Kecenderungan masalah gizi dan tantangan di masa mendatang. Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi; 27 Sept 2004; Jakarta, Indonesia.

2. Alton I. Iron deficiency anemia. In: Stang, Story, editors. Guidelines for adolescents nutrition services.2005.

3. IKG Suandi. Gizi pada masa remaja. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Buku ajar tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto; 2004. hal. 23-8.

4. Lailatul M, Sri S. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan status gizi remaja putri di daerah perkotaan dan pedesaan kabupaten Jombang. [online]. 2007 [cited on 2007 november 20]. Available from: http://www.journal.unair.ac.id/login/jurnal/filer/PH1-2-06.pdf

(13)

5. Nordenson NJ. Hematocrit[homepage on the Internet]. Gale Encyclopedia of Medicine; [updated 2006 Aug 14; cited 2007 Nov 15]. Available from: http://www.healthAtoZ.com/

6. Layrisse M, Casal MNG, Solano L, Baran MA, Arguello F, Llovera D, et al. Iron bioavailability in humans from breakfast enriched with iron bis-glycine chelate, phytates, and polyphenols. J Nutr 2000;130:2195-9.

7. WHO. Iron deficiency anemia:assessment,prevention, and control. WHO/UNICEF/UNU;2001.

8. Bovell-Benjamin A, Viteri FE, Allen LH. Iron absorption from ferrous bisglycinate and ferric trisglycinate in whole maize is regulated by iron status. Am J Clin Nutr 2000;71:1563-9.

9. Olivares M, Pizarro F, Pineda O, Name JJ, Hertrampf E. Milk inhibits and ascorbic acid fevors ferrous bis-glycine chelate bioavailability in humans. J Nutr1999;127(7):1407-11.

10. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia Harper. 25th

ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.

11. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Ed 2. Jakarta: CV Sagung Seto;2000.

Gambar

Tabel   2.   Kadar   Hematokrit   sebelum   dan   sesudah   perlakuan   pada   kelompok  kontrol dan perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian pada dataran rendah didapat 6 tipe spora genus Glomus dan 1 tipe spora genus Acaulospora dengan persentase kolonisasi mencapai 37,19%. Pada dataran tinggi

Untuk membantu mengontrol diperlukan bantuan teknologi mikrokontroler yang dapat mengukur dan mengatur variabel yang ada dalam syarat tumbuh tanaman kacang hijau, sensor

Hukum positif dalam kejahatan tindak pidana Illegal contents pada dasarnya merupakan kejahatan dunia mayantara ( cybercrime ) yang semakin menyebar luas, perbuatan

sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai perusahaan yang diukur dengan PBVER dan Tobin’s Q antara sebelum dan setelah penerapan GCG.

Tahun  2007  R. Meningkatkan mutu lulusan dalam memasuki dunia kerja  4,5 

Dengan gambaran ini memang belum dapat disimpulkan bahwa industri kecil mampu menjadi motor pertumbuhan, sementara industri skala menengah keadaannya jauh lebih

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknlsnya, maka dengan ini kami umumkan Perusahaan yang yang melaksanakan pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut :. Kegiatan

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Pejabat Pengadaan, menurut ketentuan yang berlaku maka, dengan ini kami diberitahukan Penyedia Jasa yaitu