• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

MIFTACHUL JANNAH

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

Pendidikan Gizi Terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB. Di bawah bimbingan RIMBAWAN & SITI MADANIJAH

Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (2004) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada remaja sebesar 26.7% (Depkes 2005). Remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi besi. Pada saat remaja putri sedang dalam masa pertumbuhan puncak (peak growth) dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi untuk kebutuhan basal tubuh dan pertumbuhan. Peningkatan kebutuhan zat besi bersamaan dengan kurangnya asupan besi dapat berakibat remaja putri rawan terhadap rendahnya kadar hemoglobin akibat defisiensi besi (Sediaoetama 2002). Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia, diantaranya pendidikan gizi dan suplementasi (Depkes 1996). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suplementasi MVM dan pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan praktek gizi, serta pengaruhnya terhadap kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB IPB.

Penelitian ini adalah bagian dari penelitian besar yang dilakukan pada mahasiswa putri TPB IPB untuk mengetahui manfaat dari suplementasi multivitamin mineral terhadap kadar hemoglobin, antioksidan, dan kebugaran tubuh. Desain penelitian adalah

Quasy Eperimental Design dengan rancangan pretest postest group. Penelitian dilakukan pada bulan April-September 2012 di asrama putri TPB IPB. Contoh dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok suplementasi tanpa pendidikan gizi (S) dan kelompok suplementasi dengan pendidikan gizi (SPG). Jenis suplemen yang sama diberikan pada contoh. Sampel minimum yang dibutuhkan adalah 11 orang pada setiap kelompok (Li et al 2004) dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 27 orang, dengan distribusi 15 orang pada kelompok S dan 12 orang pada kelompok SPG.

Contoh dalam penelitian adalah mahasiswa putri yang berusia 19 sampai 20 tahun dengan distribusi 22% anemia ringan, 11.1% anemia sedang, dan 66.7% normal. Rata-rata pengeluaran pangan per bulan kelompok S dan SPG berturut-turut adalah Rp478 000 ± 105 437.9 dan Rp482 500 ± 126 284.3. Rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap uang saku contoh pada kelompok S adalah 70.2% dan pada kelompok SPG adalah 75%. Tidak terdapat perbedaan nyata pada usia dan pengeluaran pangan kedua kelompok (p>0.05). Dengan uji beda T, perbedaan siklus menstruasi, lama menstruasi, dan siklus menstuasi dalam setahun antara kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05). Terdapat perbedaan nyata dalam keteraturan menstruasi antara kedua kelompok (p<0.05). Sebagian besar contoh pada kedua kelompok menyatakan mengalami keluhan menjelang dan saat menstruasi. Jenis keluhan yang dirasakan relatif sama diantaranya keram di bawah perut, sakit pinggang, pusing, timbulnya jerawat, badan lesu, lebih emosional, dan merasa nyeri pada payudara. Tidak terdapat perbedaan berat badan, tinggi badan, status gizi contoh di kedua kelompok sebelum dan setelah intervensi (p>0.05).

(5)

perlakuan tidak mengalami perbedaan yang nyata pada kedua kelompok (p>0.05). Asupan energi dan zat gizi contoh diperoleh dengan cara food record pada hari kuliah (Senin) dan pada hari libur (Sabtu). Tidak terdapat perbedaan nyata intake protein, vitamin dan mineral (p>0.05) tetapi berbeda nyata pada intake energi (p<0.05).

Kepatuhan contoh tergolong kurang (<80%). Uji beda T menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kepatuhan kedua kelompok perlakuan (p>0.05). Kepatuhan konsumsi suplemen yang rendah diakibatkan bentuk sendok takaran yang memungkinkan suplemen tidak habis dikonsumsi. Uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap gizi pada kelompok S (p = 0.232 dan r = -0.205) dan SPG (p = 0.343 dan r = 0.130). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan praktek gizi pada kelompok S (p = 0.469 dan r = 0.022) dan SPG (p = 0.211 dan r = -0.256). Tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap dan praktek gizi pada kelompok S (p = 0.136 dan r = 0.303) dan SPG (p = 0.108 dan r = -0.386).

Berdasarkan uji beda T, tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar hemoglobin sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok (p>0.05). Hal ini menunjukkan suplementasi MVM belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh. Suplementasi MVM dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia pada kedua kelompok, namun hanya signifikan pada contoh anemia dari kelompok SPG (p<0.05). Pendidikan gizi yang diberikan berpengaruh pada peningkatan pengetahuan gizi tanpa merubah sikap dan praktek gizi. Banyaknya faktor yang turut mempengaruhi pembentukan sikap dan praktek menjadi salah satu penyebab tidak efektifnya pendidikan gizi yang diberikan.

(6)

ABSTRAK

MIFTACHUL JANNAH. Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan SITI MADANIJAH.

Prevalensi anemia pada remaja putri di Indonesia cukup tinggi dikarenakan kekurangan zat gizi seperti zat besi dan asam folat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi multivitaminmineral dan pendidikan gizi terhadap kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB IPB. Desain penelitian adalah Quasy Experimental Design dengan rancangan pretest postest group. Sampel sebanyak 27 orang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok suplementasi tanpa pendidikan gizi (S) dan kelompok suplementasi yang mendapat pendidikan gizi (SPG). Pendidikan gizi diberikan melalui metode ceramah selama empat kali pertemuan dengan waktu 30-45 menit. Intervensi pendidikan gizi yang diberikan berpengaruh pada peningkatan pengetahuan gizi tetapi belum dapat merubah sikap dan praktek gizi. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan kebiasaan makan contoh pada kedua kelompok. Pemberian suplementasi multivitamin mineral belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh pada kedua kelompok, tetapi meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia pada kedua kelompok (p>0.05).

Kata kunci: anemia, mahasiswa, pendidikan gizi, suplementasi

ABSTRACT

MIFTACHUL JANNAH. The Effect of Nutrition Education on Haemoglobin of Bogor Agricultural University’s Girls Student With Multivitamin Mineral Supplementation. Supervised by RIMBAWAN and SITI MADANIJAH.

Anaemia is still prevalence in Indonesia especially in adolescent girls because deficiency of iron and folic acid. The purpose of this study was to analyze the effect of multivitamin minerals supplementation and nutrition education on haemoglobin. The study was conducted on First Common Year Studentsof Bogor Agricultural University. Design of the study was Quasy Experimental with pretest post test group. The number of subjects was 27 and allocated into two groups. First group received multivitamin minerals supplementation without nutrition education (S group); second group received multivitamin and minerals supplementation with nutrition education (SPG group). The method of nutition education was speech and allocated into four session with duration 30-45 minutes for each meeting. The result of the study showed that nutrition education affected nutritional knowledge but could not improve nutritional attitudes and nutritional practice. There was no significant correlation between nutrition knowledge, attitude, and practice. Multivitamin minerals supplementation could not improve haemoglobin, but could increased haemoglobin of anaemia subject although the increase was not significant (p>0.05).

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari

Program Studi Ilmu Gizi

MIFTACHUL JANNAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB yang Diberi Suplementasi Multivitamin Mineral Nama : Miftachul Jannah

NIM : I14080125

Disetujui oleh

Drs Rimbawan, PhD Pembimbing I

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah Pengaruh Suplementasi Multivitamin Mineral dan Pendidikan Gizi terhadap Kadar Hemoglobin Mahasiswa Putri TPB IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Rimbawan, PhD dan Ibu Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku pembimbing dan Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani, MSc selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan penelitian Gian Nubekti, Angga Hardiansyah, Nazhif Gifari, dan Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor atas kerjasamanya selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan adik, juga semua sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Hipotesis 2 

Manfaat Penelitian 2 

METODE PENELITIAN 3 

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 3 

Populasi dan Sampel 3 

Pelaksananaan Suplementasi 4 

Intervensi Pendidikan Gizi 5 

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5 

Pengolahan dan Analisis Data 6 

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 

Status Anemia Contoh Sebelum Perlakuan 7 

Karakteristik Contoh 7 

Pengetahuan Gizi 11 

Sikap Gizi 13 

Praktek Gizi 14 

Kepatuhan Mengonsumsi Suplemen MVM 15 

Manfaat dan Efek Samping yang Dirasakan 16 

Status Anemia Contoh Setelah Perlakuan 17 

Hubungan Antar Variabel Setelah Intervensi Pendidikan Gizi 18 

Pengaruh Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi 20 

SIMPULAN DAN SARAN 20 

Simpulan 20 

Saran 20 

DAFTAR PUSTAKA 21 

(13)

DAFTAR TABEL

1. Kandungan multivitamin mineral dalam suplemen dan persentase

terhadap AKG 4 

2. Jadwal dan materi pendidikan gizi 5 

3. Jenis dan cara pengumpulan data 5 

4. Pengolahan dan analisis data 6 

5. Sebaran contoh berdasarkan status anemia 7  6. Uang saku dan rata-rata pengeluaran pangan contoh 8  7. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh menurut kelompok

perlakuan 9 

8. Karakteristik contoh menurut keadaan menstruasi 9  9. Rata-rata berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh (IMT)

contoh menurut kelompok sebelum dan sesudah perlakuan 10  10. Persentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan

setelah perlakuan 11 

11. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi contoh

sebelum dan setelah perlakuan 12 

12. Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi contoh sebelum dan

setelah perlakuan 13 

13. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh

sebelum dan setelah perlakuan 14 

14. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein

setelah perlakuan 15 

15. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsumsi dan persentase

konsumsi suplemen contoh 15 

16. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata frekuensi dan persentase

frekuensi mengonsumsi suplemen contoh 16 

17. Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia contoh sebelum dan

setelah perlakuan 17 

18. Sebaran contoh berdasarkan status anemia setelah perlakuan 18  19. Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia pada contoh anemia

sebelum dan setelah perlakuan 18 

20. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi 19  21. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan praktek gizi 19  22. Sebaran contoh berdasarkan sikap dan praktek gizi 20 

DAFTAR GAMBAR

1. Alur pengambilan sampel penelitian 3 

2. Sebaran contoh menurut usia 7 

3. Sebaran contoh berdasarkan uang saku/bulan 8  4. Sebaran sampel yang mengalami keluhan menjelang dan saat

(14)

5. Sebaran jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan

setelah perlakuan pada kedua kelompok 12 

6. Sebaran persepsi kesehatan contoh 16 

7. Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen 17 

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner penelitian 24 

2. Handout materi pendidikan gizi 36 

3. Kadar hemoglobin contoh sebelum dan sesudah perlakuan 42  4. Usia, uang saku, dan pengeluaran pangan contoh per bulan 43  5. Berat badan, tinggi badan, dan status gizi contoh sebelum dan

setelah intervensi 44 

6. Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar setiap pertanyaan

sebelum dan setelah perlakuan 45 

7. Sebaran contoh berdasarkan jawaban setuju pernyataan sikap gizi tentang anemia sebelum dan setelah perlakuan 46  8. Sebaran contoh berdasarkan jawaban kebiasaan makan sebelum dan

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anemia merupakan masalah gizi utama pada remaja, terutama remaja di negara berkembang. Perkiraan prevelensi anemia remaja pada negara berkembang adalah 27% dan pada negara indutri sebersar 6% (WHO 2005). Penelitian yang dilakukan di Jawa Timur menunjukkan prevalensi anemia tertinggi terdapat pada kelompok remaja putri yaitu sebesar 25.8% (Soekarjo et al 2001), sedangkan penelitian yang dilakukan di India menunjukkan prevalensi yang sangat tinggi pada remaja putri yaitu 90.1% (Toteja dan Singh 2003 dalam SCN News 2005). Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada remaja sebesar 26.7% (Depkes 2005).

Remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi besi. Pada saat remaja putri sedang dalam masa pertumbuhan puncak (peak growth) dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi untuk kebutuhan basal tubuh dan pertumbuhan. Satu tahun setelah peak growth, remaja putri biasanya akan mengalami haid pertama (menarche) (Sediaoetama 2002). Pertumbuhan yang cepat (growth spurt) berlangsung selama dua tahun setelah menstruasi (Travis 2003 dalam SCN News 2005). Kebutuhan zat besi yang tinggi pada saat peak growth akan menetap karena selanjutnya diperlukan untuk menggantikan besi yang hilang pada saat menstruasi atau haid (Sediaoetama 2002). Banyaknya kehilangan darah saat menstruasi bervariasi antara seorang wanita dengan lainnya. Diantara wanita muda yang nampak sehat, sekitar 35 sampai 58% menderita pengurangan zat besi atau iron depletion (Piliang dan Djojosoebagia 2006).

Tingginya kebutuhan zat besi pada remaja putri seharusnya diimbangi dengan zat besi yang cukup dari makanan. Apabila kebutuhan zat besi tidak terpenuhi maka kadar hemoglobin akan rendah sehingga terjadi anemia gizi (Dewa 2004). Anemia kekurangan zat besi ini terjadi karena pola konsumsi yang kurang baik. Komposisi makanan yang tidak mencerminkan komponen dengan nilai gizi cukup akan menghambat atau mengurangi ketersediaan biologis zat besi dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagia 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi besi bukan merupakan penyebab utama terjadinya anemia. Defisiensi zat gizi lain seperti asam folat, seng, vitamin A juga dapat menjadi penyebab anemia. Menurut penelitian yang dilakukan pada kelompok usia tua di Amerika, rendahnya kadar serum vitamin B12 dalam darah berhubungan dengan kejadian anemia dan gangguan kognitif

(Morris et al. 2007). Penelitian Zarianis (2006) menunjukkan bahwa pada anak sekolah dasar defisiensi besi bukan merupakan satu-satunya faktor utama penyebab anemia. Defisiensi vitamin C juga turut berperan dalam menimbulkan anemia.

(17)

salah satu cara untuk menanggulangi defisiensi besi dan menurunkan prevalensi anemia.

Berdasarkan pendekatan KAP (Knowledge-Attitude-Practice), peningkatan derajat kesehatan dapat dilakukan dengan berfokus pada mekanisme kognitif yang ada dalam diri seseorang. Model KAP meyakini bahwa pengatahuan baru yang didapatkan seseorang akan merubah sikap yang selanjutnya akan diikuti dengan perubahan perilaku (Espnes dan Smedslund 2001 dalam Henningsen 2011). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menambah atau merubah aspek kognitif adalah dengan melakukan pendidikan gizi. Menurut Winkleby et al. (1992) diacu dalam Ball et al. (2009), pendidikan adalah faktor terkuat dan paling konsisten dalam memprediksi perilaku kesehatan.

Pendidikan gizi pada mahasiswa putri TPB IPB diberikan dengan harapan agar pengetahuan gizi mahasiswa akan berubah, sehingga merubah sikap dan praktek gizi. Perbaikan praktek gizi diharapkan dapat memperbaiki status anemia seseorang.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mempelajari pengaruh suplementasi dan pendidikan gizi terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswa putri TPB IPB.

Tujuan Khusus

1. Mempelajari karakteristik mahasiswa TPB IPB.

2. Mempelajari perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi pada mahasiswa putri TPB IPB sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok yang diberi pendidikan gizi dan kelompok yang tidak diberi pendidikan gizi.

3. Menganalisis pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap peningkatan kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB IPB.

4. Menganalisis pengaruh pendidikan gizi terhadap peningkatan kadar hemoglobin mahasiswa putri TPB.

Hipotesis

1. Pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi. 2. Terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi pada kelompok

yang diberi pendidikan gizi dan kelompok yang tidak diberi pendidikan gizi.

3. Suplementasi multivitamin mineral dan pendidikan gizi yang diberikan dapat meningkatkan kadar hemoglobin darah.

Manfaat Penelitian

(18)

putri.Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk merumuskan metode intervensi untuk permasalahan anemia secara umum.

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian ini adalah Quasy Eperimental dengan pre test post test group. Pemilihan desain tersebut karena dalam penelitian tidak ada randomisasi sampel, artinya tidak semua sampel memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan gizi. Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok yaitu kelompok yang tidak memperoleh pendidikan gizi (S) dan kelompok yang memperoleh pendidikan gizi (SPG). Jenis suplemen yang sama diberikan pada kedua kelompok. Penelitian ini dilakukan di asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB selama 6 bulan, mulai bulan April – September 2012. Analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa putri TPB IPB yang tinggal di Asrama Putri. Gambar 1 menunjukkan alur pengambilan sampel penelitian.

Gambar 1 Alur pengambilan sampel penelitian

Sampel adalah mahasiswa putri TPB IPB yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria Inklusi yaitu : usia 18 – 21 tahun, memiliki kadar Hb < 12.6 g/dL, memiliki IMT <25 kg/m2, tidak sedang mengonsumsi suplemen multimivitamin mineral serupa, sudah mengalami menstruasi, dan bersedia mengikuti tahap

Screening Hb 150 mahasiswa putri dengan Nesco Finger Pick (metode Hemocue)

Penjelasan penelitian dan penandatangan inform consent Pengumpulan mahasiswa putri yang anemia berdasarkan screening dan

seleksi sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi

Diperoleh sampel sebanyak 29 orang Pemeriksaan Hb metode cyanmethemoglobin

(19)

penelitian (menandatangani informed consent). Kriteria ekslusi yaitu : menderita penyakit kronis, sedang hamil, peminum alkohol dan atau obat-obatan terlarang, dan merokok.

Jumlah sampel minimal dihitung berdasarkan asumsi bahwa nilai α = 5% (Zα =1,645), kekuatan uji = 80% (Zβ = 0,84), simpangan baku hemoglobin peubah respon (σ = 12 g/l) dan kenaikan nilai hemoglobin sebagai akibat pemberian suplemen multivitamin mineral ( = 13 g/l) (Li et al 1994 dalam Indriani 2011), rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

n

n , ,

n 11

Dengan memperkirakan drop out sebesar 10%, maka jumlah sampel minimal setiap kelompok = 11 x 1.1 = 13 orang. Karena ada 2 kelompok perlakuan, maka jumlah sampel minimal yang dibutuhkan sebagai subyek dalam penelitian ini adalah 26 orang. Jumlah sampel penelitian ini awalnya adalah 29 orang terdiri dari 15 orang kelompok S dan 14 orang kelompok SPG. Sampel drop out sejumlah dua orang dari kelompok SPG karena sakit dan tidak mau mengonsumsi suplemen, sehingga sampel penelitian berjumlah 27 orang.

Pelaksananaan Suplementasi

Keseluruhan suplemen multivitamin mineral diproduksi dalam waktu yang bersamaan oleh suatu perusahaan komersial dalam bentuk sirup dan dikemas dalam botol kaca gelap. Suplemen multivitamin mineral (MVM) diberikan pada kedua kelompok. Setiap subyek penelitian diinstruksikan untuk mengonsumsi sirup sesuai takaran sajinya (15 mL/hari) setiap pagi setelah sarapan selama 8 minggu. Kandungan multivitamin mineral dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan multivitamin mineral dalam suplemen dan persentase terhadap AKG

Mikronutrien Kandungan/15mL % terhadap AKG

Vitamin B1 15 mg 1500.0

Vitamin B2 2.25 mg 204.5

Vitamin B3 22.5 mg 160.7

Vitamin B6 3 mg 230.8

Vitamin B12 15 µg 625

Vitamin C 150 mg 200

Ferro gluconate 20 mg 76.9

Calcium gluconate 100 mg 12.5

Mangan sulfate 2 mg 111.1

(20)

Intervensi Pendidikan Gizi Metode

Pendidikan gizi dilakukan seminggu sekali selama empat kali pertemuan. Metode yang digunakan adalah ceramah dengan alat bantu handout materi sesuai jadwal pertemuan (Tabel 2). Materi disampaikan oleh peneliti yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Intervensi pendidikan gizi dilaksanakan setiap hari Sabtu pukul 06.30 WIB. Pendidikan gizi dan tanya jawab dilakukan selama 30 samapi 45 menit di lobi bawah Asrama Putri A4 TPB IPB.

Contoh kelompok SPG diminta untuk tidak memberi tahu materi pendidikan gizi kepada kelompok S. Pada akhir penelitian, semua contoh diberikan booklet tentang materi pendidikan gizi agar semua contoh mendapat informasi yang sama.

Evaluasi

Evaluasi pendidikan gizi dilihat dari jumlah contoh yang datang dan konsentrasi contoh saat intervensi berlangsung. Evaluasi materi pendidikan gizi juga dilihat dari jumlah pertanyaan benar yang dapat dijawab contoh dari kuesioner pengetahuan gizi serta perubahan sikap dan kebiasaan makan contoh.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data pada penelitian ini adalah data primer yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Pengambilan sampel darah dilakukan secara serentak pada awal dan akhir intervensi. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh petugas

Tabel 2 Jadwal dan materi pendidikan gizi

Tanggal Materi 28 April 2012 Definisi anemia, kebutuhan besi remaja dan

kelompok rawan anemia

5 Mei 2012 Zat-zat gizi yang berhubungan dengan anemia 12 Mei 2012 Tanda dan akibat anemia

19 Mei 2012 Pencegahan dan penanggulangan anemia

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

Jenis data Cara pengumpulan Alat bantu Waktu

Karakteristik sampel wawancara kuesioner awal

Keadaan menstruasi wawancara kuesioner awal

Alokasi pengeluaran pangan wawancara kuesioner awal & akhir Status gizi antropometri pengukuran BB alat ukur awal & akhir

pengukuran TB alat ukur awal

Pengetahuan, sikap, praktek gizi pengisian kuesioner awal & akhir Konsumsi pangan pengisian & wawancara food record selama penelitian

Status anemia dibantu petugas medis Cyanmeth. awal & akhir

Kepatuhan pengisian & wawancara kuesioner selama penelitian

(21)

Laboratorium Kesehatan Prodia Kota Bogor di Asrama Putri A4 TPB IPB pada pagi hari (pukul 08.00 – 10.00). Subyek diminta untuk berpuasa selama 8 jam sebelum diambil darahnya (Briawan 2008).

Data pengetahuan gizi dilakukan melalui tes objektif tipe pilihan ganda sejumlah 20 soal tentang definisi, interaksi zat gizi, tanda, akibat, pencegahan dan penanggulangan anemia. Data sikap gizi meliputi pernyataan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan kebiasaan makan dan kecenderungan praktek yang berkaitan dengan anemia, sejumlah 10 pernyataan. Data praktek gizi dilihat dari kebiasaan makan dengan 11 pertanyaan. Jawaban pertanyaan kebiasaan makan dalam bentuk pilihan tertutup, dengan alternatif pilihan: a) Selalu: 5-7 kali per minggu, b) Kadang-kadang: 3-4 kali per minggu, c) Jarang: 1-2 kali per minggu, dan d) Tidak pernah. Kuesioner pengetahuan, sikap dan praktek dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dioleh dan dianalisis menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16. Pengolahan data dengan Microsoft Excel dilakukan dengan langkah entry dan editing. Pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengolahan dan analisis data

Jenis data Pengolahan Analisis Nilai p*

Karakteristik contoh, keadaan menstruasi, dan alokasi pengeluaran pangan

Statistik dasar Independent T-Test p < 0.05

Status gizi antropometri Digolongkan menurut Depkes (2002)

Independent T-Test Korelasi Spearman

p < 0.05 p < 0.05 dan r > 0.5

Status anemia Digolongkan menurut

ACC/SCN (1991)

Pengetahuan, sikap, praktek gizi Digolongkan menurut Khomsan (2000)

Independent T-Test Paired T-Test

p < 0.05

Manfaat dan efek samping Statistik dasar - -

Kepatuhan Digolongkan menurut

Depkes (1999) Independent T-Test p < 0.05

Konsumsi pangan software Nutrisurvey

2007 Independent T-Test p < 0.05 Hubungan pengetahuan, sikap,

dan praktek gizi - Korelasi Pearson

p < 0.05 dan r > 0.5 Hubungan kadar Hb awal dan

akhir - Korelasi Pearson

p < 0.05 dan r > 0.5

(22)

Sta 51% dan penelitian penelitian ini tergolo

HASIL DAN PEMBAHASAN

atus Anemia Contoh Sebelum Perlakuan r hemoglobin pada kelompok S adalah 11.93 G adalah 11.94 ± 1.24 g/dL. Uji beda t me

yang nyata kadar hemoglobin kedua kelo Kadar hemoglobin contoh disajikan pada Lam gambarkan bahwa sebagian besar contoh men pada penelitian ini lebih rendah jika diban

(2008) yang melaporkan bahwa prevalensi Anggraeni (2004) sebesar 48.1%. Prevalen ng tinggi jika dibandingkan dengan standar

Karakteristik Contoh

contoh pada kelompok S dan kelompok SP 19.0 ± 0.4 dan 18.9 ± 0.5 tahun. Berdasar ok S didominasi oleh kelompok remaja mene asi oleh kelompok usia remaja akhir (Guna

t perbedaan nyata usia contoh kedua kelompo

Gambar 2 Sebaran contoh menurut usia 0

Rentang usia contoh (tahun) S SPG l 5 Sebaran contoh berdasarkan status anemia

Kadar nsi anemia pada yang ditetapkan

PG hampir sama, rkan Gambar 2, engah sedangkan

(23)

Uang Saku

Rata-rata uang saku pada kelompok S adalah Rp763 333.3 ± 251 045.4 sedangkan SPG adalah Rp783 333.3 ± 423 906.8. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada uang saku kedua kelompok (p>0.05). Sumber uang saku contoh pada kelompok S berasal dari orangtua (40%), beasiswa (26.7%), dan gabungan dari orangtua dan beasiswa (33.3%). Pada kelompok SPG sumber uang saku berasal dari orangtua (41.7%), beasiswa (33.3%), dan gabungan dari orangtua dan beasiswa (25%). Secara umum, sumber uang saku sebagian besar contoh berasal dari orang tua. Sebaran uang saku contoh dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengeluaran Pangan

Rata-rata pengeluaran pangan per bulan sebelum perlakuan pada kelompok S adalah Rp478 000 ± 105 437.9 dan pada kelompok SPG adalah Rp482 500 ± 126 284.3. Uji beda t menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pengeluaran pangan pada kedua kelompok perlakuan (p>0.05). Pengeluaran pangan contoh kedua kelompok setelah perlakuan tidak mengalami perubahan. Pengeluaran pangan disajikan pada Lampiran 4.

Rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap uang saku contoh pada kelompok S adalah 70.2% dan pada kelompok SPG adalah 75%. Hal tersebut menunjukkan pangan mendapatkan proporsi terbesar dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari contoh pada kedua kelompok. Menurut Soemardi dan Evens (1985) diacu dalam Puri (2007), kelompok masyarakat berpendapatan rendah umumnya memiliki proporsi pengeluaran terbesar yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Tabel 6 menunjukkan terdapat kecenderungan semakin tinggi uang saku yang diperoleh contoh maka pengeluaran pangan per bulan semakin besarpada kedua kelompok.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan uang saku/bulan 53.4

Jumlah uang saku/bulan (dalam ratusan ribu rupiah) S SPG

Tabel 6 Uang saku dan rata-rata pengeluaran pangan contoh

Pengelompokan uang saku (Rupiah)

Rata-rata pengeluaran pangan (Rupiah)

S SPG Total

500 000 470 000 ± 121 244 450 000 ± 150 000 460 000 ± 122 474 5000 000 – 1 000 000 483 000 ± 83 006 535 714 ± 118 019 504 706 ± 99 065 1 000 000 – 1 500 000 645 000 ± 360 624 450 000 580 000 ± 278 747

(24)

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Latar belakang pekerjaan orangtua contoh pada kedua kelompok cukup beragam (Tabel 8). Pekerjaan orangtua pada kedua kelompok perlakuan didominasi oleh wiraswasta (37.5%), swasta (25%) dan PNS (25%). Sebagian besar pendapatan orangtua contoh pada kedua kelompok berada dalan rentang 1-2 juta/bulan (44.4%) dan 2-3 juta.bulan (29.6%). Rata-rata penghasilan orangtua kelompok S adalah Rp2 240 000 dan pada kelompok SPG adalah Rp3 065 192 (p>0.05).

Keadaan Menstruasi

Umur pertama kali menstruasi contoh pada kedua kelompok berkisar antara 11-16 tahun. Keadaan menatruasi contoh dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 8 Karakteristik contoh menurut keadaan menstruasi

Keadaan menstruasi Kelompok p

S SPG

(25)

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok menyatakan mengalami keluhan menjelang dan pada saat menstruasi dengan jenis keluhan diantaranya keram di bawah perut, sakit pinggang, pusing, timbulnya jerawat, badan lesu, lebih emosional, dan merasa nyeri pada payudara. Persentase skor keluhan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada kedua kelompok, tampak keluhan saat menstruasi lebih banyak dirasakan daripada keluhan menjelang menstruasi.

Status Gizi Antropometri

Rata-rata berat badan pada kelompok S lebih besar daripada kelompok SPG, namun tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05). Presentase contoh yang memiliki berat badan di bawah 50 kg (WNPG 2004) masih tergolong besar, yaitu 40% pada kelompok S dan 42% pada kelompok SPG (p>0.05).

Gambar 4 Sebaran sampel yang mengalami keluhan menjelang dan saat menstruasi

Tabel 9 Rata-rata berat badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh (IMT) contoh menurut kelompok sebelum dan sesudah perlakuan

Antropometri Kelompok Total p

S SPG

Normal 73.3 75.0 74.1

Gemuk sehat 6.3 8.3 7.4

Normal 73.3 66.7 70.4

Gemuk sehat 13.3 16.7 14.8

(26)

Proporsi contoh yang mempunyai tinggi badan di bawah 154 cm (WNPG 2004) yaitu 33% pada kelompok S dan 50% pada SPG. Kekurangan zat besi pada masa remaja dapat menyebabkan tidak tercapainya tinggi badan optimal (Depkes 1998), sehingga diduga sebagian besar contoh mengalami defisiensi zat besi. Batasan 50 kg untuk berat badan dan 154 cm untuk tinggi badan adalah batasan usia remaja yaitu kurang dari 20 tahun (WNPG 2004).

Setelah intervensi, rata-rata berat badan contoh pada kedua kelompok cenderung menurun namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05). Sebagian besar status gizi contoh pada kedua kelompok adalah normal. Uji beda t (Paired Sample T-Test) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata nilai IMT kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan (p>0.05).

Status gizi merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan diagnosis anemia (Soemantri 1978 dalam Adriyani 2008). Uji Spearman menunjukkan semakin baik status gizi awal semakin besar peningkatan kadar hemoglobin contoh, namun hubungan tersebut tidak signifikan (p = 0.364 dan r = 1.000). Hal ini sejalan dengan penelitian Andriyani (2008) dan Briawan (2008) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara status gizi antropometri dengan peningkatan kadar hemoglobin. Berat badan, tinggi badan dan IMT contoh dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pengetahuan Gizi

Jenis pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh contoh pada kedua kelompok sebelum perlakuan adalah pertanyaan tentang zat-zat gizi dan kelompok rawan anemia (Gambar 5). Hal ini bisa dimengerti karena tidak semua contoh memperoleh informasi atau pengetahuan tentang interaksi zat gizi. Pertanyaan lain yang banyak dijawab salah adalah definisi anemia. Tabel 10 menunjukkan presentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok.

Tingkat pengetahuan gizi awal kedua kelompok tergolong kurang

dikarenakan contoh pada kedua kelompok tidak mengetahui dan tidak mendapatkan informasi terkait anemia (Tabel 11). Contoh kelompok S tidak menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan gizi dan terlihat adanya peningkatan pada kelompok SPG. Peningkatan pengetahuan gizi pada kelompok SPG dikarenakan intervensi pendidikan gizi yang diberikan. Menurut Khomsan et Tabel 10 Persentase jawaban benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum dan

setelah perlakuan

Jenis pertanyaan

Kelompok

S SPG Pre Post Pre Post

Definisi anemia dan kelompok rawan 63.3 53.3 43.3 68.3

Interaksi zat-zat gizi 20.2 17.9 8.3 88.1

(27)

al. (2007) penyuluhan giz gizi.

Meskipun begitu, m pengetahuan gizi kurang contoh susah mengingat kurangnya motivasi contoh penelitian Zulaekah (2007) Gambar 5 Sebaran jawaban perlakuan pada ke

Tabel 11 Sebaran contoh sebelum dan se

i merupakan upaya untuk meningkatkan pe masih terdapat contoh kelompok SPG deng sebanyak 8.4%. Hal ini kemungkinan terja

materi pendidikan gizi yang telah dibe h dalam mengikuti pertemuan pendidikan g n jawaban benar dapat dilihat pada Lampiran

njukkan pendidikan gizi yang diberikan efe an gizi (p<0.05). Beberapa penelitian me kan gizi dapat meningkatkan pengetahuan g

nelitian Dwiriani (2012) pada remaja putri pada siswa SD kelas 5 dan 6.

benar berdasarkan jenis pertanyaan sebelum edua kelompok

h berdasarkan tingkat pengetahuan gizi contoh etelah perlakuan

ngetahuan Kelompok (%)

(28)

Sikap Gizi

Sebelum intervensi, sebanyak 33.3% contoh kelompok S dan 50% contoh kelompok SPG menunjukkan sikap positif terhadap kebiasaan minum teh setelah makan. Sikap tersebut muncul diduga karena pengaruh kebiasaan yang tumbuh di masyarakat. Kebiasaan tersebut dapat menjadi pengarah sikap terhadap berbagai masalah (Azwar 2012). Sebagian besar contoh setuju dengan kebiasaan makan teratur 3 kali sehari dengan memperhatikan gizi seimbang.

Hampir semua contoh menyatakan setuju bahwa anemia merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian serius. Namun, sepertiga contoh pada kedua kelompok memiliki kecenderungan untuk tidak memeriksakan kesehatan jika akibat anemia tidak mengganggu mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap anemia baru muncul ketika contoh merasa terganggu dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari anemia. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata sikap gizi awal kedua kelompok (p>0.05).

Setelah intervensi, terlihat adanya penurunan pada sikap kebiasaan minum teh setelah makan pada kedua kelompok. Pada kelompok S, sikap preferensi konsumsi lauk nabati meningkat sedangkan kelompok SPG mengalami penurunan. Uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata sikap gizi akhir kedua kelompok (p<0.05). Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi contoh sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Peningkatan sebagian besar sikap gizi pada kelompok SPG memberi gambaran bahwa sikap gizi seringkali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula (Khomsan et al. 2009). Lebih mendalam, Azwar (2012) menjelaskan bahwa salah satu komponen sikap adalah komponen kognitif yang merupakan kepercayaan seseorang terhadap objek sikap. Kepercayaan tersebut didapatkan melalui apa yang dilihat dan apa yang telah diketahui.

Penurunan sebagian sikap gizi pada kelompok S menunjukkan bahwa sikap dapat berubah seiring berjalannya waktu (Sumarwan 2003). Perubahan sikap tersebut sangat mungkin terjadi karena individu-individu selalu melakukan interaksi sosial. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat sikap gizi contoh sebelum dan setelah perlakuan

Tingkat sikap gizi (%) Kelompok

S SPG

Sebelum perlakuan

Baik 40.0 50.0

Sedang 60.0 50.0

Kurang 0.0 0.0

Setelah perlakuan

Baik 33.3 75.0

Sedang 66.7 25.0

(29)

adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang yang dianggap penting, media massa, institusi lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar 2012). Tabel sebaran contoh berdasarkan pernyataan sikap gizi tentang anemia sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Praktek Gizi

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok memiliki frekuensi makan 2 kali sehari dengan distribusi 73.3% pada kelompok S dan 83.3% pada SPG. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata kebiasaan makan sebelum perlakuan kedua kelompok (p>0.05).

Pada kedua kelompok, kebiasaan makan sebelum dan setelah perlakuan tidak mengalami perbedaan yang nyata (p>0.05). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pendidikan gizi yang diberikan belum efektif untuk mengubah kebiasaan makan. Meskipun secara keseluruhan tidak terdapat perubahan kebiasaan makan, namun beberapa kebiasaan makan seperti mengonsumsi teh dan kopi menurun signifikan pada kelompok SPG. Baranowski et al. (1999) dalam Ball et al. (2009) mengungkapkan bukti bahwa faktor kognitif (pengetahuan gizi) mempengaruhi intik makanan. Selain itu, sikap dan kepercayaan tentang gaya hidup sehat terbukti mempengaruhi intik makanan (Hearty et al. 2007 dalam Ball et al. 2009). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok mengalami defisit energi tingkat berat tetapi memiliki tingkat kecukupan protein (TKP) yang baik padarentang 80-119.9% kebutuhan (Tabel 14). Hal ini disebabkan konsumsi harian contoh pada kedua kelompok cenderung berasal dari pangan sumber protein.

Tidak terdapat perbedaan tingkat kecukupan protein, vitamin, dan mineral pada kedua kelompok perlakuan (p>0.05) dan hanya terdapat perbedaan nyata pada TKE (p<0.05). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral tergolong kurang kecuali tingkat kecukupan vitamin A (Gibson 2005). Tingkat kecukupan vitamin A yang tinggi disebabkan konsumsi pangan contoh kaya akan kandungan vitamin A seperti hati ayam dan penyerapan minyak goreng pada makanan yang

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebiasaan makan contoh sebelum dan setelah perlakuan

Variabel (%) Kelompok Total

S SPG

Sebelum perlakuan

Baik 0.0 8.3 3.8

Sedang 53.3 41.7 48.1

Kurang 46.7 50.0 48.1

Setelah perlakuan

Baik 0.0 8.3 3.8

Sedang 53.3 41.7 48.1

(30)

dikonsumsi. Rata-rata intik dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi setelah perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 9.

Kepatuhan Mengonsumsi Suplemen MVM

Secara umum, rata-rata kepatuhan contoh pada kedua kelompok tergolong kurang (<80%) (Tabel 15). Jumlah suplemen yang seharusnya dikonsumsi selama 8 minggu (dalam satuan mL) adalah 840 mL. Berdasarkan Depkes (1999), indikator cakupan program penanggulangan anemia memiliki kepatuhan yang baik jika kepatuhan lebih dari 80%. Uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kepatuhan kedua kelompok perlakuan (p>0.05).

Sebagai perbandingan, kepatuhan contoh juga dilihat dari frekuensi contoh mengonsumsi suplemen. Rata-rata contoh pada kedua kelompok tergolong rutin mengonsumsi suplemen yaitu sebanyak 51 kali (91.9%) dari total suplemen seharusnya yaitu 56 kali (Tabel 16).

Kepatuhan konsumsi suplemen yang rendah diakibatkan bentuk sendok takaran yang memungkinkan suplemen tidak habis dikonsumsi sehingga konsumsi harian suplemen contoh kurang dari 15 ml. Rata-rata contoh pada kedua

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein setelah perlakuan

Tingkat kecukupan Kelompok Total

S SPG

Energi [n (%)]

< 70 9 (60.0 %) 11 (91.7 %) 20 (74.0 %)

70-79.9 4 (26.7 %) 1 (8.3 %) 5 (18.6 %)

80-89.9 1 (6.7 %) 0 (0.0 %) 1 (3.7 %)

90-119.9 1 (6.7 %) 0 (0.0 %) 1 (3.7 %)

>= 120 0 (0.0 %) 0 (0.0 %) 0 (0.0 %)

Protein [n (%)]

< 70 1 (6.7 %) 1 (8.3 %) 2 (7.4 %)

70-79.9 3 (20 %) 1 (8.3 %) 4 (14.8 %)

80-89.9 4 (26.7 %) 4 (33.3 %) 8 (29.6 %)

90-119.9 6 (40.0 %) 4 (33.3 %) 10 (37.0 %)

>= 120 1 (6.7 %) 2 (16.7) 3 (11.1 %)

Tabel 15 Nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsumsi dan persentase konsumsi suplemen contoh

Variabel

Kelompok

S SPG

Konsumsi (mL) % Konsumsi (mL) %

Nilai Minimum 350.0 42.0 242.0 29.0

Nilai Maksimum 748.0 89.0 620.0 74.0

(31)

kelompok mengonsumsi 9 mL suplemen per hari. Rendahnya kepatuhan memang menjadi salah satu masalah program suplementasi (Fahmida et al 1998 diacu dalam Fikawati et al. 2004), sehingga akan lebih baik jika variabel kepatuhan merupakan variabel yang dikontrol.

Manfaat dan Efek Samping yang Dirasakan

Sebagian besar contoh merasa lebih bugar jika mengonsumsi suplemen. Kebugaran yang dimaksud adalah contoh merasa tidak mudah lelah dalam melaksanakan aktivitas hariannya dan merasa tidak mudah sakit (Gambar 6). Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2009) menunjukkan bahwa suplementasi MVM dapat memperbaiki jumlah sel Natural Killer (NK) secara signifikan.Sel NK adalah salah satu komponen yang berperan dalam sistem imun non spesifik.

Contoh mengaku gejala pusing yang dialami menjadi semakin berkurang. Hanya sebagian kecil contoh yang masih merasakan pusing jika berubah posisi (misalnya: dari duduk ke berdiri). Suplementasi yang diberikan juga berdampak pada peningkatan nafsu makan.Angeles-Agdeppa et al. (1997) menyebutkan bahwa efek samping yang ditimbulkan suplementasi besi adalah peningkatan nafsu makan dan mudah mengantuk.

Efek samping yang dirasakan contoh setelah mengonsumsi suplemen adalah mual dan muntah (Gambar 7). Mual dan muntah yang dirasakan contoh

Gambar 6 Sebaran persepsi kesehatan contoh

73.3

Lebih bugar Tidak mudah sakit

Tabel 16 Nilai minimum, maksimum dan rata-rata frekuensi dan persentase frekuensi mengonsumsi suplemen contoh

(32)

merupakan efek samping yang ditimbulkan suplementasi besi pada saluran pencernaan bagian atas (INACG 1977 diacu dalam Briawan 2008). Contoh juga mengalami diare dan konstipasi saat pertama kali mengonsumsi suplemen.

Status Anemia Contoh Setelah Perlakuan

Berdasarkan uji beda T, tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar hemoglobin sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok (p>0.05) (Tabel 17). Rata-rata status anemia contoh pada kedua kelompok juga tidak mengalami perubahan.

Hal tersebut menunjukkan suplementasi MVM belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh. Kandungan besi dalam suplemen MVM rendah dan berada di bawah batas AKG besi untuk remaja putri sebesar 26 mg. Zat besi dalam suplemen MVM berada dalam bentuk ferro gloconate dengan jumlah 20 mg setiap takaran (15 ml), sedangkan jumlah zat besi dalam suplemen MVM dapat dipastikan lebih rendah dari 20 mg karena belum dikonversi dari bentuk ferro gloconate ke bentuk zat besi. Pada studi yang dilakukan oleh Dwiriani (2012), konversi 30 mg fero sulfat hanya menghasilkan zat besi sebesar 12.9 mg.

Selain itu, intik zat besi dan mineral lain yang membantu penyerapan zat besi contoh tergolong rendah. Hanya tingkat kecukupan vitamin A yang memenuhi AKG contoh. Tabel 18 menunjukkan bahwa prevalensi anemia contoh pada kedua kelompok meningkat jika dibandingkan dengan status anemia awal. Prevalensi anemia dari kedua kelompok perlakuan setelah perlakuan sebesar 44.7%, sedangkan prevalensin anemia awal sebesar 33.3%.

Gambar 7 Efek samping yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen

6.7 6.7 6.7

Mual Muntah Konstipasi Diare

P

Tabel 17 Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia contoh sebelum dan setelah perlakuan

Indikator S SPG

Sebelum Setelah Sebelum Setelah Rata-rata kadar Hb 11.93 12.04 11.94 11.85 Status anemia Ringan Ringan Ringan Ringan

(33)

Meskipun suplementasi MVM tidak bisa meningkatkan kadar hemoglobin contoh kedua kelompok secara keseluruhan, namun dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia pada kedua kelompok. Peningkatan tersebut berbeda nyata pada kelompok SPG (p<0.05) namun tidak berbeda nyata pada kelompok S (p>0.05) (Tabel 19). Rata-rata peningkatan kadar hemoglobin pada contoh anemia kedua kelompok lebih tinggi jika dibandingkan dengan keseluruhan contoh.

Taraf absorpsi besi diatur dalam mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Penyebaran besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung lebih lambat daripada penerimaannya dari saluran cerna, bergantung pada simpanan besi di dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju penyebaran ini diatur oleh jumlah dan tingkat kejenuhan transferin. Tingkat kejenuhan transferin biasanya sepertiga dari kemampuan ikat besi totalnya (Total Iron Binding Capacity/ TIBC). Pada kondisi tubuh mengalami kekurangan zat besi, transferin pada sel mukosa berada dalam kondisi tidak jenuh sehingga dapat lebih banyak mengikat besi untuk disalurkan ke dalam tubuh (Almatsier 2003). Hal inilah yang menyebabkan peningkatan kadar hemoglobin lebih tinggi pada contoh anemia dibandingkan contoh yang tidak anemia.

Hubungan Antar Variabel Setelah Intervensi Pendidikan Gizi Hubungan Pengetahuan dan Sikap Gizi

Pada kelompok S, meskipun pengetahuan gizi yang dimiliki oleh keseluruhan contoh tergolong kurang tetapi sebagian besar besar contoh memiliki sikap gizi yang tergolong sedang dan terdapat 33.3% contoh yang meiliki sikap gizi tergolong baik. Hal ini menunjukkan sikap gizi yang baik pada kelompok S

Tabel 19 Rata-rata kadar hemoglobin dan status anemia pada contoh anemia sebelum dan setelah perlakuan

Indikator S SPG

Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Rata-rata kadar Hb (g/dL) 10.54 10.98 10.45 11.1

Status anemia Ringan Ringan Ringan Ringan

Peningkatan kadar Hb (g/dL) 0.44 0.65

Nilai p 0.089 0.049

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan status anemia setelah perlakuan

(34)

tidak berhubungan dengan pengetahuan gizi. Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan pengetahuan dan sikap gizi (p = 0.232 dan r = -0.205).

Pada kelompok SPG, terlihat kecenderungan semakin baik pengetahuan gizi yang dimiliki maka semakin baik pula sikap gizi. Namun dengan uji korelasi Spearman diperoleh bahwa tingkat pengetahuan gizi pada kelompok SPG tidak berhubungan nyata dengan sikap gizi (p = 0.343 dan r = 0.130). Tabel 20 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi

Hubungan Pengetahuan dengan Praktek Gizi

Pada kelompok S, tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pengetahuan dengan praktek gizi (p = 0.469 dan r = 0.022). Pada kelompok SPG, uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi contoh dengan praktek gizi (p = 0.211 dan r = -0.256). Tabel 21 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan praktek gizi.

Dalam menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumsi, Pelto (1981) dalam Suhardjo (2003) menjelaskan bahwa rumah tangga merupakan pusat pengaruh dari berbagai variabel yang menentukan perilaku konsumsi seseorang. Pengetahuan gizi tidak berdiri sendiri sebagai faktor terkuat yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi. Faktor struktur rumah tangga menjadi kunci dalam mempengaruhi perilaku konsumsi. Penelitian Ball et al. (2009) juga mempertegas bahwa dukungan sosial dari anggota keluarga untuk mengonsumsi makanan sehat adalah kunci pemilihan makanan.

Hubungan Sikap dengan Praktek Gizi

Pada kedua kelompok, tidak terdapat hubungan sikap dengan praktek gizi dengan korelasi Pearson pada kelompok S (p = 0.136 dan r = 0.303) dan SPG (p = 0.108 dan r = -0.386). Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, sehingga belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Selain dipengaruhi oleh sikap, praktek juga didasari oleh faktor predisposisi lainnya yaitu pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, dan nilai. Tabel 22 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan sikap dan praktek gizi.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi

Pengetahuan gizi (%)

Sikap gizi (%)

S SPG Kurang Sedang Baik Total Kurang Sedang Baik Total

Kurang 0.0 66.7 33.3 100.0 0.0 0.0 100.0 100.0

Sedang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 28.6 71.4 100.0

Baik 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 75.0 100.0

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan praktek gizi

Pengetahuan gizi (%)

Kebiasaan makan (%)

S SPG Kurang Sedang Baik Total Kurang Sedang Baik Total

Kurang 13.3 60.0 26.7 100.0 0.0 100.0 0.0 100.0

Sedang 0.0 0.0 0.0 0.0 14.3 57.1 28.6 100.0

(35)

Pengaruh Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Pendidikan gizi yang diberikan dapat meningkatkan pengetahuan secara signifikan (p<0.05) dan dapat meningkatkan sikap gizi pada kelompok SPG (p>0.05). Tidak terdapat perubahan praktek gizi maupun intik zat gizi (protein dan mineral) pada kedua kelompok perlakuan. Perubahan perilaku terkait kesehatan memerlukan dua tahapan proses : motivasi (motivation phase) dan aksi (action phase). Perlakuan pendidikan gizi yang dilakukan berada pada tahapan motivasi yang bertujuan mempengaruhi sikap danakan menentukan keinginan untuk berubah (intention). Perpaduan intention dan kepercayaan diri akan menentukan rencana aksi yang menjadi salah satu tahapan menuju perilaku gizi yang diinginkan. Sehingga masih diperlukan proses dan peran faktor lain agar peningkatan pengetahuan berdampak pada perubahan perilaku (Contento 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Multivitamin mineral (MVM) yang diberikan belum dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh secara signifikan (p>0.05) Hal ini disebabkan kepatuhan contoh yang masih rendah. Selain itu, intake zat besi maupun vitamin dan mineral lainnya dari makanan tergolong kurang. Namun, suplemen MVM dapat meningkatkan kadar hemoglobin contoh anemia kelompok SPG secara signifikan (p<0.05). Hal ini memberikan gambaran bahwa remaja yang memiliki anemia dianjurkan mengonsumsi suplemen MVM untuk perbaikan status besi.

Pendidikan gizi yang diberikan hanya efektif untuk meningkatkan pengetahuan (p<0.05) namun belum efektif untuk merubah sikap dan praktek gizi yang diharapkan. Hal ini disebabkan untuk mencapai perubahan perilaku kesehatan yang diinginkan diperlukan tahapan panjang yang tidak hanya menekankan pada aspek peningkatan pengetahuan saja.

Saran

Salah satu masalah yang menjadi fokus perhatian program suplementasi adalah kepatuhan. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu mempertimbangkan

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan sikap dan praktek gizi

Sikap gizi (%)

Praktek gizi (%)

S SPG Kurang Sedang Baik Total Kurang Sedang Baik Total

Kurang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Sedang 20.0 70.0 10.0 100.0 33.3 66.7 0.0 100.0

(36)

bentuk suplemen dan cara pemberian. Suplemen yang berbentuk sirup lebih memerlukan pemantauan kepatuhan yang teratur, selain itu bentuk sendok yang digunakan harus disesuaikan agar suplemen bisa tepat habis dikonsumsi. Mengubah pola makan merupakan startegi jangka panjang yang penting untuk mengatasi anemia, namun tidak bisa diharapkan berhasil dengan cepat. Oleh karena itu, penelitian pendidikan gizi selanjutnya diharapkan mempertimbangkan waktu intervensi dan berfokus pada perbaikan pemilihan pangan, faktor personal, dan faktor lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Adriyani A. 2008. Determinan keberhasilan program suplementasi zat besi pada remaja putri (siswi SMP dan SMK) di Kota Bekasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Angeles-Agdeppa I, Schultink W, Sastroamidjojo S, Gross R, Karyadi D. 1997. Weekly micronutrient supplementation to build iron stores in female Indonesian adolescents. Am J Clin Nutr. 66:177-183.

Azwar S. 2012. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.

Ball K, Farlane AM, Crawford D, Savige G, Andrianopoulos N, Worsley A. 2008. Can social cognitive theory constructs explain socio-economic variations in adolescent eating behaviours? A mediation analysis. Health Education Research 24(3):496-506. doi:10.1093/her/cyn048

Briawan D. 2008.Efikasi suplementasi besi-multivitamin terhadap perbaikan status besi remaja wanita [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Contento I. 2008.Nutrition education :linking research, theory, and practice

[review article]. Asia Pac J Clin Nutr.17(1):176–179.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1998. Pedoman penanggulangan anemia gizi untuk remaja putri dan wanita usia subur. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

[Depkes]Departemen Kesehatan RI. 1999. Pedoman pemberian tablet besi-folat dansirup besi bagi petugas. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Masyarakat. [Depkes]Departemen Kesehatan] RI. 2005. Laporan Badan Penelitian Dan

Pengembangan Kesehatan 2004. Jakarta (ID): Depkes.

Supariasa, IDN. Penilaian Status Gizi Edisi 4. Jakarta (ID): Kedokteran EGC. Dwiriani CM. 2012. Pengaruh pemberian zat multi gizi mikro dan pendidikan gizi

terhadap perilaku makan dan status besi remaja siswi SMP [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ernawati F. 2009. Pengaruh suplementasi multi vitamin-mineral terhadap imunitas humoral, seluler, dan status gizi antioksidan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(37)

Gibson R. 2005. Principles of Nutritional Assesment. New York (US): Oxford Univ Pr.

Gunarsa SD, Gunarsa YSD. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta (ID): BPK Gunung Mulia.

Hardinsyah. 2007. Inovasi gizi dan pengembangan modal sosial bagi peningkatan kualitas hidup manusia dan pengentasan kemiskinan.Orasi ilmiah guru besar tetap ilmu gizi Fakulats Ekologi Manusia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Henningsen M. 2011. Dietary habits in adolescence related to sociodemographic factors, physical activity and self-esteem [thesis]. Trondheim (NO): Norwegian University.

Indriani Y. 2011. Pengaruh pemberian zat gizi mikro terhadap status besi dan kebugaran fisik pekerja wanita usia subur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kasdan TS. 1996. Nutritional Care in Anemia. In : Food, Nutrition and Diet Therapy. Di dalam : Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Pennsylvania (US): Saunders Company.

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES. 2007. Study of Nutrition Program Implementation: Its Utilization By Households, Coverage , Effectiveness, and Impact On Nutritional Status In Poor Areas. Department of Community Nutrition.Bogor (ID): Bogor Agricultural University.

Khomsan A, Anwar F, Mudjajanto ES. 2009. Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi ibu peserta posyandu. Jurnal Gizi dan Pangan. 4(1):33-41.

Morris MS, Jacques PF, Rosenberg IH, Selhub J. 2007. Folate and vitamin B-12 status in relation to anemia, macrocytis, and cognitive impairment in older Americans in the age of folic acid fortification. Am J Clin Nutr 85(1):193-200. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): PT

Rineka Cipta.

Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume I. Bogor (ID): IPB Press.

Puri DK. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia mahasiswa putri peserta program pemberian makanan tambahan di IPB Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

SCN News Number 31. 2005. Adolescent a pivotal stage in the life cycle. United Kingdom (GB): Lavenham Press.

Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi II Untuk Profesi Dan Mahasiswa. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Soekardjo DD, Pee S, Bloem MW, Tjiong R, Yip R, Schreurs WHP, Muhilal. 2001. Socio-economic status and puberty are the main factors determining anaemia in adolescent girls and boys in East Java, Indonesia. Eur J Clin Nutr 55:932-939.

Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta [ID]:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam

(38)

[WHO] World Health Organization. 2001. Iron Deficiency Anemia Assessment, Prevention, and Control A Guide for Programe Manager. Switzerland (CH): WHO.

[WHO] World Health Organization. 2005. Nutrition in Adolescence Issues and Challenges for the Health Sector. Switzerland (CH): WHO.

Zarianis. 2006. Efek suplementasi besi-vitamin C dan vitamin C terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar yang anemia di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

(39)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian

PENGARUH SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP

KADAR HEMOGLOBIN MAHASISWA PUTRI TPB IPB

Nama Responden : ... Gedung/Kamar/Kelompok : ... Enumerator : ... Tanggal Wawancara : ...

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(40)

A. IDENTITAS RESPONDEN Tempat/tanggal lahir : ... Asal SMU : SMU...Kota... Suku bangsa : ... Agama : ... Sumber pendapatan per bulan (pilihan sumber pendapatan bisa lebih dari 1):

• Orang tua/ keluarga , besarnya Rp . . .

• Beasiswa, besarnya Rp . . .

• Lainnya, (Sebutkan)... Apakah Anda pernah menikah sebelumnya? 1. Ya 2. Tidak

B. IDENTITAS KELUARGA 1. Nama Orang tua/Wali

a. Ayah : ... b. Ibu : ... 2. Pekerjaan

a. Ayah : ... b. Ibu : ... 3. Penghasilan/bulan

a. Ayah : ... b. Ibu : ... 4. Alamat rumah: ... 5. Telpon rumah: ...

C. RIWAYAT MENSTRUASI

1. Usia berapa Anda pertama kali menstruasi?...(tahun/bulan) 2. Apakah siklus mentruasi Anda teratur? a. Ya b. Tidak 3. Jika TERATUR, berapa hari (rata-rata) lama siklus menstruasi Anda?

...hari

[Siklus menstruasi = waktu sejak awal menstruasi bulan lalu hingga awal menstruasi bulan berikutnya (dalam hari). Contoh : Hari pertama menstruasi bulan lau tanggal 4 Agustus dan hari menstruasi pada bulan September tanggal 1, maka siklus menstruasinya 28 hari]

4. Berapa lama Anda biasanya mengalami menstruasi? ...hari 5. Jika TIDAK TERATUR, dalam setahun rata-rata mengalami menstruasi

(41)

6. Apakah Anda mengalami keluhan menjelang menstruasi?

a. Ya b. Tidak

7. Bila menjawab “Ya”, Berilah tanda silang (x) pada jenis keluhan yang anda alami menjelang saat mens. Pilihan lebih dari satu :

Menjelang Menstruasi Saat Menstruasi Sakit/keram di bawah perut Sakit/keram di bawah perut

Sakit Pinggang Sakit Pinggang

Jerawat Jerawat Sakit kepala/pusing Sakit kepala/pusing

Nyeri pada payudara Nyeri pada payudara

Lesu Lesu

Lebih emosional Lebih emosional

(42)

D. KEBIASAAN MAKAN

Sebutkan kebiasaan makan Anda dengan menyilang dan mengisi jawaban dengan singkat!

No Pertanyaan Selama di Asrama

Berapa rata-rata biaya makan sehari?

Rp ...

Berapa kali Anda biasa makan sehari?

...kali

Apakah Anda biasa sarapan pagi setiap hari?

a.Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah Anda biasa

mengonsumsi camilan ?

a.Selalu c. Jarang

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah Anda biasa

mengonsumsi sayur-sayuran?

a.Selalu c. Jarang

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah Anda biasa

mengonsumsi buah-buahan atau sari buah?

a.Selalu c. Jarang

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah Anda biasa

mengonsumsi susu?

a.Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah Anda biasa

mengonsumsi susu setelah makan?

a.Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah Anda biasa

mengonsumsi lauk hewani (misalnya daging, ayam, ikan, telur)?

a.Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

Apakah Anda biasa mengonsumsi lauk nabati? (misalnya tempe, oncom)

a.Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah anda biasa minum

teh setelah makan?

a.Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah anda biasa minum

kopi setelah makan?

a.Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah Apakah Anda memiliki

makanan pantangan?

a. Ya b. Tidak Jika memiliki pantangan,

apa jenis makanan tersebut dan apa alasannya?

... Dimana Anda membeli

makanan di hari kuliah?

... Dimana Anda mendapatkan

makanan di hari libur?

...

Keterangan ;

(43)

Jadwal Konsumsi Suplemen Multivitamin Mineral

kolom yang sesuai) **Keluhan Ya Tidak

• * = Waktu konsumsi suplemen dianjurkan setelah sarapan pagi, tetapi apabila lupa boleh diminum di saat ingat tetapi keterangan waktu konsumsi (jam konsumsi, sebelum atau setelah makan) dituliskan.

(44)

Jadwal Konsumsi Suplemen Multivitamin Mineral

kolom yang sesuai) **Keluhan Ya Tidak

• * = Waktu konsumsi suplemen dianjurkan setelah sarapan pagi, tetapi apabila lupa boleh diminum di saat ingat tetapi keterangan waktu konsumsi (jam konsumsi, sebelum atau setelah makan) dituliskan.

(45)

PENGET

Nama

Fakultas/Dep Tanggal Tes

Petunjuk Pengisian 1. Pilihlah hanya satu 2. Kerjakan soal-soal

Anda. Jika Anda t maka pilihlah opsi “ 3. Jawaban yang Anda

KUESIONER

TAHUAN GIZI TENTANG ANEMIA :

partemen :

s :

jawabandengan cara menyilang (X) jawab di bawah ini dengan JUJUR, berdasarkan ke tidak mengetahui jawaban dari soal yang d “d. Tidak tahu”

a berikan, tidak akan mempengaruhi prestasi

- Selamat Mengerjakan –

ban Anda emampuan ditanyakan,

(46)

1. Anemia gizi adalah keadaan yang menggambarkan … a. Rendahnya tekanan darah

b. Rendahnya kadar hemoglobin darah

c. Kurangnya aliran darah ke otak dan organ tubuh lain d. Tidak tahu

2. Pernyataan di bawah ini yang benar mengenai hubungan anemia dan tekanan darah adalah …

a. Anemia selalu disertai dengan tekanan darah rendah

b. Seseorang yang mengalami anemia tidak selalu mengalami tekanan darah rendah

c. Tekanan darah rendah mengakibatkan anemia d. Tidak tahu

3. Seorang perempuan disebut mengalami anemia jika … a. Kadar hemoglobin di bawah 13 gram/desiLiter b. Kadar hemoglobin di bawah 12 gram/desiLiter c. Kadar hemoglobin di bawah 10 gram/desiLiter d. Tidak tahu

4. Kelompok umur di bawah ini yang paling rawan mengalami anemia adalah …

a. Balita b. Ibu hamil

c. Remaja putri d. Tidak tahu

5. Golongan wanita rentan mengalami anemia disebabkan hal di bawah ini, kecuali …

a. Rawan mengalami pola makan yang salah karena menginginkan bentuk tubuh yang ideal

b. Mengalami menstruasi setiap bulannya c. Waktu tidur kurang

d. Tidak tahu

6. Pangan hewani memiliki jenis besi … a. Besi non hem

b. Besi hem

c. Campuran antara besi hem dan non hem d. Tidak tahu

(47)

a. Bayam b. Daging sapi c. Telur ayam d. Tidak tahu

8. Di bawah ini zat gizi, selain besi, yang berhubungan dengan penyakit anemia adalah, kecuali …

a. Asam folat b. Vitamin E

c. Vitamin A d. Tidak tahu 9. Yang menghambat penyerapan besi antara lain …

a. Asam oksalat b. Asam askorbat c. Vitamin B12 d.Tidak tahu

10.Hal di bawah ini yang bisa menghambat penyerapan besi adalah … a. Minum susu

b. Mengonsumsi suplemen kalsium dosis tinggi c. Mengonsumsi suplemen vitamin C

d. Tidak tahu

11.Pernyataan yang benar adalah …

a. Membiasakan untuk selalu mengonsumsi sumber protein nabati sangat baik karena protein nabati mengandung asam fitat yang tinggi sehingga membantu penyerapan besi

b. Obat-obatan yang mengandung basa (seperti obat maag) lebih baik dikonsumsi sebelum mengonsumsi pangan sumber besi karena akan membantu penyerapan besi

c. Asam organik, seperti vitamin C membantu penyerapan besi dengan cara mengubah bentuk besi ke dalam bentuk yang mudah diserap oleh tubuh d. Tidak tahu

12.Penyebab anemia adalah, kecuali …

a. Besi dalam makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan besi

c. Terlalu sering kelelahan d. Tidak tahu

13.Meningkatnya kebutuhan besi tubuh disebabkan karena, kecuali … a. Masa pertumbuhan

b. Mengalami infeksi

c. Meningkatnya aktivitas fisik d. Tidak tahu

(48)

a. Setelah makan steak daging sapi, minum es teh b. Setelah makan ikan bakar, minum es jeruk

c. Mengonsumsi suplemen besi, setelah itu minum kopi d. Tidak tahu

15.Tanda-tanda yang mudah dikenali pada seseorang yang menderita anemia adalah …

a. Lemah, letih, lalai, lunglai, dan lesu (5L) b. Sering pusing dan mata berkunang-kunang

c. Merasakan pusing jika dari posisi jongkok ke berdiri d. Semua jawaban di atas benar

16.Akibat anemia adalah, kecuali …

a. Menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar b. Menurunkan kemampuan fisik

c. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit d. Tidak ada kecuali

17.Pernyataan di bawah ini yang benar tentang penanggulangan anemia secara efektif adalah …

a. Membiasakan konsumsi sereal tinggi serat yang diperkaya besi b. Membiasakan konsumsi sereal tinggi serat

c. Mengonsumsi suplemen kalsium dosis tinggi untuk membantu penyerapan besi

d. Tidak tahu

18.Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan, kecuali … a. Mengonsumsi supplemen besi saat mengalami anemia

b. Periksa darah (tes anemia) untuk mengetahui adanya anemia sejak dini c. Mengonsumsi pangan sumber besi

d. Mengonsumsi pangan yang membantu penyerapan besi

19.Di bawah ini yang merupakan penyakit yang bisa memperparah keadaan anemia adalah …

a. Malaria b. Diare

b. Tekanan darah rendah d. Tidak tahu 20.Berikut ini contoh menu sarapan yang sesuai dengan anjuran gizi adalah …

a. Nasi, kentang, hati ayam, dan tempe b. Nasi, telur dadar, tumis kangkung c. Mie goreng

d. Semua jawaban di atas salah

(49)

Nama Fakultas/Dep Tanggal Tes

Petunjuk Pengisian 1. Pilihlah hanya satu kolom jawaban An (Setuju) dan TS (T 2. Pernyataan di lemb memilih salah satu o 3. Jawablah pernyataa 4. Jawaban yang Anda

KUESIONER

SIKAP TENTANG ANEMIA :

partemen :

s :

Kuesioner Sikap

u jawaban dengan cara membubuhkan tanda nda. Kolom jawaban terdiri dari 2, yaitu

idak Setuju)

bar kuesioner ini menyatakan sikap Anda. A opsi, tergantung pada sikap Anda.

an di bawah ini dengan JUJUR, sesuai sikap A a berikan, tidak akan mempengaruhi prestasi

- Selamat Mengerjakan –

a (√) pada u kolom S

Anda boleh

(50)

Kuesioner Sikap Tentang Anemia

Pernyataan Sikap

S TS Mengonsumsi teh setelah makan baik untuk kesehatan tubuh

Mengonsumsi kopi setelah makan baik untuk kesehatan tubuh Saya lebih memilih minum susu setelah makan

Makan teratur 3 kali sehari sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi saya

Minum teh hangat dan makan gorengan sudah termasuk sarapan pagi

Saya lebih memilih mengonsumsi pangan nabati daripada pangan hewani

Menu makanan setiap hari tidak perlu memperhatikan anjuran menu gizi seimbang

Anemia tidak perlu mendapat perhatian khusus karena tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang berarti

Memeriksakan darah penting untuk mengetahui adanya anemia Saya merasa terganggu dengan gejala anemia yang saya rasakan Jika saya merasa tidak terganggu dengan gejala anemia yang saya rasakan, saya tidak perlu mengonsumsi suplemen besi

Gambar

Gambar 1  Alur pengambilan sampel penelitian
Tabel 1  Kandungan multivitamin mineral dalam suplemen dan persentase
Tabel 3  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 4  Pengolahan dan analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian gambaran pengetahuan ibu terhadap mekanisme pertolongan pertama pada balita tersedak di Perumahan Graha Sedayu Sejahtera sebagian besar memiliki

Dalam perkembangannya, sejarah mencatat persentuhan peradaban antara Barat dan Islam, sedemikian rupa, pada fase-fase pasang naik dan pasang surut, terjadilah suatu

Konsekuensi logisnya, aparat penegak hukum harus memiliki kemampuan lebih dan profesi di dalam menangani tindak pidana perjudian profesionalisme

Aplikasi Pupuk Bokashi dan NPK Organik pada Tanah Ultisol untuk Tanaman Padi Sawah Dengan Sistem

menggunakan SPS (Seri Program.. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII MTsN Ngemplak Boyolali. Nur

Nilai signifikan debt to equity ratio (X3) lebih kecil dari 0,05 atau 5% dengan tingkat siginifikan sebesar 5%, ini berarti debt to equity ratio tidak berpengaruh

Berdasarkan kesimpulan disa- rankan Pembelajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan model PBL dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknlsnya, maka dengan ini kami umumkan Perusahaan yang yang melaksanakan pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut :. Kegiatan