• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nasionalisme I.J. Kasimo pada zaman kolonial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nasionalisme I.J. Kasimo pada zaman kolonial"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Klemens Setya Puja Kisworo

Nim: 121314014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Klemens Setya Puja Kisworo

Nim: 121314014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmatNya kepada

saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Kepada orang tua yang saya cintai, Ayahanda Agustinus Suhadi dan Ibunda

Agatha Sutantini.

3. Kedua kakak saya yang telah mendukung dan memberi semangat.

4. Monica Inggrid Kurniawan yang selalu memberi semangat dan motivasi

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat saya yang telah memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2012 yang telah berjuang bersama.

7. Para pendidik dan saudara-saudaraku yang telah membantu, membimbing,

(6)

v MOTTO

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu

kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat

(Winston Churchill)

Life is just script to play.

The good news is, you can choose the character you want to play

(Monica Ingrid Kurniawan)

Jangan pernah berhenti melangkah ketika kamu ingin mencapai tujuanmu

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL

Oleh : mengembangkan nasionalismenya pada zaman kolonial; (3) Sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan : pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu sosial-politik dengan model penulisan deskriptif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya nasionalisme I.J. Kasimo merupakan akibat dari adanya sistem feodalisme dan kolonialisme yang dialaminya sejak kecil. Selain itu aspek lain yang yang mendorongnya menjadi seorang yang nasionalis adalah ajaran-ajaran dari Pastor van Lith serta kegemarannya membaca buku-buku yang berkaitan dengan sosial politik. (2) I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme dengan cara yang evolusioner. Ia bekerjasama dengan kaum pergerakan lainnya untuk mendapatkan hak mereka dengan meyakinkan pemerintah kolonial menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. (3) I.J. Kasimo memberikan banyak pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar hidup toleran dan berjuang sepenuh hati untuk mempertahankan NKRI.

(10)

ix ABSTRACT

I.J. KASIMO NASIONALISM IN COLONIAL ERA

By:

Klemens Setya Puja Kisworo

University of Sanata Dharma

2017

This study aims to describe and analyze three major problems; they are: (1) the background of I.J. Kasimo who had developed nationalism in colonial era; (2) the process of I.J. Kasimo in developing his nationalism in colonial era. (3) I.J. Kasimo’s conceptual contribution of nationalism for Indonesian society.

This study is based on factual historical research involving selection topics, researches collection, verification, interpretation, and historiography. Approaches that has been used is a multidimensional approach. It is a socio-political science with an analytical model of descriptive writing.

The result of the study showed that : (1) The emergence nationalism of I.J. Kasimo were is the result of feudalism and colonialism’s system that he had been undergone since he was a child. Other than that, other aspects that pushed him to be a nationalism were the teachings from Pastor van Lith and the hobby of reading books related to social politics. (2) I.J. Kasimo developed nationalism in an evolutionary way. He cooperated with other movements to get their rights by convincing the colonial’s government using ways that were not contradicting to the law. (3). I.J. Kasimo had offered many lessons for the people of Indonesia. He taught the whole community of Indonesia to live a tolerant life and striving wholeheartedly to maintain NKRI.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Nasionalisme I.J. Kasimo Pada Zaman Kolonial”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata

Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan

Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan

ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M.Si. selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Sharma Yogyakarta.

3. Dra. Theresia Sumini, M.Pd. selakuKetua Progam Studi Pendidikan

Sejarah Universitas Sanata Dharma yang memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah sabar

membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta

(12)
(13)

xii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J. Kasimo ... 27

(14)

xiii

A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai katolik ... 32

B. Mengaktualisasikan Nasionalisme Melalui Voolksraad ... 42

C. Mendukung Petisi Soetardjo dan GAPI ... 50

D. I.J. Kasimo pada Zaman Jepang ... 54

BAB IV SUMBANGAN PEMIKIRAN I.J. KASIMO ... 58

A. Bagi Dunia Politik ... 58

B. Bagi Umat Katolik di Indonesia ... 67

C. Bagi Keberagaman di Indonesia ... 72

BAB V KESIMPULAN ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ignatius Joseph Kasimo adalah salah satu tokoh Katolik Indonesia yang

dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

pada tanggal 8 November 2011.1 Ia dinilai pantas mendapatkan gelar Pahlawan

Nasional karena berjasa sebagai salah satu tokoh pelaku sejarah pergerakan awal

kemerdekaan Indonesia. Tokoh ini memiliki jiwa kepemimpinan yang nasionalis,

jujur, berani, dan konsisten. I.J Kasimo juga memberikan teladan nyata dalam

pengabdian tanpa pamrih bagi bangsa serta melaksanakan politik yang beretika

dan bermartabat.

I.J. Kasimo dilahirkan dalam zaman di mana rakyat mulai sadar dan

bangkit melawan penjajah Belanda. Pada awal abad ke-20 berbagai organisasi

pergerakan nasional didirikan. Mula-mula masih bersikap hati-hati dan

terselubung “meningkatkan martabat rakyat”. Akan tetapi kemudian makin berani

dan makin terang-terangan. Tujuan perjuangannya, yaitu : kemerdekaan

Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1908 Boedi Oetomo didirikan.2 Tiga tahun

kemudian golongan Islam mendirikan Sarekat Islam. Lalu disusul Indische Partij

oleh E.F.E. Douwes Dekker. Kemudian Jong Java, Pasundan, Jong Minahasa,

Jong Celebes, Jong Ambon dan Jong Sumatranen Bond. Indonesia benar-benar

dilanda pergerakan nasional. Setahun setelah Boedi Oetomo didirikan, pada 1909

organisasi tersebut sudah mempunyai 40 cabang dengan jumlah anggota kurang

1

Benny Sabdo,Pahlawan Nasional untuk Kasimo” Hidup, 27 November 2011, hlm. 14.

2

(16)

lebih 10.000 orang. Sarekat Islam juga tumbuh pesat sehingga antara 1917-1920

menjadi organisasi massa pertama yang sangat terasa pengaruhnya di dalam

politik Indonesia.3

Ketika I.J. Kasimo masih belajar di Muntilan, iklim pergerakan nasional

yang melanda kota-kota besar di Indonesia sudah menghembus dan

mempengaruhi murid-murid Kweekschool4 Muntilan. Akan tetapi kesempatan

yang luas baru terbuka setelah mereka meninggalkan sekolah. Pada tahun 1918,

I.J. Kasimo memasuki Middelbare Landbouwschool Bogor.5 Di sekolah tersebut

ia aktif dalam keanggotaan Jong Java yang bertujuan untuk mendidik para

anggota supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk pembangunan Jawa

Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan anggota, serta

berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri. 6

Pada tahun 1924-1960 I.J. Kasimo dipilih sebagai ketua Pakempalan

Politiek Katholiek Djawi (PPKD)7. Karena jiwa nasionalisme yang dimilikinya,

anggota PPKD meluas sampai ke luar Jawa. Untuk itu, pada 1930 nama organisasi

diubah menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa (PPKD) dan bahasa

Indonesia dijadikan sebagai bahasa organisasi. Perubahan nama terjadi lagi pada

1935, menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek Indonesia (PPKI)8

3

Tim Wartawan Kompas, I.J.Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980 , hlm. 18.

4

Kweekschool adalah sekolah pendidikan guru 6 tahun berbahasa Belanda, menyiapkan tenaga

pengajar bagi HIS (SD Pribumi 7 tahun berbahasa Belanda) dan dapat dimasuki oleh lulusan HIS.

5

Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 16.

6 Ibid.,

hlm. 19.

7

Ibid., hlm. 26.

8

(17)

Pada masa pergerakan kemerdekaan, Kasimo ditunjuk sebagai anggota

Volksraad periode 1931-1942.9 Ia ikut menandatangani petisi Soetardjo yang

menginginkan kemerdekaan Hindia-Belanda.10 Dalam sebuah sidang di Volksraad

19 Juli 1932, ia mengemukakan sebuah pernyataan politik tentang kemerdekaan

Indonesia.

“ Suku-suku bangsa Indonesia yang berada di bawah kekuasaan Belanda, menurut kodratnya mempunyai hak dan kewajiban untuk membina eksistensinya sebagai bangsa dan berhak memperjuangkan pengaturan Negara sendiri sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bangsa sesuai dengan kebutuhan nasionalnya”.11

Beberapa kali ia menjabat sebagai menteri, diantaranya menjadi Menteri

Muda Kemakmuran (1947-1948), Menteri Persediaan Makanan Rakyat

(1948-1949 dan (1948-1949-1950), Menteri Kemakmuran ((1948-1949-1950), Menteri Perekonomian

(1955-1956). Ia juga sempat mendapat penghargaan Bintang Ordo Gregorius

Agung dari Paus Yohanes Pulus II pada 29 Agustus 1980.12

I.J. Kasimo merupakan seseorang yang mengubah citra golongan Katolik

sebagai unsur yang melekat pada kolonialisme menjadi bagian integral dari

bangsa Indonesia. Ia telah berjuang sejak menjadi anggota Volksraad dengan

gagasan yang mendukung perjuangan kemerdekaan antara lain dengan

mendukung petisi Soetardjo. Pada masa revolusi kemerdekaan, ia menjadi menteri

yang mengupayakan swasembada pangan ketika hubungan dengan dunia luar

terputus. Dalam persidangan konstituante ia memperjuangkan Pancasila agar tetap

9

Anhar Gonggong, “Kasimo layak jadi Pahlawan Nasional”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 6.

10

Alexander Aur, “Perjuangkan Kemerdekaan”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 7.

11 Ibid 12

(18)

menjadi dasar negara.13 Bahkan ia turut bergerilya dari desa ke desa selama

beberapa bulan dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember

1948.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Apa latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada

zaman kolonial ?

2. Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan

Nasionalismenya pada zaman kolonial ?

3. Apa saja sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari Nasionalisme yang

dimilikinya bagi masyarakat Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada

zaman kolonial.

2. Menjelaskan proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan

Nasionalismenya pada zaman kolonial.

13

(19)

3. Mendiskripsikan sumbangan-sumbangan I.J Kasimo dari Nasionalisme yang

dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat

membantu penulis memahami perjuangan-perjuangan I.J. Kasimo dalam

mengembangkan nasionalisme, sehingga tokoh ini sangat berperan dalam

mengangkat jati diri dan martabat bangsa Indonesia. Hasil penulisan skripsi juga

berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam menganalisa perjuangan-perjuangan

I.J. Kasimo pada masa kolonial. Skripsi ini pun dapat digunakan sebagai kajian

lebih lanjut bagi institusi atau lembaga terkait, mahasiswa dan pihak lain yang

membutuhkan.

E. Tinjauan Pustaka

Jika seseorang ingin menulis sejarah, maka pertama yang dibutuhkan

adalah sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam

skripsi ini antara lain buku karangan Anton Haryono berjudul Awal Mulanya

Adalah Muntilan : Missi Jesuit Di Yogyakarta14. Buku ini mendiskripsikan

sejarah penyebaran dan perkembangan misi agama Katolik di Yogyakarta pada

tahun 1914 hingga tahun 1940. Di dalamnya juga terdapat data-data mengenai

14

(20)

perkembangan umat Katolik Jawa yang sudah mempunyai organisasi politik yang

mandiri, yaitu PPKD. Selain itu, buku ini mendiskripsikan berbagai visi

kebangsaan PPKD, diantaranya terrmuat dalam pidato-pidato I.J. Kasimo di

Voolksraad. Dari pidato-pidato I.J. Kasimo ataupun visi-visi kebangsaan PPKD,

nantinya akan terlihat bagaimana perjuangan I.J. Kasimo untuk mengembangkan

nasionalisme yang tampak semakin nyata.

Sumber berikutnya adalah buku berjudul Sejarah Nasional Indonesia V

karangan Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.15 Buku ini membahas

mengenai zaman kebangkitan nasional sampai masa akhir pemerintahan Belanda

di Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai kegigihan I.J. Kasimo dalam

mengembangkan nasionalismenya lewat dukungannya agar Petisi Soetardjo dapat

diterima oleh pemerintahan Belanda. Buku ini juga menerangkan saat I.J. Kasimo

terlibat dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang kemudian ia menjadi

semakin akrab dengan tokoh pergerakan yang beragama non Katolik.

Buku Menyingkap Tirai Sejarah, Bung Karno & Kemeja Arrow16, karya

Asvi Warman Adam menguraikan bagaimana I.J. Kasimo telah berjasa mengubah

citra golongan Katolik yang semula dianggap sebagai golongan yang pro terhadap

bangsa kolonial kemudian diakui menjadi bagian integral dari bangsa Indonesia.

Citra Katolik yang melekat dengan kolonialisme dibuang, namun penampilan

golongan Katolik yang sedari dulu peduli dengan kesejahteraan rakyat yang

ditonjolkan. Buku tersebut juga memberikan gambaran bagaimana I.J. Kasimo

15

Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta :PN. Balai Pustaka, 1984.

16

(21)

berjuang dengan mendirikan PPKD, masuk dalam anggota Voolksraad dan

mendukung petisi Soetardjo.

Buku Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama17 karya Mikhael Dua.

Buku ini memberikan gambaran seputar perjuangan-perjuangan tokoh Katolik

untuk mencapai kemerdekaan melalui dunia politik, salah satunya adalah I.J.

Kasimo. Buku ini juga menguraikan tentang ajaran-ajaran dari Pastor van Lith

yang mempengaruhi I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya. Dalam

mengembangkan nasionalismenya, melalui partai Katolik ia berusaha

membuktikan kepada kaum pribumi dengan bekerja sekuat-kuatnya untuk

mengembangkan kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Sejak awal

perjuangan kemerdekaan, gerakan politik Katolik secara sadar memang diarahkan

dengan menjadikan kepentingan bersama sebagai tujuan tertinggi politik Katolik,

yaitu kemerdekaan.

Buku berjudul Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia18 yang

ditulis I.J. Kasimo sendiri membahas bagaimana lahirnya golongan-golongan

Katolik yang turut memperjuangkan hak sebagai warga negara melalui partai

politik. Buku ini juga menjelaskan keterlibatan PPKD sebagai partai yang menjadi

pusat penggerak perjuangan politik Katolik di Indonesia.

Buku karya Thasadi, dkk yang berjudul Tokoh-Tokoh Pemikir Paham

kebangsaan19menguraikan bagaimana I. J. Kasimo mempunyai rasa nasionalisme

yang tinggi karena ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang merasakan betapa

sistem feodalisme dan kolonialisme yang sangat merugikan keluarganya. Buku ini

17

Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008.

18

I.J. Kasimo, Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia, Jakarta : Dewan PKRI, 1949.

19

(22)

juga menjelaskan tentang kehidupan I.J. Kasimo setelah mengenal Pastor van Lith

yang membuatnya semakin menghayati ajaran Katolik. Situasi tersebut ternyata

mampu membentuk pribadi dan pemikiran-pemikiran I.J. Kasimo sebagai

penganut agama Katolik yang taat sekaligus sebagai nasionalis yang gigih.

Semuanya itu terlihat dari aktivitas dan perjuangannya selama masa pergerakan

nasional, masa merebut kemerdekaan dan masa mengisi kemerdekaan.

Buku karya Tim Wartawan Kompas dan Redaksi Penerbit Gramedia

dengan judul I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya20, memberikan gambaran

tentang kehidupan dan perjuangan I.J. Kasimo secara keseluruhan. Buku ini

berisi tentang kehidupan I.J. Kasimo semasa kecil hingga dewasa yang kemudian

berperanan dalam berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya

serta agama.

F. Landasan Teori

Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan

beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep

nasionalisme dan kolonialisme. Hal ini bertujuan untuk memperjelas arti dari

beberapa kata penting yang sering kali digunakan dalam pembahasan sehingga

ada kesamaan pandang.

1. Nasionalisme

Boy C. Shafer mendefinisikan nasionalisme sebagai berikut: 1)

nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa serta sejarah budaya

20

(23)

bersama; 2) nasionalisme adalah suatu keinginan yang tinggi akan kemerdekaan

politik, keselamatan dan prestise bangsa; 3) nasionalisme adalah suatu kebaktian

mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati

yang disebut bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada

bagian-bagiannya; 4) nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa setiap

individu hanya hidup untuk bangsa dan demi bangsa itu sendiri; 5) nasionalisme

adalah dogma yang menyatakan bahwa bangsa sendirilah yang harus dominan di

antara bangsa-bangsa lain dan harus bertindak lebih agresif.21

Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan

tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Perasaan sangat

mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, tradisi

setempat dan penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan

kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi baru pada akhir abad ke-18 Masehi

nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara

umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk

semua segi kehidupan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi.22

Dahulu kesetiaan orang tidak ditujukan kepada negara kebangsaan, melainkan

kepada berbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi politik atau raja

feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya suku dan clan, negara kota, atau

raja feodal, kerajaan dinasti, Gereja atau golongan keagamaan. Berabad-abad

lamanya cita-cita dan tujuan politik bukanlah negara kebangsaan, melainkan

21

Boyd C. Shafer, Nationalism Myth and Reality, New York, A Harvest Book Harcourt Brace & World Inc, 1955, hlm. 6.

22

(24)

setidak-tidaknya dalam teori imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi

berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama

serta untuk menjamin perdamaian bersama.

Nasionalisme adalah salah satu dari kekuatan yang menentukan dalam

sejarah modern. Nasionalisme berasal dari Eropa Barat abad ke-18; selama abad

ke-19 nasionalisme telah tersebar diseluruh Eropa dan dalam abad ke -20 menjadi

suatu pergerakan sedunia. Dari tahun ke tahun arti nasionalisme makin bertambah

penting di Asia dan Afrika. Tetapi nasionalisme tidaklah sama di setiap negara

dan setiap zaman. Nasionalisme merupakan suatu peristiwa sejarah, jadi

ditentukan oleh ide-ide politik dan susunan masyarakat dari berbagai negara di

mana ia berakar. Sebagaimana agama, nasionalisme dapat menggambarkan

bentuk-bentuk yang sangat berbeda-beda. Hanya dengan mempelajari

pertumbuhan sejarah nasionalisme dan mengadakan penyelidikan perbandingan

tentang bentuknya yang berbeda itu, akan dipahami pengaruh nasionalisme

sekarang, dan harapan serta bahaya yang telah dibawanya dan akan terus

dibawanya, bagi kemerdekaan umat manusia dan pemeliharaan perdamaian.23

Sebelum abad nasionalisme muncul, banyak individu yang mempunyai

perasaan yang mirip dengan nasionalisme. Namun perasaan ini hanyalah terbatas

kepada individu-individu saja. Banyak rakyat melihat bahwa hidupnya hanya

tergantung kepada negaranya saja. Bisa saja bahaya dari luar membangkitkan

perasaan persatuan nasional, sebagaimana yang terjadi di Yunani selama perang

Persia atau di Perancis dalam perang Seratus Tahun.

23

(25)

Nasionalisme Indonesia dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 sebagai

nasionalisme Pancasila, yaitu religius, monoteistis, humanistis, berkerakyatan, dan

keadilan sosial. Nasionalisme dan patriotisme saling kait mengkait dan merupakan

dwi tunggal. Keduanya disumberi oleh rasa cinta, hanya arahnya berbeda. Apabila

cinta nasionalisme lebih terarah kepada sesama bangsa, maka patriotisme lebih

terarah kepada cinta tanah air dan keduanya berisikan solidaritas atau rasa setia

kawan.24

Nasionalisme Indonesia dipertegas secara khusus sebagai nasionalisme

pancasila, yaitu nasionalisme yang 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2)

ber-Perikemanusiaan yang berorientasi internasionalsime; 3) ber-Persatuan Indonesia

yang patriotik; 4) ber-Kerakyatan atau demokratis, dan; 5) ber-Keadilan sosial

untuk seluruh rakyat.25

2. Kolonialisme

Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas

wilayah dan manusia di luar batas negaranya, sering kali kolonialisme digunakan

untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar

wilayah. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang

digunakan untuk melegitimasi atau mempromosikan sistem ini, terutama

kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang

dikolonikan.26 Kekuasaan dari kolonialisme biasanya mengambil sikap

bermusuhan terhadap pergerakan nasional dan menentangnya. Kekuasaan tersebut

24

Roeslam Abdulghani, Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: Pustaka Merdeka, 1987, hal. 200.

25

Siswono Yudohusodo, dkk, Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi, Yogyakarta: Widya Patria, 1994, hlm. 35.

26

(26)

mempertahankan tata tertib yang ada sebagai realitas yang berfungsi. Ideologi

kolonialisme dengan jelas menunjukkan orientasinya ke masa lampau dan tidak

mempunyai pandangan ke masa depan. Bahkan kelompok konservatif yang

ekstrem ingin mengembalikan masa depan ke masa lampau.27

Masyarakat kolonial terbagi atas dua golongan yang berbeda, yakni

penjajah dan terjajah, dan sebagai dua kesatuan yang berlawanan kepentingannya

menciptakan situasi konflik yang permanen di berbagai bidang kehidupan. Prinsip

diskriminasi pada masyarakat kolonial, lebih memperhebat konflik ini.

Nasionalisme yang lahir, berkembang, dan terwujud sebagai pergerakan nasional

adalah suatu bentuk tanggapan terhadap situasi tersebut. Nasionalisme sebagai

faktor kekuatan juga menentukan jalannya politik kolonial. 28

Kehadiran kolonialisme di bumi Indonesia adalah fakta historis yang turut

menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.29 Bagi Indonesia, masa

kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa tersulit. Kondisi sosial dan ekonomi

pada masa 1800-an mengalami ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya

sistem kolonial yang cenderung memaksa.30 Kondisi masyarakat Jawa tidak

semakin baik tetapi semakin miskin dan mengalami pembodohan yang dilakukan

oleh pemerintah demi mencapai keuntungan ekonomi tersebut. Masyarakat Jawa

27

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari

Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jakarta : PT Gramedia, 1990, hlm. 260.

28

Sartono Kartodirdjo, op.cit., hlm. 252.

29

Ibid., hlm. 15.

30

(27)

hanya sekedar dimanfaatkan sebagai penyedia sumber tenaga kerja murah serta

memiliki tanah sangat potensial31

G. Metode dan Pendekatan Penelitian

1. Metode Penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1)

pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verivikasi, (4) interpretasi, (5)

penulisan.32

a. Pemilihan Topik

Penelitian ini telah menentukan topik “Nasionalisme I.J. Kasimo pada

Zaman Kolonial”. Nasionalisme pada zaman kolonial sangat menarik untuk

dibahas, karena Indonesia pada zaman itu sudah terdiri dari golongan-golongan

yang beranekaragam sehingga untuk mewujudkan nasionalisme diperlukan

kerjasama antara golongan yang satu dengan golongan yang lain.

Topik harus memiliki nilai, artinya harus berdasarkan pengalaman

manusia yang dianggap penting terutama peristiwa-peristiwa yang dapat

membawa perubahan dalam masyarakat. Bagi penulis, skripsi ini memiliki nilai

yang sangat mendalam bagi kemajemukan Indonesia di mana pada masa kolonial

orang kristiani dianggap sebagai sekutu Belanda, namun I.J. Kasimo yang selalu

mengedepankan kemerdekaan Indonesia membuktikan bahwa pada saat itu orang

kristiani tidak berpihak pada Belanda melainkan kemerdekaan untuk Indonesia.

31

Ibid., hlm. 5.

32

(28)

b. Heuristik atau Pengumpulan Sumber

Setelah topik ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan

sumber-sumber sejarah (Heuristik) baik yang berupa sumber primer dan sumber

sekunder. Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka data-data

diperoleh dari laporan-laporan penelitian tentang Nasionalisme I.J. Kasimo yang

terdapat dalam buku, majalah, maupun artikel di internet. Karena keterbatasan

sumber di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari

sumber-sumber terkait di perpustakaan Kolsani Yogyakarta dan Perpustakaan Seminari

Tinggi Santo Paulus Kentungan.

c. Verifikasi atau Kritik Sumber

Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian setelah

pengumpulan data. Ktitik sumber bertujuan untuk mengetahui kredibilitas (dapat

dipercaya atau tidaknya sebuah sumber) dan otentisitas (asli atau tidaknya)

sumber data yang dipakainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik

sumber dalam penelitian atau penulisan sejarah merupakan langkah yang harus

dilakukan untuk mengetahui apakah data yang ada dapat dipertanggungjawabkan

atau tidak.33

Langkah-langkah konkret kritik sumber dalam rangka mendapatkan data

yang kredibel menggunakan beberapa sumber buku yang terkumpul seperti pada

buku yang ditulis oleh Tim Wartawan Kompas dengan judul “I.J. Kasimo Hidup

dan Perjuangannya” yang diterbitkan oleh PT Gramedia Jakarta tahun 1980, yang

nantinya dianggap sebagai sumber primer karena buku ini menggali data dengan

33Ibid

(29)

mewawancarai I.J. Kasimo sendiri di samping kerabat, para sahabat dan

rekan-rekan seperjuangannya. Buku ini juga memuat tulisan-tulisan yang disumbangkan

oleh sejumlah tokoh masyarakat, yakni Mohammad Hatta, A.H. Nasution,

Mohammad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, Dr. T.B. Simatupang, Dr. Alfian

dan Drs. Ben Mang Reng Say yang mengungkapkan segi-segi tertentu dari hidup

dan perjuangan I.J. Kasimo.

Selain menggunakan sumber-sumber yang terdapat dalam buku, penelitian

ini juga menggunakan majalah yang pernah memuat tulisan mengenai I.J. Kasimo.

Data-data yang berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai konteks

Zaman yang dialami I.J. Kasimo. Data-data tersebut kemudian ditelaah dan

dibandingkan dengan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

d. Interpretasi

Interpretasi juga sering disebut penafsiran data. Data yang diperoleh dari

sumber kemudian diintepretasi. Terdapat dua macam interpretasi yaitu analisis

(menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta yang diperoleh melalui

sumber kemudian diinterpretasi menjadi rangkaian peristiwa yang dapat diuji

kebenarannya. Dengan demikian interpretasi data tersebut menjadi kuat karena

berdasarkan data yang relevan.

e. Historiografi atau Penulisan

Tahap terakhir yang dilakukan adalah penulisan. Penulisan ini berdasarkan

data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan.

Dalam penulisan ini, penulis harus memperhatikan penyusunan cerita yang

(30)

berhubungan dengan sebab akibat dari suatu peristiwa, daya pikir untuk

menciptakan sesuatu yang ada dipikirannya berdasarkan pengalamannya.

Berdasarkan judul “Nasionalisme I.J. Kasimo pada Zaman Kolonial” yang

menyiratkan ruang dan waktu yang begitu luas, maka diperlukan sistem,

kronologi dan periodisasi dalam penulisannya, yaitu terlihat dalam pembagian

periodisasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan masa pendudukan

Jepang.

Penulisan sejarah ini dilakukan setelah melalui beberapa kriteria yang

telah tercantum dalam metode penelitian sejarah, antara lain: pemilihan topik,

pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Di samping itu

dalam penulisan sejarah haruslah sistematis yang mencakup topik, latar belakang,

permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Beberapa masalah pokok yang akan dibahas pada penulisan ini adalah,

pertama : Bagaimana latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme

pada zaman kolonialisme; kedua : Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo

dalam mengembangkan nasionalismenya; ketiga : sumbangan I.J. Kasimo dari

nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

2. Pendekatan Penelitian

Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial

yang lain. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lain agar penelitian

sejarah lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari pendekatan

(31)

tertentu.34 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan sosial

dan pendekatan politik dalam memahami Nasionalisme I.J. Kasimo.

a. Pedekatan Sosial

Pendekatan sosial adalah pendekatan yang mempelajari manusia dalam

hubungannya dengan manusia-manusia lainnya. Selain itu, dapat diartikan sebagai

pendekatan yang mempelajari perilaku dan aktivitas sosial dalam kehidupan

bersama. Pendekatan sosial dipilih karena Nasionalisme I.J. Kasimo berawal dari

lingkungan tempat tinggal Kasimo pada masa feodalisme dan kolonialisme. Ia

melihat betapa menderitanya kaum pribumi karena adanya sistem feodalisme dan

kolonialisme. Dalam pendekatan ini, akan dilihat kembali loyalitas I.J. Kasimo

beserta kaum pergerakan lain untuk bersama-sama berusaha menyejahterakan

rakyat.

b. Pendekatan Politik

Pendekatan politik merupakan pendekatan yang berorientasi pada

kebijakan-kebijakan politik. Pendekatan politik digunakan untuk melihat

kehidupan politik khususnya pada zaman kolonial di Indonesia. Pendekatan

politik juga digunakan untuk melihat kembali perjuangan I.J. Kasimo melawan

kolonialisme di Indonesia.

34

(32)

H. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini dituangkan dalam tulisan dengan sistematika sebagai

berikut :

BAB I pendahuluan memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi

penelitian dan pendekatan, serta sistematika penulisan.

BAB II membahas latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan

Nasionalisme pada zaman kolonial.

BAB III membahas proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam

mengembangkan Nasionalismenya pada zaman kolonial.

BAB IV membahas sumbangan pemikiran I.J. kasimo dari Nasionalisme

yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

BAB V berisi kesimpulan. Bab ini berisi pernyataan penulis mengenai

(33)

BAB II

LATAR BELAKANG

I. J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME

A. Masa Kecil I.J. Kasimo

Permulaan abad ke-20 adalah keadaan di mana orang-orang Katolik mulai

menemukan jalan baru untuk ikut memperjuangkan nasionalisme. Hal ini

dikarenakan menjelang akhir abad ke-19, perubahan haluan politik terjadi di

negeri Belanda. Kaum Liberal yang didukung oleh partai-partai Kristen dan

Katolik menang dalam parlemen terhadap kelompok konservatif. Dengan

kemenangan ini, politik Cultuurstelsel, politik “tanam paksa” yang digulirkan

oleh van den Bosch dan didukung oleh partai konservatif pada 1830 diganti

dengan politik etis.1 Meskipun akhirnya politik etis terbilang gagal di beberapa

bidang, namun politik etis membawa pengaruh besar bagi lahirnya partai-partai

dari golongan pribumi yang nantinya memberikan semangat nasionalisme kepada

masyarakat pribumi. Dari partai-partai pribumi itulah orang Katolik mulai sadar

besarnya pengaruh politik pada nasib dan masa depan bangsa. Keterlibatan

kalangan Katolik akan sangat bermanfaat untuk ikut mempengaruhi dan

mengarahkan kebijakan-kebijakan publik selaras dengan nilai-nilai Katolik.

Salah satu tokoh Katolik yang turut memperjuangkan nasionalisme di

Indonesia adalah Ignatius Joseph Kasimo Endrawahjana. I.J. Kasimo lahir di

Yogyakarta, 10 April 1900.2 Ia dilahirkan sebagai anak keempat di antara sebelas

1

Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 27.

2

(34)

orang anak dari suami-istri Ronosentiko dan Dalikem. Ayahnya bekerja sebagai

prajurit Keraton Yogyakarta, sedangkan segala urusan rumah tangga diserahkan

kepada istrinya. Dalikemlah yang harus mengurusi segala urusan rumah tangga,

karena pada saat itu seorang prajurit Keraton tidak diperkenankan memiliki

pekerjaan lain selain mengabdi pada Sultan.

I.J. Kasimo dilahirkan di Yogyakarta, dimana sistem feodalisme saat itu

sangat merugikan rakyat kecil. Segala sesuatu dipusatkan untuk kepentingan

Sultan serta keluarganya. Kepentingan rakyat kecil tidak pernah menjadi bahan

pertimbangan utama. Hampir seluruh tanah di dalam wilayah kesultanan

misalnya, dikuasai oleh Sultan dan dibagikan kepada para pangeran (putra-putri

Sri Sultan) dan petugas-petugas kesultanan sebagai sumber kehidupan. Rakyat

kecil sudah boleh merasa bangga jika sampai dipilih menjadi bekel3 dan menerima

sebagian dari hasil tanah.4

Dalam struktur feodal yang berlaku di Yogyakarta pada waktu itu, abdi

dalem merupakan milik pribadi sultan. Ronosentiko sebagai abdi dalem prajurit

Mantrijero tidak menerima gaji. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, Ronosentiko

memperoleh sebidang tanah seluas dua jung atau kurang lebih delapan bahu

(7096,50 m2). Setelah sistem apanage5dihapuskan dan diganti dengan

undang-undang tahun 1918, ia menerima ganti berupa uang sebesar 26 gelo.6

3

Bekel adalah pengelola milik pangeran atau keluarga Sultan. Ia biasanya berfungsi sebagai lurah

oleh karena lurah sebagai kepala desa menurut pengertian sekarang, pada waktu itu belum dikenal.

4

Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980, hlm. 3.

5

Apanage adalah sistem tanah untuk jabatan sementara, sebagai upah atau gaji seorang priyayi

atau bangsawan.

6

(35)

Sejak kecil I.J. Kasimo sudah merasakan betapa sistem feodal yang

berlaku sangat merugikan rakyat kecil. Gaji ayahnya tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan keluarganya. Untuk itu ibunya harus membanting tulang untuk mencari

tambahan penghasilan dengan membuka warung dan menjadi Parealan7 serta

mengusahakan pembatikan kecil-kecilan. Melihat kerja keras ibunya, ia tidak

tinggal diam. Setiap hari Kasimo kecil pergi ke pasar bersama ibunya untuk

membeli kebutuhan sehari-hari. Ia juga membantu ibunya melayani pelanggan di

warung, mengerok batik, dan sebagainya. Setiap pagi ia membuat teh untuk

ayahnya, membersihkan rumah, dan menimba air untuk mandi.

Dalam keluarganya, I.J. Kasimo juga mendapat perlakuan tidak adil

karena sistem feodalisme pada saat itu. Pada zaman itu merupakan kebiasaan yang

lazim bahwa anak laki-laki sulung dicalonkan untuk menggantikan kedudukan

ayah. Akan tetapi karena Daliman (anak laki-laki pertama dalam keluarga

Ronosentiko) meninggal dunia ketika masih kecil, maka anak kedua yaitu

Mangoenprawiro, yang mempersiapkan untuk menggantikan ayahnya menjadi

prajurit Mantrijero.8 Sebagai calon pengganti ayahnya, kakak yang akan menjadi

priyayi ini mempunyai kedudukan istimewa di dalam keluarga. Ia adalah seorang

kompris.9 Sebagai kompris ia dibebaskan dari semua pekerjaan rumah tangga dan

setelah cukup usianya harus meninggalkan rumah untuk magang di kediaman

7

Parealan adalah tukang tukar uang di pasar.

8

Mantrijero adalah salah satu laskar prajurit professional dan prajurit pengawal Keraton

Yogyakarta.

9

Kompris berasal dari bahasa Belanda kroonprins, yang di sini berarti anak laki-laki tertua dari

(36)

seorang pangeran10 Dengan begitu semua pekerjaan untuk membantu pekerjaan

rumah tangga dibebankan oleh I.J. Kasimo dan adik-adiknya.

Selain dilahirkan di zaman feodal, Kasimo juga dilahirkan pada zaman di

mana kolonialisme Belanda di Indonesia masih sangat besar pengaruhnya

terhadap kehidupan di Hindia Belanda. Khususnya pada 1901 saat sistem tanam

paksa dihapuskan dan pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru,

yaitu politik etis. Tanam Paksa dihapuskan karena alasan kemanusiaan. Tanggal

17 September 1901 pada pidato kerajaannya, Ratu Wilhemina mendesak

pemerintahan Hindia Belanda untuk menjalankan kewajiban moral

mengembangkan perbaikan nasib penduduk pribumi. Daerah jajahan seperti

Indonesia tidak harus dieksploitasi untuk memberikan keuntungan bagi negeri

Belanda. Menjadi kewajiban Belanda untuk mendidik bangsa Indonesia ke arah

pemerintahan sendiri yang harus dilakukan secara adil dan jujur berdasarkan rasa

kemanusiaan.11

Politik etis tersebut seakan memberikan harapan baru bagi kaum pribumi

karena pendidikan dan pelayanan kesehatan mulai dibangun untuk kepentingan

kaum pribumi. Banyak pengusaha mulai menanamkan modalnya di Indonesia.

Permulaan abad ke-20 ditandai oleh semangat baru: rakyat Hindia Belanda perlu

dipersiapkan untuk menangani administrasi pemerintahan. Pendidikan menjadi

fokus kebijakan baru pemerintah Hindia Belanda dan lembaga-lembaga non

pemerintah.12

10

Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 5.

11

Mikhael Dua, dkk, op.cit, hlm. 27.

12

(37)

Pada kelanjutannya, politik etis dianggap gagal karena pelaksanaannya

berlangsung sangat lambat. Politik etis gagal memecahkan masalah ekonomi,

politik, dan sosial. Politik etis juga menyebabkan diskriminasi rasial semakin

kuat di kalangan masyarakat. Dalam bidang pendidikan misalnya, sistem

persekolahan oleh pemerintah Hindia Belanda waktu itu secara politis

mengelompokkan masyarakat ke dalam golongan-golongan dengan garis pemisah

yang tajam. Tidak hanya antara masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi saja,

melainkan pemerintah mendorong penggolongan-penggolongan di dalam

masyarakat pribumi sendiri. Bentuk-bentuk pengelompokan itu, selain kelas

Ongko Loro13 yang diperuntukan bagi pribumi sebagai sekolah rakyat, juga ada

sekolah Bumiputera Kelas Satu (Eerste Indlandsche-School) yang didirikan tahun

1907 dan kemudian di tahun 1914 diganti dengan nama Holland Inlandsche

School (HIS), yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi dari golongan

masyarakat kelas atas seperti bangsawan dan priyayi tinggi.14

Dalam zaman kolonialisme inilah I.J. Kasimo dilahirkan dan dibesarkan.

Sebagai anak kecil yang baru berusia 11-12 tahun, I.J. Kasimo memang

sepenuhnya belum menyadari akibat-akibat buruk yang disebabkan oleh sistem

feodalisme dan kolonialisme. Akan tetapi pengalaman pribadi yang dirasakannya

dari keadaan tersebut sangat menentukan kepribadian dan perjuangan hidupnya di

kemudian hari.

13

Ongko Loro adalah sekolah yang diperuntukkan untuk kaum pribumi.

14

(38)

B. Bertemu Pastor F. van Lith

Watak dan kepribadian I.J. Kasimo semakin terbentuk ketika ia bertemu

dengan Frans van Lith S.J. atau lebih dikenal dengan nama Pastor van Lith. Pastor

van Lith adalah seorang imam Jesuit dari Belanda yang meletakkan dasar karya

Katolik di Jawa. Ia dicintai masyarakat pribumi karena turut membela dan

berjuang bersama masyarakat pribumi dibandingkan mendukung penindasan yang

dilakukan oleh pemerintah kolonial. Pastor van Lith selalu membela dan

memotivasi murid-muridnya supaya kelak bisa menjadi pemimpin bagi kaum

pribumi. Bahkan ia berusaha membentuk jiwa-jiwa pejuang agar kelak bisa bebas

dari penindasan bangsa asing. Ia dikenal sangat sabar dan lebih mementingkan

agar apa yang diajarkannya itu benar-benar meresap ke dalam jiwa

murid-muridnya. Apabila para pastor lain yang datang dari negeri Belanda hanya

mempunyai misi untuk membabtis orang-orang pribumi, tidak demikian dengan

Pastor van Lith. Ia berusaha keras untuk benar-benar menyelami jiwa Jawa

dahulu, baru kemudian ia memberikan pengertian kepada orang Jawa tentang

pembabtisan tersebut. Selain itu, ia juga mempelajari bahasa Jawa, bahasa Kawi

(Jawa Kuno), sejarah serta kebudayaan Jawa.15

Dalam misinya, Pastor van Lith bertujuan untuk memberikan pendidikan

yang tinggi kepada pemuda-pemuda Jawa, sehingga mereka mendapat kedudukan

yang lebih baik dalam masyarakat. Ia menyadari perasaan tertindas yang

dirasakan oleh murid-muridnya. Ia juga tahu bahwa murid-muridnya mempunyai

bibit-bibit nasionalisme yang sudah tertanam karena faktor keadaan. Tetapi Pastor

15

(39)

van Lith tidak mematikan perasaan nasionalisme itu, namun ia malah

membinanya sambil membuang sentimen negatif tentang nasionalisme.

Berkat kepedulian dan kecintaannya terhadap kaum pribumi, Pastor van

Lith mendapat julukan sebagai “Bapak orang Jawa” dan “Perintis misi Jawa”.

Pastor van Lith sangat dihormati dan disayangi oleh siswa-siswanya ataupun

bekas anak didiknya. Mereka sering menganggapnya sebagai seorang rasul.

Banyak di antara bekas siswanya yang kemudian memeluk sambil berjongkok jika

mereka bertemu kembali dengan Pastor van Lith. Di luar lingkungan Katolik pun

ia sangat dihormati dan disegani orang. Hidupnya yang sangat akrab dengan

dengan rakyat membuat Pastor van Lith diterima di semua lapisan masyarakat. Ia

diterima baik di antara para petani kecil maupun di kalangan bangsawan.16

Pengaruh imam Jesuit ini amat besar terhadap I.J. Kasimo. Ajaran-ajaran

Pastor van Lith demikian meresap dalam jiwa I.J. Kasimo sehingga dapat

dikatakan menjadi pedoman hidup dalam dirinya. Ia terkesan dengan pribadi

Pastor van Lith yang sangat menyelami jiwa Jawa, padahal ia adalah seorang

Belanda. Ia juga terkesan karena Pastor van Lith halus perangainya dan sesuai

dengan kepribadian orang Jawa. Menghadapi anak-anak yang nakal misalnya, ia

hanya melelehkan air mata. Mungkin karena ia menyelami jiwa Jawa yang lebih

dapat menerima kritik yang disampaikan secara halus daripada dimaki-maki atau

dibentak secara kasar.17 Banyak dari murid-muridnya yang memilih dipukuli

daripada melihat Pastor van Lith menangis, karena jika Romo van Lith menangis

mereka tahu bahwa Pastor van Lith sangat terluka hatinya.

16

Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 181.

(40)

Berkat ajaran Romo van Lith, bibit-bibit nasionalisme yang ada pada I.J.

Kasimo semakin tertanam kuat. Ia mengajarkan kepada I.J. Kasimo untuk bekerja

keras, hidup sederhana, mempunyai rasa kemanusiaan, serta bersikap jujur dan

berani dalam mebela hak dan kepentingan rakyat yang tertindas. Ia juga

mengajarkan agar I.J. Kasimo mempunyai sikap toleransi terhadap golongan lain

yang bukan Katolik dengan memberikan kepada yang bukan Kristen kebahagiaan

dari iman kepercayaan dan permandian. Sifat-sifat seperti perikemanusiaan,

kerakyatan, kesederhanaan, kejujuran dan keberanian serta toleransi terhadap

golongan lain yang dimiliki I.J. Kasimo, sedikit banyak merupakan pencerminan

dari ajaran yang diterimanya dari Pastor van Lith yang nantinya sangat berguna

untuk memperjuangkan nasionalisme yang ia cita-citakan kelak. Banyak ucapan

Pastor van Lith yang masih diingat oleh I.J. Kasimo. Diantaranya adalah :

“ Ik leef te midden der Javanen. Ik voel en denk met hun”. (Saya hidup ditengah-tengah orang Jawa. Saya merasakan dan berpikir seperti mereka) “De Javaan is eenverschoppeling in zijn eigen land” (Orang Jawa menjadi orang yang diperlakukan dengan hina di negaranya sendiri.)18

Ucapan dari Pastor van Lith tersebut membuat I.J. Kasimo kagum karena

rasa peduli yang dimiliki Pastor van Lith terhadap kaum pribumi. Ia juga kagum

terhadap ucapannya tersebut karena Pastor van Lith yang seorang Belanda lebih

membela kaum pribumi dibandingkan bangsanya sendiri.

Tidak diragukan lagi bahwa ajaran-ajaran dari Pastor van Lith memang

menjadi faktor penting dalam menentukan watak dan kepribadian I.J. Kasimo

dalam mengembangkan benih-benih nasionalisme yang dimilikinya. Berkat

dukungan, semangat, dan kerja nyata dari Pastor van Lith untuk membebaskan

18

(41)

Indonesia dari penjajahan bangsa asing membuat I.J. Kasimo semakin berpegang

teguh pada pendiriannya. Pastor van Lith selalu menekankan kesetaraan, bahwa

pribumi sama kedudukannya dengan bangsa Belanda. Dengan kata lain, Pastor

van Lith selalu menanamkan jiwa nasionalisme kepada muridnya, termasuk I.J.

Kasimo.

C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J Kasimo

I.J. Kasimo adalah seseorang yang sangat gemar membaca. Karena

kegemarannya ini, ia menjadi seseorang yang mempunyai pikiran yang sangat

luas dan menjadi bekalnya dikemudian hari untuk turut serta membangun bangsa

Indonesia. Kegemaran membacanya ini sebenarnya ia peroleh sejak kecil.

Sewaktu kecil ia sering meminjam buku-buku milik ayahnya, Ronosentiko. Setiap

malam ia selalu membaca buku tentang babad Ramayana.

Sewaktu sekolah di Muntilan, I.J. Kasimo mempunyai lebih banyak waktu

untuk membaca. Jika ada waktu luang di sekolah, ia selalu menggunakann waktu

tersebut untuk membaca. Keadaan ini sangat berbeda sewaktu ia masih tinggal

dengan keluarganya. Setiap hari ia harus membantu ibunya untuk mengurus

kebutuhan rumah tangga. Keadaan itu membuat kesempatannya untuk membaca

hanya didapatkan sewaktu malam hari saja.

Kesempatan membaca yang banyak membuat minat membacanya makin

berkembang di Muntilan, terlebih karena ia sudah lancar berbahasa Belanda. Hal

ini membuat wawasannya semakin luas karena ia bisa mempelajari buku-buku

(42)

Sworo Tomo19 dan banyak membaca buku yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan ekonomi dan sosial. Akan tetapi kadang-kadang ia juga tertarik

dengan buku-buku lain, seperti buku-buku tentang ilmu sosiologi, agama serta

roman.20

Kegemaran membacanya ini ternyata sangat bermanfaat ketika I.J. Kasimo

menjadi anggota klub diskusi di sekolahnya. Pada waktu itu setiap murid kelas IV

harus mengikuti klub diskusi yang dipimpin oleh Mas Soejoet, guru bahasa Jawa.

Setiap hari miggu tertentu mereka berkumpul dan salah seorang harus

menyampaikan pidato atau pendapat yang mengomentari suatu masalah yang

yang dianggap yang paling menarik. Pada waktu itulah nampak benar bagaimana

ketekunan I.J. Kasimo dalam membaca memberikan sumbangan yang besar

terhadap kemampuannya untuk menyampaikan argumentasi. Dukungan kekayaan

pengetahuan umum serta bacaan yang luas yang mencakup segala masalah, sangat

membantunya dalam mengutarakan pendapat maupun dalam menyanggah

pendapat orang lain. Ditambah lagi dengan kelincahannya berbicara, I.J. Kasimo

waktu itu tampil sebagai anggota yang paling menonjol dan disegani oleh yang

lain.21

Dari kegemarannya ini, banyak buku-buku yang sangat mempengaruhi I.J.

Kasimo untuk menjadi seorang yang nasionalis. Seperti buku karangan de Bruijn

yang berjudul Sociologische Beginselen (Prinsip-prinsip Sosiologi). Di dalam

19

Sworo Tomo adalah sebuah terbitan yang semula merupakan sebuah forum komunikasi untuk

alumni Kolese Xaverius Muntilan. Tujuan Sworo Tomo adalah sebagaimana terumus dalam terbitan No.34/IV, September 1926 berbunyi, antara lain: Untuk menjelaskan ajaran Katolik guna melawan ajaran-ajaran lain yang mengaburkan.

20

Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 14.

(43)

buku ini dikatakan bahwa pemerintah yang terbaik sebaiknya berasal dari

masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan anggota masyarakat yang bersangkutan

jauh lebih mengenal masyarakatnya sendiri daripada orang lain yang datang dari

luar masyarakat itu sendiri.22

Sebuah buku lain yang sangat mempengaruhi pemikirannya adalah buku

Katholieke Maatschappijleer (Ajaran Sosial Katolik), terjemahan oleh Dr.

Drieschen dari buku karangan seorang imam Karmelit, Dr. Llovera. Ia

mengatakan bahwa setiap bangsa mempunyai hak untuk mencapai kemerdekaan

dan persatuan.23 Buku ini memberikan landasan idiil kepada Kasimo untuk

memperjuangkan kemajuan sosial ekonomi yang memang sudah lama menjadi

minat dan perhatiannya.

Kemudian ada artikel yang dibuat oleh Pastor van Lith yang tentunya

sangat berpengaruh besar bagi I.J. Kasimo. Artikel ini berjudul De Politiek Van

Nederlands ten Opzinchte Van Nederlands Indie (politik Negeri Belanda terhadap

Hindia Belanda). Dalam artikel ini Romo van Lith mempunyai pandangan

mengenai perkembangan politik yang akan terjadi di negeri ini. Dalam seruannya

kepada orang-orang Indo-Belanda misalnya, Romo van Lith mengatakan,

“ Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit putih tidak akan bertahan untuk selama-lamanya menghadapi 100.000 orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati ingin menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia seorang Jawa. Akuilah hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu diakui. Di dalam gereja kristus tidak ada orang Jahudi, orang Romawi, orang Junani, orang Belanda atau orang Jawa. Dan apa yang ada di dalam gereja sejak semula sudah merupakan hukum, kini kita harus dijadikan hukum pula di luar gereja. Orang Belanda. orang Indo, orang Jawa mulai saat ini harus

22

Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 185.

23

(44)

hidup rukun seperti saudara. Jika tidak maka dalam waktu dekat pasti akan terjadi perpecahan. Banyak orang di negeri Belanda tidak melihat keadaan di Hindia Belanda seperti kenyataannya. Mereka mengira bahwa keadaan akan tetap berlangsung seperti sekarang, akan tetapi mereka salah. Apa yang berlangsung sekarang tidak akan tetap demikian, yang lemah menjadi kuat dan yang kuat menjadi lemah. Apa yang sekarang berjalan akan berhenti dan apa yang sekarang tegak akan jatuh. Zaman baru dan dunia baru akan tiba dan siapa yang bijaksana akan mempersiapkan diri.”24

Artikel tersebut dipahami sebagai ancaman Pastor van Lith kepada

pemerintah Belanda untuk segera mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi

yang telah hilang akibat keserakahan bangsa Belanda. Artikel tersebut juga

membenarkan bahwa perlawanan dari kaum pribumi sebenarnya adalah hal yang

wajar dilakukan. Bahkan Pastor van Lith meyakini jika Belanda tidak segera

mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi, mereka akan bersatu untuk

mengusir bangsa Belanda dari bumi Indonesia.

Artikel Pastor van Lith ini sangat penting artinya untuk I. J. Kasimo.

Artikel tersebut memberikan pedoman kepada I. J. Kasimo dalam tahun-tahun

pertamanya mengenai perjuangan politiknya di Indonesia, bahkan dapat dikatakan

bahwa seluruh hidupnya merupakan jawaban terhadap seruan Romo van Lith

tersebut.

Pengalaman-pengalaman inilah yang menumbuhkan jiwa kerakyatan pada

diri I.J. Kasimo. Ia semakin yakin dan berani untuk membela rakyat yang tertindas

akibat kebijakan-kebijakan dari bangsa penjajah. Pengalaman-pengalamannya

tersebut juga mendorongnya untuk selalu berjuang bagi kepentingan rakyat kecil.

24

(45)

Di samping itu, pengalaman ini juga menyebarkan benih nasionalisme yang akan

(46)

BAB III

PROSES

I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME

A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai Katolik

Upaya I.J. Kasimo untuk memperjuangkan nasionalisme di tengah

masyarakat pribumi yang mempunyai sentimen negatif terhadap agama Kristiani

semakin terbukti setelah ia lulus dari MLS pada tahun 1921.1 Pada saat itu orang

Kristiani dianggap sebagai sekutu dari pemerintah Hindia Belanda dikarenakan

persamaan agama yang mereka anut. I.J. Kasimo sebagai seorang pribumi yang

beragama Katolik mempunyai keinginan untuk membentuk suatu partai Katolik

khusus untuk golongan pribumi. Hal tersebut dilakukannya karena ia ingin

membuktikan bahwa agama Katolik bukan berarti agama yang mendukung

pemerintah Hindia Belanda. Dari situ nasionalisme I.J. Kasimo sangat terlihat

karena pemikirannya mengenai pendirian partai Katolik khusus untuk golongan

pribumi. Rencana pendirian partai Katolik tersebut berarti sama saja ingin

memisahkan diri dari pemerintah Hindia Belanda karena pasti terdapat tujuan

yang berbeda antara golongan pribumi dan pemerintah Belanda. Jika ia

bergabung dengan partai dari orang Belanda, maka nasionalismenya sangat sulit

tercapai karena partai Belanda pasti mempunyai kepentingan sendiri untuk

bangsanya. Sedangkan jika ia memiliki partai sendiri, maka ia bisa mengajak

kaum pribumi untuk memberikan pengertian mengenai pentingnya nasionalisme

bagi kermajuan bangsa.

1

(47)

I.J. Kasimo semakin berpegang teguh pada pendiriannya untuk mendirikan

partai Katolik ketika pada tahun 1922 Pastor Frans van Lith menulis sebuah

artikel yang antara lain berbunyi :

“Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit putih tidak akan dapat bertahan untuk selama-lamanya menghadapi 100.000 orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati ingin menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia orang Jawa. Akuilah hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu diakui.”2

Artikel ini membuat I.J. Kasimo semakin yakin untuk mengembangkan

nasionalisme di tengah keraguan masyarakat Indonesia terhadap umat Kristiani.

I.J. Kasimo mengartikan artikel tersebut sebagai kritik terhadap kolonialisme

Belanda dan bukti keberpihakan Pastor van Lith kepada kaum pribumi yang

menghendaki kemerdekaan. Artikel tersebut juga menjadi suatu peringatan dari

Pastor van Lith terhadap pemerintah Belanda bahwa penjajahan tidak akan

bertahan selamanya. Suatu saat kaum pribumi akan bangkit untuk menuntut hak

mereka. Yang lebih mendalam lagi, artikel ini mencoba menegaskan bahwa

arogansi Belanda terhadap kaum pribumi tidak hanya merusak citra Belanda,

melainkan juga citra agama Kristiani di hadapan orang-orang Indonesia.

Artikel ini menjadi inspirasi utama bagi I.J. Kasimo dan mantan

murid-muridnya di Kweekschool3Muntilan yang ingin melibatkan diri secara aktif dalam

kehidupan politik. Artikel ini dipandang sebagai sebuah pedoman yang menjadi

alasan utama bagi pertemuan para tokoh seperti I.J. Kasimo, F.S Harjadi, dan

Raden Mas Jakobus Soejadi Djajasepoer. I.J. Kasimo memulai pemikirannya

2

Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 34.

3

Kweekschool adalah salah satu jenjang pendidikan resmi untuk menjadi guru pada zaman Hindia

(48)

untuk mendirikan partai Katolik pada tahun 1923 bersama F.S. Harjadi dan RM

Jakob Soedjadi.4 Mereka bertiga sepakat untuk membentuk sebuah panitia

persiapan untuk mendirikan partai Katolik. Selama satu tahun mereka

mengadakan persiapan dengan memberikan pengertian kepada masyarakat Jawa

di Yogyakarta dan sekitarnya. Setiap mengadakan pertemuan dengan masyarakat

pribumi Jawa selalu dimanfaatkan untuk mematangkan gagasan mendirikan partai

politik tersebut.

Melalui partai Katolik tersebut, sangat jelas bahwa nasionalisme yang

dikembangkan I.J. Kasimo memang tidak bisa terlepas dari nasionalisme yang

bersifat religius. Ia mengembangkan nasionalisme dengan berpedoman pada

ajaran-ajaran Katolik. Dari ajaran Katolik tersebut, ia mengaktualisasikannya ke

dalam nasionalisme yang ia cita-citakan. Hal itu dibuktikan saat ia menolak untuk

bergabung dengan IKP (Indische Katholieke Partij) yang berdiri sejak tahun

1917.5 Memang benar bahwa IKP adalah partai Katolik yang didalamnya pasti

terdapat banyak persamaan dengan partai yang ingin dibentuk I.J. Kasimo

mengenai ajaran-ajaran Katolik. Tetapi karena nasionalisme yang dimilikinya I.J.

Kasimo beranggapan jika ia bergabung dengan IKP, maka ia sama saja menjadi

penjajah bangsanya sendiri karena IKP dikendalikan oleh orang Belanda. Ia tidak

dapat mengabdikan diri pada negerinya jika nama Katolik terdiri dari orang-orang

yang menindas bangsanya. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa I.J. Kasimo

memang seorang nasionalis sejati. Ia tetap berpegang teguh untuk mendirikan

partai khusus untuk golongan Katolik pribumi. Ia bisa saja bergabung dengan IKP

4

Mikhael Dua, dkk, op.cit., hlm. 37.

5

(49)

jika hanya ingin memperkuat identitas agama Katolik. Tetapi ia dengan tegas

menolak bergabung dengan IKP dan ingin membuktikan bahwa Katolik Pribumi

adalah Katolik yang nasionalis.

Masalah-masalah yang dihadapi I.J. Kasimo untuk mendirikan partai

Katolik tidak membuatnya gentar untuk tetap bersikeras mendirikan partai Katolik

bersama teman-teman bekas murid Kweekschool Muntilan. I.J. Kasimo dan

teman-temannya tahu bahwa kedudukan mereka di kalangan masyarakat tidak

dapat dipandang tinggi. Kecuali itu, mereka juga tahu bahwa jumlah orang

Katolik Jawa waktu itu belum banyak, yaitu kurang dari 10.000 orang.6 Meskipun

demikian, dalam pertemuan tersebut mereka berani mengambil keputusan untuk

mendirikan partai politik untuk .golongan Jawa sendiri, di samping Indische

Katholieke Partij (IKP) yang anggota-anggotanya hampir 100% terdiri dari

orang-orang Katolik Belanda.

Akhirnya upaya I.J. Kasimo dan teman-temannya untuk mendirikan partai

Katolik untuk golongan pribumi dapat terwujud pada tahun 1923.7 Kebanyakan

dari mereka adalah guru sekolah rakyat di Jawa Tengah. Mereka adalah rakyat

biasa yang mempunyai cita-cita yang sangat tinggi demi tercapainya pemerintahan

yang adil di negaranya. Mereka sadar bahwa pemerintahan yang adil adalah

pemerintahan yang menjamin kebebasan beragama, kebebasan menerima

pendidikan, kebebasan pelayanan di bidang sosial, kesehatan, dan lain-lain.

6

Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT. Gramedia, 1980, hlm. 21.

7

(50)

Pengurusnya terdiri atas tiga orang, yaitu FS. Haryadi sebagai ketua, I.J. Kasimo

sebagai sekretaris, dan RM. Yakob Sujadi sebagai bendahara.

Di dalam lembaran negara, nama resmi yang tercantum adalah Katholieke

Vereeniging Voor Politieke Actie Afdeling Khatolieke Javanen. Tetapi berkat

nasionalisme yang dimiliki I.J. Kasimo, ia merasa tidak pantas jika nama partai

yang dibentuknya menggunakan nama Belanda. Untuk itu, agar partai tersebut

dapat dimaknai sebagai partai Katolik pribumi, maka partai tersebut mempunyai

nama tersendiri di kalangan pribumi, yaitu Pakempalan Politik Katholik Djawi

(PPKD). Perubahan nama partai menggunakan bahasa Jawa tersebut bukan tanpa

alasan. Ia ingin menunjukkan bahwa partai yang ia dirikan adalah partai yang

benar-benar milik pribumi dan tidak ada campur tangan Belanda. Mengenai

perubahan nama partai di kalangan pribumi tersebut, nasionalis I.J. kasimo

semakin terbukti meskipun dalam lingkup nasionalis Jawa. Tetapi nasionalis Jawa

ini akan berkembang menjadi nasionalis Indonesia seiring dengan

perjuangan-perjuangannya kelak.

Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme kembali

mendapatkan hambatan pada awal terbentuknya partai, yakni pada tahun 1923.

Melalui partai Katolik ini ia harus memutuskan untuk bergabung dengan IKP

dengan alasan agar mendapat persetujuan dari hirarki gereja mengenai izin

pendirian partai. Memang pada saat itu tidak diperbolehkan mendirikan partai

Katolik baru jika sebelumnya sudah ada partai Katolik lain.8 Padahal izin dari

hirarki gereja adalah syarat mutlak untuk mendirikan partai katolik. Untuk itu,

8

(51)

mau tidak mau partai yang baru didirikan itu harus bergabung dengan IKP agar

mendapatkan izin dari Hirarki Gereja.

Dengan bergabungnya PPKD dengan IKP tidak membuat semangat I.J.

Kasimo untuk mendirikan partai khusus untuk golongan Katolik pribumi luntur.

Bahkan setelah mendapat persetujuan dari hirarki gereja dan IKP untuk

mendirikan partai yang berafiliasi dengan IKP, I.J. Kasimo masih harus berjuang

untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada saat itu

pengakuan badan hukum dari pemerintah Hindia Belanda sangat penting bagi

suatu organisasi.

I.J. Kasimo adalah seorang Nasionalis yang sangat cerdas dan berani.

Demi mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda, I.J. Kasimo

mencantumkan secara terselubung tujuan partai tersebut. Sejak semula I.J.

Kasimo ingin menunjukkan bahwa perjuangan golongan Katolik Jawa yang

dicanangkan adalah suatu perjuangan dalam rangka emansipasi bangsa, yang

bertujuan mencapai Indonesia merdeka.9 Dengan tujuan partai seperti itu I.J.

Kasimo tidak akan mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda karena

pada saat itu adalah zaman penjajahan. Maka dari itu demi memperoleh

pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda, tujuan partai hanya dicantumkan

sebagai partai yang ikut serta berusaha membangun dan memajukan negara.

Dengan tujuan partai seperti itu, partai yang baru ini langsung memperoleh

pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda.

9

Gambar

gambar I.J.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Gambar 3: a) Schooling ikan pelagis kecil di perairan Selat Bangka pada musim timur. Stasiun 4-9 sounding akustik pada siang hari. Stasiun 1-3 dan 10-12 sounding akustik pada

Dalam mendepani kemelut ini, al-Sunnah telah menggariskan asas interaksi sosial yang tepat, antaranya adalah larangan tasyabbuh dengan orang bukan Islam dalam amalan

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan pertolongan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Faktor

The alumina-activated carbon composite as adsorbent composite are used according to the color concentration in the wastewater (calculation by experiment adsorption

Tahun 1991 adalah tahun kejayaan terakhir film Indonesia, karena sejak itu merosot dengan sangat tajam, dan tinggal film-film seks dan kekerasan yang dibuat sangat gampang,

Hasil tertinggi dari pengujian dataset hasil seleksi fitur TB didapatkan pada penggunaan tujuh fitur dengan nilai akurasi mencapai 98.5% dan AUC mencapai 0.97 yang

The CASCADE-IMEI study (Computer Assisted Curriculum Analysis, Design and Evaluation for Innovation in Mathematics Education in Indonesia) focuses on the development