• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pasca Perawatan Rumah Sakit di Kecamatan Sidomukti Salatiga T1 462011018 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pasca Perawatan Rumah Sakit di Kecamatan Sidomukti Salatiga T1 462011018 BAB IV"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sidomukti yang

terdapat di Kota Salatiga. Kecamatan Sidomukti terdiri dari 4

Kelurahan yaitu: Kecandran, Dukuh, Mangunsari dan

Kalicacing. Jumlah RW di Kecamatan Sidomukti adalah 37

dan jumlah RT di Kecamatan Sidomukti adalah 119. Secara

geografi luas wilayah di Kecamatan Sidomukti adalah

1.145,85 diatas permukaan laut. Peneliti melakukan penelitian

di Kecamatan Sidomukti, Salatiga dengan mengambil Desa

Pengilon dan Karanganyar.

4.1.2 Proses Penelitian

Penelitian ini diawali dengan membuat surat pengantar

untuk meminta ijin studi pendahuluan dan penelitian di

Kecamatan Sidomukti, pembuatan surat pengantar melalui

bagian tata usaha Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga pada tanggal 3 Juni 2015

dalam bentuk surat ijin studi pendahuluan dan penelitian yang

(2)

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, dan kemudian

surat tersebut dibawa ke Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik

Kota Salatiga untuk diproses.

Pada tanggal 5 Juni 2015 surat balasan dari Kesatuan

Bangsa dan Politik diambil oleh peneliti, kemudian peneliti

menyerahkan surat balasan dari Kesatuan Bangsa dan Politik

Kota Salatiga yang di tembuskan di Walikota Salatiga, Kepala

Bappeda Kota Salatiga, Dinas Kesehatan Kota Salatiga,

Camat Sidomukti, Lurah, dan Kepala Puskesmas Kalicacing.

Peneliti kemudian melakukan studi pendahuluan di

Puskesmas Kalicacing pada bulan Juni-Oktober 2015, setelah

itu pada tanggal 16 Desember 2015 peneliti kemudian

menghubungi partisipan dan melakukan penelitian. Penelitian

ini berlangsung pada bulan Desember 2015 hingga Januari

2016.

Proses wawancara dilakukan berdasarkan panduan

wawancara yang sudah dipersiapkan oleh peneliti. Namun

pertanyaan yang disampaikan kepada partisipan tidak

berurutan sesuai dengan panduan wawancara yang peneliti

buat. Saat wawancara, peneliti mengembangkan sehingga

proses wawancara lebih santai dan bisa mendapatkan sesuai

(3)

yang dituliskan peneliti. Selama wawancara berlangsung,

peneliti merekam semua proses pembicaraan dengan

menggunakan voice recorder pada handphone dan sebuah

buku tulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan

mendukung hasil wawancara.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Deskriptif Partisipan

a. Gambaran Umum Riset Partisipan 1

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Umur :71 Tahun

Agama : Kristen

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Pensiun PNS

Ny.R adalah ibu dari 6 saudara, anak pertama Ny.R

adalah anak yang mengalami gangguan jiwa. Ny. R

sekarang tinggal berdua dengan anak pertamanya,

sedangkan suaminya sudah meninggal sejak tahun 2004.

Setiap hari Ny.R berjualan di rumahnya dan mengurus anak

(4)

b. Gambaran Umum Riset Partisipan 2

Nama : Ny. I

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 74 Tahun

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Pedagang keliling

Ny. I berusia 74 tahun dengan jenis kelamin wanita,

Ny.I mempunyai anak yang berjumlah 11 orang dan anak

terakhir bernama sdr.Y yang saat ini terkena gangguan

jiwa, Ny.I dan sdr.Y tinggal bersama dalam satu rumah,

Suami Ny.I sudah meninggal sedangkan anak-anaknya

sudah menikah dan berkeluarga sendiri-sendiri tetapi

setiap hari anak-anak Ny.I setiap hari pulang untuk

menjenguk sdr. Y untuk mengurusi dan memandikan

sdr.Y.

a. Gambaran Umum Riset Partisipan 3

Nama : Nn. W

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 36 Tahun

(5)

Status pernikahan : Belum menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Nn. W adalah adik dari sdr. P. sdr. P adalah pasien

yang mengalami gangguan jiwa. sdr. P sangat dekat

dengan adiknya Nn.W saat ini Nn. W bekerja di Semarang.

Mereka tinggal bersama dengan kedua orang tuanya.

4.2.2 Observasi

Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam

penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien

gangguan jiwa, yang dilakukan oleh partisipan 1, partisipan 2

dan partisipan 3 adalah: Ny. R merawat anaknya dan

membimbing anaknya agar bisa lebih mandiri dan tidak

minder dengan lingkungan, mengajak komunikasi dengan

anaknya dan memberikan kasih sayang kepada anaknya.

Sedangkan penanganan yang dilakukan keluarga terhadap

pasien gangguan jiwa pada Ny. I dalam kesehariannya ia

merawat anaknya seperti biasa saja, dia memberikan makan

dan memandikan anaknya. Tetapi terlihat saat peneliti

melakukan observasi terlihat bahwa anaknya tidak stabil,

peneliti mengatakan tidak stabil karena pada saat wawancara

anaknya marah-marah tidak jelas dan berbicara sendiri

(6)

bahwa anakanya tidak pernah berobat, jika anak mengamuk

maka keluarga hanya membiarkannya saja dan memaklumi

anaknya sakit hal tersebut Ny.I beranggapan bahwa anaknya

merupakan kerasukan setan. Observasi berikutnya dilakukan

pada Nn.W peneliti datang kerumah Nn.W bersama ibu RT

maka peneliti diijinkan masuk dan keluarga bersedia untuk

diwawancarai. Peneliti mengamati bahwa keluarga ini sangat

memperhatikan kondisi sdr.P mereka selalu memberikan

dukungan kepada sdr.P agar cepat sembuh dan selalu

memberikan support agar selalu meminum obat dengan

teratur.

4.2.3 Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa

Hasil penelitian terkait dengan pengetahuan keluarga

tentang gangguan jiwa partisipan 1, partisipan 2, dan

partisipan ke 3 adalah :

Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, pada

Ny.R dalam pengetahuannya tidak mengerti tentang

gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya

“(RP1) Tidak tahu itu mbak (65-70)

Dalam pengetahuan tentang gangguan jiwa Ny.R kurang

(7)

gangguan jiwa tetapi peneliti menemukan bahwa Ny. R

menyebutkan bahwa adanya penyebab gangguan jiwa yang

diderita oleh anaknya

“(RP1) Ya pengertiannya saya karena kecewa itu tadi (70-75).

“(RP1) Ya saya tidak tahu mbk (75-80)

“(RP1) Ya tidak ada apa-apa kok mbak, ya cuma dari sekolahan Cuma ngguyu- ngguyu sendiri gitu (80-85). Hasil pengetahuan tentang gangguan jiwa dari Ny.I dalam

memberikan penanganan terhadap anaknya, Ny I juga

kurang pengetahuan tentang gangguan jiwa secara umum.

Karena Ny.I beranggapan bahwa anaknya tidak gila hanya

mengalami gangguan roh jahat.

“(RP2) Nek gangguan jiwa niku rak edan mbak, la nek mas Y menika kan mboten edan. Nek niki ngoten saking gangguan roh sing mboten ketok (30-35)”.

(kalau gangguan jiwa itukan gila mbak, kalau Ms.Y kan itu tidak gila, kalau ini kan dari gangguan dari roh yang tidak terlihat).

Ny.I juga tidak menyebutkan jenis-jenis gangguan jiwa secara

umum, dia hanya mengira bahwa anaknya terkena arwah

yang tidak terlihat. Ny.I lebih menyebutkan apa penyebab dari

gangguan jiwa.

(8)

(tidak tau itu mbak, ya setahu saya ya Cuma terkena gangguan jiwa).

Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan

keluarga tentang gangguan jiwa, partisipan 3 dia mengerti

apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa

“(RP 3) Setahu aku yo terguncang jiwanya. Nggak kuat mental gitu tok. hmmm (30-35)”.

Sedangkan pada partisipan 3, saat peneliti bertanya tentang

pengetahuan keluarga terhadap jenis, tanda gangguan jiwa

juga tidak dapat mengetahui apa itu gangguan jiwa, tetapi

pada saat peneliti bertanya tentang tingkatan gangguan jiwa,

partisipan 3 menyebutkan bahwa adanya gangguan jiwa

berat dan gangguan jiwa ringan. Pada saat wawancara

berlangsung, peneliti menemukan adanya penyebab yang di

derita oleh sdr.P

“(RP 3) Ya mungkin itu ada yang parah dan yang nggak parah dek (35-40)”.

“(RP 3) Ya kadang ki mbak menyendiri, suka senyum senyum sendiri itu sih yang aku tahu (40-45)”.

4.2.4 Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit

Hasil penelitian yang dilakukan pada partisipan 1,

partisipan 2, dan partisipan 3 dalam penanganan keluarga

(9)

sakit. Pada partisipan 1 yang dilakukan oleh Nn.K awalnya

dia dibawa ke psikiater selain itu juga dia dibawa berobat

dan ke Solo untuk menjalani perawatan karena Nn.K kondisi

membaik maka yang dilakukan keluarga Nn.K adalah

membawa kontrol rutin setiap bulan ke Puskesmas

Kalicacing Salatiga.

“(RP1) Ya dibawa ke psikiater, dan diwawancarai selama ada setengah jam begitu dan saya bawa ke rumah sakit saja to mbak (80-90)”.

“(RP1 ) Ya obat seperti kemarin, 10 hari kalau disini kalau di rumah sakit solo itu sebulan sekali obat jalan. Iya rutin, ya kadang-kadang dijajalkan itu. Dulu kan satu butir merahnya itu untuk obat tidur itu, pada waktu sakitnya masih keras ya. Tapi sekarang seperempat saja sok diminum sok ndak. Tidurnya sudah bagus dan apa-apanya sudah bagus (130-145)

Dalam penanganan keluarga terhadap gangguan jiwa Ny.R

sebagai partisipan 1 tidak melakukan tindakan yang

membuat Nn.K terkekang seperti dikurung ataupun

dipasung.

“(RP1) oh yo tidak, ya tidur dengan saya, waktu dirumah sakit juga dengan saya, tapi yo tidak penah keluar maksudnya yo kalau ada orang meninggal yo saya ajak biar kumpul kan (150-155)”.

Dari partisipan 2 bahwa hasil yang didapat dalam

penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca

(10)

perawatan rumah sakit terhadap sdr.Y yaitu bahwa sdr.Y

pernah dibawa kerumah sakit jiwa, tidak hanya itu sdr.Y juga

di rehabilitasi oleh keluarganya.

“(RP 2) niku men nggih ngantek, terus teng griya sakit niku teng Wedi ping kalih, teng Magelang ping kalih teng Jakarta, lajeng kula pondoke teng ngriku candi setunggal tahun nggih mboten wonten perubahan (80-90)”.

(ya terus sampe dibawa ke rumah sakit di Wedi dua kali di Magelang dua kali, di Jakarta, terus dia juga penrnah mondok di situ Candi satu tahun tapi ya tidak ada perubahan).

Peran keluarga sangat penting untuk kesembuhan pasien

gangguan jiwa, tetapi penanganan yang dilakukan oleh Ny.I.

Ny I pernah membawa sdr.Y berobat dan dibawa kerumah

sakit namun setelah pulang partisipan 2 mengatakan tidak

ada perubahan, dan pihak keluarga juga pernah

memberikan obat setiap saat yang sudah diresepkan oleh

dokter setelah obat habis, keluarga tidak tahu bahwa di

Puskesmas sudah disediakan obat, maka pihak keluarga

memutuskan untuk tidak memberikannya lagi sampai saat

ini kepada sdr.Y. Ny.I juga beranggapan bahwa sdr.Y tidak

terkena gangguan jiwa. Masalah ini merupakan suatu

anggapan keliru terhadap penderita gangguan jiwa, dimana

(11)

Sehingga keluarga mencari pengobatan yang dilakukan

adalah pergi ke dukun Simanjuntak (2012).

“(RP) Niku ngeten lo mbak, ceritane nggih malam sasi suro dijak koncone teng tengaran, nggon pengunungan mboh apa ya?, terus lebeti arwah sing mboten ketok. La piambake kan mboten kuat lo mbak langsung ngledak kados kelapa tiba gubrak-gubrak ngoten, sedinten ping gangsal men enten, lajeng sing ndekei niku pun dipendet kalih, mase sing kerja dados supir ingkang hotel wahid, lajeng sampun di bucal ning kok nyatane mboten saget medal ngantos kula niku nggolek tiyang puuuuundi mawon ngantean supaya saget ngetoke niku ngantos sak yahketen (55-73)”.

(itu gini lo mbak, ceritanya ya malam bulan suro ( tanggal jawa ) diajak temenya ke tengarandi pegunungan atau apa gitu ya ? terus dimasuki arwah yang tidak terlihat la dia sendiri tidak kuat gitu lo mbak, langsung jatuh seperti kelapa jatuh gubrak-gubrak seperti itu, sehari lima kali, kakaknya yang kerja jadi supir di Hotel Wahid, langsung sudah pergi tapi kok ternyata tidak bisa keluar terus saya itu cari orang mannnnnaaa saja supaya bisa keluarin itu sampe sekarang).

Dalam keterbatasan pengetahuannya setelah sdr.Y keluar

dari rumah sakit dia berhenti untuk memberi obat alasanya

karena Ny.I dan keluarga tidak tahu bahwa di Puskesmas

terdapat obat untuk orang-orang gangguan jiwa.

(12)

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh riset

partisipan 3 dalam Penanganan keluarga terhadap pasien

gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, mereka pernah

membawa sdr.P ke rumah sakit jiwa Magelang untuk diobati

di sana, selain itu juga mereka memberikan obat kepada

sdr.P dengan rutin. Partisipan 3 sangat peduli dengan sdr.P

untuk itu partisipan 3 selalu membawa kontrol rutin berobat di

Puskesmas.

“(RP 3) Itu kata dokter emm saya itu sama keluarga salah memasukan mas P seharusnya direhab, tapi berhubung dulu itu ngamuk to dek terus tak bawa ke rumah sakit jiwa magelang karena keluaga takut, disuntik lalu seterusny saya nggak tau (75-83)” “(RP 3) 2 bulan lebih, yo 3 bulan ee dek (85-86)”. “(RP3) Obati dirumah cara-carane obate nggak pernah putus dan makannya juga teratur, sekarang alhamdulilah agak pulih.kan sedikit-sedikit (89-100).

4.3 Member Check

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan member

check kepada partisipan. Peneliti mengecek data dengan

(13)

1. Partisipan 1

Setelah dilakukan pengecekan kembali kepada

parisipan 1, partisipan 1 menyatakan setuju bahwa

data yang telah diberikan adalah benar.

2. Partisipan 2

Dalam melakukan uji keabsahan data yang

dilakukan pada partisipan 2, partisipan 2

menyatakan setuju dengan data pada saat peneliti

melakukan wawancara.

3. Partisipan 3

Setelah dilakukan pengecekan data kembali

kepada partisipan 3, partisipan telah setuju dan

data yang diberikan pada saat penelitian benar.

4.4 Pembahasan

a. Pengetahuan Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pasca Perawatan Rumah Sakit

Beberapa penyebab pengetahuan keluarga terhadap

pasien gangguan jiwa diantaranya merupakan medis dan

nonmedis. Penyebab medis dalam pengetahuan terhadap

gangguan jiwa merupakan penyebab adanya kegagalan

(14)

disiplin dalam mengkonsumsi obat dengan teratur. Hal tersebut

terjadi pada partisipan 2.

Penyebab yang terjadi secara non medis sebagian

keluarga dalam pengetahuannya beranggapan bahwa gangguan

jiwa adalah sebagai sesuatu yang berhubungan dengan

kerasukan roh, anggapan keliru ini maka keluarga tidak

membawa pasien berobat dan keluarga menganggap pasien

akan sembuh dengan sendirinya, hasil dari penelitian ini terjadi

pada partisipan 2

Selain penyebab, pengetahuan keluarga terhadap pasien

gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit meliputi jenis,

tingkatan, tanda, dan gejala gangguan jiwa tetapi dalam

pembahasan ini peneliti lebih menonjolkan kepada penyebab

dan penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca

perawatan rumah sakit.

Pada partisapan 1 pengetahuan keluarga tentang

gangguan jiwa, partisipan 1 tidak mengetahui tentang gangguan

jiwa yang diderita oleh anaknya, begitu juga dengan jenis dan

tingkatan gangguan jiwa partisipan belum memahami apa itu

jenis dan tingkatan gangguan jiwa tetapi, pada saat peneliti

mewawancarai tentang tanda dari gangguan jiwa, partisipan 1

(15)

peneliti menyimpulkan partisipan lebih menjawab tentang

penyebab gangguan jiwa.

Hasil dari partisipan 2 bahwa pengetahuan tentang

gangguan jiwa partisipan 2 kurang memahami gangguan jiwa

secara umum. Partisipan 2 mengatakan bahwa anaknya tidak

terkena gangguan jiwa hanya kerasukan roh, partisipan 2 juga

tidak mengetahui tentang jenis, tanda dan tingkatan anaknya

mengalami gangguan jiwa.

Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan

keluarga tentang gangguan jiwa, mengerti apa yang dimaksud

dengan gangguan jiwa, tetapi riset partisipan 3 tidak tahu

tentang jenis gangguan jiwa secara umum, partisipan 3 saat

peneliti mewawancarai pada tingkatan dan tanda dari gangguan

jiwa, partisipan dapat menjawab.

Pengetahuan keluarga berpengaruh dalam kesembuhan

anak dan saudaranya, maka dari itu dari parisipan 1, 2, dan 3

berusaha supaya anggota keluarganya berharap untuk sembuh.

(16)

b. Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit

Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan

ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang disebabkan oleh

gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetik, atau biologis.

Mereka yang menderita gangguan jiwa mengalami distress, yaitu

suatu perasaan, tidak nyaman, tidak tentram rasa nyeri dan

disabilitas atau ketidakmampuan dalam mengerjakan pekerjaan

sehari-hari (Thong, 2011).

Penanganan keluarga terhadap penderita gangguan jiwa

sangat penting dilakukan untuk mendukung dalam proses

kesembuhan. Dalam penanganan keluarga terhadap pasien

gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, keluarga dapat

melakukan kontrol rutin dalam memberikan obat dan melatih

agar pasien bisa mandiri, penanganan juga dapat dilakukan

dengan terapi seperti terapi psikososial yang bertujuan agar

pasien dapat kembali beradaptasi dengan lingkungan sekitar

sehingga pasien tidak membebani keluarga dan masyarakat

sekitar (Hawari, 2007).

Dari hasil wawancara dari tiga orang riset partisipan satu

dari tiga orang sebagian belum melakukan penanganan keluarga

(17)

yang dilakukan, dari hasil wawancara menunjukan bahwa

partisipan pertama sudah menunjukan kasih sayang dan

perhatian terhadap pasien. Partisipan pertama ini selalu

membawa anaknya kontrol rutin setiap bulan ke Puskesmas

Kalicacing Salatiga, penanganan yang dilakukan dalam keluarga

selalu mendukung anaknya dalam berinteraksi dengan orang

sekitar contohnya pada waktu partisipan pertama sedang

mencuci didapur maka pasien disuruh jaga warung dan melayani

pembeli, tidak hanya itu saja pada saat ada acara tertentu

partisipan petama mengajak anaknya untuk turut serta dalam

masyarakat. Hal ini keluarga ingin sekali bahwa anaknya ingin

sembuh dan mandiri dan ingin kembali ke keadaan yang sehat,

bisa melakukan pekerjaan yang bisa mereka lakukan dan bisa

berguna bagi orang terdekat.

Dari hasil wawancara dan observasi dengan riset

partisipan kedua menunjukan bahwa penanganan yang

dilakukan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca

perawatan rumah sakit kurang maksimal, karena dari tingkat

pengetahuan keluarga tidak begitu memahami tentang

penanganan keluarga tehadap pasien gangguan jiwa pasca

perawatan rumah sakit, perhatian terhadap anggota keluarga

yang menderita sakit jiwa ini kurang karena pasien dibiarkan

(18)

berhenti dalam pengobatan selama satu tahun, hal ini keluarga

beralasan bahwa tidak tahu dalam membeli obat ahirnya

keluarga memutuskan untuk tidak mengantarkan untukkontrol

rutin, keluarga juga beranggapan bahwa sakit yang diderita

berasal dari kerasukan roh jahat. Tetapi dalam hal perhatian

keluarga selalu ada untuk pasien, misalnya dalam memandikan

dan memberi makan.

Begitu pula dengan riset partisipan ketiga ini, keluarga

melakukan penanganan dengan maksimal karena setiap bulan

partisipan ketiga membawa pasien kontrol rutin dan tidak pernah

lepas dari obat, partispan ketiga ini sangat sayang sehingga ada

keinginan agar kakaknya sembuh dan mulai beraktifitas lagi

dengan lingkungan sekitar.

Dalam hasil penelitian dari ketiga riset partisipan tersebut,

anggota keluarga dari partisipan pertama dan partisipan ketiga

selalu melakukan kontrol rutin setiap bulan sedangkan pada

anggota keluarga partisipan kedua belum melakukan kontrol

rutin karena ketidaktahuan keluarga tentang tempat dalam

memperoleh obat di Salatiga.

Pentingnya suatu keluarga bagi kesembuhan pasien

karena keluarga merupakan tempat pertama kali pasien

(19)

dengan lingkungan yang lebih besar. Lingkungan ini

berpengaruh terhadap perkembangan manusia, mencangkup

antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan

(Riyadi, 2009).

Tempat tinggal dari ketiga partisipan ini berada

dilingkungan tetangga dan masyarakat. Namun menurut

tetangga pada riset patisipan pertama tidak pernah tahu tentang

penanganan keluarga pada riset patisipan pertama karena

menurut tetangga riset partisipan pertama sangat tertutup, hanya

saja tetangga mengetahui bahwa riset partisipan pertama sering

membawa anaknya kontrol untuk berobat. Tetangga pada riset

partisipan dua, mereka tidak begitu mempedulikan riset

partisipan kedua dan tidak ingin ikut campur dengan

penanganan yang diberikan oleh riset partisipan kedua pada

tetangga ini dia tahu bahwa pasien pernah dibawa ke rumahsakit

tetapi kontrol rutin tidak tahu, sedangkan pada tentangga riset

partisipan ketiga, mereka sangat mendukung dan selalu

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dibutuhkan suatu alat bantu yang dapat mendiagnosa jenis penyakit mata berupa suatu sistem pakar1. Sistem pakar tersebut dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu

Berisi pengetahuan – pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, memformulasikan dan menyelesaikan masalah. Basis pengetahuan tersusun atas fakta dan.. kaidah Fakta

Berangkat dari fenomena yang telah dikemukakan, dan belum ada penelitian yang mengkaji tentang pengaruh pemberian kredit simpan pinjam dan perputaran likuiditas

Sejalan dengan Kurikulum Nasional yang dirancang untuk menyongsong model pembelajaran Abad ke-21 yang di dalamnya menekankan pembelajaran aktif yang mendorong siswa untuk mencari

[r]

Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri

Dihasilkan sebuah rancangan dan cetak biru ( blue print ) sistem pengukuran kinerja (SPK) Jurusan Teknik Mesin yang dapat memberikan informasi kepada stakeholder dan pengambil

Jika active voice dalam past future perfect tense, maka ‘be’ passive voice-nya adalah been yang diletakkan setelah auxiliary would have, sehingga menjadi ‘would have