• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja."

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Lintang Hapsari Dewi

Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Dan Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita, berusia minimal 20 tahun dan maksimal 40 tahun, telah menikah dan bekerja, usia perkawinan maksimal 10 tahun, dan pendidikan terakhir minimal SMA. Alat pengumpulan data yang digunakan terdiri dari 2 macam skala yaitu skala penyesuaian diri dan skala kepuasan perkawinan yang disusun dengan metode rating yang dijumlahkan.

Data penelitian ini dianalisis menggunakan tekhnik Product Moment Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,629 dengan probabilitas sebesar 0,000 (p<0,001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.

Kata Kunci : Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan, Kepuasan Dalam Perkawinan, Wanita Yang Bekerja

(2)

ABSTRACT

Lintang Hapsari Dewi

The Relation Between Marital Adjustment And Marital Satisfaction of Career Women

Yogyakarta : Faculty of Psychology, Psychology Department, Major Study in Psychology

Sanata Dharma University

This research is aimed to know the relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women. Hypothesis which is proposed is that there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.

Subjects of this research are women between 20 years of age and 40 years at the most, married, have jobs, maximum age of marriage is 10 years and graduated from at least senior high school. The tool used for gathering the data consist of 2 kinds of scales, namely marital adjustment scale and marital satisfaction scale, arranged in rating method which are added.

The data of this research are analyzed using Product Moment Pearson technic. The correlation coefficient which are gained is 0,629 with the probability of 0,000 (p<0,001). The result of this research shows that the hypothesis is accepted. This means there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.

Key Words : Marital Adjustment, Marital Satisfaction, Career Women

(3)

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DENGAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN

PADA WANITA YANG BEKERJA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

LINTANG HAPSARI DEWI NIM : 01 9114 023

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2009

(4)
(5)
(6)

Hidup adalah kegelapan yang sesungguhnya kecuali kalau disana ada dorongan Dan semua dorongan adalah buta kecuali kalau ada pengetahuan Dan pengetahuan adalah sia-sia kecuali kalau ada kerja Dan semua pekerjaan adalah hampa kecuali kalau ada kecintaan Dan apabila kau bekerja dengan cinta, kau satukan dirimu dengan dirimu, orang lain, dan juga dengan Tuhan (Kahlil Gibran)

Memiliki sedikit pengetahuan namun digunakan untuk bekerja Adalah jauh lebih berarti

Daripada memiliki pengetahuan luas namun mati tak berfungsi (Kahlil Gibran)

(7)

Sometimes you might feel that you’ll be happier alone

But it’s always nice to have someone to laze around

with...

Someone to think about...

Someone to care about...

Someone to share your joy...

And someone to kiss...

So take a chance, you’ll never know what you will get

Until you have really tried

So if there’s somebody you miss, tell them that you do

Cause there’s something only love can do

(Melvin Ho)

(8)

Karya kecil ini ku persembahkan untuk...

Anak-anakku tersayang...

PINKY & DIMAZ

yang membuat

usahaku terasa nggak sia-sia...ini semua karna kalian...luv u, kidz..

Bapak & Ibuku...

GIYATTO SUNUNTORO, SH, MM & Dra. SRI

INDAH ASMARAWATI

buat semua doa, dukungan, kasih sayang,

dan segala pengorbanannya...

Suamiku tercinta...

LUKAS KURNIAWAN

buat cinta, kesetiaan,

kesabaran, dan support yang ruaaarrr biasa...always luv u..

Kakak-kakakku....maz

BAYU

& mba

ISTI

, maz

TEGUH

& mba

SITA

, maz

BOMO

& mba

NANA

buat support, perhatian dan kasih

sayangnya...

Keponakan-keponakanku yang lucu....

TIO, ADY, KAYLA, ICHA,

RARAS

...

Sahabatku....

ULIN, RIZTA, ADIZ, ERNA

dan nggak lupa..

NUKE

...buat sebuah persahabatan yang manis..I will always

remember...

(9)
(10)

ABSTRAK

Lintang Hapsari Dewi

Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Dan Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita, berusia minimal 20 tahun dan maksimal 40 tahun, telah menikah dan bekerja, usia perkawinan maksimal 10 tahun, dan pendidikan terakhir minimal SMA. Alat pengumpulan data yang digunakan terdiri dari 2 macam skala yaitu skala penyesuaian diri dan skala kepuasan perkawinan yang disusun dengan metode rating yang dijumlahkan.

Data penelitian ini dianalisis menggunakan tekhnik Product Moment Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,629 dengan probabilitas sebesar 0,000 (p<0,001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.

Kata Kunci : Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan, Kepuasan Dalam Perkawinan, Wanita Yang Bekerja

(11)

ABSTRACT

Lintang Hapsari Dewi

The Relation Between Marital Adjustment And Marital Satisfaction of Career Women

Yogyakarta : Faculty of Psychology, Psychology Department, Major Study in Psychology

Sanata Dharma University

This research is aimed to know the relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women. Hypothesis which is proposed is that there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.

Subjects of this research are women between 20 years of age and 40 years at the most, married, have jobs, maximum age of marriage is 10 years and graduated from at least senior high school. The tool used for gathering the data consist of 2 kinds of scales, namely marital adjustment scale and marital satisfaction scale, arranged in rating method which are added.

The data of this research are analyzed using Product Moment Pearson technic. The correlation coefficient which are gained is 0,629 with the probability of 0,000 (p<0,001). The result of this research shows that the hypothesis is accepted. This means there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.

Key Words : Marital Adjustment, Marital Satisfaction, Career Women

(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji Dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

karuniaNya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan

Dan Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja” disusun untuk

memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi Universtas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan skripsi ini telah mendapat

bantuan dan dukungan dari banyak pihak, sehingga dalam kesempatan ini, dengan

segala kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu, yaitu :

1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M, S.Psi, M.Si selaku Kaprodi dan Dosen Pembimbing

Akademik Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas

bimbingan akademik dan perhatiannya.

3. Ibu M.L. Anantasari, S.Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan,

kesabaran dan perhatiannya selama saya menyusun skripsi.

4. Ibu Tanti Arini, S.Psi, M.Si dan Ibu Agnes Indar E, S.Psi, Psi, M.Si selaku dosen

penguji atas kritik dan sarannya.

5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk

semua ilmu yang sudah diberikan kepada saya selama saya kuliah, semoga bisa

berguna sampai seterusnya.

6. Seluruh karyawan & karyawati Universitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya

di Fakultas Psikologi untuk segala macam bantuannya.

7. RS. Condong Catur & RSI. Hidayatullah yang memudahkan saya dalam mengambil

data.

8. Teman-teman seperjuangan F.Psi USD angkatan 2001…makasih udah jadi bagian

dari perjalanan hidupku…

9. Teman-teman F.Psi dari angkatan lain (1999-2004)…senengnya bisa berteman ma

kalian semua…

(14)
(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

MOTTO ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

DAFTAR GAMBAR ...xviii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 7

C. TUJUAN PENELITIAN ... 7

D. MANFAAT PENELITIAN ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN ... 9

1. Pengertian Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ... 9

(16)

2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ... 10

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ...13

B. KEPUASAN DALAM PERKAWINAN ...14

1. Pengertian Perkawinan ... 14

2. Pengertian Kepuasan Diri Dalam Perkawinan ... 15

3. Aspek-Aspek Kepuasan Dalam Perkawinan ... 16

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Dalam Perkawinan ... 18

C. WANITA YANG BEKERJA ... 20

D. HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA WANITA YANG BEKERJA ……… 22

E. HIPOTESIS ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN ……….. 27

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ……….. 27

C. DEFINISI OPERASIONAL ………27

D. SUBJEK PENELITIAN ………. 30

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA ……….. 31

F. PROSES UJI COBA ALAT UKUR ……….. 33

G. HASIL UJI COBA ALAT UKUR ………. 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN ……… 39

B. DISTRIBUSI SUBJEK ……… 39

1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia ……… 39

(17)

2. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan ……… 40

3. Distribusi Subjek Berdasarkan Pekerjaan ……… 41

4. Distribusi Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ……… 41

C. HASIL PENELITIAN ……….... 42

1. Deskripsi Data Penelitian ……… 42

2. Uji Asumsi ……… 44

a. Uji Normalitas ……… 44

b. Uji Linearitas ……….. 45

c. Uji Hipótesis ……….. 45

D. PEMBAHASAN ……… 46

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ……….. 57

B. KETERBATASAN PENELITIAN ……… 57

C. SARAN ……….. 58

DAFTAR PUSTAKA ……… xix

LAMPIRAN ………... xxiii

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ... 32

Tabel 3.2 Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan ... 32

Tabel 3.3 Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Setelah Uji Coba ... 35

Tabel 3.4 Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Untuk Penelitian ... 36

Tabel 3.5 Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba ... 37

Tabel 3.6 Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Perkawinan Untuk Penelitian ... 38

Tabel 4.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Usia ... 40

Tabel 4.2 Distribusi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan ... 40

Tabel 4.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 41

Tabel 4.4 Distribusi Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 42

Tabel 4.5 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 42

Tabel 4.6 Hasil Mean Teoritis dan Mean Empiris ... 43

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Skala Uji Coba dan Skala Penelitian... xxiii

LAMPIRAN II : Skor Skala Uji Coba dan Reliabilitas dan Validitas ... xlix

LAMPIRAN III : Skor Skala Penelitian dan Total Skor Skala Penelitian .. lxxi

LAMPIRAN IV : Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Hipotesis ... lxxxv

LAMPIRAN V : Surat Ijin Penelitian ... xcvi

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan dan

Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja ... 26

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa dewasa dini atau dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan mencari

pasangan serta menikah. Individu yang berada pada masa ini memiliki kriteria yang

menunjukkan berakhirnya masa remaja dan dimulainya masa dewasa yaitu mandiri

secara ekonomi dan mandiri dalam membuat keputusan (Santrock, 2002) serta telah

siap menerima kedudukannya dalam masyarakat dan dapat bergabung dengan orang

dewasa lainnya (Hurlock, 1980).

Orang muda akan memulai hidup berumah tangga apabila mereka telah

mampu untuk memenuhi kebutuhan kini dan masa depan (Hurlock, 1980), memiliki

tanggung jawab untuk bekerja serta telah menemukan pasangan yang dicintainya

(Kartono, 1977). Perkawinan yang terjadi antara pria dan wanita adalah suatu

bentuk peristiwa dimana secara resmi mereka dinyatakan telah menjadi satu

kesatuan yang saling memiliki satu sama lain (Kartono, 1977) dan membentuk

sistem keluarga baru (Santrock, 2002).

Perkawinan tidak luput dari berbagai masalah, baik itu masalah kecil

maupun masalah besar (Gunarsa, 1990). Berbagai macam persoalan dalam

kehidupan perkawinan dapat menimbulkan gejolak dalam rumah tangga yang bisa

saja mengakibatkan perceraian atau perpisahan. Perceraian atau perpisahan tersebut

berhubungan dengan ketidakbahagiaan dan salah penyesuaian dalam perkawinan

(22)

Dalam kehidupan perkawinan, pasangan suami istri menginginkan

tercapainya kebahagiaan yang ditandai dengan adanya kepuasan dalam perkawinan

tersebut. Kepuasan dalam perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap kehidupan pribadi suami maupun istri, sehingga sangat penting pula untuk

mencapai kepuasan perkawinan agar dapat mewujudkan kebahagiaan dan

keharmonisan pasangan suami istri (Powell, 1991). Apabila kepuasan dalam

perkawinan tidak tercapai, maka dapat menimbulkan hancurnya penyesuaian diri

baik secara pribadi maupun sosial (Hurlock, 1980).

Kepuasan dalam perkawinan menurut Hurlock (1980) merupakan tingkat

keberhasilan suami istri dalam menyesuaikan diri dan menghadapi setiap

permasalahan dalam rumah tangga. Lasswell & Lasswell (dalam Sembiring, 2003)

berpendapat bahwa kunci dari kepuasan perkawinan adalah terjalinnya kerjasama

yang baik antara suami istri dalam menghadapi berbagai masalah dalam rumah

tangga.

Taraf kepuasan dalam perkawinan ditentukan oleh seberapa baik pasangan

suami istri dapat memenuhi kebutuhan, harapan, keinginan masing-masing dan

bersama. Puas atau tidaknya mereka dalam kehidupan perkawinan tergantung dari

kemampuan masing-masing dalam menjalani perannya untuk memenuhi setiap

kebutuhan dan harapan yang diinginkan dalam rumah tangga (Lasswell & Lasswell

dalam Sembiring, 2003). Kepuasan perkawinan akan mencapai puncaknya pada usia

lima tahun perkawinan (Pineo dalam Pramesti, 2006) dan akan mengalami

peningkatan kepuasan hingga sepuluh tahun usia perkawinan (Reedy dalam

(23)

Pada era ini baik pria maupun wanita memiliki kesempatan yang sama untuk

berkarir. Wanita tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja tetapi juga

sudah aktif berperan dalam berbagai bidang kehidupan baik sosial, ekonomi maupun

politik. Selain tingkat pendidikan yang dimiliki wanita telah memadai dan setara

dengan tingkat pendidikan pria, tuntutan ekonomi juga menjadi faktor pendorong

bagi kaum wanita untuk memasuki dunia kerja (Stefani dkk, 2000).

Kesuksesan yang menyertai seorang wanita bekerja tidak terlepas dari

perjuangannya menghadapi berbagai tantangan dan dilema. Dilema terbesarnya

adalah bagaimana ia bisa menyeimbangkan pekerjaannya dengan keutuhan

keluarganya. Jika salah satu terabaikan, maka ia tidak bisa disebut sebagai wanita

bekerja yang sukses. Tantangan lain yang harus dihadapi yaitu budaya, etika dan

fenomena adat ketimuran yang memandang sebelah mata pada keterlibatan wanita

di dunia kerja dan bisnis, dan seolah-olah membatasi fleksibilitas wanita dibanding

dengan pria (Oetomo, 2004).

Perkawinan bagi wanita merupakan salah satu hal terpenting dalam hidupnya

termasuk dalam karirnya. Perkawinan bagi wanita di satu sisi dapat menunjang

kemajuan karirnya, akan tetapi di sisi lain perkawinan juga bisa menghambat

karirnya (Gunarsa, 1990). Pada saat banyak wanita mengejar karir, mereka

dihadapkan pada pertanyaan apakah mereka harus memilih salah satu diantara karir

dan keluarga, ataukah mereka harus mengkombinasikan antara keduanya (Santrock,

2002)

Banyak wanita bekerja merasa tidak sanggup apabila diharuskan untuk

berperan sebagai ibu rumah tangga karena mereka berpikir bahwa tugas rumah

(24)

tugas rumah tangga yang ada (Hurlock, 1980). Hubungan suami istri pun bisa

menjadi tegang bagi wanita yang bekerja dan dapat meningkatkan ketidakpuasan

wanita itu sendiri karena beban tugas yang dilakukan terasa terlalu berat (Hurlock,

1980).

Sejalan dengan banyaknya wanita yang telah menikah dan memutuskan

untuk bekerja diluar rumah, mereka menjadikan pekerjaannya sebagai jalan untuk

mengaktualisasikan diri dan membentuk identitasnya, akan tetapi terkadang diikuti

dengan tidak terpenuhinya fungsi wanita sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu,

bagi wanita yang memiliki peran ganda tersebut dituntut untuk menjaga

keseimbangan antara keluarga dengan pekerjaannya (Suprapto, 2007).

Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, kepuasan dalam perkawinan

dikaitkan dengan berbagai macam variabel yang diantaranya yaitu komunikasi,

perilaku asertif, kesetaraan gender, peran gender, usia perkawinan, kecerdasan

emosional, aspirasi karier, dan penyesuaian diri. Penelitian ini mengambil variabel

penyesuaian diri karena persoalan dalam kehidupan perkawinan umumnya

bersumber pada kesulitan menyesuaikan diri (Gunarsa, 1990). Hal ini diperkuat

dengan ditemukannya data dari Pengadilan Agama (dalam Wahyuningsih, 2005)

yang memaparkan bahwa permasalahan yang paling sering dilaporkan oleh

pasangan suami istri yang akan bercerai adalah adanya perselisihan yang terus

menerus diantara mereka dengan presentase sebesar 48,8% dari kasus perceraian.

Perselisihan antara suami istri merupakan permasalahan yang terkait dengan

penyesuaian diri dalam perkawinan sehingga untuk dapat menjalani kehidupan

perkawinan dengan baik, baik istri maupun suami harus dapat menyesuaikan diri.

(25)

terhindar dari tekanan, bermacam-macam kegoncangan dan ketegangan jiwa serta

mampu menghadapi kesulitan dengan cara yang objektif dan berpengaruh pada

kehidupannya (Mu’tadin, 2002).

Penyesuaian diri dalam perkawinan bersifat dinamis, pasangan suami istri

saling menyesuaikan diri satu sama lain hingga mencapai hubungan yang harmonis

dan memuaskan (Bowman, 1954) serta mampu memenuhi tuntutan penyesuaian diri

dalam lingkungan perkawinan seperti hadirnya anak, perubahan status sosial

ekonomi dan perubahan kebiasaan-kebiasaan buruk serta hal-hal lainnya (Thomas

dalam Schneiders, 1964).

Kegagalan dalam menyesuaikan diri dalam perkawinan dapat berdampak

pada individu secara psikologis seperti stres dan depresi karena menghadapi situasi

yang penuh tekanan (Handayani, 2004), tidak dapat berinteraksi dengan baik, serta

dapat mengalami gejolak rumah tangga yang bisa saja tidak terselesaikan dan

berujung pada perceraian (Rose, 1987).

Badan Pusat Statistik (dalam Sembiring, 2003) memaparkan angka

perceraian pada tahun 1990-1991 di Indonesia mencapai 61.151 kasus dari

1.338.364 perkawinan. Tahun 1991-1992 meningkat menjadi 113.897 kasus dari

1.358.616 perkawinan. Banyak juga masalah perkawinan yang meskipun tidak

berakhir dengan perceraian tapi diwarnai oleh ketidakharmonisan pasangan suami

istri seperti perselingkuhan atau pisah ranjang yang bisa menyebabkan

ketidakpuasan perkawinan.

Bagi wanita, peran sebagai ibu rumah tangga membuatnya harus melakukan

pekerjaan rumah tangga lebih banyak daripada suaminya (Santrock, 2002).

(26)

perasaan yang bercampur aduk terhadap pekerjaan rumah tangga karena tidak semua

wanita memiliki persiapan yang cukup matang dalam menjalankan kehidupan

berumah tangga (Santrock, 2002).

Penyesuaian yang dijalani oleh kaum wanita akan terasa lebih berat apabila

ia memilih untuk bekerja diluar rumah. Meningkatnya status wanita yang telah

menikah dan bekerja dapat menimbulkan gangguan rumah tangga karena bila wanita

telah memilih berkarir maka ia akan kesulitan dalam menjalankan fungsinya sebagai

ibu rumah tangga (Setyowati dkk, 2003).

Dalam lingkungan masyarakat, wanita juga mengalami perlakuan yang

kurang menguntungkan karena masih ada bias gender di masyarakat dalam

memandang dan memperlakukan wanita (Suyanto dalam Stefani dkk, 2000).

Masyarakat, suami, maupun diri wanita itu sendiri merasa bahwa walaupun seorang

wanita bekerja, peran ideal wanita dalam rumah tangga tetap harus terlaksana

dengan baik, sehingga akan timbul rasa bersalah dalam diri wanita tersebut apabila

ia tidak mampu melakukan perannya dengan baik karena pada saat ia bekerja, ia

merasa telah mengabaikan keluarga dan rumah tangganya (Stefani dkk, 2000) dan

pekerjaan rumah tangga diambil alih oleh pembantu (Mappiare, 1983).

Wanita yang menikah dan bekerja menghadapi konflik antara keinginan

untuk terlibat dalam aktivitas keluarga dan keinginan untuk melakukan pekerjaan

atau karirnya dengan baik (Senecal, dkk dalam Baron & Byrne, 2003).

Keinginan-keinginan tersebut dapat dengan mudah mengarah pada konflik, keterasingan dan

kelelahan emosional (Barom & Byrne, 2003).

Penyesuaian diri yang dilakukan wanita yang menikah dan bekerja tentunya

(27)

maupun emosional. Apabila kelelahan ini tidak teratasi dengan baik maka akan

muncul konflik yang dapat mempengaruhi wanita dan mengarah pada ketidakpuasan

terhadap perkawinan dan juga pekerjaannya (Perrewe, dkk dalam Baron & Byrne,

2003).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dalam

perkawinan memiliki peran yang cukup penting untuk mencapai kepuasan dalam

perkawinan. Namun pada wanita yang bekerja, walaupun mereka telah berusaha

untuk menyesuaikan diri dengan baik, mereka belum tentu mendapatkan kepuasan

dalam perkawinannya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor seperti komunikasi

yang bisa terhambat karena kesibukan dalam bekerja dan ada atau tidaknya

dukungan dari pasangan (Handayani, 2004), sehingga penelitian ini ingin menguji

lebih lanjut apakah memang benar ada hubungan antara penyesuaian diri dalam

perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara

penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada

wanita yang bekerja?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri

(28)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis

Menambah khasanah ilmu psikologi perkembangan dewasa dini dan ilmu

psikologi sosial khususnya yang terkait dengan penyesuaian diri wanita dalam

perkawinannya serta kaitannya dengan pencapaian kepuasan dalam perkawinan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Wanita / Istri

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi wanita yang

dapat digunakan untuk mengetahui pentingnya penyesuaian diri dalam

perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan, khususnya bagi wanita yang

menjalani peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita

bekerja.

b. Bagi Pria / Suami

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk mengetahui

pentingnya penyesuaian diri untuk mencapai kepuasan perkawinan bersama

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN 1. Pengertian Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan.

Gunarsa (1990) menjelaskan bahwa penyesuaian diri dalam perkawinan

adalah suatu usaha tercapainya pengenalan dan pengertian yang lebih mendalam

dengan berkurangnya perbedaan-perbedaan maupun sumber permasalahan demi

terbinanya kesatuan antara suami istri.

Spanier (dalam Nainggolan, 2003) berpendapat bahwa penyesuaian

dalam perkawinan merupakan tuntutan untuk saling mengakomodasikan

kebutuhan, keinginan dan harapan antara suami istri tentang bagaimana kinerja

masing-masing dalam menjalankan kewajiban sehubungan dengan situasi

perkawinan.

Graham,dkk (dalam Wahyuningsih, 2005) menyatakan bahwa

penyesuaian diri dalam perkawinan adalah penilaian subjektif mengenai tingkat

kepuasan yang berkaitan dengan bagaimana suami istri berbagi minat, tujuan,

nilai dan pandangan dalam hubungan perkawinannya.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian diri

dalam perkawinan merupakan suatu usaha untuk mencapai pengenalan dan

pengertian pada kebutuhan, keinginan, harapan, berbagi minat, tujuan, nilai dan

(30)

2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan

Hurlock (1980) mengungkapkan 4 aspek dalam penyesuaian diri dalam

perkawinan, yaitu:

a. Penyesuaian Dengan Pasangan

Dalam perkawinan, hubungan interpersonal memainkan peran yang

penting. Semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal suami

istri pada masa lalu maka mereka akan semakin mampu mengembangkan

wawasan sosial, mau bekerja sama dengan orang lain dan mampu

menyesuaikan diri dengan baik dalam perkawinannya.

Penyesuaian dengan pasangan dapat diukur dari komitmen pada

kelanjutan hubungan, frekuensi bertukar pendapat, memahami dan berbagi

minat, memberi dan menerima cinta, serta bekerjasama dalam mengerjakan

pekerjaan rumah tangga.

Terdapat beberapa unsur yang mendukung dalam penyesuaian terhadap

pasangan yaitu konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan,

kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai,

konsep peran, dan perubahan dalam pola hidup.

b. Penyesuaian Seksual

Penyesuaian ini merupakan salah satu penyesuaian yang paling sulit

dalam perkawinan dan salah satu sebab yang mengakibatkan pertengkaran

dan ketidakbahagiaan perkawinan apabila kesepakatan mengenai hal ini

tidak dapat tercapai dengan memuaskan. Biasanya pasangan tersebut belum

mempunyai cukup pengalaman awal yang berhubungan dengan penyesuaian

(31)

Penyesuaian seksual dapat dinilai dari pengungkapan perasaan cinta serta

tercapainya kepuasan dalam berhubungan seks. Istri mampu menyalurkan

hasrat seksualnya secara fisik dan emosi, ada komunikasi yang baik antara

suami istri dalam melakukan hubungan seks dan tidak adanya paksaan dalam

melakukan hubungan seks.

Unsur-unsur yang mendukung dalam penyesuaian seksual antara lain

perilaku terhadap seks, pengalaman seks masa lalu, dorongan seksual,

pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi,

dan efek vasektomi.

c. Penyesuaian Keuangan

Adanya uang dan kurangnya uang memiliki pengaruh yang besar

terhadap penyesuaian pasangan suami istri dalam perkawinan.

Banyak istri yang tersinggung karena dianggap tidak mampu

mengendalikan uang yang digunakan untuk melangsungkan hidup keluarga.

Sedangkan suami juga merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan

keuangan, terutama jika istrinya bekerja setelah mereka menikah dan

terpaksa berhenti bekerja ketika anak mereka lahir, bukan hanya pendapatan

mereka berkurang, tetapi suami harus mampu menutupi semua pengeluaran

dengan pendapatannya.

Penyesuaian keuangan diukur dari bagaimana pengelolaan keuangan

keluarga dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Unsur-unsur yang terkait dengan penyesuaian keuangan yaitu situasi

(32)

d. Penyesuaian Dengan Pihak Keluarga Pasangan

Dengan perkawinan, orang dewasa secara otomatis akan memperoleh

anggota keluarga baru, mereka adalah anggota keluarga pasangan dengan

usia, pendidikan, budaya dan latar belakang yang berbeda-beda. Suami istri

harus mempelajari dan menyesuaikan diri bila tidak ingin memiliki

hubungan yang tegang dengan sanak saudara mereka.

Masalah hubungan dengan pihak keluarga pasangan akan menjadi serius

selama tahun-tahun awal perkawinan dan merupakan salah satu penyebab

utama perceraian.

Penyesuaian ini dapat dinilai dari hubungan dengan mertua, ipar dan

keluarga besar pasangan yang meliputi penerimaan, menghormati dan

menghargai keberadaan keluarga pasangan.

Unsur-unsur yang dapat mempengaruhi penyesuaian terhadap keluarga

pasangan antara lain stereotip tradisional, keinginan untuk mandiri,

keluargaisme, mobilitas sosial, anggota keluarga berusia lanjut serta bantuan

keuangan untuk keluarga pasangan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan aspek-aspek diatas

adalah:

a. Penyesuaian dengan pasangan : selalu menjaga komitmen, saling

memahami dan berbagi minat, bertukar pendapat dengan pasangan dan

bekerjasama dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

b. Penyesuaian seksual : mengungkapkan rasa cinta melalui hubungan seks

(33)

c. Penyesuaian keuangan : mengelola keuangan sehingga dapat memenuhi

kebutuhan keluarga.

d. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan : menerima keluarga

pasangan, saling menghormati dan menghargai dengan keluarga besar

pasangan.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Hurlock (1980) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi penyesuaian diri dalam perkawinan, yaitu:

a. Menjadi Orangtua

Pada masa ini, suami istri akan mengalami stres atau ketegangan apabila

anak pertama lahir pada tahun pertama perkawinan, sebelum pasangan suami

istri memiliki waktu cukup untuk melakukan penyesuaian satu sama lain

atau untuk mengatur keuangannya dalam kondisi memuaskan.

b. Kondisi Keuangan

Harapan yang tidak realistis mengenai biaya hidup membuat pasangan

suami istri mengalami kesulitan dalam penyesuaian perkawinan karena

harapan mereka untuk memiliki barang-barang yang diinginkan dan

dianggap penting juga menjadi tidak realistis.

c. Harapan Perkawinan

Harapan perkawinan yang tidak realistis juga mempengaruhi

penyesuaian dalam perkawinan karena seringkali pasangan muda kurang

(34)

d. Jumlah Anak

Apabila suami istri setuju mengenai jumlah anak yang ideal dan mereka

memiliki anak sebanyak yang mereka harapkan maka proses penyesuaian

perkawinan akan jauh lebih baik.

e. Posisi dalam Keluarga

Faktor ini termasuk penting karena hal ini akan menjadikan individu

untuk belajar memainkan peran tertentu yang dapat dimanfaatkan dalam

situasi perkawinan. Semakin mirip situasi baru dengan situasi lama, maka

akan semakin baik pula penyesuaian perkawinan mereka.

f. Hubungan dengan Keluarga Pasangan

Hubungan yang baik dengan keluarga pasangan sangat penting dan besar

pengaruhnya pada proses penyesuaian perkawinan.

Dari faktor-faktor yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa harapan terhadap perkawinan, kondisi keuangan, jumlah anak dan masa

menjadi orang tua dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu dalam

perkawinannya disamping faktor lainnya seperti posisi dalam keluarga dan

hubungan dengan keluarga pasangan.

B. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan

Istiadi (1958) berpendapat bahwa perkawinan adalah suatu peristiwa

(35)

perkawinan, seseorang telah menempuh hidup baru dan melepaskan diri dari

asuhan orang tua untuk membentuk keluarga baru.

Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

(dalam Walgito, 1988) adalah suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

Lasswell & Lasswell (1987) menjelaskan bahwa perkawinan merupakan

proses belajar yang terjadi pada dua individu untuk mencocokkan kebutuhan,

keinginan dan harapan satu sama lain dengan tujuan untuk mencapai tingkat

yang menyenangkan melalui hubungan saling memberi dan menerima sehingga

tercapai pengenalan dan pengertian yang lebih mendalam.

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan

bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan lahir bathin antara pria dan wanita

untuk hidup bersama dan membentuk keluarga baru berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa yang keutuhannya harus dijaga hingga akhir hayat serta

bertujuan untuk saling menyesuaikan kebutuhan, keinginan dan harapan satu

sama lain sehingga dapat mencapai suatu kebahagiaan.

2. Pengertian Kepuasan Dalam Perkawinan

Hurlock (1980) mengatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan

merupakan tingkat keberhasilan suami istri dalam menyesuaikan diri dan

(36)

Roach, dkk (dalam Sembiring, 2003) mengatakan bahwa kepuasan

perkawinan merupakan persepsi terhadap kehidupan yang diukur dari besar

kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu.

Kepuasan perkawinan adalah evaluasi secara keseluruhan tentang segala

hal yang berhubungan dengan kondisi perkawinan (Clayton dalam Lailatushifah,

2003) atau evaluasi suami istri terhadap seluruh kualitas kehidupan perkawinan

(Snyder dalam Lailatushifah ,2003).

Bahr, dkk (dalam Nainggolan, 2003) mendefinisikan kepuasan

perkawinan sebagai evaluasi subjektif terhadap kualitas perkawinan secara

keseluruhan yaitu taraf terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan harapan suami

istri dalam perkawinan.

Dari berbagai teori diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan

dalam perkawinan merupakan evaluasi subjektif terhadap taraf terpenuhinya

kebutuhan, keinginan dan harapan suami istri dalam perkawinan tersebut.

3. Aspek-Aspek Kepuasan Dalam Perkawinan

Dalam kehidupan rumah tangga setiap istri pasti menginginkan

kebahagiaan atau kepuasan dalam perkawinannya. Kepuasan dalam perkawinan

dapat tercapai apabila kebutuhan dan harapannya dapat terpenuhi.

Menurut Gunarsa (2002) kebutuhan penting untuk memperoleh

kebahagiaan dalam perkawinan adalah :

a. Keinginan dan kemampuan memperoleh anak sesuai dengan harapan

b. Sikap yang sehat dan dewasa mengenai hubungan seks atau keserasian

(37)

c. Keinginan dan kemampuan bersama menuju ke tujuan sosial

d. Kebersamaan : adanya waktu yang dihabiskan bersama pasangan.

Menurut Hauck (1964) ada beberapa kebutuhan dan harapan penting

dalam perkawinan yang bila tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakpuasan

dalam perkawinan. Kebutuhan dan harapan tersebut yaitu:

a. Kebersamaan

b. Seks

c. Pertumbuhan

d. Kedewasaan

e. Privacy

f. Kebebasan

g. Pembagian yang adil dari penghasilan rumah tangga

Knys (1985) menambahkan hal-hal yang perlu diperhatikan supaya

pasangan suami istri dapat mencapai kepuasan perkawinan yaitu:

a. Sosial ekonomi yang baik

b. Harapan terhadap anak-anak

c. Adanya toleransi

d. Adanya kepercayaan

e. Saling mencintai

f. Saling pengertian

Dari berbagai pendapat mengenai kebutuhan dan harapan dalam

perkawinan diatas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai aspek-aspek

(38)

a. Kebersamaan : dapat meluangkan waktu untuk bekumpul bersama yang

dapat digunakan untuk berbincang-bincang membicarakan masalah penting

dalam kehidupan keluarga.

b. Kedewasaan : memiliki kedewasaan dalam berperilaku, tidak tergantung

pada orang lain, dapat mengendalikan emosi dalam menyelesaikan konflik

dan memiliki pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.

c. Kepercayaan : memiliki rasa percaya akan kesetiaan masing-masing, tidak

ada rasa saling curiga dan kecemburuan yang dapat menimbulkan konflik.

d. Toleransi : saling memahami dan menerima sifat baik dan buruk

masing-masing serta memahami kesulitan yang sedang dialami pasangan.

e. Kebebasan : memperoleh kebebasan untuk mengembangkan minat dan

prestasinya, memberi dukungan terhadap minat dan pekerjaan pasangannya

serta memberi kebebasan untuk menentukan sikap dan perilaku yang tepat

untuk dirinya.

f. Harapan terhadap anak-anak : anak-anak bertingkah laku baik,

menyenangkan dan taat pada orangtua, keberadaan anak-anak diterima

dengan baik dan memiliki perhatian yang cukup untuk mendidik anak-anak.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Dalam Perkawinan

Kepuasan perkawinan dapat tercapai apabila hasrat atau keinginan yang

sesuai dengan yang diharapkan dapat tercapai. Berikut adalah faktor-faktor yang

(39)

a. Komunikasi

Untuk mencapai kepuasan dalam perkawinan, kemampuan dalam

berkomunikasi yang bersifat dua arah dan seimbang sangat diperlukan dalam

perkawinan, oleh karena itu komunikasi tersebut harus selalu dibina

sehingga apapun yang dialami oleh suami atau istri dapat diketahui

pasangannya (Stimet & Defrain dalam Lailatushifah, 2003).

b. Perilaku Asertif

Perilaku asertif mencakup kemampuan individu untuk mengungkapkan

pendapat, pikiran dan keinginan serta aspirasi. Individu yang mampu

berperilaku secara asertif dalam perkawinannya dapat lebih mudah mencapai

kepuasan dalam perkawinan dibandingkan dengan individu yang kurang

mampu berperilaku asertif (Leibo, 2004).

c. Penyesuaian Perkawinan

Penyesuaian perkawinan banyak dikaitkan dengan kepuasan dalam

perkawinan. Individu yang merasa puas dengan perkawinannya dikatakan

memiliki penyesuaian perkawinan yang baik, sedangkan individu yang

merasa tidak puas dengan perkawinannya dikatakan memiliki penyesuaian

perkawinan yang buruk (Dyer dalam Wahyuningsih, 2005).

d. Kecerdasan Emosional

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional

berkaitan dengan kepuasan dalam perkawinan. Individu dengan kecerdasan

emosional yang baik akan lebih mampu mencapai kepuasan dalam

(40)

e. Kesadaran Akan Peran Gender

Untuk mencapai kepuasan dalam perkawinan diperlukan kesadaran akan

peran gender agar relasi antara suami istri dapat seimbang dan dapat

menjalin hubungan sebagai mitra sejajar. Masing-masing pihak akan

memberikan kontribusi sesuai yang dibutuhkan sehingga permasalahan

dalam keluarga dapat diselesaikan dan hubungan suami istri terasa lebih

menyenangkan dan memuaskan (Stefani, 2000)

f. Kesehatan

Walgito (1984) menjelaskan bahwa dengan kesehatan yang baik, maka

individu juga akan dapat menjalankan perannya dengan baik, dan bila

individu dapat menjalankan perannya dengan baik maka penyesuaian dirinya

akan semakin baik sehingga kepuasan dalam perkawinan dapat tercapai.

Dari faktor-faktor yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa kepuasan dalam perkawinan dapat dipengaruhi oleh komunikasi,

perilaku asertif, penyesuaian perkawinan, kecerdasan emosional, kesadaran

akan peran gender dan kesehatan.

C. WANITA YANG BEKERJA

Tuntutan ekonomi yang semakin tinggi dan adanya kesempatan bagi wanita

untuk mencapai jenjang pendidikan yang setara dengan pria telah membuat wanita

mampu merambah dunia kerja dan mengembangkan karir di berbagai bidang

(41)

ganda dimana suami istri sama-sama memiliki pekerjaan diluar rumah dan

menyelesaikan pekerjaan rumah tangga (Lailatushifah, 2003).

Bagi wanita yang telah berkeluarga, keputusan untuk bekerja dan berkarir

tidak hanya bergantung pada dirinya sendiri tetapi juga bagaimana tanggapan dari

pihak keluarga terutama suami karena bagi mereka, kehidupan rumah tangga

merupakan hal yang diprioritaskan selain keinginannya untuk bekerja (Stefani dkk,

2000).

Meningkatnya status wanita dalam masyarakat, terutama bagi wanita yang

sudah menikah, dapat menimbulkan gangguan ketenangan rumah tangga (Setyowati

dkk, 2003) karena ia dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas selesainya

pekerjaan rumah tangga (Mosse dalam Lailatushifah, 2003). Karir wanita akan

menimbulkan masalah apabila tidak dipersiapkan dengan matang dan profesional

dan apabila ia tidak pandai membagi waktu antara rumah tangga dan karir maka ia

akan kesulitan menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga (Setyowati dkk,

2003). Dengan adanya permasalahan yang muncul akibat dari peran ganda wanita,

maka dibutuhkan adanya penyesuaian tersendiri khususnya bagi wanita itu sendiri

dan penyesuaian keluarga pada umumnya (Mappiare, 1983).

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pada uraian diatas adalah untuk

dapat memenuhi fungsinya sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita karir, wanita

memerlukan dukungan dan pengertian dari berbagai pihak terutama suami dan

keluarganya sehingga konflik dalam rumah tangganya akibat dari ia bekerja dapat

diminimalisir sehingga dapat tercapai kesesuaian antara pekerjaan rumah tangga dan

(42)

D. HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA WANITA YANG BEKERJA

Setelah memasuki jenjang perkawinan, bukan berarti suami istri dapat

langsung mewujudkan kebahagiaan seperti yang diimpikan sewaktu mereka belum

menikah. Mereka harus menghadapi berbagai masalah yang muncul selama mereka

menikah (Dariyo, 2003). Berbagai masalah dalam kehidupan perkawinan dapat

mengakibatkan perselisihan antara suami istri, namun perselisihan merupakan hal

yang wajar karena setiap perkawinan merupakan perpaduan individu yang

membawa pendapat, kepribadian unik dan nilai-nilainya sendiri (Gottman dan

Silver, 2001).

Permasalahan dalam kehidupan perkawinan dapat menimbulkan

ketidakpuasan dalam perkawinan. Kepuasan perkawinan dapat tercapai apabila

kedua belah pihak saling berbagi kebahagiaan yang setara karena perkawinan adalah

penyatuan dua pribadi yang berbeda untuk mengarah ke suatu tujuan dan

keseimbangan (Spanier dalam Pramesti, 2006). Tercapainya kepuasan perkawinan

dapat dilihat dari terpenuhi atau tidaknya aspek-aspek dalam kepuasan perkawinan

yang meliputi kebersamaan, kedewasaan, kepercayaan, toleransi, kebebasan, serta

harapan terhadap anak-anak.

Hurlock (1980) mengatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan bersifat

relatif, artinya kriteria perkawinan yang dapat memuaskan bagi satu pasangan belum

tentu memuaskan bagi pasangan lain. Puas atau tidaknya pasangan suami istri

terhadap kehidupan perkawinan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan motif

(43)

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh beberapa tokoh

yaitu komunikasi, perilaku asertif, penyesuaian dalam perkawinan, kecerdasan

emosional, kesadaran akan peran gender, dan kesehatan.

Dalam perkawinan, wanita pada era ini tidak lagi hanya berfungsi sebagai

ibu rumah tangga biasa, akan tetapi para wanita tersebut kini telah mampu

menunjukkan eksistensinya dalam bidang pekerjaan yang digeluti oleh para pria.

Pekerjaan dijadikan sebagai jalan untuk mengaktualisasikan diri dan membentuk

identitas bagi wanita, namun terkadang diikuti dengan tidak terpenuhinya fungsi

wanita sebagai ibu rumah tangga, sehingga walaupun wanita juga bekerja mencari

nafkah, ia juga dituntut untuk dapat menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan

keluarganya (Suprapto, 2007).

Wanita yang menikah dan bekerja menghadapi konflik antara keinginan

untuk terlibat dalam aktivitas keluarga dan keinginan untuk melakukan pekerjaan

atau karirnya dengan baik (Senecal, dkk dalam Baron & Byrne, 2003).

Keinginan-keinginan tersebut dapat dengan mudah mengarah pada konflik, keterasingan dan

kelelahan emosional. Konflik ini dapat mempengaruhi wanita dan dapat mengarah

pada ketidakpuasan terhadap perkawinan dan juga pekerjaannya (Perrewe, dkk

dalam Baron & Byrne, 2003), sehingga wanita harus menemukan cara yang paling

baik untuk menyesuaikan diri dalam rangka mencapai kepuasan dalam perkawinan

(Baron & Byrne, 2003)

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian kepuasan dalam

perkawinan adalah penyesuaian diri dalam perkawinan yang akan menentukan

apakah seseorang merasa puas atau tidak dengan kehidupan perkawinannya (Alston

(44)

Penyesuaian diri dalam perkawinan merupakan proses yang berlangsung

secara terus menerus sepanjang usia perkawinan karena setiap individu dapat

berubah sehingga setiap waktu masing-masing pasangan harus melakukan

penyesuaian. Penyesuaian diri dalam perkawinan sangat diperlukan pada awal-awal

masa perkawinan. Penyesuaian yang baik pada awal masa perkawinan akan

membantu pasangan suami istri untuk melakukan penyesuaian di masa yang akan

datang yang lebih sulit karena adanya pertumbuhan keluarga (Landis & Landis

dalam Wahyuningsih, 2005).

Kegagalan dalam menyesuaikan diri dapat berdampak pada individu secara

psikologis seperti stres dan depresi karena menghadapi situasi yang penuh tekanan

(Handayani, 2004), tidak dapat berinteraksi dengan baik serta mengalami gejolak

rumah tangga yang bisa saja tidak terselesaikan dan berujung pada perceraian (Rose,

1987).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dalam

perkawinan. Faktor-faktor yang dikemukakan oleh Hurlock (1980) yaitu masa orang

tua, kondisi keuangan, harapan perkawinan, jumlah anak, posisi dalam keluarga, dan

hubungan dengan keluarga pasangan.

Keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri dalam perkawinannya

ditentukan melalui 4 aspek yang dikemukakan oleh Hurlock (1980) yaitu

penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan

penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan.

Penyesuaian diri wanita yang menikah dan bekerja dapat memicu kelelahan

baik secara fisik maupun emosional. Apabila kelelahan tersebut tidak teratasi

(45)

tetapi apabila dalam kehidupan perkawinan wanita mendapatkan dukungan dan

perhatian dari pasangannya, maka hubungan komunikasi di antara mereka akan

menjadi lebih baik. Komunikasi yang baik dan dua arah dengan pasangannya dapat

membantu wanita mengurangi beban fisik dan emosional dalam dirinya sehingga

kepuasan dalam perkawinan dapat tercapai.

Untuk dapat berhasil mencapai kepuasan dalam perkawinan, seorang wanita

yang berperan sebagai ibu rumah tangga dan pekerja harus menyesuaikan diri agar

dapat memperoleh variasi hidup yang lebih menyenangkan. Dengan penyesuaian

diri yang baik maka akan tercapai kepuasan dalam perkawinannya, sehingga dapat

menambah rasa percaya diri pada wanita serta merasa berguna karena telah dapat

berbuat sesuatu bagi dirinya sendiri maupun keluarganya (Hurlock, 1980).

Pada akhirnya, semakin baik penyesuaian diri seorang wanita pada

kehidupan perkawinannya maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan perkawinan

yang dapat dicapai, namun semakin buruk penyesuaian dirinya maka akan semakin

rendah pula tingkat kepuasan perkawinan yang didapatkan.

E. HIPOTESIS

Dari uraian diatas, hipotesis yang dapat diambil pada penelitian ini adalah :

ada hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam

(46)

WANITA YANG MENIKAH DAN BEKERJA : • Memiliki peran ganda

• Rentan terhadap konflik

PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN :

1. Penyesuaian dengan pasangan 2. Penyesuaian Seksual

3. Penyesuaian Keuangan 4. Penyesuaian dengan pihak

keluarga pasangan

Komunikasi & Perilaku Asertif :

Saling bertukar pikiran dan pendapat, dapat mengungkapkan keinginan dan aspirasi, saling mengetahui keadaan masing-masing

Dukungan dari pasangan yang dapat mengurangi kelelahan secara fisik dan emosional

KEPUASAN DALAM PERKAWINAN : 1. Kebersamaan

2. Kedewasaan 3. Kepercayaan 4. Toleransi 5. Kebebasan

6. Harapan terhadap anak-anak

Gambar 2.1

SKEMA HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional (Correlational Research)

yang merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan

korelasional antara dua variabel. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan ada

atau tidaknya korelasi atau hubungan antara 2 (dua) variabel yaitu variabel

penyesuaian diri dalam perkawinan dan variabel kepuasan perkawinan.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel dapat didefinisikan sebagai suatu gejala yang menjadi fokus

peneliti untuk diamati. Variabel itu sebagai atribut dari sekelompok orang atau objek

yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu

(Sugiyono dalam Sembiring, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah :

Variabel Bebas : Penyesuaian Diri dalam Perkawinan

Variabel Tergantung : Kepuasan Perkawinan

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan

Penyesuaian diri dalam perkawinan merupakan suatu usaha yang

dilakukan oleh istri untuk menyelaraskan hubungannya bersama suami dengan

tujuan agar perbedaan-perbedaan maupun sumber permasalahan dapat berkurang

(48)

pemahaman dan pengenalan lebih mendalam sejauh yang dipersepsikan oleh

istri.

Penyesuaian diri dalam perkawinan memiliki 4 (empat) aspek yaitu :

(a) Penyesuaian Dengan Pasangan merupakan suatu usaha untuk selalu menjaga

komitmen pada kelanjutan hubungan dengan saling memahami dan berbagi

minat, bertukar pendapat dengan pasangan dan bekerjasama dalam

mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

(b) Penyesuaian Seksual merupakan ungkapan rasa cinta melalui hubungan seks

sehingga dapat mencapai kepuasan yang diinginkan.

(c) Penyesuaian Keuangan merupakan usaha dalam mengelola keuangan

keluarga dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

(d) Penyesuaian Dengan Pihak Keluarga Pasangan merupakan usaha untuk

menerima keberadaan keluarga pasangan dengan saling menghormati dan

menghargai agar tercapai hubungan yang baik dengan mertua, ipar dan

keluarga besar pasangan.

Tinggi rendahnya penyesuaian diri dalam perkawinan akan diukur

melalui skala penyesuaian diri dalam perkawinan yang disusun berdasarkan

aspek-aspek diatas. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka penyesuaian yang

dilakukan juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh

maka penyesuaian yang dilakukan juga semakin rendah.

2. Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan merupakan perasaan senang, lega, bahagia atau

(49)

evaluasi dalam memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan diri sendiri

maupun pasangannya sejauh yang dipersepsikan oleh istri.

Kepuasan dalam perkawinan meliputi 6 (enam) aspek yaitu :

(a) Kebersamaan merupakan perasaan senang atas banyaknya waktu yang

dihabiskan bersama untuk berbincang-bincang dan berdiskusi mengenai

hal-hal penting dalam kehidupan keluarga.

(b) Kedewasaan merupakan perasaan puas karena telah mampu bertingkah laku

secara dewasa, tidak tergantung pada orang lain, dapat mengendalikan emosi

dalam menyelesaikan konflik serta memiliki pertimbangan yang matang

dalam mengambil keputusan.

(c) Kepercayaan merupakan perasaan puas atas kesetiaan pasangan, tidak ada

rasa curiga dan cemburu.

(d) Toleransi merupakan perasaan senang karena dapat memahami dan

menerima sifat baik dan buruk masing-masing dan dapat memahami

kesulitan yang dialami pasangan.

(e) Kebebasan merupakan perasaan puas atas kebebasan yang diperoleh untuk

mengembangkan minat dan prestasinya dan pasangannya, memberi

dukungan terhadap minat dan pekerjaan pasangannya serta memberi

kebebasan untuk menentukan sikap dan perilaku yang tepat untuk dirinya.

(f) Harapan Terhadap Anak-anak merupakan perasaan puas karena memperoleh

anak dengan jumlah yang diinginkan, menerima keberadaan anak-anak

dengan baik, memberikan perhatian, kasih sayang dan mendidik anak-anak.

Tinggi rendahnya tingkat kepuasan dalam perkawinan akan diukur

(50)

diatas. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat

kepuasannya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin

rendah pula tingkat kepuasan yang dicapai.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang diambil menggunakan

tekhnik purposive sampling yaitu tekhnik penentuan sample dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono dalam Sembiring,2003). Subjek penelitian diambil sebanyak 52

orang untuk meneliti penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan perkawinan

dengan kriteria sebagai berikut:

1. Wanita usia 20 – 40 tahun dan sudah menikah dan bekerja

Alasan pengambilan kriteria ini adalah pada usia ini subjek berada pada

masa dewasa dini yang tugas perkembangannya antara lain menikah dan bekerja

(Hurlock, 1980). Pada masa ini seharusnya subjek telah menyelesaikan

pendidikannya dan mulai bekerja serta telah cukup matang untuk menjalani

hidup perkawinan.

2. Usia perkawinan berkisar antara 1 – 10 tahun

Kriteria ini diambil dengan alasan bahwa pada rentang usia perkawinan

ini suami istri mulai menunjukkan sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan yang

sebelumnya tidak diketahui oleh pasangannya, sehingga diperlukan penyesuaian

antara suami istri tersebut (Rose, 1987).

3. Pasangan masih ada atau masih hidup bersama-sama

Alasan pengambilan kriteria ini adalah bahwa perkawinan merupakan

(51)

tidak ada atau suami istri sudah tidak hidup bersama lagi, maka penyesuaian

perkawinan tidak dapat terlaksana dan kepuasan perkawinan juga tidak dapat

tercapai.

4. Tingkat pendidikan terakhir minimal SMA

Untuk mengisi skala yang diberikan, subjek memerlukan pemahaman

yang baik sehingga ia dapat memahami setiap pernyataan yang ada dalam skala

tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan subjek diharapkan pemahaman

mereka juga semakin baik.

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala

penyesuaian diri dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan.

1. Metode dan Penyusunan Item

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner.

Penggunaan kuesioner sebagai alat pengumpul data karena ingin mendapatkan

informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai penyesuaian diri dalam

perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan. Jenis kuesioner yang digunakan

adalah kuesioner yang berstruktur dimana subjek memilih salah satu dari

alternatif jawaban yang disediakan.

Penyusunan skala penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan

perkawinan menggunakan model Likert dengan metode Summated Rating

dengan 4 (empat) alternatif jawaban yaitu Tidak Sesuai (TS), Kurang Sesuai

(52)

Aspek-aspek untuk skala penyesuaian diri dalam perkawinan dapat

dilihat pada tabel 3.1 dan aspek-aspek untuk skala kepuasan perkawinan dapat

[image:52.595.80.511.212.612.2]

dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.1

Blue Print Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan

Aspek-Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Penyesuaian dengan pasangan 8 8 16

2. Penyesuaian seksual 8 8 16

3. Penyesuaian keuangan 8 8 16

4. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan

8 8 16

Jumlah 32 32 64

Tabel 3.2

Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan

Aspek-Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Kebersamaan 5 5 10

2. Kedewasaan 5 5 10

3. Kepercayaan 5 5 10

4. Toleransi 5 5 10

5. Kebebasan 5 5 10

6. Harapan terhadap anak-anak 5 5 10

Jumlah 30 30 60

2. Cara Pemberian Skor

Pemberian skor pada skala penyesuaian diri dalam perkawinan bergerak

dari skor 1 (satu) sampai dengan 4 (empat), dilakukan dengan cara:

a. Untuk item favorable:

Jawaban Nilai Sangat Sesuai (SS) 4

Sesuai (S) 3

Kurang Sesuai (KS) 2

[image:52.595.132.439.667.741.2]
(53)

b. Untuk item unfavorable:

Jawaban Nilai Sangat Sesuai (SS) 1

Sesuai (S) 2

Kurang Sesuai (KS) 3

Tidak Sesuai (TS) 4

F. PROSES UJI COBA ALAT UKUR

Penelitian dapat dilakukan setelah peneliti melakukan uji coba terhadap alat

ukur, uji coba terhadap alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas

alat ukur tersebut, sehingga alat ukur yang digunakan dalam penelitian nantinya

dapat lebih akurat dan dapat dipercaya (Azwar, 2000).

Uji coba alat ukur dilakukan di RS. Condong Catur, Sleman, Yogyakarta.

Uji coba dilaksanakan pada tanggal 7 – 25 September 2008. Peneliti membagikan

skala uji coba kepada subjek, selanjutnya peneliti menjelaskan maksud dari

pemberian skala tersebut, menerangkan cara pengerjaannya sesuai dengan petunjuk

dan memberi kesempatan kepada subjek untuk bertanya sebelum skala tersebut

ditinggal. Pengisian skala diberi tenggang waktu 1 – 3 hari.

Alat ukur yang diuji cobakan terdiri dari 2 skala yaitu skala penyesuaian diri

dalam perkawinan dan skala kepuasan perkawinan. Skala penyesuaian diri dalam

perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan yang pertama kali

masing-masing terdiri dari 64 dan 60 item. Subjek dalam uji coba alat ukur memperoleh 1

eksemplar yang terdiri dari 2 skala yaitu skala penyesuaian diri dalam perkawinan

dan skala kepuasan dalam perkawinan atau disebut sebagai kuesioner I dan

kuesioner II. Skala disebar sebanyak 35, namun yang memenuhi syarat hanya

(54)

G. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

a. Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan

1) Reliabilitas Alat Pengumpul Data

Uji reliabilitas skala penyesuaian diri dalam perkawinan

menggunakan tekhnik Cronbach Alpha dengan menggunakan SPSS versi

12.0 dan diperoleh indeks koefisien reliabilitas sebesar 0,945. Dengan indeks

koefisien reliabilitas uji coba sebesar 0,945, maka dapat dikatakan bahwa

item-item pada skala penyesuaian diri dalam perkawinan sangat reliabel

karena semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti

semakin tinggi reliabilitasnya (Azwar, 2000).

2) Validitas Alat Pengumpul Data

Hasil analisis yang diperoleh dari daya diskriminasi item skala

penyesuaian diri dalam perkawinan bergerak dari -0,041 sampai 0,724,

kemudian peneliti melakukan seleksi dengan memilih item-item yang

memiliki daya diskriminasi ≥ 0,30 dengan asumsi bahwa koefisien validitas

≥ 0,30 dianggap lebih memuaskan dan dapat diterima daripada koefisien

validitas ≤ 0,30 yang dianggap tidak memuaskan (Azwar, 1999).

Item-item yang gugur pada skala penyesuaian diri dalam perkawinan

(55)
[image:55.595.84.536.165.625.2]

Tabel 3.3

Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Setelah Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Item Sebelum Uji Coba Jumlah Item Setelah Uji Coba 1. Penyesuaian dengan pasangan

6, 13, 18, 30, 35, 42*, 51, 58

4, 12, 21, 31*, 38, 44, 53, 57

16 ( 25 % )

14 ( 30,43 % ) 2. Penyesuaian seksual 1, 14, 23, 28*,

33, 47, 52, 63*

7*, 9, 17, 27*, 37*, 41*, 50, 61

16 ( 25 % )

10 ( 21,73 % ) 3.Penyesuaian

keuangan

5, 10, 19, 29, 36*, 43, 49*, 59

3, 15*, 22, 26*, 39*, 45*, 55*, 60

16 ( 25 % )

9 ( 19,56 % ) 4. Penyesuaian dengan

pihak keluarga pasangan

2, 11, 20*, 25, 34, 46, 54, 62*

8, 16, 24, 32, 40, 48, 56, 64*

16 ( 25 % )

13 ( 28,26 % )

Jumlah 32 32 64

( 100 % )

46 ( 100 % ) * : item yang gugur setelah uji coba

Dari hasil uji coba alat ukur diatas, peneliti kemudian menyusun

kembali item-item yang akan digunakan dalam penelitian. Sebaran item

(56)
[image:56.595.84.535.174.605.2]

Tabel 3.4

Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Untuk Penelitian

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Penyesuaian dengan

pasangan

6(13), 13(18), 18(35), 32(51)

4, 12, 21, 28(38), 34(53)

9 ( 25 % ) 2. Penyesuaian

seksual

1(14), 14(23), 23(33), 30(47), 35(52)

7(9), 9(17), 17(50), 26(61)

9 ( 25 % ) 3. Penyesuaian

keuangan

5, 10, 19, 27(29), 33(43), 36(59)

3, 15(22), 22(60) 9 ( 25 % ) 4. Penyesuaian dengan

pihak keluarga

pasangan

2, 11(25), 20(34), 25(46), 31(54)

8, 16, 24(40),

29(56) 9

( 25 % )

Jumlah 20 16 36 ( 100 % )

() : nomor item sebelum uji coba

b. Skala Kepuasan Perkawinan

1) Reliabilitas Alat Pengumpul Data

Uji reliabilitas skala kepuasan dalam perkawinan menggunakan

tekhnik Cronbach Alpha dengan menggunakan SPSS versi 12.0 dan

diperoleh indeks koefisien reliabilitas sebesar 0,941. Dengan indeks

koefisien reliabilitas uji coba sebesar 0,941, maka dapat dikatakan bahwa

item-item pada skala kepuasan dalam perkawinan sangat reliabel karena

semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin

(57)

2) Validitas Alat Pengumpul Data

Hasil analisis yang diperoleh dari daya diskriminasi item skala

kepuasan dalam perkawinan bergerak dari -0,146 sampai 0,734, kemudian

peneliti melakukan seleksi dengan memilih item-item yang memiliki daya

diskriminasi ≥ 0,30 dengan asumsi bahwa koefisien validitas ≥ 0,30 dianggap lebih memuaskan dan dapat diterima daripada koefisien validitas ≤ 0,30 yang dianggap tidak memuaskan (Azwar, 1999).

Item-item yang gugur pada skala kepuasan dalam perkawinan setelah

[image:57.595.88.535.234.653.2]

uji coba dapat dilihat pada tabel spesifikasi berikut:

Tabel 3.5

Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Dalam Perkawinan Setelah Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Item Sebelum Uji Coba Jumlah Item Setelah Uji Coba

1. Kebersamaan 4, 16, 31, 48, 57

10, 22, 32, 43, 60

10 ( 16,66 % )

10 ( 20,83 % ) 2. Kedewasaan 5, 21*, 30*,

40, 56

9, 15, 25, 42*, 49

10 ( 16,66 % )

7 ( 14,58 % ) 3. Kepercayaan 11*, 17, 28*,

39, 51

8, 23, 29, 45, 52

10 ( 16,66 % )

8 ( 16,66 % ) 4. Toleransi 7*, 24*, 34,

44, 50

2,18, 33, 38, 58

10 ( 16,66 % )

8 ( 16,66 % ) 5. Kebebasan 1*, 14, 26, 47,

55

12, 19, 36, 46, 53

10 ( 16,66 % )

9 ( 18,75 % ) 6. Harapan terhadap

anak-anak

6, 13*, 35*, 41, 54

3, 20*, 27, 37*, 59

10 ( 16,66 % )

6 ( 12,50 % )

Jumlah 30 30 60

( 100 % )

48 ( 100 % ) * : item yang gugur setelah uji coba

Dari hasil uji coba alat ukur diatas, peneliti kemudian menyusun

kembali item-item yang akan digunakan dalam penelitian. Sebaran item

(58)
[image:58.595.85.537.172.627.2]

Tabel 3.6

Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Dalam Perkawinan Untuk Penelitian

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Kebersamaan 4(16), 16(48), 30(57)

10, 22, 31(60) 6 ( 16,66 % ) 2. Kedewasaan 5, 21(40), 29(56) 9, 15(25), 25(49) 6

( 16,66 % ) 3. Kepercayaan 11(17), 17(39),

27(51)

8, 23(29), 28(45) 6 ( 16,66 % ) 4. Toleransi 7(34), 24(50) 2,18, 32(33), 35(58) 6

( 16,66 % ) 5. Kebebasan 1(26), 14(47) 12, 19, 34(36),

36(46)

6 ( 16,66 % ) 6. Harapan terhadap

anak-anak

6, 13(41), 35(54) 3, 20(27), 26(59) 6 ( 16,66 % )

Jumlah 16 20 36 ( 100 % )

(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di RSI Hidayatullah Yogyakarta pada tanggal 22

Desember 2008 sampai dengan 30 Januari 2009. Peneliti menyerahkan skala

penelitian kepada pegawai bagian administrasi untuk selanjutnya akan dibagikan

kepada masing-masing subjek melalui koordinator per seksi. Peneliti menjelaskan

maksud dari pemberian skala tersebut dan menerangkan cara pengerjaannya sesuai

dengan petunjuk sebelum skala tersebut ditinggal. Pengisian skala diberi tenggang

waktu 1 – 3 hari.

Alat ukur untuk penelitian terdiri dari 2 skala yaitu skala penyesuaian diri

dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan. Skala penyesuaian diri

dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan masing-masing terdiri dari

36 item. Subjek memperoleh 1 eksemplar yang terdiri dari 2 skala yaitu skala

penyesuaian diri dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan atau

disebut sebagai kuesioner I dan kuesioner II. Skala disebar sebanyak 55, namun

yang memenuhi syarat hanya berjumlah 52 saja.

B. DISTRIBUSI SUBJEK

1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia

Subjek berjumlah 52 orang dengan rentang usia 20-40 tahun. Jumlah

subjek paling banyak berada pada rentang usia 26-30 tahun yaitu berjumlah 25

(60)

memiliki usia pada rentang usia 20-25 tahun sebanyak 9 orang dan yang paling

sedikit jumlah subjeknya yaitu 4 orang berada di rentang usia 36-40 tahun.

[image:60.595.86.511.181.716.2]

Distribusi subjek berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Distribusi Subjek Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah

1 20 – 25 tahun 9

2 26 – 30 tahun 25

3 31 – 35 tahun 14

4 36 – 40 tahun 4

2. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan

Usia perkawinan subjek yang diambil oleh pe

Gambar

Gambar 2.1 Skema Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan dan
Tabel 3.2 Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan
Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Setelah Uji Coba
Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Untuk Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengetahui realitas kompetensi profesional guru PAI SD di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang, 2) Mengetahui peranan

Sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data, maka instrumen tersebut harus diuji coba terlebih dahulu agar memenuhi syarat sebagai alat ukur. Instrumen yang

Data sekunder adalah data yang berasal dari Kantor Desa Oro-Oro Ombo berupa keterangan-keterangan serta laporan –laporan atau dokumentasi kegiatan yang telah

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui cakupan pengendalian pemantapan mutu eksternal pemeriksaan mikroskopis TB dengan metode Lot Quality Assurance System (LQAS). Metode

NO FORMAT SMS KETERANGAN 1 INFO &lt;spasi&gt; PNPM &lt;spasi&gt; BANTUL Format SMS yang digunakan user untuk mendapatkan informasi tentang data apa saja yang

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ KONTIBUSI

Pada hasil akhir didapatkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna adalah tekanan intraoku- lar (data kontinu dengan PR = 1,01; 95% CI = 1,01- 1,02), jenis glaukoma,

M l ti Alfit i Kolom Pracetak Sambungan Balok-Kolom Retno Trimurtiningrum “Perilaku dan Perancangan Balok Beton Pracetak pada Rumah Sederhana Cepat. Bangun Tahan Gempa