BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sidomukti yang
terdapat di Kota Salatiga. Kecamatan Sidomukti terdiri dari 4
Kelurahan yaitu: Kecandran, Dukuh, Mangunsari dan
Kalicacing. Jumlah RW di Kecamatan Sidomukti adalah 37
dan jumlah RT di Kecamatan Sidomukti adalah 119. Secara
geografi luas wilayah di Kecamatan Sidomukti adalah
1.145,85 diatas permukaan laut. Peneliti melakukan penelitian
di Kecamatan Sidomukti, Salatiga dengan mengambil Desa
Pengilon dan Karanganyar.
4.1.2 Proses Penelitian
Penelitian ini diawali dengan membuat surat pengantar
untuk meminta ijin studi pendahuluan dan penelitian di
Kecamatan Sidomukti, pembuatan surat pengantar melalui
bagian tata usaha Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga pada tanggal 3 Juni 2015
dalam bentuk surat ijin studi pendahuluan dan penelitian yang
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, dan kemudian
surat tersebut dibawa ke Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik
Kota Salatiga untuk diproses.
Pada tanggal 5 Juni 2015 surat balasan dari Kesatuan
Bangsa dan Politik diambil oleh peneliti, kemudian peneliti
menyerahkan surat balasan dari Kesatuan Bangsa dan Politik
Kota Salatiga yang di tembuskan di Walikota Salatiga, Kepala
Bappeda Kota Salatiga, Dinas Kesehatan Kota Salatiga,
Camat Sidomukti, Lurah, dan Kepala Puskesmas Kalicacing.
Peneliti kemudian melakukan studi pendahuluan di
Puskesmas Kalicacing pada bulan Juni-Oktober 2015, setelah
itu pada tanggal 16 Desember 2015 peneliti kemudian
menghubungi partisipan dan melakukan penelitian. Penelitian
ini berlangsung pada bulan Desember 2015 hingga Januari
2016.
Proses wawancara dilakukan berdasarkan panduan
wawancara yang sudah dipersiapkan oleh peneliti. Namun
pertanyaan yang disampaikan kepada partisipan tidak
berurutan sesuai dengan panduan wawancara yang peneliti
buat. Saat wawancara, peneliti mengembangkan sehingga
proses wawancara lebih santai dan bisa mendapatkan sesuai
yang dituliskan peneliti. Selama wawancara berlangsung,
peneliti merekam semua proses pembicaraan dengan
menggunakan voice recorder pada handphone dan sebuah
buku tulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan
mendukung hasil wawancara.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Deskriptif Partisipan
a. Gambaran Umum Riset Partisipan 1
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur :71 Tahun
Agama : Kristen
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Pensiun PNS
Ny.R adalah ibu dari 6 saudara, anak pertama Ny.R
adalah anak yang mengalami gangguan jiwa. Ny. R
sekarang tinggal berdua dengan anak pertamanya,
sedangkan suaminya sudah meninggal sejak tahun 2004.
Setiap hari Ny.R berjualan di rumahnya dan mengurus anak
b. Gambaran Umum Riset Partisipan 2
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 74 Tahun
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Pedagang keliling
Ny. I berusia 74 tahun dengan jenis kelamin wanita,
Ny.I mempunyai anak yang berjumlah 11 orang dan anak
terakhir bernama sdr.Y yang saat ini terkena gangguan
jiwa, Ny.I dan sdr.Y tinggal bersama dalam satu rumah,
Suami Ny.I sudah meninggal sedangkan anak-anaknya
sudah menikah dan berkeluarga sendiri-sendiri tetapi
setiap hari anak-anak Ny.I setiap hari pulang untuk
menjenguk sdr. Y untuk mengurusi dan memandikan
sdr.Y.
a. Gambaran Umum Riset Partisipan 3
Nama : Nn. W
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 36 Tahun
Status pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Nn. W adalah adik dari sdr. P. sdr. P adalah pasien
yang mengalami gangguan jiwa. sdr. P sangat dekat
dengan adiknya Nn.W saat ini Nn. W bekerja di Semarang.
Mereka tinggal bersama dengan kedua orang tuanya.
4.2.2 Observasi
Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam
penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa, yang dilakukan oleh partisipan 1, partisipan 2
dan partisipan 3 adalah: Ny. R merawat anaknya dan
membimbing anaknya agar bisa lebih mandiri dan tidak
minder dengan lingkungan, mengajak komunikasi dengan
anaknya dan memberikan kasih sayang kepada anaknya.
Sedangkan penanganan yang dilakukan keluarga terhadap
pasien gangguan jiwa pada Ny. I dalam kesehariannya ia
merawat anaknya seperti biasa saja, dia memberikan makan
dan memandikan anaknya. Tetapi terlihat saat peneliti
melakukan observasi terlihat bahwa anaknya tidak stabil,
peneliti mengatakan tidak stabil karena pada saat wawancara
anaknya marah-marah tidak jelas dan berbicara sendiri
bahwa anakanya tidak pernah berobat, jika anak mengamuk
maka keluarga hanya membiarkannya saja dan memaklumi
anaknya sakit hal tersebut Ny.I beranggapan bahwa anaknya
merupakan kerasukan setan. Observasi berikutnya dilakukan
pada Nn.W peneliti datang kerumah Nn.W bersama ibu RT
maka peneliti diijinkan masuk dan keluarga bersedia untuk
diwawancarai. Peneliti mengamati bahwa keluarga ini sangat
memperhatikan kondisi sdr.P mereka selalu memberikan
dukungan kepada sdr.P agar cepat sembuh dan selalu
memberikan support agar selalu meminum obat dengan
teratur.
4.2.3 Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa
Hasil penelitian terkait dengan pengetahuan keluarga
tentang gangguan jiwa partisipan 1, partisipan 2, dan
partisipan ke 3 adalah :
Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, pada
Ny.R dalam pengetahuannya tidak mengerti tentang
gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya
“(RP1) Tidak tahu itu mbak (65-70)
Dalam pengetahuan tentang gangguan jiwa Ny.R kurang
gangguan jiwa tetapi peneliti menemukan bahwa Ny. R
menyebutkan bahwa adanya penyebab gangguan jiwa yang
diderita oleh anaknya
“(RP1) Ya pengertiannya saya karena kecewa itu tadi (70-75).
“(RP1) Ya saya tidak tahu mbk (75-80)
“(RP1) Ya tidak ada apa-apa kok mbak, ya cuma dari sekolahan Cuma ngguyu- ngguyu sendiri gitu (80-85). Hasil pengetahuan tentang gangguan jiwa dari Ny.I dalam
memberikan penanganan terhadap anaknya, Ny I juga
kurang pengetahuan tentang gangguan jiwa secara umum.
Karena Ny.I beranggapan bahwa anaknya tidak gila hanya
mengalami gangguan roh jahat.
“(RP2) Nek gangguan jiwa niku rak edan mbak, la nek mas Y menika kan mboten edan. Nek niki ngoten saking gangguan roh sing mboten ketok (30-35)”.
(kalau gangguan jiwa itukan gila mbak, kalau Ms.Y kan itu tidak gila, kalau ini kan dari gangguan dari roh yang tidak terlihat).
Ny.I juga tidak menyebutkan jenis-jenis gangguan jiwa secara
umum, dia hanya mengira bahwa anaknya terkena arwah
yang tidak terlihat. Ny.I lebih menyebutkan apa penyebab dari
gangguan jiwa.
(tidak tau itu mbak, ya setahu saya ya Cuma terkena gangguan jiwa).
Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan
keluarga tentang gangguan jiwa, partisipan 3 dia mengerti
apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa
“(RP 3) Setahu aku yo terguncang jiwanya. Nggak kuat mental gitu tok. hmmm (30-35)”.
Sedangkan pada partisipan 3, saat peneliti bertanya tentang
pengetahuan keluarga terhadap jenis, tanda gangguan jiwa
juga tidak dapat mengetahui apa itu gangguan jiwa, tetapi
pada saat peneliti bertanya tentang tingkatan gangguan jiwa,
partisipan 3 menyebutkan bahwa adanya gangguan jiwa
berat dan gangguan jiwa ringan. Pada saat wawancara
berlangsung, peneliti menemukan adanya penyebab yang di
derita oleh sdr.P
“(RP 3) Ya mungkin itu ada yang parah dan yang nggak parah dek (35-40)”.
“(RP 3) Ya kadang ki mbak menyendiri, suka senyum senyum sendiri itu sih yang aku tahu (40-45)”.
4.2.4 Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit
Hasil penelitian yang dilakukan pada partisipan 1,
partisipan 2, dan partisipan 3 dalam penanganan keluarga
sakit. Pada partisipan 1 yang dilakukan oleh Nn.K awalnya
dia dibawa ke psikiater selain itu juga dia dibawa berobat
dan ke Solo untuk menjalani perawatan karena Nn.K kondisi
membaik maka yang dilakukan keluarga Nn.K adalah
membawa kontrol rutin setiap bulan ke Puskesmas
Kalicacing Salatiga.
“(RP1) Ya dibawa ke psikiater, dan diwawancarai selama ada setengah jam begitu dan saya bawa ke rumah sakit saja to mbak (80-90)”.
“(RP1 ) Ya obat seperti kemarin, 10 hari kalau disini kalau di rumah sakit solo itu sebulan sekali obat jalan. Iya rutin, ya kadang-kadang dijajalkan itu. Dulu kan satu butir merahnya itu untuk obat tidur itu, pada waktu sakitnya masih keras ya. Tapi sekarang seperempat saja sok diminum sok ndak. Tidurnya sudah bagus dan apa-apanya sudah bagus (130-145)
Dalam penanganan keluarga terhadap gangguan jiwa Ny.R
sebagai partisipan 1 tidak melakukan tindakan yang
membuat Nn.K terkekang seperti dikurung ataupun
dipasung.
“(RP1) oh yo tidak, ya tidur dengan saya, waktu dirumah sakit juga dengan saya, tapi yo tidak penah keluar maksudnya yo kalau ada orang meninggal yo saya ajak biar kumpul kan (150-155)”.
Dari partisipan 2 bahwa hasil yang didapat dalam
penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca
perawatan rumah sakit terhadap sdr.Y yaitu bahwa sdr.Y
pernah dibawa kerumah sakit jiwa, tidak hanya itu sdr.Y juga
di rehabilitasi oleh keluarganya.
“(RP 2) niku men nggih ngantek, terus teng griya sakit niku teng Wedi ping kalih, teng Magelang ping kalih teng Jakarta, lajeng kula pondoke teng ngriku candi setunggal tahun nggih mboten wonten perubahan (80-90)”.
(ya terus sampe dibawa ke rumah sakit di Wedi dua kali di Magelang dua kali, di Jakarta, terus dia juga penrnah mondok di situ Candi satu tahun tapi ya tidak ada perubahan).
Peran keluarga sangat penting untuk kesembuhan pasien
gangguan jiwa, tetapi penanganan yang dilakukan oleh Ny.I.
Ny I pernah membawa sdr.Y berobat dan dibawa kerumah
sakit namun setelah pulang partisipan 2 mengatakan tidak
ada perubahan, dan pihak keluarga juga pernah
memberikan obat setiap saat yang sudah diresepkan oleh
dokter setelah obat habis, keluarga tidak tahu bahwa di
Puskesmas sudah disediakan obat, maka pihak keluarga
memutuskan untuk tidak memberikannya lagi sampai saat
ini kepada sdr.Y. Ny.I juga beranggapan bahwa sdr.Y tidak
terkena gangguan jiwa. Masalah ini merupakan suatu
anggapan keliru terhadap penderita gangguan jiwa, dimana
Sehingga keluarga mencari pengobatan yang dilakukan
adalah pergi ke dukun Simanjuntak (2012).
“(RP) Niku ngeten lo mbak, ceritane nggih malam sasi suro dijak koncone teng tengaran, nggon pengunungan mboh apa ya?, terus lebeti arwah sing mboten ketok. La piambake kan mboten kuat lo mbak langsung ngledak kados kelapa tiba gubrak-gubrak ngoten, sedinten ping gangsal men enten, lajeng sing ndekei niku pun dipendet kalih, mase sing kerja dados supir ingkang hotel wahid, lajeng sampun di bucal ning kok nyatane mboten saget medal ngantos kula niku nggolek tiyang puuuuundi mawon ngantean supaya saget ngetoke niku ngantos sak yahketen (55-73)”.
(itu gini lo mbak, ceritanya ya malam bulan suro ( tanggal jawa ) diajak temenya ke tengarandi pegunungan atau apa gitu ya ? terus dimasuki arwah yang tidak terlihat la dia sendiri tidak kuat gitu lo mbak, langsung jatuh seperti kelapa jatuh gubrak-gubrak seperti itu, sehari lima kali, kakaknya yang kerja jadi supir di Hotel Wahid, langsung sudah pergi tapi kok ternyata tidak bisa keluar terus saya itu cari orang mannnnnaaa saja supaya bisa keluarin itu sampe sekarang).
Dalam keterbatasan pengetahuannya setelah sdr.Y keluar
dari rumah sakit dia berhenti untuk memberi obat alasanya
karena Ny.I dan keluarga tidak tahu bahwa di Puskesmas
terdapat obat untuk orang-orang gangguan jiwa.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh riset
partisipan 3 dalam Penanganan keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, mereka pernah
membawa sdr.P ke rumah sakit jiwa Magelang untuk diobati
di sana, selain itu juga mereka memberikan obat kepada
sdr.P dengan rutin. Partisipan 3 sangat peduli dengan sdr.P
untuk itu partisipan 3 selalu membawa kontrol rutin berobat di
Puskesmas.
“(RP 3) Itu kata dokter emm saya itu sama keluarga salah memasukan mas P seharusnya direhab, tapi berhubung dulu itu ngamuk to dek terus tak bawa ke rumah sakit jiwa magelang karena keluaga takut, disuntik lalu seterusny saya nggak tau (75-83)” “(RP 3) 2 bulan lebih, yo 3 bulan ee dek (85-86)”. “(RP3) Obati dirumah cara-carane obate nggak pernah putus dan makannya juga teratur, sekarang alhamdulilah agak pulih.kan sedikit-sedikit (89-100).
4.3 Member Check
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan member
check kepada partisipan. Peneliti mengecek data dengan
1. Partisipan 1
Setelah dilakukan pengecekan kembali kepada
parisipan 1, partisipan 1 menyatakan setuju bahwa
data yang telah diberikan adalah benar.
2. Partisipan 2
Dalam melakukan uji keabsahan data yang
dilakukan pada partisipan 2, partisipan 2
menyatakan setuju dengan data pada saat peneliti
melakukan wawancara.
3. Partisipan 3
Setelah dilakukan pengecekan data kembali
kepada partisipan 3, partisipan telah setuju dan
data yang diberikan pada saat penelitian benar.
4.4 Pembahasan
a. Pengetahuan Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pasca Perawatan Rumah Sakit
Beberapa penyebab pengetahuan keluarga terhadap
pasien gangguan jiwa diantaranya merupakan medis dan
nonmedis. Penyebab medis dalam pengetahuan terhadap
gangguan jiwa merupakan penyebab adanya kegagalan
disiplin dalam mengkonsumsi obat dengan teratur. Hal tersebut
terjadi pada partisipan 2.
Penyebab yang terjadi secara non medis sebagian
keluarga dalam pengetahuannya beranggapan bahwa gangguan
jiwa adalah sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
kerasukan roh, anggapan keliru ini maka keluarga tidak
membawa pasien berobat dan keluarga menganggap pasien
akan sembuh dengan sendirinya, hasil dari penelitian ini terjadi
pada partisipan 2
Selain penyebab, pengetahuan keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit meliputi jenis,
tingkatan, tanda, dan gejala gangguan jiwa tetapi dalam
pembahasan ini peneliti lebih menonjolkan kepada penyebab
dan penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca
perawatan rumah sakit.
Pada partisapan 1 pengetahuan keluarga tentang
gangguan jiwa, partisipan 1 tidak mengetahui tentang gangguan
jiwa yang diderita oleh anaknya, begitu juga dengan jenis dan
tingkatan gangguan jiwa partisipan belum memahami apa itu
jenis dan tingkatan gangguan jiwa tetapi, pada saat peneliti
mewawancarai tentang tanda dari gangguan jiwa, partisipan 1
peneliti menyimpulkan partisipan lebih menjawab tentang
penyebab gangguan jiwa.
Hasil dari partisipan 2 bahwa pengetahuan tentang
gangguan jiwa partisipan 2 kurang memahami gangguan jiwa
secara umum. Partisipan 2 mengatakan bahwa anaknya tidak
terkena gangguan jiwa hanya kerasukan roh, partisipan 2 juga
tidak mengetahui tentang jenis, tanda dan tingkatan anaknya
mengalami gangguan jiwa.
Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan
keluarga tentang gangguan jiwa, mengerti apa yang dimaksud
dengan gangguan jiwa, tetapi riset partisipan 3 tidak tahu
tentang jenis gangguan jiwa secara umum, partisipan 3 saat
peneliti mewawancarai pada tingkatan dan tanda dari gangguan
jiwa, partisipan dapat menjawab.
Pengetahuan keluarga berpengaruh dalam kesembuhan
anak dan saudaranya, maka dari itu dari parisipan 1, 2, dan 3
berusaha supaya anggota keluarganya berharap untuk sembuh.
b. Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit
Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan
ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang disebabkan oleh
gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetik, atau biologis.
Mereka yang menderita gangguan jiwa mengalami distress, yaitu
suatu perasaan, tidak nyaman, tidak tentram rasa nyeri dan
disabilitas atau ketidakmampuan dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari (Thong, 2011).
Penanganan keluarga terhadap penderita gangguan jiwa
sangat penting dilakukan untuk mendukung dalam proses
kesembuhan. Dalam penanganan keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, keluarga dapat
melakukan kontrol rutin dalam memberikan obat dan melatih
agar pasien bisa mandiri, penanganan juga dapat dilakukan
dengan terapi seperti terapi psikososial yang bertujuan agar
pasien dapat kembali beradaptasi dengan lingkungan sekitar
sehingga pasien tidak membebani keluarga dan masyarakat
sekitar (Hawari, 2007).
Dari hasil wawancara dari tiga orang riset partisipan satu
dari tiga orang sebagian belum melakukan penanganan keluarga
yang dilakukan, dari hasil wawancara menunjukan bahwa
partisipan pertama sudah menunjukan kasih sayang dan
perhatian terhadap pasien. Partisipan pertama ini selalu
membawa anaknya kontrol rutin setiap bulan ke Puskesmas
Kalicacing Salatiga, penanganan yang dilakukan dalam keluarga
selalu mendukung anaknya dalam berinteraksi dengan orang
sekitar contohnya pada waktu partisipan pertama sedang
mencuci didapur maka pasien disuruh jaga warung dan melayani
pembeli, tidak hanya itu saja pada saat ada acara tertentu
partisipan petama mengajak anaknya untuk turut serta dalam
masyarakat. Hal ini keluarga ingin sekali bahwa anaknya ingin
sembuh dan mandiri dan ingin kembali ke keadaan yang sehat,
bisa melakukan pekerjaan yang bisa mereka lakukan dan bisa
berguna bagi orang terdekat.
Dari hasil wawancara dan observasi dengan riset
partisipan kedua menunjukan bahwa penanganan yang
dilakukan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca
perawatan rumah sakit kurang maksimal, karena dari tingkat
pengetahuan keluarga tidak begitu memahami tentang
penanganan keluarga tehadap pasien gangguan jiwa pasca
perawatan rumah sakit, perhatian terhadap anggota keluarga
yang menderita sakit jiwa ini kurang karena pasien dibiarkan
berhenti dalam pengobatan selama satu tahun, hal ini keluarga
beralasan bahwa tidak tahu dalam membeli obat ahirnya
keluarga memutuskan untuk tidak mengantarkan untukkontrol
rutin, keluarga juga beranggapan bahwa sakit yang diderita
berasal dari kerasukan roh jahat. Tetapi dalam hal perhatian
keluarga selalu ada untuk pasien, misalnya dalam memandikan
dan memberi makan.
Begitu pula dengan riset partisipan ketiga ini, keluarga
melakukan penanganan dengan maksimal karena setiap bulan
partisipan ketiga membawa pasien kontrol rutin dan tidak pernah
lepas dari obat, partispan ketiga ini sangat sayang sehingga ada
keinginan agar kakaknya sembuh dan mulai beraktifitas lagi
dengan lingkungan sekitar.
Dalam hasil penelitian dari ketiga riset partisipan tersebut,
anggota keluarga dari partisipan pertama dan partisipan ketiga
selalu melakukan kontrol rutin setiap bulan sedangkan pada
anggota keluarga partisipan kedua belum melakukan kontrol
rutin karena ketidaktahuan keluarga tentang tempat dalam
memperoleh obat di Salatiga.
Pentingnya suatu keluarga bagi kesembuhan pasien
karena keluarga merupakan tempat pertama kali pasien
dengan lingkungan yang lebih besar. Lingkungan ini
berpengaruh terhadap perkembangan manusia, mencangkup
antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan
(Riyadi, 2009).
Tempat tinggal dari ketiga partisipan ini berada
dilingkungan tetangga dan masyarakat. Namun menurut
tetangga pada riset patisipan pertama tidak pernah tahu tentang
penanganan keluarga pada riset patisipan pertama karena
menurut tetangga riset partisipan pertama sangat tertutup, hanya
saja tetangga mengetahui bahwa riset partisipan pertama sering
membawa anaknya kontrol untuk berobat. Tetangga pada riset
partisipan dua, mereka tidak begitu mempedulikan riset
partisipan kedua dan tidak ingin ikut campur dengan
penanganan yang diberikan oleh riset partisipan kedua pada
tetangga ini dia tahu bahwa pasien pernah dibawa ke rumahsakit
tetapi kontrol rutin tidak tahu, sedangkan pada tentangga riset
partisipan ketiga, mereka sangat mendukung dan selalu