NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Klemens Setya Puja Kisworo
Nim: 121314014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Klemens Setya Puja Kisworo
Nim: 121314014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmatNya kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Kepada orang tua yang saya cintai, Ayahanda Agustinus Suhadi dan Ibunda
Agatha Sutantini.
3. Kedua kakak saya yang telah mendukung dan memberi semangat.
4. Monica Inggrid Kurniawan yang selalu memberi semangat dan motivasi
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat saya yang telah memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2012 yang telah berjuang bersama.
7. Para pendidik dan saudara-saudaraku yang telah membantu, membimbing,
v MOTTO
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat
(Winston Churchill)
Life is just script to play.
The good news is, you can choose the character you want to play
(Monica Ingrid Kurniawan)
Jangan pernah berhenti melangkah ketika kamu ingin mencapai tujuanmu
viii ABSTRAK
NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL
Oleh : mengembangkan nasionalismenya pada zaman kolonial; (3) Sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.
Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan : pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu sosial-politik dengan model penulisan deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya nasionalisme I.J. Kasimo merupakan akibat dari adanya sistem feodalisme dan kolonialisme yang dialaminya sejak kecil. Selain itu aspek lain yang yang mendorongnya menjadi seorang yang nasionalis adalah ajaran-ajaran dari Pastor van Lith serta kegemarannya membaca buku-buku yang berkaitan dengan sosial politik. (2) I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme dengan cara yang evolusioner. Ia bekerjasama dengan kaum pergerakan lainnya untuk mendapatkan hak mereka dengan meyakinkan pemerintah kolonial menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. (3) I.J. Kasimo memberikan banyak pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar hidup toleran dan berjuang sepenuh hati untuk mempertahankan NKRI.
ix ABSTRACT
I.J. KASIMO NASIONALISM IN COLONIAL ERA
By:
Klemens Setya Puja Kisworo
University of Sanata Dharma
2017
This study aims to describe and analyze three major problems; they are: (1) the background of I.J. Kasimo who had developed nationalism in colonial era; (2) the process of I.J. Kasimo in developing his nationalism in colonial era. (3) I.J. Kasimo’s conceptual contribution of nationalism for Indonesian society.
This study is based on factual historical research involving selection topics, researches collection, verification, interpretation, and historiography. Approaches that has been used is a multidimensional approach. It is a socio-political science with an analytical model of descriptive writing.
The result of the study showed that : (1) The emergence nationalism of I.J. Kasimo were is the result of feudalism and colonialism’s system that he had been undergone since he was a child. Other than that, other aspects that pushed him to be a nationalism were the teachings from Pastor van Lith and the hobby of reading books related to social politics. (2) I.J. Kasimo developed nationalism in an evolutionary way. He cooperated with other movements to get their rights by convincing the colonial’s government using ways that were not contradicting to the law. (3). I.J. Kasimo had offered many lessons for the people of Indonesia. He taught the whole community of Indonesia to live a tolerant life and striving wholeheartedly to maintain NKRI.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Nasionalisme I.J. Kasimo Pada Zaman Kolonial”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata
Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan
Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Sharma Yogyakarta.
3. Dra. Theresia Sumini, M.Pd. selakuKetua Progam Studi Pendidikan
Sejarah Universitas Sanata Dharma yang memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah sabar
membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta
xii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J. Kasimo ... 27
xiii
A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai katolik ... 32
B. Mengaktualisasikan Nasionalisme Melalui Voolksraad ... 42
C. Mendukung Petisi Soetardjo dan GAPI ... 50
D. I.J. Kasimo pada Zaman Jepang ... 54
BAB IV SUMBANGAN PEMIKIRAN I.J. KASIMO ... 58
A. Bagi Dunia Politik ... 58
B. Bagi Umat Katolik di Indonesia ... 67
C. Bagi Keberagaman di Indonesia ... 72
BAB V KESIMPULAN ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 80
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ignatius Joseph Kasimo adalah salah satu tokoh Katolik Indonesia yang
dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada tanggal 8 November 2011.1 Ia dinilai pantas mendapatkan gelar Pahlawan
Nasional karena berjasa sebagai salah satu tokoh pelaku sejarah pergerakan awal
kemerdekaan Indonesia. Tokoh ini memiliki jiwa kepemimpinan yang nasionalis,
jujur, berani, dan konsisten. I.J Kasimo juga memberikan teladan nyata dalam
pengabdian tanpa pamrih bagi bangsa serta melaksanakan politik yang beretika
dan bermartabat.
I.J. Kasimo dilahirkan dalam zaman di mana rakyat mulai sadar dan
bangkit melawan penjajah Belanda. Pada awal abad ke-20 berbagai organisasi
pergerakan nasional didirikan. Mula-mula masih bersikap hati-hati dan
terselubung “meningkatkan martabat rakyat”. Akan tetapi kemudian makin berani
dan makin terang-terangan. Tujuan perjuangannya, yaitu : kemerdekaan
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1908 Boedi Oetomo didirikan.2 Tiga tahun
kemudian golongan Islam mendirikan Sarekat Islam. Lalu disusul Indische Partij
oleh E.F.E. Douwes Dekker. Kemudian Jong Java, Pasundan, Jong Minahasa,
Jong Celebes, Jong Ambon dan Jong Sumatranen Bond. Indonesia benar-benar
dilanda pergerakan nasional. Setahun setelah Boedi Oetomo didirikan, pada 1909
organisasi tersebut sudah mempunyai 40 cabang dengan jumlah anggota kurang
1
Benny Sabdo,“Pahlawan Nasional untuk Kasimo” Hidup, 27 November 2011, hlm. 14.
2
lebih 10.000 orang. Sarekat Islam juga tumbuh pesat sehingga antara 1917-1920
menjadi organisasi massa pertama yang sangat terasa pengaruhnya di dalam
politik Indonesia.3
Ketika I.J. Kasimo masih belajar di Muntilan, iklim pergerakan nasional
yang melanda kota-kota besar di Indonesia sudah menghembus dan
mempengaruhi murid-murid Kweekschool4 Muntilan. Akan tetapi kesempatan
yang luas baru terbuka setelah mereka meninggalkan sekolah. Pada tahun 1918,
I.J. Kasimo memasuki Middelbare Landbouwschool Bogor.5 Di sekolah tersebut
ia aktif dalam keanggotaan Jong Java yang bertujuan untuk mendidik para
anggota supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk pembangunan Jawa
Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan anggota, serta
berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri. 6
Pada tahun 1924-1960 I.J. Kasimo dipilih sebagai ketua Pakempalan
Politiek Katholiek Djawi (PPKD)7. Karena jiwa nasionalisme yang dimilikinya,
anggota PPKD meluas sampai ke luar Jawa. Untuk itu, pada 1930 nama organisasi
diubah menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa (PPKD) dan bahasa
Indonesia dijadikan sebagai bahasa organisasi. Perubahan nama terjadi lagi pada
1935, menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek Indonesia (PPKI)8
3
Tim Wartawan Kompas, I.J.Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980 , hlm. 18.
4
Kweekschool adalah sekolah pendidikan guru 6 tahun berbahasa Belanda, menyiapkan tenaga
pengajar bagi HIS (SD Pribumi 7 tahun berbahasa Belanda) dan dapat dimasuki oleh lulusan HIS.
5
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 16.
6 Ibid.,
hlm. 19.
7
Ibid., hlm. 26.
8
Pada masa pergerakan kemerdekaan, Kasimo ditunjuk sebagai anggota
Volksraad periode 1931-1942.9 Ia ikut menandatangani petisi Soetardjo yang
menginginkan kemerdekaan Hindia-Belanda.10 Dalam sebuah sidang di Volksraad
19 Juli 1932, ia mengemukakan sebuah pernyataan politik tentang kemerdekaan
Indonesia.
“ Suku-suku bangsa Indonesia yang berada di bawah kekuasaan Belanda, menurut kodratnya mempunyai hak dan kewajiban untuk membina eksistensinya sebagai bangsa dan berhak memperjuangkan pengaturan Negara sendiri sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bangsa sesuai dengan kebutuhan nasionalnya”.11
Beberapa kali ia menjabat sebagai menteri, diantaranya menjadi Menteri
Muda Kemakmuran (1947-1948), Menteri Persediaan Makanan Rakyat
(1948-1949 dan (1948-1949-1950), Menteri Kemakmuran ((1948-1949-1950), Menteri Perekonomian
(1955-1956). Ia juga sempat mendapat penghargaan Bintang Ordo Gregorius
Agung dari Paus Yohanes Pulus II pada 29 Agustus 1980.12
I.J. Kasimo merupakan seseorang yang mengubah citra golongan Katolik
sebagai unsur yang melekat pada kolonialisme menjadi bagian integral dari
bangsa Indonesia. Ia telah berjuang sejak menjadi anggota Volksraad dengan
gagasan yang mendukung perjuangan kemerdekaan antara lain dengan
mendukung petisi Soetardjo. Pada masa revolusi kemerdekaan, ia menjadi menteri
yang mengupayakan swasembada pangan ketika hubungan dengan dunia luar
terputus. Dalam persidangan konstituante ia memperjuangkan Pancasila agar tetap
9
Anhar Gonggong, “Kasimo layak jadi Pahlawan Nasional”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 6.
10
Alexander Aur, “Perjuangkan Kemerdekaan”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 7.
11 Ibid 12
menjadi dasar negara.13 Bahkan ia turut bergerilya dari desa ke desa selama
beberapa bulan dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember
1948.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada
zaman kolonial ?
2. Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan
Nasionalismenya pada zaman kolonial ?
3. Apa saja sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari Nasionalisme yang
dimilikinya bagi masyarakat Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Menjelaskan latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada
zaman kolonial.
2. Menjelaskan proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan
Nasionalismenya pada zaman kolonial.
13
3. Mendiskripsikan sumbangan-sumbangan I.J Kasimo dari Nasionalisme yang
dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat
membantu penulis memahami perjuangan-perjuangan I.J. Kasimo dalam
mengembangkan nasionalisme, sehingga tokoh ini sangat berperan dalam
mengangkat jati diri dan martabat bangsa Indonesia. Hasil penulisan skripsi juga
berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam menganalisa perjuangan-perjuangan
I.J. Kasimo pada masa kolonial. Skripsi ini pun dapat digunakan sebagai kajian
lebih lanjut bagi institusi atau lembaga terkait, mahasiswa dan pihak lain yang
membutuhkan.
E. Tinjauan Pustaka
Jika seseorang ingin menulis sejarah, maka pertama yang dibutuhkan
adalah sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam
skripsi ini antara lain buku karangan Anton Haryono berjudul Awal Mulanya
Adalah Muntilan : Missi Jesuit Di Yogyakarta14. Buku ini mendiskripsikan
sejarah penyebaran dan perkembangan misi agama Katolik di Yogyakarta pada
tahun 1914 hingga tahun 1940. Di dalamnya juga terdapat data-data mengenai
14
perkembangan umat Katolik Jawa yang sudah mempunyai organisasi politik yang
mandiri, yaitu PPKD. Selain itu, buku ini mendiskripsikan berbagai visi
kebangsaan PPKD, diantaranya terrmuat dalam pidato-pidato I.J. Kasimo di
Voolksraad. Dari pidato-pidato I.J. Kasimo ataupun visi-visi kebangsaan PPKD,
nantinya akan terlihat bagaimana perjuangan I.J. Kasimo untuk mengembangkan
nasionalisme yang tampak semakin nyata.
Sumber berikutnya adalah buku berjudul Sejarah Nasional Indonesia V
karangan Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.15 Buku ini membahas
mengenai zaman kebangkitan nasional sampai masa akhir pemerintahan Belanda
di Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai kegigihan I.J. Kasimo dalam
mengembangkan nasionalismenya lewat dukungannya agar Petisi Soetardjo dapat
diterima oleh pemerintahan Belanda. Buku ini juga menerangkan saat I.J. Kasimo
terlibat dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang kemudian ia menjadi
semakin akrab dengan tokoh pergerakan yang beragama non Katolik.
Buku Menyingkap Tirai Sejarah, Bung Karno & Kemeja Arrow16, karya
Asvi Warman Adam menguraikan bagaimana I.J. Kasimo telah berjasa mengubah
citra golongan Katolik yang semula dianggap sebagai golongan yang pro terhadap
bangsa kolonial kemudian diakui menjadi bagian integral dari bangsa Indonesia.
Citra Katolik yang melekat dengan kolonialisme dibuang, namun penampilan
golongan Katolik yang sedari dulu peduli dengan kesejahteraan rakyat yang
ditonjolkan. Buku tersebut juga memberikan gambaran bagaimana I.J. Kasimo
15
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta :PN. Balai Pustaka, 1984.
16
berjuang dengan mendirikan PPKD, masuk dalam anggota Voolksraad dan
mendukung petisi Soetardjo.
Buku Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama17 karya Mikhael Dua.
Buku ini memberikan gambaran seputar perjuangan-perjuangan tokoh Katolik
untuk mencapai kemerdekaan melalui dunia politik, salah satunya adalah I.J.
Kasimo. Buku ini juga menguraikan tentang ajaran-ajaran dari Pastor van Lith
yang mempengaruhi I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya. Dalam
mengembangkan nasionalismenya, melalui partai Katolik ia berusaha
membuktikan kepada kaum pribumi dengan bekerja sekuat-kuatnya untuk
mengembangkan kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Sejak awal
perjuangan kemerdekaan, gerakan politik Katolik secara sadar memang diarahkan
dengan menjadikan kepentingan bersama sebagai tujuan tertinggi politik Katolik,
yaitu kemerdekaan.
Buku berjudul Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia18 yang
ditulis I.J. Kasimo sendiri membahas bagaimana lahirnya golongan-golongan
Katolik yang turut memperjuangkan hak sebagai warga negara melalui partai
politik. Buku ini juga menjelaskan keterlibatan PPKD sebagai partai yang menjadi
pusat penggerak perjuangan politik Katolik di Indonesia.
Buku karya Thasadi, dkk yang berjudul Tokoh-Tokoh Pemikir Paham
kebangsaan19menguraikan bagaimana I. J. Kasimo mempunyai rasa nasionalisme
yang tinggi karena ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang merasakan betapa
sistem feodalisme dan kolonialisme yang sangat merugikan keluarganya. Buku ini
17
Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008.
18
I.J. Kasimo, Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia, Jakarta : Dewan PKRI, 1949.
19
juga menjelaskan tentang kehidupan I.J. Kasimo setelah mengenal Pastor van Lith
yang membuatnya semakin menghayati ajaran Katolik. Situasi tersebut ternyata
mampu membentuk pribadi dan pemikiran-pemikiran I.J. Kasimo sebagai
penganut agama Katolik yang taat sekaligus sebagai nasionalis yang gigih.
Semuanya itu terlihat dari aktivitas dan perjuangannya selama masa pergerakan
nasional, masa merebut kemerdekaan dan masa mengisi kemerdekaan.
Buku karya Tim Wartawan Kompas dan Redaksi Penerbit Gramedia
dengan judul I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya20, memberikan gambaran
tentang kehidupan dan perjuangan I.J. Kasimo secara keseluruhan. Buku ini
berisi tentang kehidupan I.J. Kasimo semasa kecil hingga dewasa yang kemudian
berperanan dalam berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya
serta agama.
F. Landasan Teori
Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan
beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep
nasionalisme dan kolonialisme. Hal ini bertujuan untuk memperjelas arti dari
beberapa kata penting yang sering kali digunakan dalam pembahasan sehingga
ada kesamaan pandang.
1. Nasionalisme
Boy C. Shafer mendefinisikan nasionalisme sebagai berikut: 1)
nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa serta sejarah budaya
20
bersama; 2) nasionalisme adalah suatu keinginan yang tinggi akan kemerdekaan
politik, keselamatan dan prestise bangsa; 3) nasionalisme adalah suatu kebaktian
mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati
yang disebut bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada
bagian-bagiannya; 4) nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa setiap
individu hanya hidup untuk bangsa dan demi bangsa itu sendiri; 5) nasionalisme
adalah dogma yang menyatakan bahwa bangsa sendirilah yang harus dominan di
antara bangsa-bangsa lain dan harus bertindak lebih agresif.21
Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Perasaan sangat
mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, tradisi
setempat dan penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan
kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi baru pada akhir abad ke-18 Masehi
nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara
umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk
semua segi kehidupan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi.22
Dahulu kesetiaan orang tidak ditujukan kepada negara kebangsaan, melainkan
kepada berbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi politik atau raja
feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya suku dan clan, negara kota, atau
raja feodal, kerajaan dinasti, Gereja atau golongan keagamaan. Berabad-abad
lamanya cita-cita dan tujuan politik bukanlah negara kebangsaan, melainkan
21
Boyd C. Shafer, Nationalism Myth and Reality, New York, A Harvest Book Harcourt Brace & World Inc, 1955, hlm. 6.
22
setidak-tidaknya dalam teori imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi
berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama
serta untuk menjamin perdamaian bersama.
Nasionalisme adalah salah satu dari kekuatan yang menentukan dalam
sejarah modern. Nasionalisme berasal dari Eropa Barat abad ke-18; selama abad
ke-19 nasionalisme telah tersebar diseluruh Eropa dan dalam abad ke -20 menjadi
suatu pergerakan sedunia. Dari tahun ke tahun arti nasionalisme makin bertambah
penting di Asia dan Afrika. Tetapi nasionalisme tidaklah sama di setiap negara
dan setiap zaman. Nasionalisme merupakan suatu peristiwa sejarah, jadi
ditentukan oleh ide-ide politik dan susunan masyarakat dari berbagai negara di
mana ia berakar. Sebagaimana agama, nasionalisme dapat menggambarkan
bentuk-bentuk yang sangat berbeda-beda. Hanya dengan mempelajari
pertumbuhan sejarah nasionalisme dan mengadakan penyelidikan perbandingan
tentang bentuknya yang berbeda itu, akan dipahami pengaruh nasionalisme
sekarang, dan harapan serta bahaya yang telah dibawanya dan akan terus
dibawanya, bagi kemerdekaan umat manusia dan pemeliharaan perdamaian.23
Sebelum abad nasionalisme muncul, banyak individu yang mempunyai
perasaan yang mirip dengan nasionalisme. Namun perasaan ini hanyalah terbatas
kepada individu-individu saja. Banyak rakyat melihat bahwa hidupnya hanya
tergantung kepada negaranya saja. Bisa saja bahaya dari luar membangkitkan
perasaan persatuan nasional, sebagaimana yang terjadi di Yunani selama perang
Persia atau di Perancis dalam perang Seratus Tahun.
23
Nasionalisme Indonesia dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 sebagai
nasionalisme Pancasila, yaitu religius, monoteistis, humanistis, berkerakyatan, dan
keadilan sosial. Nasionalisme dan patriotisme saling kait mengkait dan merupakan
dwi tunggal. Keduanya disumberi oleh rasa cinta, hanya arahnya berbeda. Apabila
cinta nasionalisme lebih terarah kepada sesama bangsa, maka patriotisme lebih
terarah kepada cinta tanah air dan keduanya berisikan solidaritas atau rasa setia
kawan.24
Nasionalisme Indonesia dipertegas secara khusus sebagai nasionalisme
pancasila, yaitu nasionalisme yang 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2)
ber-Perikemanusiaan yang berorientasi internasionalsime; 3) ber-Persatuan Indonesia
yang patriotik; 4) ber-Kerakyatan atau demokratis, dan; 5) ber-Keadilan sosial
untuk seluruh rakyat.25
2. Kolonialisme
Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas
wilayah dan manusia di luar batas negaranya, sering kali kolonialisme digunakan
untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar
wilayah. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang
digunakan untuk melegitimasi atau mempromosikan sistem ini, terutama
kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang
dikolonikan.26 Kekuasaan dari kolonialisme biasanya mengambil sikap
bermusuhan terhadap pergerakan nasional dan menentangnya. Kekuasaan tersebut
24
Roeslam Abdulghani, Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: Pustaka Merdeka, 1987, hal. 200.
25
Siswono Yudohusodo, dkk, Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi, Yogyakarta: Widya Patria, 1994, hlm. 35.
26
mempertahankan tata tertib yang ada sebagai realitas yang berfungsi. Ideologi
kolonialisme dengan jelas menunjukkan orientasinya ke masa lampau dan tidak
mempunyai pandangan ke masa depan. Bahkan kelompok konservatif yang
ekstrem ingin mengembalikan masa depan ke masa lampau.27
Masyarakat kolonial terbagi atas dua golongan yang berbeda, yakni
penjajah dan terjajah, dan sebagai dua kesatuan yang berlawanan kepentingannya
menciptakan situasi konflik yang permanen di berbagai bidang kehidupan. Prinsip
diskriminasi pada masyarakat kolonial, lebih memperhebat konflik ini.
Nasionalisme yang lahir, berkembang, dan terwujud sebagai pergerakan nasional
adalah suatu bentuk tanggapan terhadap situasi tersebut. Nasionalisme sebagai
faktor kekuatan juga menentukan jalannya politik kolonial. 28
Kehadiran kolonialisme di bumi Indonesia adalah fakta historis yang turut
menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.29 Bagi Indonesia, masa
kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa tersulit. Kondisi sosial dan ekonomi
pada masa 1800-an mengalami ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya
sistem kolonial yang cenderung memaksa.30 Kondisi masyarakat Jawa tidak
semakin baik tetapi semakin miskin dan mengalami pembodohan yang dilakukan
oleh pemerintah demi mencapai keuntungan ekonomi tersebut. Masyarakat Jawa
27
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari
Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jakarta : PT Gramedia, 1990, hlm. 260.
28
Sartono Kartodirdjo, op.cit., hlm. 252.
29
Ibid., hlm. 15.
30
hanya sekedar dimanfaatkan sebagai penyedia sumber tenaga kerja murah serta
memiliki tanah sangat potensial31
G. Metode dan Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1)
pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verivikasi, (4) interpretasi, (5)
penulisan.32
a. Pemilihan Topik
Penelitian ini telah menentukan topik “Nasionalisme I.J. Kasimo pada
Zaman Kolonial”. Nasionalisme pada zaman kolonial sangat menarik untuk
dibahas, karena Indonesia pada zaman itu sudah terdiri dari golongan-golongan
yang beranekaragam sehingga untuk mewujudkan nasionalisme diperlukan
kerjasama antara golongan yang satu dengan golongan yang lain.
Topik harus memiliki nilai, artinya harus berdasarkan pengalaman
manusia yang dianggap penting terutama peristiwa-peristiwa yang dapat
membawa perubahan dalam masyarakat. Bagi penulis, skripsi ini memiliki nilai
yang sangat mendalam bagi kemajemukan Indonesia di mana pada masa kolonial
orang kristiani dianggap sebagai sekutu Belanda, namun I.J. Kasimo yang selalu
mengedepankan kemerdekaan Indonesia membuktikan bahwa pada saat itu orang
kristiani tidak berpihak pada Belanda melainkan kemerdekaan untuk Indonesia.
31
Ibid., hlm. 5.
32
b. Heuristik atau Pengumpulan Sumber
Setelah topik ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan
sumber-sumber sejarah (Heuristik) baik yang berupa sumber primer dan sumber
sekunder. Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka data-data
diperoleh dari laporan-laporan penelitian tentang Nasionalisme I.J. Kasimo yang
terdapat dalam buku, majalah, maupun artikel di internet. Karena keterbatasan
sumber di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari
sumber-sumber terkait di perpustakaan Kolsani Yogyakarta dan Perpustakaan Seminari
Tinggi Santo Paulus Kentungan.
c. Verifikasi atau Kritik Sumber
Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian setelah
pengumpulan data. Ktitik sumber bertujuan untuk mengetahui kredibilitas (dapat
dipercaya atau tidaknya sebuah sumber) dan otentisitas (asli atau tidaknya)
sumber data yang dipakainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik
sumber dalam penelitian atau penulisan sejarah merupakan langkah yang harus
dilakukan untuk mengetahui apakah data yang ada dapat dipertanggungjawabkan
atau tidak.33
Langkah-langkah konkret kritik sumber dalam rangka mendapatkan data
yang kredibel menggunakan beberapa sumber buku yang terkumpul seperti pada
buku yang ditulis oleh Tim Wartawan Kompas dengan judul “I.J. Kasimo Hidup
dan Perjuangannya” yang diterbitkan oleh PT Gramedia Jakarta tahun 1980, yang
nantinya dianggap sebagai sumber primer karena buku ini menggali data dengan
33Ibid
mewawancarai I.J. Kasimo sendiri di samping kerabat, para sahabat dan
rekan-rekan seperjuangannya. Buku ini juga memuat tulisan-tulisan yang disumbangkan
oleh sejumlah tokoh masyarakat, yakni Mohammad Hatta, A.H. Nasution,
Mohammad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, Dr. T.B. Simatupang, Dr. Alfian
dan Drs. Ben Mang Reng Say yang mengungkapkan segi-segi tertentu dari hidup
dan perjuangan I.J. Kasimo.
Selain menggunakan sumber-sumber yang terdapat dalam buku, penelitian
ini juga menggunakan majalah yang pernah memuat tulisan mengenai I.J. Kasimo.
Data-data yang berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai konteks
Zaman yang dialami I.J. Kasimo. Data-data tersebut kemudian ditelaah dan
dibandingkan dengan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
d. Interpretasi
Interpretasi juga sering disebut penafsiran data. Data yang diperoleh dari
sumber kemudian diintepretasi. Terdapat dua macam interpretasi yaitu analisis
(menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta yang diperoleh melalui
sumber kemudian diinterpretasi menjadi rangkaian peristiwa yang dapat diuji
kebenarannya. Dengan demikian interpretasi data tersebut menjadi kuat karena
berdasarkan data yang relevan.
e. Historiografi atau Penulisan
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penulisan. Penulisan ini berdasarkan
data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan.
Dalam penulisan ini, penulis harus memperhatikan penyusunan cerita yang
berhubungan dengan sebab akibat dari suatu peristiwa, daya pikir untuk
menciptakan sesuatu yang ada dipikirannya berdasarkan pengalamannya.
Berdasarkan judul “Nasionalisme I.J. Kasimo pada Zaman Kolonial” yang
menyiratkan ruang dan waktu yang begitu luas, maka diperlukan sistem,
kronologi dan periodisasi dalam penulisannya, yaitu terlihat dalam pembagian
periodisasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan masa pendudukan
Jepang.
Penulisan sejarah ini dilakukan setelah melalui beberapa kriteria yang
telah tercantum dalam metode penelitian sejarah, antara lain: pemilihan topik,
pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Di samping itu
dalam penulisan sejarah haruslah sistematis yang mencakup topik, latar belakang,
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,
metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Beberapa masalah pokok yang akan dibahas pada penulisan ini adalah,
pertama : Bagaimana latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme
pada zaman kolonialisme; kedua : Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo
dalam mengembangkan nasionalismenya; ketiga : sumbangan I.J. Kasimo dari
nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.
2. Pendekatan Penelitian
Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial
yang lain. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lain agar penelitian
sejarah lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari pendekatan
tertentu.34 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan sosial
dan pendekatan politik dalam memahami Nasionalisme I.J. Kasimo.
a. Pedekatan Sosial
Pendekatan sosial adalah pendekatan yang mempelajari manusia dalam
hubungannya dengan manusia-manusia lainnya. Selain itu, dapat diartikan sebagai
pendekatan yang mempelajari perilaku dan aktivitas sosial dalam kehidupan
bersama. Pendekatan sosial dipilih karena Nasionalisme I.J. Kasimo berawal dari
lingkungan tempat tinggal Kasimo pada masa feodalisme dan kolonialisme. Ia
melihat betapa menderitanya kaum pribumi karena adanya sistem feodalisme dan
kolonialisme. Dalam pendekatan ini, akan dilihat kembali loyalitas I.J. Kasimo
beserta kaum pergerakan lain untuk bersama-sama berusaha menyejahterakan
rakyat.
b. Pendekatan Politik
Pendekatan politik merupakan pendekatan yang berorientasi pada
kebijakan-kebijakan politik. Pendekatan politik digunakan untuk melihat
kehidupan politik khususnya pada zaman kolonial di Indonesia. Pendekatan
politik juga digunakan untuk melihat kembali perjuangan I.J. Kasimo melawan
kolonialisme di Indonesia.
34
H. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini dituangkan dalam tulisan dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I pendahuluan memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi
penelitian dan pendekatan, serta sistematika penulisan.
BAB II membahas latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan
Nasionalisme pada zaman kolonial.
BAB III membahas proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam
mengembangkan Nasionalismenya pada zaman kolonial.
BAB IV membahas sumbangan pemikiran I.J. kasimo dari Nasionalisme
yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.
BAB V berisi kesimpulan. Bab ini berisi pernyataan penulis mengenai
BAB II
LATAR BELAKANG
I. J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME
A. Masa Kecil I.J. Kasimo
Permulaan abad ke-20 adalah keadaan di mana orang-orang Katolik mulai
menemukan jalan baru untuk ikut memperjuangkan nasionalisme. Hal ini
dikarenakan menjelang akhir abad ke-19, perubahan haluan politik terjadi di
negeri Belanda. Kaum Liberal yang didukung oleh partai-partai Kristen dan
Katolik menang dalam parlemen terhadap kelompok konservatif. Dengan
kemenangan ini, politik Cultuurstelsel, politik “tanam paksa” yang digulirkan
oleh van den Bosch dan didukung oleh partai konservatif pada 1830 diganti
dengan politik etis.1 Meskipun akhirnya politik etis terbilang gagal di beberapa
bidang, namun politik etis membawa pengaruh besar bagi lahirnya partai-partai
dari golongan pribumi yang nantinya memberikan semangat nasionalisme kepada
masyarakat pribumi. Dari partai-partai pribumi itulah orang Katolik mulai sadar
besarnya pengaruh politik pada nasib dan masa depan bangsa. Keterlibatan
kalangan Katolik akan sangat bermanfaat untuk ikut mempengaruhi dan
mengarahkan kebijakan-kebijakan publik selaras dengan nilai-nilai Katolik.
Salah satu tokoh Katolik yang turut memperjuangkan nasionalisme di
Indonesia adalah Ignatius Joseph Kasimo Endrawahjana. I.J. Kasimo lahir di
Yogyakarta, 10 April 1900.2 Ia dilahirkan sebagai anak keempat di antara sebelas
1
Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 27.
2
orang anak dari suami-istri Ronosentiko dan Dalikem. Ayahnya bekerja sebagai
prajurit Keraton Yogyakarta, sedangkan segala urusan rumah tangga diserahkan
kepada istrinya. Dalikemlah yang harus mengurusi segala urusan rumah tangga,
karena pada saat itu seorang prajurit Keraton tidak diperkenankan memiliki
pekerjaan lain selain mengabdi pada Sultan.
I.J. Kasimo dilahirkan di Yogyakarta, dimana sistem feodalisme saat itu
sangat merugikan rakyat kecil. Segala sesuatu dipusatkan untuk kepentingan
Sultan serta keluarganya. Kepentingan rakyat kecil tidak pernah menjadi bahan
pertimbangan utama. Hampir seluruh tanah di dalam wilayah kesultanan
misalnya, dikuasai oleh Sultan dan dibagikan kepada para pangeran (putra-putri
Sri Sultan) dan petugas-petugas kesultanan sebagai sumber kehidupan. Rakyat
kecil sudah boleh merasa bangga jika sampai dipilih menjadi bekel3 dan menerima
sebagian dari hasil tanah.4
Dalam struktur feodal yang berlaku di Yogyakarta pada waktu itu, abdi
dalem merupakan milik pribadi sultan. Ronosentiko sebagai abdi dalem prajurit
Mantrijero tidak menerima gaji. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, Ronosentiko
memperoleh sebidang tanah seluas dua jung atau kurang lebih delapan bahu
(7096,50 m2). Setelah sistem apanage5dihapuskan dan diganti dengan
undang-undang tahun 1918, ia menerima ganti berupa uang sebesar 26 gelo.6
3
Bekel adalah pengelola milik pangeran atau keluarga Sultan. Ia biasanya berfungsi sebagai lurah
oleh karena lurah sebagai kepala desa menurut pengertian sekarang, pada waktu itu belum dikenal.
4
Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980, hlm. 3.
5
Apanage adalah sistem tanah untuk jabatan sementara, sebagai upah atau gaji seorang priyayi
atau bangsawan.
6
Sejak kecil I.J. Kasimo sudah merasakan betapa sistem feodal yang
berlaku sangat merugikan rakyat kecil. Gaji ayahnya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Untuk itu ibunya harus membanting tulang untuk mencari
tambahan penghasilan dengan membuka warung dan menjadi Parealan7 serta
mengusahakan pembatikan kecil-kecilan. Melihat kerja keras ibunya, ia tidak
tinggal diam. Setiap hari Kasimo kecil pergi ke pasar bersama ibunya untuk
membeli kebutuhan sehari-hari. Ia juga membantu ibunya melayani pelanggan di
warung, mengerok batik, dan sebagainya. Setiap pagi ia membuat teh untuk
ayahnya, membersihkan rumah, dan menimba air untuk mandi.
Dalam keluarganya, I.J. Kasimo juga mendapat perlakuan tidak adil
karena sistem feodalisme pada saat itu. Pada zaman itu merupakan kebiasaan yang
lazim bahwa anak laki-laki sulung dicalonkan untuk menggantikan kedudukan
ayah. Akan tetapi karena Daliman (anak laki-laki pertama dalam keluarga
Ronosentiko) meninggal dunia ketika masih kecil, maka anak kedua yaitu
Mangoenprawiro, yang mempersiapkan untuk menggantikan ayahnya menjadi
prajurit Mantrijero.8 Sebagai calon pengganti ayahnya, kakak yang akan menjadi
priyayi ini mempunyai kedudukan istimewa di dalam keluarga. Ia adalah seorang
kompris.9 Sebagai kompris ia dibebaskan dari semua pekerjaan rumah tangga dan
setelah cukup usianya harus meninggalkan rumah untuk magang di kediaman
7
Parealan adalah tukang tukar uang di pasar.
8
Mantrijero adalah salah satu laskar prajurit professional dan prajurit pengawal Keraton
Yogyakarta.
9
Kompris berasal dari bahasa Belanda kroonprins, yang di sini berarti anak laki-laki tertua dari
seorang pangeran10 Dengan begitu semua pekerjaan untuk membantu pekerjaan
rumah tangga dibebankan oleh I.J. Kasimo dan adik-adiknya.
Selain dilahirkan di zaman feodal, Kasimo juga dilahirkan pada zaman di
mana kolonialisme Belanda di Indonesia masih sangat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan di Hindia Belanda. Khususnya pada 1901 saat sistem tanam
paksa dihapuskan dan pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru,
yaitu politik etis. Tanam Paksa dihapuskan karena alasan kemanusiaan. Tanggal
17 September 1901 pada pidato kerajaannya, Ratu Wilhemina mendesak
pemerintahan Hindia Belanda untuk menjalankan kewajiban moral
mengembangkan perbaikan nasib penduduk pribumi. Daerah jajahan seperti
Indonesia tidak harus dieksploitasi untuk memberikan keuntungan bagi negeri
Belanda. Menjadi kewajiban Belanda untuk mendidik bangsa Indonesia ke arah
pemerintahan sendiri yang harus dilakukan secara adil dan jujur berdasarkan rasa
kemanusiaan.11
Politik etis tersebut seakan memberikan harapan baru bagi kaum pribumi
karena pendidikan dan pelayanan kesehatan mulai dibangun untuk kepentingan
kaum pribumi. Banyak pengusaha mulai menanamkan modalnya di Indonesia.
Permulaan abad ke-20 ditandai oleh semangat baru: rakyat Hindia Belanda perlu
dipersiapkan untuk menangani administrasi pemerintahan. Pendidikan menjadi
fokus kebijakan baru pemerintah Hindia Belanda dan lembaga-lembaga non
pemerintah.12
10
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 5.
11
Mikhael Dua, dkk, op.cit, hlm. 27.
12
Pada kelanjutannya, politik etis dianggap gagal karena pelaksanaannya
berlangsung sangat lambat. Politik etis gagal memecahkan masalah ekonomi,
politik, dan sosial. Politik etis juga menyebabkan diskriminasi rasial semakin
kuat di kalangan masyarakat. Dalam bidang pendidikan misalnya, sistem
persekolahan oleh pemerintah Hindia Belanda waktu itu secara politis
mengelompokkan masyarakat ke dalam golongan-golongan dengan garis pemisah
yang tajam. Tidak hanya antara masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi saja,
melainkan pemerintah mendorong penggolongan-penggolongan di dalam
masyarakat pribumi sendiri. Bentuk-bentuk pengelompokan itu, selain kelas
Ongko Loro13 yang diperuntukan bagi pribumi sebagai sekolah rakyat, juga ada
sekolah Bumiputera Kelas Satu (Eerste Indlandsche-School) yang didirikan tahun
1907 dan kemudian di tahun 1914 diganti dengan nama Holland Inlandsche
School (HIS), yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi dari golongan
masyarakat kelas atas seperti bangsawan dan priyayi tinggi.14
Dalam zaman kolonialisme inilah I.J. Kasimo dilahirkan dan dibesarkan.
Sebagai anak kecil yang baru berusia 11-12 tahun, I.J. Kasimo memang
sepenuhnya belum menyadari akibat-akibat buruk yang disebabkan oleh sistem
feodalisme dan kolonialisme. Akan tetapi pengalaman pribadi yang dirasakannya
dari keadaan tersebut sangat menentukan kepribadian dan perjuangan hidupnya di
kemudian hari.
13
Ongko Loro adalah sekolah yang diperuntukkan untuk kaum pribumi.
14
B. Bertemu Pastor F. van Lith
Watak dan kepribadian I.J. Kasimo semakin terbentuk ketika ia bertemu
dengan Frans van Lith S.J. atau lebih dikenal dengan nama Pastor van Lith. Pastor
van Lith adalah seorang imam Jesuit dari Belanda yang meletakkan dasar karya
Katolik di Jawa. Ia dicintai masyarakat pribumi karena turut membela dan
berjuang bersama masyarakat pribumi dibandingkan mendukung penindasan yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Pastor van Lith selalu membela dan
memotivasi murid-muridnya supaya kelak bisa menjadi pemimpin bagi kaum
pribumi. Bahkan ia berusaha membentuk jiwa-jiwa pejuang agar kelak bisa bebas
dari penindasan bangsa asing. Ia dikenal sangat sabar dan lebih mementingkan
agar apa yang diajarkannya itu benar-benar meresap ke dalam jiwa
murid-muridnya. Apabila para pastor lain yang datang dari negeri Belanda hanya
mempunyai misi untuk membabtis orang-orang pribumi, tidak demikian dengan
Pastor van Lith. Ia berusaha keras untuk benar-benar menyelami jiwa Jawa
dahulu, baru kemudian ia memberikan pengertian kepada orang Jawa tentang
pembabtisan tersebut. Selain itu, ia juga mempelajari bahasa Jawa, bahasa Kawi
(Jawa Kuno), sejarah serta kebudayaan Jawa.15
Dalam misinya, Pastor van Lith bertujuan untuk memberikan pendidikan
yang tinggi kepada pemuda-pemuda Jawa, sehingga mereka mendapat kedudukan
yang lebih baik dalam masyarakat. Ia menyadari perasaan tertindas yang
dirasakan oleh murid-muridnya. Ia juga tahu bahwa murid-muridnya mempunyai
bibit-bibit nasionalisme yang sudah tertanam karena faktor keadaan. Tetapi Pastor
15
van Lith tidak mematikan perasaan nasionalisme itu, namun ia malah
membinanya sambil membuang sentimen negatif tentang nasionalisme.
Berkat kepedulian dan kecintaannya terhadap kaum pribumi, Pastor van
Lith mendapat julukan sebagai “Bapak orang Jawa” dan “Perintis misi Jawa”.
Pastor van Lith sangat dihormati dan disayangi oleh siswa-siswanya ataupun
bekas anak didiknya. Mereka sering menganggapnya sebagai seorang rasul.
Banyak di antara bekas siswanya yang kemudian memeluk sambil berjongkok jika
mereka bertemu kembali dengan Pastor van Lith. Di luar lingkungan Katolik pun
ia sangat dihormati dan disegani orang. Hidupnya yang sangat akrab dengan
dengan rakyat membuat Pastor van Lith diterima di semua lapisan masyarakat. Ia
diterima baik di antara para petani kecil maupun di kalangan bangsawan.16
Pengaruh imam Jesuit ini amat besar terhadap I.J. Kasimo. Ajaran-ajaran
Pastor van Lith demikian meresap dalam jiwa I.J. Kasimo sehingga dapat
dikatakan menjadi pedoman hidup dalam dirinya. Ia terkesan dengan pribadi
Pastor van Lith yang sangat menyelami jiwa Jawa, padahal ia adalah seorang
Belanda. Ia juga terkesan karena Pastor van Lith halus perangainya dan sesuai
dengan kepribadian orang Jawa. Menghadapi anak-anak yang nakal misalnya, ia
hanya melelehkan air mata. Mungkin karena ia menyelami jiwa Jawa yang lebih
dapat menerima kritik yang disampaikan secara halus daripada dimaki-maki atau
dibentak secara kasar.17 Banyak dari murid-muridnya yang memilih dipukuli
daripada melihat Pastor van Lith menangis, karena jika Romo van Lith menangis
mereka tahu bahwa Pastor van Lith sangat terluka hatinya.
16
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 181.
Berkat ajaran Romo van Lith, bibit-bibit nasionalisme yang ada pada I.J.
Kasimo semakin tertanam kuat. Ia mengajarkan kepada I.J. Kasimo untuk bekerja
keras, hidup sederhana, mempunyai rasa kemanusiaan, serta bersikap jujur dan
berani dalam mebela hak dan kepentingan rakyat yang tertindas. Ia juga
mengajarkan agar I.J. Kasimo mempunyai sikap toleransi terhadap golongan lain
yang bukan Katolik dengan memberikan kepada yang bukan Kristen kebahagiaan
dari iman kepercayaan dan permandian. Sifat-sifat seperti perikemanusiaan,
kerakyatan, kesederhanaan, kejujuran dan keberanian serta toleransi terhadap
golongan lain yang dimiliki I.J. Kasimo, sedikit banyak merupakan pencerminan
dari ajaran yang diterimanya dari Pastor van Lith yang nantinya sangat berguna
untuk memperjuangkan nasionalisme yang ia cita-citakan kelak. Banyak ucapan
Pastor van Lith yang masih diingat oleh I.J. Kasimo. Diantaranya adalah :
“ Ik leef te midden der Javanen. Ik voel en denk met hun”. (Saya hidup ditengah-tengah orang Jawa. Saya merasakan dan berpikir seperti mereka) “De Javaan is eenverschoppeling in zijn eigen land” (Orang Jawa menjadi orang yang diperlakukan dengan hina di negaranya sendiri.)18
Ucapan dari Pastor van Lith tersebut membuat I.J. Kasimo kagum karena
rasa peduli yang dimiliki Pastor van Lith terhadap kaum pribumi. Ia juga kagum
terhadap ucapannya tersebut karena Pastor van Lith yang seorang Belanda lebih
membela kaum pribumi dibandingkan bangsanya sendiri.
Tidak diragukan lagi bahwa ajaran-ajaran dari Pastor van Lith memang
menjadi faktor penting dalam menentukan watak dan kepribadian I.J. Kasimo
dalam mengembangkan benih-benih nasionalisme yang dimilikinya. Berkat
dukungan, semangat, dan kerja nyata dari Pastor van Lith untuk membebaskan
18
Indonesia dari penjajahan bangsa asing membuat I.J. Kasimo semakin berpegang
teguh pada pendiriannya. Pastor van Lith selalu menekankan kesetaraan, bahwa
pribumi sama kedudukannya dengan bangsa Belanda. Dengan kata lain, Pastor
van Lith selalu menanamkan jiwa nasionalisme kepada muridnya, termasuk I.J.
Kasimo.
C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J Kasimo
I.J. Kasimo adalah seseorang yang sangat gemar membaca. Karena
kegemarannya ini, ia menjadi seseorang yang mempunyai pikiran yang sangat
luas dan menjadi bekalnya dikemudian hari untuk turut serta membangun bangsa
Indonesia. Kegemaran membacanya ini sebenarnya ia peroleh sejak kecil.
Sewaktu kecil ia sering meminjam buku-buku milik ayahnya, Ronosentiko. Setiap
malam ia selalu membaca buku tentang babad Ramayana.
Sewaktu sekolah di Muntilan, I.J. Kasimo mempunyai lebih banyak waktu
untuk membaca. Jika ada waktu luang di sekolah, ia selalu menggunakann waktu
tersebut untuk membaca. Keadaan ini sangat berbeda sewaktu ia masih tinggal
dengan keluarganya. Setiap hari ia harus membantu ibunya untuk mengurus
kebutuhan rumah tangga. Keadaan itu membuat kesempatannya untuk membaca
hanya didapatkan sewaktu malam hari saja.
Kesempatan membaca yang banyak membuat minat membacanya makin
berkembang di Muntilan, terlebih karena ia sudah lancar berbahasa Belanda. Hal
ini membuat wawasannya semakin luas karena ia bisa mempelajari buku-buku
Sworo Tomo19 dan banyak membaca buku yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan ekonomi dan sosial. Akan tetapi kadang-kadang ia juga tertarik
dengan buku-buku lain, seperti buku-buku tentang ilmu sosiologi, agama serta
roman.20
Kegemaran membacanya ini ternyata sangat bermanfaat ketika I.J. Kasimo
menjadi anggota klub diskusi di sekolahnya. Pada waktu itu setiap murid kelas IV
harus mengikuti klub diskusi yang dipimpin oleh Mas Soejoet, guru bahasa Jawa.
Setiap hari miggu tertentu mereka berkumpul dan salah seorang harus
menyampaikan pidato atau pendapat yang mengomentari suatu masalah yang
yang dianggap yang paling menarik. Pada waktu itulah nampak benar bagaimana
ketekunan I.J. Kasimo dalam membaca memberikan sumbangan yang besar
terhadap kemampuannya untuk menyampaikan argumentasi. Dukungan kekayaan
pengetahuan umum serta bacaan yang luas yang mencakup segala masalah, sangat
membantunya dalam mengutarakan pendapat maupun dalam menyanggah
pendapat orang lain. Ditambah lagi dengan kelincahannya berbicara, I.J. Kasimo
waktu itu tampil sebagai anggota yang paling menonjol dan disegani oleh yang
lain.21
Dari kegemarannya ini, banyak buku-buku yang sangat mempengaruhi I.J.
Kasimo untuk menjadi seorang yang nasionalis. Seperti buku karangan de Bruijn
yang berjudul Sociologische Beginselen (Prinsip-prinsip Sosiologi). Di dalam
19
Sworo Tomo adalah sebuah terbitan yang semula merupakan sebuah forum komunikasi untuk
alumni Kolese Xaverius Muntilan. Tujuan Sworo Tomo adalah sebagaimana terumus dalam terbitan No.34/IV, September 1926 berbunyi, antara lain: Untuk menjelaskan ajaran Katolik guna melawan ajaran-ajaran lain yang mengaburkan.
20
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 14.
buku ini dikatakan bahwa pemerintah yang terbaik sebaiknya berasal dari
masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan anggota masyarakat yang bersangkutan
jauh lebih mengenal masyarakatnya sendiri daripada orang lain yang datang dari
luar masyarakat itu sendiri.22
Sebuah buku lain yang sangat mempengaruhi pemikirannya adalah buku
Katholieke Maatschappijleer (Ajaran Sosial Katolik), terjemahan oleh Dr.
Drieschen dari buku karangan seorang imam Karmelit, Dr. Llovera. Ia
mengatakan bahwa setiap bangsa mempunyai hak untuk mencapai kemerdekaan
dan persatuan.23 Buku ini memberikan landasan idiil kepada Kasimo untuk
memperjuangkan kemajuan sosial ekonomi yang memang sudah lama menjadi
minat dan perhatiannya.
Kemudian ada artikel yang dibuat oleh Pastor van Lith yang tentunya
sangat berpengaruh besar bagi I.J. Kasimo. Artikel ini berjudul De Politiek Van
Nederlands ten Opzinchte Van Nederlands Indie (politik Negeri Belanda terhadap
Hindia Belanda). Dalam artikel ini Romo van Lith mempunyai pandangan
mengenai perkembangan politik yang akan terjadi di negeri ini. Dalam seruannya
kepada orang-orang Indo-Belanda misalnya, Romo van Lith mengatakan,
“ Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit putih tidak akan bertahan untuk selama-lamanya menghadapi 100.000 orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati ingin menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia seorang Jawa. Akuilah hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu diakui. Di dalam gereja kristus tidak ada orang Jahudi, orang Romawi, orang Junani, orang Belanda atau orang Jawa. Dan apa yang ada di dalam gereja sejak semula sudah merupakan hukum, kini kita harus dijadikan hukum pula di luar gereja. Orang Belanda. orang Indo, orang Jawa mulai saat ini harus
22
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 185.
23
hidup rukun seperti saudara. Jika tidak maka dalam waktu dekat pasti akan terjadi perpecahan. Banyak orang di negeri Belanda tidak melihat keadaan di Hindia Belanda seperti kenyataannya. Mereka mengira bahwa keadaan akan tetap berlangsung seperti sekarang, akan tetapi mereka salah. Apa yang berlangsung sekarang tidak akan tetap demikian, yang lemah menjadi kuat dan yang kuat menjadi lemah. Apa yang sekarang berjalan akan berhenti dan apa yang sekarang tegak akan jatuh. Zaman baru dan dunia baru akan tiba dan siapa yang bijaksana akan mempersiapkan diri.”24
Artikel tersebut dipahami sebagai ancaman Pastor van Lith kepada
pemerintah Belanda untuk segera mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi
yang telah hilang akibat keserakahan bangsa Belanda. Artikel tersebut juga
membenarkan bahwa perlawanan dari kaum pribumi sebenarnya adalah hal yang
wajar dilakukan. Bahkan Pastor van Lith meyakini jika Belanda tidak segera
mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi, mereka akan bersatu untuk
mengusir bangsa Belanda dari bumi Indonesia.
Artikel Pastor van Lith ini sangat penting artinya untuk I. J. Kasimo.
Artikel tersebut memberikan pedoman kepada I. J. Kasimo dalam tahun-tahun
pertamanya mengenai perjuangan politiknya di Indonesia, bahkan dapat dikatakan
bahwa seluruh hidupnya merupakan jawaban terhadap seruan Romo van Lith
tersebut.
Pengalaman-pengalaman inilah yang menumbuhkan jiwa kerakyatan pada
diri I.J. Kasimo. Ia semakin yakin dan berani untuk membela rakyat yang tertindas
akibat kebijakan-kebijakan dari bangsa penjajah. Pengalaman-pengalamannya
tersebut juga mendorongnya untuk selalu berjuang bagi kepentingan rakyat kecil.
24
Di samping itu, pengalaman ini juga menyebarkan benih nasionalisme yang akan
BAB III
PROSES
I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME
A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai Katolik
Upaya I.J. Kasimo untuk memperjuangkan nasionalisme di tengah
masyarakat pribumi yang mempunyai sentimen negatif terhadap agama Kristiani
semakin terbukti setelah ia lulus dari MLS pada tahun 1921.1 Pada saat itu orang
Kristiani dianggap sebagai sekutu dari pemerintah Hindia Belanda dikarenakan
persamaan agama yang mereka anut. I.J. Kasimo sebagai seorang pribumi yang
beragama Katolik mempunyai keinginan untuk membentuk suatu partai Katolik
khusus untuk golongan pribumi. Hal tersebut dilakukannya karena ia ingin
membuktikan bahwa agama Katolik bukan berarti agama yang mendukung
pemerintah Hindia Belanda. Dari situ nasionalisme I.J. Kasimo sangat terlihat
karena pemikirannya mengenai pendirian partai Katolik khusus untuk golongan
pribumi. Rencana pendirian partai Katolik tersebut berarti sama saja ingin
memisahkan diri dari pemerintah Hindia Belanda karena pasti terdapat tujuan
yang berbeda antara golongan pribumi dan pemerintah Belanda. Jika ia
bergabung dengan partai dari orang Belanda, maka nasionalismenya sangat sulit
tercapai karena partai Belanda pasti mempunyai kepentingan sendiri untuk
bangsanya. Sedangkan jika ia memiliki partai sendiri, maka ia bisa mengajak
kaum pribumi untuk memberikan pengertian mengenai pentingnya nasionalisme
bagi kermajuan bangsa.
1
I.J. Kasimo semakin berpegang teguh pada pendiriannya untuk mendirikan
partai Katolik ketika pada tahun 1922 Pastor Frans van Lith menulis sebuah
artikel yang antara lain berbunyi :
“Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit putih tidak akan dapat bertahan untuk selama-lamanya menghadapi 100.000 orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati ingin menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia orang Jawa. Akuilah hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu diakui.”2
Artikel ini membuat I.J. Kasimo semakin yakin untuk mengembangkan
nasionalisme di tengah keraguan masyarakat Indonesia terhadap umat Kristiani.
I.J. Kasimo mengartikan artikel tersebut sebagai kritik terhadap kolonialisme
Belanda dan bukti keberpihakan Pastor van Lith kepada kaum pribumi yang
menghendaki kemerdekaan. Artikel tersebut juga menjadi suatu peringatan dari
Pastor van Lith terhadap pemerintah Belanda bahwa penjajahan tidak akan
bertahan selamanya. Suatu saat kaum pribumi akan bangkit untuk menuntut hak
mereka. Yang lebih mendalam lagi, artikel ini mencoba menegaskan bahwa
arogansi Belanda terhadap kaum pribumi tidak hanya merusak citra Belanda,
melainkan juga citra agama Kristiani di hadapan orang-orang Indonesia.
Artikel ini menjadi inspirasi utama bagi I.J. Kasimo dan mantan
murid-muridnya di Kweekschool3Muntilan yang ingin melibatkan diri secara aktif dalam
kehidupan politik. Artikel ini dipandang sebagai sebuah pedoman yang menjadi
alasan utama bagi pertemuan para tokoh seperti I.J. Kasimo, F.S Harjadi, dan
Raden Mas Jakobus Soejadi Djajasepoer. I.J. Kasimo memulai pemikirannya
2
Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 34.
3
Kweekschool adalah salah satu jenjang pendidikan resmi untuk menjadi guru pada zaman Hindia
untuk mendirikan partai Katolik pada tahun 1923 bersama F.S. Harjadi dan RM
Jakob Soedjadi.4 Mereka bertiga sepakat untuk membentuk sebuah panitia
persiapan untuk mendirikan partai Katolik. Selama satu tahun mereka
mengadakan persiapan dengan memberikan pengertian kepada masyarakat Jawa
di Yogyakarta dan sekitarnya. Setiap mengadakan pertemuan dengan masyarakat
pribumi Jawa selalu dimanfaatkan untuk mematangkan gagasan mendirikan partai
politik tersebut.
Melalui partai Katolik tersebut, sangat jelas bahwa nasionalisme yang
dikembangkan I.J. Kasimo memang tidak bisa terlepas dari nasionalisme yang
bersifat religius. Ia mengembangkan nasionalisme dengan berpedoman pada
ajaran-ajaran Katolik. Dari ajaran Katolik tersebut, ia mengaktualisasikannya ke
dalam nasionalisme yang ia cita-citakan. Hal itu dibuktikan saat ia menolak untuk
bergabung dengan IKP (Indische Katholieke Partij) yang berdiri sejak tahun
1917.5 Memang benar bahwa IKP adalah partai Katolik yang didalamnya pasti
terdapat banyak persamaan dengan partai yang ingin dibentuk I.J. Kasimo
mengenai ajaran-ajaran Katolik. Tetapi karena nasionalisme yang dimilikinya I.J.
Kasimo beranggapan jika ia bergabung dengan IKP, maka ia sama saja menjadi
penjajah bangsanya sendiri karena IKP dikendalikan oleh orang Belanda. Ia tidak
dapat mengabdikan diri pada negerinya jika nama Katolik terdiri dari orang-orang
yang menindas bangsanya. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa I.J. Kasimo
memang seorang nasionalis sejati. Ia tetap berpegang teguh untuk mendirikan
partai khusus untuk golongan Katolik pribumi. Ia bisa saja bergabung dengan IKP
4
Mikhael Dua, dkk, op.cit., hlm. 37.
5
jika hanya ingin memperkuat identitas agama Katolik. Tetapi ia dengan tegas
menolak bergabung dengan IKP dan ingin membuktikan bahwa Katolik Pribumi
adalah Katolik yang nasionalis.
Masalah-masalah yang dihadapi I.J. Kasimo untuk mendirikan partai
Katolik tidak membuatnya gentar untuk tetap bersikeras mendirikan partai Katolik
bersama teman-teman bekas murid Kweekschool Muntilan. I.J. Kasimo dan
teman-temannya tahu bahwa kedudukan mereka di kalangan masyarakat tidak
dapat dipandang tinggi. Kecuali itu, mereka juga tahu bahwa jumlah orang
Katolik Jawa waktu itu belum banyak, yaitu kurang dari 10.000 orang.6 Meskipun
demikian, dalam pertemuan tersebut mereka berani mengambil keputusan untuk
mendirikan partai politik untuk .golongan Jawa sendiri, di samping Indische
Katholieke Partij (IKP) yang anggota-anggotanya hampir 100% terdiri dari
orang-orang Katolik Belanda.
Akhirnya upaya I.J. Kasimo dan teman-temannya untuk mendirikan partai
Katolik untuk golongan pribumi dapat terwujud pada tahun 1923.7 Kebanyakan
dari mereka adalah guru sekolah rakyat di Jawa Tengah. Mereka adalah rakyat
biasa yang mempunyai cita-cita yang sangat tinggi demi tercapainya pemerintahan
yang adil di negaranya. Mereka sadar bahwa pemerintahan yang adil adalah
pemerintahan yang menjamin kebebasan beragama, kebebasan menerima
pendidikan, kebebasan pelayanan di bidang sosial, kesehatan, dan lain-lain.
6
Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT. Gramedia, 1980, hlm. 21.
7
Pengurusnya terdiri atas tiga orang, yaitu FS. Haryadi sebagai ketua, I.J. Kasimo
sebagai sekretaris, dan RM. Yakob Sujadi sebagai bendahara.
Di dalam lembaran negara, nama resmi yang tercantum adalah Katholieke
Vereeniging Voor Politieke Actie Afdeling Khatolieke Javanen. Tetapi berkat
nasionalisme yang dimiliki I.J. Kasimo, ia merasa tidak pantas jika nama partai
yang dibentuknya menggunakan nama Belanda. Untuk itu, agar partai tersebut
dapat dimaknai sebagai partai Katolik pribumi, maka partai tersebut mempunyai
nama tersendiri di kalangan pribumi, yaitu Pakempalan Politik Katholik Djawi
(PPKD). Perubahan nama partai menggunakan bahasa Jawa tersebut bukan tanpa
alasan. Ia ingin menunjukkan bahwa partai yang ia dirikan adalah partai yang
benar-benar milik pribumi dan tidak ada campur tangan Belanda. Mengenai
perubahan nama partai di kalangan pribumi tersebut, nasionalis I.J. kasimo
semakin terbukti meskipun dalam lingkup nasionalis Jawa. Tetapi nasionalis Jawa
ini akan berkembang menjadi nasionalis Indonesia seiring dengan
perjuangan-perjuangannya kelak.
Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme kembali
mendapatkan hambatan pada awal terbentuknya partai, yakni pada tahun 1923.
Melalui partai Katolik ini ia harus memutuskan untuk bergabung dengan IKP
dengan alasan agar mendapat persetujuan dari hirarki gereja mengenai izin
pendirian partai. Memang pada saat itu tidak diperbolehkan mendirikan partai
Katolik baru jika sebelumnya sudah ada partai Katolik lain.8 Padahal izin dari
hirarki gereja adalah syarat mutlak untuk mendirikan partai katolik. Untuk itu,
8
mau tidak mau partai yang baru didirikan itu harus bergabung dengan IKP agar
mendapatkan izin dari Hirarki Gereja.
Dengan bergabungnya PPKD dengan IKP tidak membuat semangat I.J.
Kasimo untuk mendirikan partai khusus untuk golongan Katolik pribumi luntur.
Bahkan setelah mendapat persetujuan dari hirarki gereja dan IKP untuk
mendirikan partai yang berafiliasi dengan IKP, I.J. Kasimo masih harus berjuang
untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada saat itu
pengakuan badan hukum dari pemerintah Hindia Belanda sangat penting bagi
suatu organisasi.
I.J. Kasimo adalah seorang Nasionalis yang sangat cerdas dan berani.
Demi mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda, I.J. Kasimo
mencantumkan secara terselubung tujuan partai tersebut. Sejak semula I.J.
Kasimo ingin menunjukkan bahwa perjuangan golongan Katolik Jawa yang
dicanangkan adalah suatu perjuangan dalam rangka emansipasi bangsa, yang
bertujuan mencapai Indonesia merdeka.9 Dengan tujuan partai seperti itu I.J.
Kasimo tidak akan mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda karena
pada saat itu adalah zaman penjajahan. Maka dari itu demi memperoleh
pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda, tujuan partai hanya dicantumkan
sebagai partai yang ikut serta berusaha membangun dan memajukan negara.
Dengan tujuan partai seperti itu, partai yang baru ini langsung memperoleh
pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda.
9