• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN CONTOH TERAPAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATHEMATICS WORD PROBLEM SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN CONTOH TERAPAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATHEMATICS WORD PROBLEM SISWA SMP."

Copied!
354
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk membentuk manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sebagai usaha mencapai tujuan tersebut dikembangkan kurikulum. Kurikulum dikembangkan sehingga memuat pelajaran-pelajaran yang diperlukan peserta didik agar mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap penting. Karena itulah matematika selalu diajarkan di semua jenjang pendidikan di Indonesia. Bahkan, matematika merupakan salah satu pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional. Pembelajaran matematika pada setiap jenjang pendidikan ini tentunya disertai dengan tujuan-tujuan tertentu.

Berdasarkan Permendiknas No 22 tahun 2006, tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu:

(2)

2 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet, dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sedangkan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000: 29) menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang menjadi tujuan pembelajaran matematika. Artinya, kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dikuasai siswa.

(3)

3 masalah akan menjadi hal yang akan sangat menentukan juga keberhasilan pendidikan matematika, sehingga pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving) selama proses pembelajaran berlangsung hendaknya mejadi suatu keharusan. Dalam memecahkan masalah siswa didorong untuk merefleksikan pemikiran mereka sehingga mereka dapat menerapkan dan mengadopsi strategi mereka dalam mengembangkan masalah lain dengan konteks yang berbeda. Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik akan memperoleh cara berpikir, ketekunan, rasa ingin tahu, dan keyakinan yang dapat mereka gunakan dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Cawley (You-Jin Seo, 2008: 2) terdapat tiga tipe masalah dalam area pemecahan masalah matematika : word problems, subject area (e.g., science and recreation) application problems, dan decision-making and

argument problem. Mathematics word problem merupakan salah satu tipe

masalah dalam area pemecahan masalah matematika. Menurut Marcer (You-Jin Seo, 2008:2) di antara ketiga jenis masalah, word problem mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks merupakan yang paling sering terjadi dalam pemecahan masalah matematika pada sekolah dasar dan sekolah menengah.

(4)

Rata-4 rata persentase penguasaan materi soal untuk soal-soal berbentuk word problem adalah 56,23. Berikut disajikan data persentase penguasaan materi

soal untuk sosl-soal berbentuk word problem.

Tabel 1. Persentase Pengusaan Materi Soal Ujian Nasional SMP Tahun 2014/2015 untuk Soal-Soal Berbentuk Word Problem

Kemampuan yang diuji Persentase Penguasaan Materi Soal Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan

dengan operasi penjumlahan, pengurangan bilangan bulat.

62,60

Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan perbandingan senilai.

71,39 Menuliskan model matematika dari soal

cerita yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel.

53,89

Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan konsep himpunan jika diketahui gabungan dua himpunan.

66,06

Menyelesaikan soal cerita menggunakan konsep Pythagoras (tangga disandarkan; tiang dengan kawat pengikat.

54,06

Menyelesaikan soal cerita tentang luas. 41,98 Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan

keliling

segiempat/jajargenjang/belahketupat/layang-layang.

59,98

Menyelesaikan soal cerita menggunakan konsep kesebangunan segitiga.

58,16 Menyelesaikan soal cerita berkaitan panjang

kawat menggunakan konsep rusuk pada limas persegi.

49,84

Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan luas bola atau tabung.

44,32 Menyelesaikan soal cerita tentang peluang

penarikan nomor undian dari peserta dan disediakan hadiah.

(5)

5 Salah satu materi yang banyak memuat soal-soal word problem adalah yang berkaitan dengan bilangan. Salah satu konteks yang terkait dengan bilangan adalah aritmatika sosial. Pokok bahasan dalam aritmatika sosial seperti untung, rugi, bunga tunggal, dan diskon merupakan contoh-contoh penerapan dari konsep persentase. Hal ini menjadikan banyak soal-soal terapan berbentuk word problem dalam materi aritmatika sosial.

Penerapan kurikulum 2013 di Indonesia menjadikan saintifik sebagai model pembelajaran yang banyak digunakan. Menurut Abdul Majid dan Chaerul Rochmah (2015: 70-71), salah satu karakteristik dari pendekatan saintifik adalah Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analisis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Hal ini menjadikan model saintifik sebagai salah satu model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mampu memecahkan masalah.

(6)

6 fokus dan stimulus untuk belajar; 5) Masalah adalah kendaraan untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah; 6) Informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri.

Berdasarkan penelitian Adi Setiawan (2016) yang berjudul Efektivitas Model Problem Based Learning ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kreativitas matematis dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Ngaglik Sleman menunjukkan bahwa model problem based learning lebih efektif dari model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, hasil penelitian Fitri Nurhayati (2016 menunjukkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model problem based learning dengan pendekatan Problem Posing efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika, kemampuan

pemecahan masalah, dan minat belajar siswa SMP. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, model problem based learning memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem.

Siswa juga perlu dibiasakan dengan contoh-contoh terapan agar memiliki kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem yang baik. Menurut Sajadi, Amiripour, & Rostamy-Malkhalifeh (2013: 4) salah satu kesulitan siswa dalam menyelesaikan word problem adalah kurangnya motivasi dan adanya keengganan beberapa siswa dalam memecahkan masalah berbentuk word problem. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

(7)

7 pembelajaran dan juga siswa akan belajar memahami mathematics word problem.

Model pembelajaran Problem Based Learning dapat dikombinasikan dengan memberikan motivasi berupa contoh terapan yang kemudian kita sebut model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan contoh terapan. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan contoh terapan merupakan pembelajaran yang menerapkan model problem based learning pada pembelajaran dan menggunakan contoh terapan pada kegiatan motivasi dan soal-soal yang digunakan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pembelajaran dengan model problem based learning dengan contoh terapan memiliki potensi untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem. Oleh Karena itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui keefektifan model problem based learning dengan contoh terapan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian, yaitu :

(8)

8 2. Belum banyak penelitian mengenai keefektifan model problem based learning dengan contoh terapan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP.

C. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada keefektifan model problem based learning dengan contoh terapan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP N 1 Cepiring kelas VII pada materi

aritmatika sosial.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan contoh terapan efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP?

2. Apakah pembelajaran menggunakan model saintifik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP? 3. Apakah pembelajaran menggunakan model problem based learning

(9)

9 E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui keefektifan pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan contoh terapan ditinjau dari kemampuan pemecahan

masalah mathematics word problem siswa SMP.

2. Mengetahui keefektifan pembelajaran menggunakan model saintifik ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP.

3. Mengetahui apakah model problem based learning dengan contoh terapan lebih efektif dibandingkan dengan model saintifik ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu :

1. Bagi Guru

a. Sebagai referensi dan tambahan pengetahuan tentang model khususnya model problem based learning dengan contoh terapan.

2. Bagi Siswa

a. Membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran matematika dengan baik.

(10)

10 3. Bagi Peneliti

a. Untuk mengembangkan keterampilan dalam penelitian.

b. Bekal bagi peneliti sebagai calon pendidik untuk dapat mengaplikasikan model pembelajaran yang tepat.

(11)

11 BAB II

LANDASAN TEORI A.Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Aritmatika Sosial di SMP a. Pembelajaran Matematika

Menurut Jamil Suprihantiningrum (2013:75) pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar. Jamil Suprihantiningrum (2013:75) juga mengartikan pembelajaran sebagai upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu siswa agar dapat menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Sugihartono dkk. (2013:81) bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

(12)

12 lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar (Sugihartono, 2013: 80).

Abdul Halim Fathani (2012: 23) mendefinikan secara umum bahwa 1) Matematika sebagai struktur yang terorganisasi, 2) Matematika sebagai alat, 3) Matematika sebagai pola pikir deduktif, 4) Matematika sebagai cara bernalar, 5) Matematika sebagai bahasa artifisial, dan 6) Matematika sebagai seni yang kreatif. Di sisi lain menurut Ebbutt dan Straker (Marsigit, 2012: 8) hakekat matematika sekolah antara lain: “Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan; Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan; Matematika adalah kegiatan problem solving; Matematika adalah alat komunikasi”. Pembelajaan matematika di sini menekankan kegiatan siswa untuk melatih kemampuan berpikirnya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menekankan pada kegiatan siswa untuk mengontruksi pembelajaran matematika dengan kemampuan sendiri. Dalam hal guru berperan sebagai fasilitator dalam menciptakan suasana pembelajaran yang mendukung proses belajar siswa.

b. Pembelajaran Aritmatika Sosial

(13)

13 Tabel 2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Aritmatika Sosial

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3.Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

3.9Mengenal dan menganalisis berbagai situasi terkait aritmatika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, presentase, bruto, neto, tara)

4.Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/ teori.

4.9Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmatika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, presentase, bruto, neto, tara)

Beberapa pokok bahasan dalam materi aritmatika sosial ini merupakan penerapan dari materi persen. Menurut Malloy dkk (2008: 332), persamaan persen adalah bentuk setara dengan proporsi persen dimana persen ditulis sebagai desimal. Persamaan

(14)

14 1) Untung dan Rugi

a) Untung, Rugi, dan Impas

Misalkan modal yang dikeluarkan oleh penjual dinyatakan dengan sedangkan harga jual atau pemasukan yang diperoleh oleh penjual dinyatakan dengan .

- Jika maka penjual tersebut rugi. - Jika maka penjual tersebut untung. - Jika maka penjual tersebut impas. b) Persentase Keuntungan

Persentase keuntungan digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.

Misal:

= Persentase keuntungan = Modal

= Harga jual (total pemasukan)

Persentase keuntungan dapat ditentukan dengan rumus

c) Persentase Kerugian

Persentase kerugian digunakan untuk mengetahui persentase kerugian dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.

Misal:

(15)

15 = Modal

= Harga jual (total pemasukan)

Persentase kerugian dapat ditentukan dengan rumus

Berikut merupakan contoh terapan terkait materi untung dan rugi.

Seorang pedagang sayuran mengeluarkan modal sebesar Rp 1.500.000,00 untuk menjalankan usahanya. Jika pada hari itu dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp 200.000,00, maka besarnya pendapatan yang didapatkan pada hari itu adalah … .

(As’ari dkk, 2016: 75) 2) Bunga, Diskon, dan Pajak a) Bunga Tunggal

Secara umum bunga dapat diartikan sebagai jasa berupa uang yang diberikan oleh pihak peminjam kepada pihak yang meminjamkan modal atas persetujuan bersama (As’ari dkk, 2016: 77). Ada kalanya juga bunga dapat diartikan sebagai jasa berupa uang yang diberikan oleh pihak bank kepada pihak yang menabung atas persetujuan bersama. Menurut Malloy, dkk (2008: 334), bunga adalah uang yang dibayarkan atau diperoleh untuk penggunaan sejumlah uang. Untuk deposito dan tabungan, bunga merupakan sejumlah uang yang diperoleh. Sedangkan untuk pinjaman, bunga merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan.

(16)

16 mengembalikan pinjaman tersebut sebesar (M+B), maka orang tersebut telah memberikan jasa terhadap bank sebesar B persatu tahun atau per tahun. Jasa sebesar B disebut dengan bunga, sedangkan M merupakan besarnya pinjaman yang disebut dengan modal. Berikut merupakan contoh terapan terkait materi bunga.

1. Pak Yudi akan meminjam uang di Bank dengan persentase bunga sebesar 10% pertahun. Besar uang yang dipinjam oleh Pak Yudi adalah 12 juta rupiah. Jika Pak Yudi bermaksud untuk meminjam uang selama 1 tahun, tentukan.

a. Besar keseluruhan bunga yang harus ditanggung oleh Pak Yudi. b. Besar angsuran yang harus dibayarkan, jika Pak Yudi harus

mengangsur tiap bulan dengan nominal yang sama. (As’ari dkk, 2016: 83)

2. Misalkan Samuel menginvestasikan 1200 dolar dengan bunga tahunan 6,5%. Berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai Samuel mendapatkan bunga 195 dolar?

(Malloy, dkk, 2008: 334) b) Diskon (potongan)

(17)

17 333), diskon adalah jumlah di mana harga biasa dari sebuah barang berkurang. Berikut merupakan contoh terapan pada materi diskon.

1. Seorang penjual membeli celana dari grosir dengan harga Rp 60.000,00. Celana tersebut rencananya akan dijual dengan diskon 50%. Jika penjual tersebut mendapatkan keuntungan 15%, tentukan harga jual celana tersebut.

(As’ari dkk, 2016: 100)

2. Manuel ingin membeli sebuah skateboard. Harga regular dari skateboard tersebut adalah 135 dolar. Misalkan skateboard tersebut diskon 25%. Tentukan harga jual skateboard setelah diskon.

(Malloy, dkk, 2008: 333) c) Pajak

Jika diskon adalah potongan atau pengurangan nilai terhadap nilai atau harga awal, maka sebaliknya pajak adalah besaran nilai suatu barang atau jasa yang wajib dibayarkan oleh masyarakat kepada Pemerintah. Pada materi ini yang perlu dipahami adalah bagaimana cara menghitung besaran pajak secara sederhana. Besarnya pajak diatur oleh peraturan perundang- undangan sesuai dengan jenis pajak. Dalam transaksi jual beli terdapat jenis pajak yang harus dibayar oleh pembeli, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(18)

18 pembayaran pajak dari pembeli untuk disetorkan ke kas negara. Biasanya besarnya PPN adalah 10% dari harga jual.

Jenis pajak berikutnya yang terkait dengan transaksi jual beli yaitu pajak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Besarnya Pajak UMKM sebesar 1% dari nilai omzet. Omzet adalah jumlah uang hasil penjuaan barang dagangan tertentu selama masa jual (satu hari/ satu bulan/ satu tahun).

3) Neto, Bruto, dan Tara

Istilah neto diartikan sebagai berat sari suatu benda tanpa pembungkus benda tersebut. Neto dikenal juga dengan istilah berat bersih. Misal dalam bungkus suatu snack tertuliskan neto 300 gram. Ini bermakna bahwa berat snack tersebut tanpa plastik pembungkusnya adalah 300 gram.

Istilah bruto diartikan sebagai berat dari suatu benda bersama pembungkusnya. Bruto juga dikenal dengan istilah berat kotor. Misal, dalam suatu kemasan snack tertuliskan bruto adalah 350 gram. Ini berarti bahwa berat snack dengan pembungkusnya adalah 350 gram.

Istilah tara diartikan sebagai selisih antara bruto dengan neto. Misal diketahui pada bungkus snack tertuliskan bruto 350 gram, sedangkan netonya adalah 300 gram. Ini berarti bahwa taranya adalah 50 gram. Atau secara sederhana berat pembungkus dari snack tersebut tanpa isinya.

(19)

19 Misal diketahui Neto = N, Tara = T, dan Bruto = B.

Persentase Neto = % N, persentase Tara = %T. Persentase neto dapat dirumuskan:

Persentase tara dapat dirumuskan: .

Berikut merupakan contoh terapan terkait materi bruto, neto, dan tara. Suatu ketika Pak Hadi membeli dua karung beras dengan jenis yang berbeda. Karung pertama tertulis neto 30 kg dibeli dengan harga Rp 260.000,00. Karung kedua tertuliskan neto 30 kg. Pak Hadi mencampur kedua jenis beras tersebut, kemudian mengemasinya dalam ukuran 5 kg. Tentukan harga jual beras tersebut agar Pak Hadi untung 20%.

(As’ari dkk, 2016: 91)

2. Model Problem Based Learning (PBL) dengan Contoh Terapan dan Pendekatan Saintifik

a. Model Problem Based Learning (PBL) dengan Contoh Terapan Menurut Arends dan Kilcher (2010: 326), PBL adalah pendekatan yang berpusat pada siswa, yang melibatkan siswa dalam penyelidikan situasi masalah yang kompleks. Menurut Hmelo-Silver (2004:235), problem based learning merupakan metode pembelajaran di mana siswa

(20)

20 mengidentifikasi apa yang mereka perlu pelajari untuk memecahkan masalah. Mereka terlibat dalam pembelajaran mandiri kemudian mengaplikasikan pengetahuan baru mereka pada masalah dan merefleksikan apa yang mereka pelajari dan efektifitas strategi yang mereka gunakan. Guru berperan untuk memfasilitasi proses belajar siswa bukan untuk memberikan pengetahuan.

Menurut Westwood (2011: 9), dalam PBL siswa disajikan dengan masalah kehidupan nyata yang membutuhkan sebuah keputusan, atau

dengan sebuah masalah nyata yang membutuhkan sebuah solusi. Siswa biasanya bekerja dalam kelompok kolaboratif kecil. Guru memiliki peran

sebagai fasilitaor dalam kelompok diskusi, tertapi tidak secara langsung mengontrol proses investigasi.

Menurut Arends (2015: 433) tidak seperti pendekatan lain yang dalam pembelajaran menekankan pada mempresentasikan ide dan mendemonstrasikan keterampilan, dalam problem based learning guru menyajikan suatu masalah kepada siswa dan membuat siswa menyelidiki dan menemukan solusi dari mereka sendiri. Menurut Arends dan Kilcher (2010: 328), PBL memiliki enam fitur utama: masalah yang terstruktur; masalah dunia nyara; investigasi dan pemecahan masalah; perspektif interdisipliner; kelompok-kelompok kecil yang kolaboratif; dan produk, artefak, atau presentasi.

(21)

21 2) Pembelajaran dilakukan pada kelompok-kelompok kecil

3) Guru adalah fasilitator atau pemandu

4) Masalah dari pengorganisasian fokus dan stimulus untuk belajar

5) Masalah adalah kendaraan untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah

6) Informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri

Sedangkan menurut Rusman (2013: 22), karakteristik problem based learning adalah sebagai berikut :

1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;

2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur;

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective); 4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;

5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam; penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;

(22)

22 9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrase dari

proses belajar;

10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Langkah-langkah pembelajaran dengan model problem based learning menurut Arends (2015: 421) disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Arends

Fase Kegiatan Guru

Fase 1: Orient students to the problem.

Guru berdasarkan tujuan dan sasaran pelajaran, menjelaskan persyaratan logistik yang penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

Fase 2: Organize students for study. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisir tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

Fase 3: Assist independent and group investigation.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan bahan- bahan yang sesuai seperti laporan, video, situs web, dan model, dan membantu mereka membagikan hasil kerja mereka kepada yang lain.

Fase 4: Develop and present artifacts and exhibits.

Guru membantu siswa

merefleksikan hasil investigasi mereka dan proses yang mereka gunakan.

Fase 5: Analyze and evaluate the problem- solving process.

Guru membantu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah siswa.

Menurut Arends dan Kilcher (2010: 333-334) PBL memiliki lima fase, yaitu:

(23)

23 2) Merencanakan investigasi

3) Melakukan investigasi

4) Mendemonstrasikan pembelajaran 5) Refleksi dan pembekalan.

Menurut Delisle (1997:27-35) proses problem based learning meliputi:

1) Menghubungkan dengan masalah 2) Meninjau masalah

3) Meninjau kembali masalah

4) Memproduksi sebuah produk atau kinerja 5) Mengevaluasi kinerja dan masalah

Menurut Arends (2015: 408) terdapat tiga tujuan instruksional problem based learning, yaitu:

1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan investigasi dan pemecahan masalah.

2) Memberikan pengalaman kepada siswa dengan orang dewasa sebagai fasilitator.

3) Memungkinkan siswa untuk mendapatkan kepercayaan diri dengan keampuan mereka untuk berpikir dan menjadi self-graduated learners.

Menurut Hmelo-Silver (2004: 240) tujuan PBL adalah membantu siswa untuk mengembangkan:

1) Pengetahuan yang fleksibel

(24)

24 3) Kemampuan belajar mandiri

4) Kemampuan kolaboratif yang efektif 5) Motivasi intrinsik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa problem based learning merupakan pembelajaran yang dimulai dari masalah.

Masalah yang disajikan pada problem based learning merupakan masalah kehidupan nyata. Masalah tersebut diselesaikan siswa dengan diskusi dan investigasi dalam kelompok kecil yang kolaboratif sehingga dapat menghasilkan suatu produk atau kinerja (presentasi). Guru dalam problem based learning berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi proses

belajar siswa tetapi tidak mengontrol proses diskusi dan investigasi secara langsung.

Model pembelajaran problem based learning dengan contoh terapan adalah model pembelajaran pembelajaran yang menerapkan model problem based learning pada kegiatan pembelajaran dan menggunakan

contoh terapan pada kegiatan motivasi di pendahuluan. Contoh terapan disini merupakan soal-soal penerapan dari suatu konsep pada kehidupan sehari-hari. Menurut Mohamad Syarif Sumantri (2015: 374) secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya, untuk melakukan sesuatu.

Langkah-langkah pembelajaran problem based learning dengan contoh terapan adalah sebagai berikut.

(25)

25 2) Guru membagi siswa dalam kelompok kecil (3-4 orang) dan

memberikan permasalahan kepada siswa.

3) Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal- hal berikut.

- Mendefinisikan masalah.

- Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.

- Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. - Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan

masalah.

4) Siswa melakukan kajian secara individu berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan dengan cara mencari sumber di buku atau internet.

5) Siswa kembali pada kelompok semula untuk melakukan tukar informasi dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah.

6) Beberapa kelompok menyajikan solusi yang mereka temukan.

7) Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran.

b. Model Saintifik

(26)

26 mengikuti saat menjawab pertanyaan, mendefinisikan masalah,

membentuk hipotesis, eksperimen dan melakukan pengamatan.

Menganalisis data dan membuat kesimpulan, dan mempublikasikan,

menerima umpan balik, dan merevisi seperlunya. Menurut Alfred De Vito

(Saefuddin. H.A dan Ika. B, 2014: 43), pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah- langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmah. Menurut Saefuddin. H.A dan Ika. B (2014: 43), pendekatan saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Jadi model saintifik merupakan model pembelajaran yang menggunakan langkah-langkah saintis yaitu mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hioptesis, mengumpulkan data, menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan.

Menurut Daryanto (2014: 53), pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Berpusat pada siswa

2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam merekonstruksi konsep, hukum, atau prinsip

3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangkan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa

(27)

27 Menurut Abdul Majid dan Chaerul Rochmah (2015: 70-71), pendekatan saintifik memuat kriteria-kriteria berikut.

1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2) Penjelasan guru, respons siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analisis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran.

6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik system penyajiannya.

(28)

28 2) Menanyakan pertanyan-pertanyaan

3) Membangun hipotesis dan prediksi 4) Mencoba atau menguji hipotesis

5) Meringkas atau menganalisis data untuk menarik kesimpulan

6) Mengkomunikasikan penemuan dan proses kainnya, secara lisan atau tertulis

7) Mengidentifikasi pertanyaan baru

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran saintifik menurut Saefuddin. H.A dan Ika. B (2014: 47) adalah sebagai berikut :

1) Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari- hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dana tau menyimak.

2) Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prosedur, hukum dan teori, hingga berpikir metakognitif. Proses menanya dilakukan melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri, termasuk dengan menggunakan bahasa daerah,

(29)

29 keterampilan berkomunikasi melalui cara kerja ilmiah. Kegiatan ini melalui membaca sumber lain selain buku teks, mengamati aktivitas, kejadian, atau objek tertentu, memperoleh informasi, menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk mesin komputasi dan otomasi sangat disarankan dalam kegiatan ini.

4) Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktivitas antara lain menganalisa data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik.

5) Kegiatan mengkomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengkomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau unjuk karya.

(30)

30 hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan.

3. Keefektifan Pembelajaran Aritmatika Sosial di SMP dengan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Contoh Terapan dan Pendekatan Saintifik

a. Pengertian Keefektifan

Keefektifan berasal dari bahasa Inggris effective yang berarti berhasil, tepat, atau manjur. Menurut Syaiful. B (2006: 77) efektifitas dapat terjadi bila ada kesesuaian dari semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran, sebagai persiapan tertulis. Menurut Mochamad .M (2014) belajar matematika yang efektif berhubungan dengan pembelajaran matematika yang dilakukan guru. Strategi dan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam matematika membantu siswa memahami konsep matematika lebih mendalam. Menurut Mohamad Syarif Sumantri (2015: 1), keefektifan adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini dapat dipadankan dalam pembelajaran seberapa jauh tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan capaian kualitas, kuantitas, dan waktu. Menurut Hamzah. B Uno (2007: 138) bahwa keefektifan pembelajaran diukur d engan tingkat pencapaian siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

(31)

31 Strategies for providing effective learning environments include not only preventing and responding to misbehavior but also, more important, using class time well, creating an atmosphere that is conducive to interest and inquiry, and permitting activities that engage students' minds and imaginations (Slavin, 2006: 351).

Artinya bahwa cara untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif tidak hanya dengan mencegah perbuatan atau sikap yang buruk pada saat di kelas, tetapi lebih dari itu, menggunakan waktu yang baik, membuat suasana yang kondusif untuk menarik perhatian dan menyelidiki, serta mengadakan aktivitas yang melibatkan pikiran dan imajinasi siswa.

Menurut Kemp, dkk (1994: 288) pembelajaran dikatakan efektif jika dapat menjawab pertanyaan “sampai tingkat mana siswa-siswa telah menyelesaikan tujuan pembelajaran yang ditetapkan di dalam setiap unitnya?” Keefektifan ini dapat diketahui dari skor tes, tingkat proyek dan kinerja, serta dokumen observasi tentang perilaku pembelajar.

Tercapainya tujuan pembelajaran dari penelitian ini dilihat dari kemampuan pemecahan masalah siswa. Ketercapaian tujuan pembelajaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah yang dilaksanakan. Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan efektif jika rata-rata nilai siswa lebih dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan di SMP N 1 Cepiring yaitu 75.

(32)

32 dipisahkan dalam pembelajaran matematika. Disebutkan bahwa “problem

solving is an integral part of all mathematics learning, and so it should not

be an isolated part of the mathematics program” (www.nctm.org). Sedangkan menurut Hudojo (Wahyudi dan Inawati Budiono, 2012: 81) pemecahan masalah adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya.

Menurut Wahyudi dan Inawati Budiono (2012: 82) soal matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari dikelas, sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih karena prosedur yang digunakan tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Sedangkan menurut Shadiq (2004: 10) suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin.

Menurut Polya (1988: 6-14), terdapat empat tahap dalam pemecahan masalah, yaitu:

1) Memahami masalah

(33)

33 kepada siswa untuk membanntunya dalam memahami masalah, antara lain:

- Apakah yang diketahui dari soal? - Apakah yang ditanyakan soal?

- Apakah saja informasi yang diperlukan? - Bagaimana akan menyelesaikan soal?

Menurut Fajar Shadiq (2004: 11) dalam memahami masalah hal-hal penting hendaknya dicatat, dibuat tabelnya, ataupun dibuat sket atau grafiknya. Tabel serta gambar dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami masalah. Selain itu dengan mencatat hal-hal penting serta memvisualisasikannuya diharapkan mempermudah dalam mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya.

2) Merencanakan penyelesaian masalah

Dalam merencanakan penyelesaian masalah, siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.

3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Dalam tahap ini rencana yang telah direncanakan kemudian dilakukan termasuk proses perhitungan hingga di dapat solusi.

4) Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh

(34)

34 - Mencocokkan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan.

- Menginterpretasikan hasil yang diperoleh.

- Mengidentifikasi adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian masalah.

- Mengidentifikasi adakah jawaban atau hasil lain yang memenuhi. Kemampuan pemecahan masalah ini dapat diukur berdasarkan indikator-indikator tertentu. Menurut Sri Wardhani (2010: 22) indikator keberhasilan memecahkan masalah ditunjukkan oleh kemampuan :

1) Menunjukkan pemahaman masalah.

2) Mengorganisir data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

3) Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. 4) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. 5) Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. Menurut Cawley (You-Jin Seo, 2008: 2) terdapat tiga tipe masalah dalam area pemecahan masalah matematika : word problems, subject area (e.g., science and recreation) application problems, dan

decision-making and argument problem. Salah satu tipe pemecahan

(35)

35 pemecahan masalah matematika pada sekolah dasar dan sekolah menengah.

Menurut Morton dan Qu (2013: 88), mathematics word problem

merepresentasikan banyak skenario dunia nyata. Menurut Sajadi, Amiripour, & Rostamy-Malkhalifeh (2013: 4) word problem sebenarnya merupakan sebuah soal cerita. Montague (Sajadi, Amiripour, & Rostamy-Malkhalifeh, 2013:2) mendefiniskan mathematics word problem sebagai suatu proses yang melibatkan dua tahapan, yaitu masalah “representasi dan “eksekusi masalah”. Keberhasilan menyelesaikan masalah tidak mungkin tanpa didahului representasi masalah yang tepat. Representasi masalah yang tepat berfungsi untuk membimbing siswa menuju rencana solusi.

(36)

36 Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem merupakan kemampuan untuk memecahkan

masalah yang berkaitan dengan dunia nyata yang disajikan dalam bentuk cerita atau narasi. Kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem ini dapat diukur berdasarkan indikator-indikator tertentu.

Indikator kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem antara lain kemampuan memahami masalah, kemampuan memodelkan masalah, kemampuan memilih dan mengembangkan strategi pemecahan masalah, kemampuan menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru, dan kemampuan menentukan solusi.

B. Penelitian yang Relevan

1. Hasil penelitian Adi Setiawan (2016) yang berjudul Efektivitas Model Problem Based Learning ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah

dan Kreativitas matematis dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Ngaglik Sleman menunjukkan bahwa model problem based learning lebih efektif dari model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan model problem based learning lebih efektif dari model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kreativitas matematis.

(37)

37 dengan Pendekatan Problem Posing pada Pembelajaran Geometri Bangun Datar ditinjau dari Prestasi Belajar Matematika, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Minat Belajar Siswa SMP menunjukkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model problem based learning dan model discovery learning dengan pendekatan problem posing efektif ditinjau dari

prestasi belajar matematika, kemampuan pemecahan masalah, dan minat belajar siswa SMP dan tidak terdapat perbedaan keefektifan antara kedua model ditinjau dari prestasi belajar matematika, kemampuan pemecahan masalah, dan minat belajar siswa SMP.

C. Kerangka Pikir

Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang selalu diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Pembelajaran matematika pada setiap jenjang pendidikan ini tentunya memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Salah satunya adalah agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik.

(38)

38 Salah satu tipe masalah dalam mathematical problem solving adalah word problems. Mathematics Word Problem merupakan kemampuan

pemecahan masalah yang berupa cerita atau narasi. Kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan penting. Sayangnya kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa word problem merupakan salah satu masalah yang umum pada siswa sekolah dasar dan menengah.

Salah satu materi yang banyak memuat soal-soal word problem adalah aritmatika sosial. Pokok bahasan dalam aritmatika sosial seperti untung, rugi, bunga tunggal, dan diskon merupakan contoh-contoh penerapan dari konsep persentase. Hal ini menjadikan banyak soal-soal terapan berbentuk word problem dalam materi aritmatika sosial.

Penerapan kurikulum 2013 di Indonesia menjadikan saintifik sebagai model pembelajaran yang banyak digunakan. Model saintifik terdiri dari lima langkah yaitu mengamati, menanya, mengumpulkann informasi/mencoba, menganalisis, dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah dalam model saintifik membantu siswa untuk menyelesaikan masalah. Hal ini menjadikan model saintifik sebagai salah satu model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mampu memecahkan masalah.

Problem based learning merupakan pembelajaran yang dimulai dari

(39)

39 based learning berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi proses belajar

siswa tetapi tidak mengontrol proses diskusi dan investigasi secara langsung. Model pembelajaran problem based learning dengan contoh terapan adalah model pembelajaran pembelajaran yang menerapkan model problem based learning pada kegiatan pembelajaran dan menggunakan contoh terapan pada

kegiatan motivasi di pendahuluan.

Model problem based learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk banyak berinteraksi dengan berbagai masalah, terutama masalah dalam kehidupan nyata. Masalah dalam kehidupan nyata biasanya berbentuk soal cerita yang merupakan bagian dari mathematics word problem. Hal ini menjadikan siswa akan memiliki banyak pengalaman berinteraksi dengan soal-soal mathematics word problem dan dengan sendirinya memberikan kesempatan kepada siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem yang lebih maksimal. Selain itu dengan

menggabungkan model problem based learning dengan contoh terapan akan memberikan lebih banyak kesempatan kepada siswa untuk banyak berinteraksi dengan soal-soal mathematics word problem.

D. Hipotesis Penelitian

(40)

40 1. Pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan contoh terapan efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP.

2. Pembelajatan menggunakan pendekatan model efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP. 3. Pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan contoh

(41)

41 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Eksperimen semu merupakan jenis penelitian yang dilakukan

untuk memperoleh informasi yang tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan model problem based learning dengan contoh terapan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah

mathematics word problem siswa SMP serta mengetahui manakah yang lebih

efektif antara pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan pembelajaran menggunakan model saintifik ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa SMP.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest non-equivalent group design. Secara skematis, desain dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Desain Penelitian Pretest- Posttest Non-Equivalent Group Design

Kelas Pre- Test Treatment Post-Test

Eksperimen P1 X P2

Kontrol P1 Y P2

Keterangan:

(42)

42 menggunakan model pembelajaran problem based learning dengan contoh terapan.

Y = Perlakukan untuk kelas kontrol yaitu pembelajaran matemaatika menggunakan model saintifik.

Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Menentukan sampel penelitian.

2. Memberikan pretest untuk mengukur kemampuan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari serta kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa.

3. Memberikan perlakuan berupa penerapan model pembelajaran problem based learning dengan contoh terapan untuk kelas ekdperimen dan pedekatan saintifik untuk kelas kontrol.

4. Memberikan posttest untuk mengukur pemahaman akhir siswa tentang materi yang telah dipelajari serta kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem setelah diberikan perlakuan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

(43)

43 2. Waktu Penelitian

[image:43.595.97.550.220.736.2]

Penelitian dilaksanakan pada 9 Februari 2017 sampai dengan 28 Februari 2017 pada materi aritmatika sosial dengan jadwal penelitian sebagai berikut.

Tabel 5. Jadwal Penelitian Pertemuan

ke-

Kegiatan Kelas Eksperimen (PBL dengan contoh terapan)

Kelas Kontrol (Model saintifik)

Waktu Kegiatan Waktu Kegiatan

1 Kamis, 9 Februari 2017 pukul 09.40 s.d 11.00

Pretest Jum’at, 10 Februari 2017 pukul 9.20 s.d 10.40

Pretest

2 Selasa, 14 Februari 2017 pukul 11.15 s.d 13.15

Menentukan hubungan antara keuntungan dan kerugian.

Menyelesaikan masalah berkaitan dengan untung rugi.

Sabtu, 11 Februari 2017

pukul 11.20 s.d 12.20

Menentukan hubungan antara keuntungan dan kerugian.

Menyelesaikan masalah berkaitan dengan untung rugi.

3 Kamis, 16 Februari 2017 pukul 09.40 s.d 11.00

Menentukan bunga dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bunga.

Jumat, 17 Februari 2017

pukul 9.20 s.d 10.40

Menentukan bunga dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bunga.

4 Selasa, 21 Februari 2017 pukul 11.15 s.d 13.15

Menentukan diskon dan pajak. Menyelesaikan

masalah yang

berhubungan dengan diskon dan pajak.

Sabtu, 18 Februari 2017

pukul 11.20 s.d 12.20

Menentukan diskon

dan pajak.

Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan diskon dan pajak.

5 Kamis, 23 Februari 2017 pukul 09.40 s.d 11.00

Menentukan hubungan antara bruto, neto, dan tara. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bruto, neto, dan tara.

Jumat, 24 Februari 2017

pukul 9.20 s.d 10.40

Menentukan hubungan antara bruto, neto, dan tara.Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bruto, neto, dan tara.

6 Selasa, 28 Februari 2017 pukul 11.15 s.d 13.15

Posttest Sabtu, 25 Februari 2017

pukul 11.20 s.d 12.20

(44)

44 C. Subjek dan Sampel Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 1 Cepiring tahun pelajaran 2016/ 2017 sebanyak 272 siswa yang belum mempelajari materi aritmatika sosial. Siswa di SMP N 1 Cepiring memiliki rata-rata kemampuan matematika menengah ke atas.

2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 68 siswa dengan 34 siswa mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan model saintifik dan 34 siswa mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan model problem based learning dengan contoh terapan.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran yang terdiri dari model problem based learning dengan contoh terapan dan model saintifik.

2. Variabel Terikat

(45)

45 3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar, alokasi waktu, dan materi pelajaran yang sama antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

E. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model problem based learning dengan contoh terapan dan model saintifik.

Problem based learning merupakan pembelajaran yang dimulai dari

masalah. Masalah yang disajikan pada problem based learning merupakan masalah kehidupan nyata. Masalah tersebut diselesaikan siswa dengan diskusi dan investigasi dalam kelompok kecil yang kolaboratif sehingga dapat menghasilkan suatu produk atau kinerja (presentasi). Guru dalam problem based learning berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi

proses belajar siswa tetapi tidak mengontrol proses diskusi dan investigasi secara langsung.

Model pembelajaran problem based learning dengan contoh terapan adalah model pembelajaran pembelajaran yang menerapkan model problem based learning pada inti pembelajaran dan menggunakan contoh

(46)

46 merupakan soal- soal penerapan dari suatu konsep yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Model saintifik merupakan suatu model pembelajaran yang mengadopsi metode saintifik. Metode saintifik merupakan serangkaian prosedur yang digunakan saintis dalam menjawab pertanyaan. Jadi model saintifik merupakan model pembelajaran yang menggunakan langkah- langkah sains yaitu mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hioptesis, mengumpulkan data, menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan.

2. Variabel Terikat

(47)

47 F. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). RPP dan LKS yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu RPP dan LKS dengan model pembelajaran problem based learning dengan contoh terapan untuk kelas eksperimen dan RPP dan LKS dengan model saintifik untuk kelas kontrol.

G. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Penelitian

a. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari soal pretest dan posttest. Pretest dan posttest diberikan kepada kelas eksperimen

dan kelas kontrol. Pretest dilaksanakan sebelum siswa diberikan perlakuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap KD yang akan dipelajari dan kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem awal siswa. Posttest dilaksanakan setelah siswa diberikan perlakuan untuk mengetahui

pemahaman siswa terhadap KD yang telah dipelajari dan kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem setelah diberi perlakuan. b. Instrumen Nontes

(48)

48 Dalam penelitian ini, lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan contoh terapan dan pembelajaran menggunakan model saintifik sesuai dengan RPP berturut-turut di kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2. Validitas Instrumen

Validitas yang digunakan dalan penelitian ini adalah validitas isi. Validitas ini berarti suatu tes mampu mengukur cakupan substansi yang ingin diukur. Untuk mengetahui validitas isi, instrumen dikonsultasikan kepada ahli (expert judgment) untuk diperiksa apakah instrumen sudah mewakili apa yang akan diukur. Setelah dievaluasi oleh validator ahli, peneliti melakukan evaluasi berdasarkan masukan yang diberikan. Validator ahli dalam validasi instrumen penelitian ini adalah dua dosen ahli yaitu Dwi Lestari, M.Sc. dan Wahyu Setyaningum, Ph.D. Hasil dari validasi dalam penelitian ini berupa instrumen yang telah dinyatakan valid. 3. Reliabilitas Instrumen

Instrumen dikatakan reliabel apabila hasil evaluasi yang dihasilkan konsisten jika digunakan untuk subjek yang sama. Untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach yaitu :

Keterangan:

= Reliabilitas instrumen

(49)

49 = Jumlah varians skor tiap-tiap butir

= Varians total

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan SPSS 21, diperoleh reliabilitas instrumen pretest 0,424 dan reliabilitas instrumen posttest sebesar 0,538.

H. Teknik Pengumpulan Data 1. Pretest dan Posttest

Pretest dan posttest digunakan untuk memperoleh data

kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Pretest dilakukan sebelum perlakuan diberikan, sedangkan posttest diberikan setelah siswa dikenai perlakuan. Perlakuan yang dimaksudkan adalah pembelajaran matematika dengan model problem based learning dengan contoh terapan dan model saintifik.

2. Observasi

(50)

50 I. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum ketercapaian berdasarkan data pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Teknik statisik yang digunakan untuk mendeskripsikan data berupa nilai rata-rata, simpangan baku, skor terendah, skor tertinggi. Perhitungan analisis deskriptif dilakukan dengan bantuan SPSS 21.

2. Analisis Data

a. Uji Asumsi Analisis 1) Uji Normalitas

Uji normalitas adalah suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data dari masing- masing kelas problem based learning dengan contoh terapan dan model saintifik berdistribusi normal atau tidak. Jika data tersebut berdistribusi normal maka dapat menggunakan statistik parametrik. Sedangkan jika data tersebut tidak berdistribusi normal dapat menggunakan statistik non-parametrik.

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov taraf signifikasi 0,05. Hipotesis uji normalitas distribusi data

adalah sebagai berikut.

(51)

51 Dalam hal ini, H0 akan diterima jika taraf signifikansi lebih dari 0,05. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program software SPSS 21.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kelompok memiliki varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas pada penelitian ini menggunakan dengan bantuan SPSS 21. Hipotesis uji homogenitas varians kelompok data adalah sebagai berikut.

H0 : H1 :

Keterangan:

: Varians skor tes kelas eksperimen : Varians skor tes kelas kontrol

Keputusan uji dan simpulan diambil pada taraf signifikansi 0,05. Dalam hal ini H0 akan diterima jika taraf signifikansi lebih dari 0,05.

b. Uji Hipotesis

(52)

52 Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dilakukan uji kesamaan rata-rata. Uji kesamaan rata-rata dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rumusan hipotesis uji kemampuan awal adalah sebagai berikut.

H0 : H1 :

Keterangan:

= rata-rata nilai pretest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem kelas problem based learning dengan contoh terapan.

= rata-rata nilai pretest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem kelas model saintifik.

Keputusan uji dan simpulan diambil pada taraf signifikansi 0,05. Dalam hal ini H0 akan diterima jika taraf signifikansi lebih dari 0,05.

Setelah dilakukan uji kesamaan rata-rata, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Berikut ini adalah penjabaran dari pengujian hipotesis akan yang dilakukan.

1) Uji hipotesis pertama

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis pertama menggunakan uji one sample t-test. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut:

(53)

53 Keterangan:

= rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem kelas problem based learning dengan contoh terapan.

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Statistik ujinya adalah :

Keterangan :

= rata- rata nilai posttest

= nilai yang dihipotesiskan (75) = simpangan baku

= banyaknya siswa

Kriteria keputusan H0 ditolak jika thitung > t(α, n-1). Uji hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.

2) Uji hipotesis Kedua

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis kedua menggunakan uji one sample t-test. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut:

(54)

54 = rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah

mathematics word problem kelas model saintifik

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05. Statistik ujinya adalah :

Keterangan :

= rata- rata nilai posttest

= nilai yang dihipotesiskan (75) = simpangan baku

= banyaknya siswa

Kriteria keputusan H0 ditolak jika thitung > t(α, n-1). Uji hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS dengan kriteria keputusan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.

Selanjutnya, jika model problem based learning dengan contoh terapan dan model saintifik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem, maka pengujian dilanjutkan ke perngujian perbedaan rata- rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah . Data diolah dengan bantuan SPSS. Rumusan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.

(55)

55 Keterangan:

= rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem kelas problem based learning dengan contoh terapan.

= rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem kelas model saintifik.

Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis yaitu H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Uji beda rata- rata di atas digunakan untuk menentukan keberlanjutan uji hipotesis rumusan masalah ketiga.

3) Uji Hipotesis Ketiga

Analisis yang dilakukan pada pengujian hipotesis ketiga menggunakan uji independent sample t-test. Pengajuan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

Keterangan :

= rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem kelas problem based learning dengan contoh terapan.

= rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem kelas model saintifik.

Taraf signifikansi (α) adalah 0,05.

(56)

56 Dengan

Keterangan :

= varians sampel pada kelas eksperimen = varians sampel pada kelas control = banyaknya siswa pada kelas eksperimen = banyaknya siswa pada kelas control

rata- rata nilai posttest kelas eksperimen rata- rata nilai posttest kelas control

(57)

57 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian quasi eksperimen. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Cepiring pada 9 Februari 2017 sampai dengan 28 Februari 2017 pada materi aritmatika sosial. Penelitian dilaksanakan di dua kelas yaitu kelas VII G dan VII E. Kelas VII G sebagai kelas eksperimen yang diberikan perlakuan berupa pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan contoh terapan. Sedangkan kelas VII E sebagai kelas kontrol yang

diberikan perlakuan berupa pembelajaran menggunakan model saintifik. Data dalam penelitian ini berupa nilai pretest dan nilai posttest pencapaian indikator dan kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem.

1. Pelaksanaan Pembelajaran

Sebelum penelitian dilaksanakan, telah disusun perangkat pembelajaran dan instrument penelitian dengan materi aritmatika sosial. Perangkat pembelajaran terdiri dari RPP dan LKS. Sedangkan instrument penelitian yang digunakan berupa instrument tes pencapaian indikator dan kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem. Pembelajaran berlangsung selama enam kali pertemuan dan dilaksanakan berdasarkan RPP.

(58)

58 dengan RPP yang telah dibuat oleh peneliti. Keterlaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan yang terdapat dalam lampiran.

[image:58.612.141.524.331.450.2]

Persentase keterlaksanaan pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol termasuk dalam kategori baik yaitu mencapai 96,34% untuk kelas eksperimen dan 97,5% untuk kelas kontrol. Persentase keterlaksanaan pembelajaran kelas eksperimen dan kontrol untuk setiap pertemuan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Keterlaksanaan Pembelajaran

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

1 90,24% 95%

2 100% 100%

3 95,12% 100%

4 100% 95%

Rata-rata 96,34% 97,5%

(59)

59 terdapat kegiatan yang harus didiskusikan secara kelompok. Kegiatan yang dilakukan secara berkelompok adalah menentukan informasi penting dari suatu masalah dan menentukan langkah-langkah penyelesaianya. Kemudian siswa mencoba menyelesaikan masalah tersebut secara individu. Setelah itu barulah siswa kembali mendiskusikan solusi yang diperoleh setiap anak. Ketika siswa berdiskusi mengerjakan LKS peneliti berkeliling mengamati jalannya diskusi.

Setelah selesai berdiskusi dan mengerjakan LKS, beberapa kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan siswa lain memberikan tanggapannya. Kemudian peneliti memberikan tanggapan tentang hasil presentasi dan memberikan penguatan terkait materi yang dibahas. Selanjutnya, jika masih ada sisa waktu peneliti memberikan soal evaluasi kepada siwa. Pada akhir pembelajaran peneliti membantu memfasilitasi siswa untuk merangkum materi pembelajaran.

(60)

60 ada pada LKS secara berkelompok dan menalar untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya.

Setelah selesai berdiskusi dan mengerjakan LKS, beberapa kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan siswa lain memberikan tanggapannya. Kemudian peneliti memberikan tanggapan tentang hasil presentasi dan memberikan penguatan terkait materi yang dibahas. Selanjutnya, jika masih ada siswa waktu peneliti memberikan soal evaluasi kepada siwa. Pada akhir pembelajaran peneliti membantu memfasilitasi siswa untuk merangkum materi pembelajaran.

2. Analisis Deskriptif

Data yang digunakan pada analisis deskriptif ini adalah data yang diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum dan setelah perlakuan. Analisis deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum ketercapaian berdasarkan data pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Teknik statisik yang digunakan untuk mendeskripsikan data berupa nilai rata-rata, simpangan baku, skor terendah, skor tertinggi.

a. Data Hasil Tes Pencapaian Indikator

(61)
[image:61.612.143.520.193.330.2]

61 dan kelas kontrol setelah perlakuan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Data hasil tes pencapaian indikator siswa disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Analisis Dreskriptif Pencapaian Indikator Deskrisi Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Skor Awal

Skor Akhir

Skor Awal

Skor Akhir

Jumlah Siswa 34 34 34 34

Rata-rata 47,4785 83,5276 46,3859 79,4953

Simpangan Baku 8,23308 8,47145 8,81482 5,27610

Nilai Maks Teoritis 100 100 100 100

Nilai Min Teoritis 0 0 0 0

Rata-rata nilai pretest pencapaian indikator di kelas eksperimen adalah 47,4785 dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai lebih dari KKM yaitu 75. Setelah diberikan perlakuan dengan model problem based learning (PBL) dengan contoh terapan, rata-rata nilai posttest pencapaian indikator mencapai 83,5276. Sedangkan rata-rata pretest pencapaian indikator di kelas kontrol adalah 46,3859 dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai lebih dari KKM yaitu 75. Setelah diberikan perlakuan dengan model saintifik, rata-rata nilai posttest pencapaian indikator mencapai 79,4953.

b. Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Mathematics Word Problem Siswa

(62)

62 kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa pada kedua kelas sebelum perlakuan. Pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah mathematics word problem siswa. Data posttest merupakan hasil tes kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem siswa pada kedua kelas setelah perlakuan. Posttest bertujuan untuk

[image:62.612.151.511.347.479.2]

mengetahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah mathematics word problem dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8. Analisis Dreskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Mathematics Word Problem

Deskrisi Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Skor

Awal

Skor Akhir

Skor Awal

Skor Akhir

Jumlah Siswa 34 34 34 34

Rata-rata 37,2941 81,7647 36,8235 77,7647 Simpangan Baku 8,16322 8,13171 8,04710 7,70304

Nilai

Gambar

Tabel 1. Persentase Pengusaan Materi Soal Ujian Nasional SMP Tahun 2014/2015 untuk Soal-Soal Berbentuk Word Problem
Tabel 2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Aritmatika Sosial
Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Arends
Tabel 5. Jadwal Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah awal penelitian peramalan kunjungan wisman menggunakan GRNN dengan membuat plot data runtun waktu kunjungan wisman ke Indonesia.. Plot

Bantuan sosial melalui pola transfer uang dilaksanakan dengan mentransfer dana bantuan sosial langsung kepada kelompok penerima manfaat sehingga secara langsung

Total berat kering oven bibit pada kombinasi perlakuan M 3 D 2 dipengaruhi sangat nyata (P<0,01) oleh parameter total berat basah bibit dan total berat kering oven bibit

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara indeks sobek kertas dan komposisi jambul nanas Indeks sobek terendah di dapat pada komposisi 100 % jambul nanas, hal ini disebabkan oleh

Dalam media sosial Instagram pengguna menggunakan tagar sebagai sebuah tanda pada judul ( caption ) foto/video yang mereka unggah dengan tujuan agar postingan foto/video

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: seperti apa pelaksanaan pemilihan pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017; seperti apa pemilihan

113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa jo Pasal 7 (1) dan (2) Perda Kabupaten Wonogiri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Keuangan Desa: Sekretaris Desa

Pada flowchart sistem pengamanan mobil tidak aktif (OFF) akan dijelaskan ketika pemilik mobil kembali masuk mobil dan memutus tegangan pada alat sistem pengamanan