ABSTRAK
Lintang Hapsari DewiHubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Dan Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.
Subjek dalam penelitian ini adalah wanita, berusia minimal 20 tahun dan maksimal 40 tahun, telah menikah dan bekerja, usia perkawinan maksimal 10 tahun, dan pendidikan terakhir minimal SMA. Alat pengumpulan data yang digunakan terdiri dari 2 macam skala yaitu skala penyesuaian diri dan skala kepuasan perkawinan yang disusun dengan metode rating yang dijumlahkan.
Data penelitian ini dianalisis menggunakan tekhnik Product Moment Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,629 dengan probabilitas sebesar 0,000 (p<0,001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.
Kata Kunci : Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan, Kepuasan Dalam Perkawinan, Wanita Yang Bekerja
ABSTRACT
Lintang Hapsari DewiThe Relation Between Marital Adjustment And Marital Satisfaction of Career Women
Yogyakarta : Faculty of Psychology, Psychology Department, Major Study in Psychology
Sanata Dharma University
This research is aimed to know the relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women. Hypothesis which is proposed is that there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.
Subjects of this research are women between 20 years of age and 40 years at the most, married, have jobs, maximum age of marriage is 10 years and graduated from at least senior high school. The tool used for gathering the data consist of 2 kinds of scales, namely marital adjustment scale and marital satisfaction scale, arranged in rating method which are added.
The data of this research are analyzed using Product Moment Pearson technic. The correlation coefficient which are gained is 0,629 with the probability of 0,000 (p<0,001). The result of this research shows that the hypothesis is accepted. This means there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.
Key Words : Marital Adjustment, Marital Satisfaction, Career Women
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DENGAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN
PADA WANITA YANG BEKERJA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
LINTANG HAPSARI DEWI NIM : 01 9114 023
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2009
Hidup adalah kegelapan yang sesungguhnya kecuali kalau disana ada dorongan Dan semua dorongan adalah buta kecuali kalau ada pengetahuan Dan pengetahuan adalah sia-sia kecuali kalau ada kerja Dan semua pekerjaan adalah hampa kecuali kalau ada kecintaan Dan apabila kau bekerja dengan cinta, kau satukan dirimu dengan dirimu, orang lain, dan juga dengan Tuhan (Kahlil Gibran)
Memiliki sedikit pengetahuan namun digunakan untuk bekerja Adalah jauh lebih berarti
Daripada memiliki pengetahuan luas namun mati tak berfungsi (Kahlil Gibran)
Sometimes you might feel that you’ll be happier alone
But it’s always nice to have someone to laze around
with...
Someone to think about...
Someone to care about...
Someone to share your joy...
And someone to kiss...
So take a chance, you’ll never know what you will get
Until you have really tried
So if there’s somebody you miss, tell them that you do
Cause there’s something only love can do
(Melvin Ho)
Karya kecil ini ku persembahkan untuk...
Anak-anakku tersayang...
PINKY & DIMAZ
yang membuat
usahaku terasa nggak sia-sia...ini semua karna kalian...luv u, kidz..
Bapak & Ibuku...
GIYATTO SUNUNTORO, SH, MM & Dra. SRI
INDAH ASMARAWATI
buat semua doa, dukungan, kasih sayang,
dan segala pengorbanannya...
Suamiku tercinta...
LUKAS KURNIAWAN
buat cinta, kesetiaan,
kesabaran, dan support yang ruaaarrr biasa...always luv u..
Kakak-kakakku....maz
BAYU
& mba
ISTI
, maz
TEGUH
& mba
SITA
, maz
BOMO
& mba
NANA
buat support, perhatian dan kasih
sayangnya...
Keponakan-keponakanku yang lucu....
TIO, ADY, KAYLA, ICHA,
RARAS
...
Sahabatku....
ULIN, RIZTA, ADIZ, ERNA
dan nggak lupa..
NUKE
...buat sebuah persahabatan yang manis..I will always
remember...
ABSTRAK
Lintang Hapsari DewiHubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Dan Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja Yogyakarta : Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.
Subjek dalam penelitian ini adalah wanita, berusia minimal 20 tahun dan maksimal 40 tahun, telah menikah dan bekerja, usia perkawinan maksimal 10 tahun, dan pendidikan terakhir minimal SMA. Alat pengumpulan data yang digunakan terdiri dari 2 macam skala yaitu skala penyesuaian diri dan skala kepuasan perkawinan yang disusun dengan metode rating yang dijumlahkan.
Data penelitian ini dianalisis menggunakan tekhnik Product Moment Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,629 dengan probabilitas sebesar 0,000 (p<0,001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.
Kata Kunci : Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan, Kepuasan Dalam Perkawinan, Wanita Yang Bekerja
ABSTRACT
Lintang Hapsari DewiThe Relation Between Marital Adjustment And Marital Satisfaction of Career Women
Yogyakarta : Faculty of Psychology, Psychology Department, Major Study in Psychology
Sanata Dharma University
This research is aimed to know the relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women. Hypothesis which is proposed is that there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.
Subjects of this research are women between 20 years of age and 40 years at the most, married, have jobs, maximum age of marriage is 10 years and graduated from at least senior high school. The tool used for gathering the data consist of 2 kinds of scales, namely marital adjustment scale and marital satisfaction scale, arranged in rating method which are added.
The data of this research are analyzed using Product Moment Pearson technic. The correlation coefficient which are gained is 0,629 with the probability of 0,000 (p<0,001). The result of this research shows that the hypothesis is accepted. This means there is a relation between marital adjustment and marital satisfaction of career women.
Key Words : Marital Adjustment, Marital Satisfaction, Career Women
KATA PENGANTAR
Puji Dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan
Dan Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja” disusun untuk
memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi Universtas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan skripsi ini telah mendapat
bantuan dan dukungan dari banyak pihak, sehingga dalam kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, yaitu :
1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M, S.Psi, M.Si selaku Kaprodi dan Dosen Pembimbing
Akademik Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas
bimbingan akademik dan perhatiannya.
3. Ibu M.L. Anantasari, S.Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan,
kesabaran dan perhatiannya selama saya menyusun skripsi.
4. Ibu Tanti Arini, S.Psi, M.Si dan Ibu Agnes Indar E, S.Psi, Psi, M.Si selaku dosen
penguji atas kritik dan sarannya.
5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk
semua ilmu yang sudah diberikan kepada saya selama saya kuliah, semoga bisa
berguna sampai seterusnya.
6. Seluruh karyawan & karyawati Universitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya
di Fakultas Psikologi untuk segala macam bantuannya.
7. RS. Condong Catur & RSI. Hidayatullah yang memudahkan saya dalam mengambil
data.
8. Teman-teman seperjuangan F.Psi USD angkatan 2001…makasih udah jadi bagian
dari perjalanan hidupku…
9. Teman-teman F.Psi dari angkatan lain (1999-2004)…senengnya bisa berteman ma
kalian semua…
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
MOTTO ………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...xvii
DAFTAR GAMBAR ...xviii
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... 7
C. TUJUAN PENELITIAN ... 7
D. MANFAAT PENELITIAN ... 8
BAB II LANDASAN TEORI A. PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN ... 9
1. Pengertian Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ... 9
2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ... 10
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ...13
B. KEPUASAN DALAM PERKAWINAN ...14
1. Pengertian Perkawinan ... 14
2. Pengertian Kepuasan Diri Dalam Perkawinan ... 15
3. Aspek-Aspek Kepuasan Dalam Perkawinan ... 16
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Dalam Perkawinan ... 18
C. WANITA YANG BEKERJA ... 20
D. HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA WANITA YANG BEKERJA ……… 22
E. HIPOTESIS ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN ……….. 27
B. IDENTIFIKASI VARIABEL ……….. 27
C. DEFINISI OPERASIONAL ………27
D. SUBJEK PENELITIAN ………. 30
E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA ……….. 31
F. PROSES UJI COBA ALAT UKUR ……….. 33
G. HASIL UJI COBA ALAT UKUR ………. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN ……… 39
B. DISTRIBUSI SUBJEK ……… 39
1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia ……… 39
2. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan ……… 40
3. Distribusi Subjek Berdasarkan Pekerjaan ……… 41
4. Distribusi Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ……… 41
C. HASIL PENELITIAN ……….... 42
1. Deskripsi Data Penelitian ……… 42
2. Uji Asumsi ……… 44
a. Uji Normalitas ……… 44
b. Uji Linearitas ……….. 45
c. Uji Hipótesis ……….. 45
D. PEMBAHASAN ……… 46
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ……….. 57
B. KETERBATASAN PENELITIAN ……… 57
C. SARAN ……….. 58
DAFTAR PUSTAKA ……… xix
LAMPIRAN ………... xxiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan ... 32
Tabel 3.2 Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan ... 32
Tabel 3.3 Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Setelah Uji Coba ... 35
Tabel 3.4 Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Untuk Penelitian ... 36
Tabel 3.5 Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba ... 37
Tabel 3.6 Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Perkawinan Untuk Penelitian ... 38
Tabel 4.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Usia ... 40
Tabel 4.2 Distribusi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan ... 40
Tabel 4.3 Distribusi Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 41
Tabel 4.4 Distribusi Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 42
Tabel 4.5 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 42
Tabel 4.6 Hasil Mean Teoritis dan Mean Empiris ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : Skala Uji Coba dan Skala Penelitian... xxiii
LAMPIRAN II : Skor Skala Uji Coba dan Reliabilitas dan Validitas ... xlix
LAMPIRAN III : Skor Skala Penelitian dan Total Skor Skala Penelitian .. lxxi
LAMPIRAN IV : Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Hipotesis ... lxxxv
LAMPIRAN V : Surat Ijin Penelitian ... xcvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan dan
Kepuasan Dalam Perkawinan Pada Wanita Yang Bekerja ... 26
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa dewasa dini atau dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan mencari
pasangan serta menikah. Individu yang berada pada masa ini memiliki kriteria yang
menunjukkan berakhirnya masa remaja dan dimulainya masa dewasa yaitu mandiri
secara ekonomi dan mandiri dalam membuat keputusan (Santrock, 2002) serta telah
siap menerima kedudukannya dalam masyarakat dan dapat bergabung dengan orang
dewasa lainnya (Hurlock, 1980).
Orang muda akan memulai hidup berumah tangga apabila mereka telah
mampu untuk memenuhi kebutuhan kini dan masa depan (Hurlock, 1980), memiliki
tanggung jawab untuk bekerja serta telah menemukan pasangan yang dicintainya
(Kartono, 1977). Perkawinan yang terjadi antara pria dan wanita adalah suatu
bentuk peristiwa dimana secara resmi mereka dinyatakan telah menjadi satu
kesatuan yang saling memiliki satu sama lain (Kartono, 1977) dan membentuk
sistem keluarga baru (Santrock, 2002).
Perkawinan tidak luput dari berbagai masalah, baik itu masalah kecil
maupun masalah besar (Gunarsa, 1990). Berbagai macam persoalan dalam
kehidupan perkawinan dapat menimbulkan gejolak dalam rumah tangga yang bisa
saja mengakibatkan perceraian atau perpisahan. Perceraian atau perpisahan tersebut
berhubungan dengan ketidakbahagiaan dan salah penyesuaian dalam perkawinan
Dalam kehidupan perkawinan, pasangan suami istri menginginkan
tercapainya kebahagiaan yang ditandai dengan adanya kepuasan dalam perkawinan
tersebut. Kepuasan dalam perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap kehidupan pribadi suami maupun istri, sehingga sangat penting pula untuk
mencapai kepuasan perkawinan agar dapat mewujudkan kebahagiaan dan
keharmonisan pasangan suami istri (Powell, 1991). Apabila kepuasan dalam
perkawinan tidak tercapai, maka dapat menimbulkan hancurnya penyesuaian diri
baik secara pribadi maupun sosial (Hurlock, 1980).
Kepuasan dalam perkawinan menurut Hurlock (1980) merupakan tingkat
keberhasilan suami istri dalam menyesuaikan diri dan menghadapi setiap
permasalahan dalam rumah tangga. Lasswell & Lasswell (dalam Sembiring, 2003)
berpendapat bahwa kunci dari kepuasan perkawinan adalah terjalinnya kerjasama
yang baik antara suami istri dalam menghadapi berbagai masalah dalam rumah
tangga.
Taraf kepuasan dalam perkawinan ditentukan oleh seberapa baik pasangan
suami istri dapat memenuhi kebutuhan, harapan, keinginan masing-masing dan
bersama. Puas atau tidaknya mereka dalam kehidupan perkawinan tergantung dari
kemampuan masing-masing dalam menjalani perannya untuk memenuhi setiap
kebutuhan dan harapan yang diinginkan dalam rumah tangga (Lasswell & Lasswell
dalam Sembiring, 2003). Kepuasan perkawinan akan mencapai puncaknya pada usia
lima tahun perkawinan (Pineo dalam Pramesti, 2006) dan akan mengalami
peningkatan kepuasan hingga sepuluh tahun usia perkawinan (Reedy dalam
Pada era ini baik pria maupun wanita memiliki kesempatan yang sama untuk
berkarir. Wanita tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja tetapi juga
sudah aktif berperan dalam berbagai bidang kehidupan baik sosial, ekonomi maupun
politik. Selain tingkat pendidikan yang dimiliki wanita telah memadai dan setara
dengan tingkat pendidikan pria, tuntutan ekonomi juga menjadi faktor pendorong
bagi kaum wanita untuk memasuki dunia kerja (Stefani dkk, 2000).
Kesuksesan yang menyertai seorang wanita bekerja tidak terlepas dari
perjuangannya menghadapi berbagai tantangan dan dilema. Dilema terbesarnya
adalah bagaimana ia bisa menyeimbangkan pekerjaannya dengan keutuhan
keluarganya. Jika salah satu terabaikan, maka ia tidak bisa disebut sebagai wanita
bekerja yang sukses. Tantangan lain yang harus dihadapi yaitu budaya, etika dan
fenomena adat ketimuran yang memandang sebelah mata pada keterlibatan wanita
di dunia kerja dan bisnis, dan seolah-olah membatasi fleksibilitas wanita dibanding
dengan pria (Oetomo, 2004).
Perkawinan bagi wanita merupakan salah satu hal terpenting dalam hidupnya
termasuk dalam karirnya. Perkawinan bagi wanita di satu sisi dapat menunjang
kemajuan karirnya, akan tetapi di sisi lain perkawinan juga bisa menghambat
karirnya (Gunarsa, 1990). Pada saat banyak wanita mengejar karir, mereka
dihadapkan pada pertanyaan apakah mereka harus memilih salah satu diantara karir
dan keluarga, ataukah mereka harus mengkombinasikan antara keduanya (Santrock,
2002)
Banyak wanita bekerja merasa tidak sanggup apabila diharuskan untuk
berperan sebagai ibu rumah tangga karena mereka berpikir bahwa tugas rumah
tugas rumah tangga yang ada (Hurlock, 1980). Hubungan suami istri pun bisa
menjadi tegang bagi wanita yang bekerja dan dapat meningkatkan ketidakpuasan
wanita itu sendiri karena beban tugas yang dilakukan terasa terlalu berat (Hurlock,
1980).
Sejalan dengan banyaknya wanita yang telah menikah dan memutuskan
untuk bekerja diluar rumah, mereka menjadikan pekerjaannya sebagai jalan untuk
mengaktualisasikan diri dan membentuk identitasnya, akan tetapi terkadang diikuti
dengan tidak terpenuhinya fungsi wanita sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu,
bagi wanita yang memiliki peran ganda tersebut dituntut untuk menjaga
keseimbangan antara keluarga dengan pekerjaannya (Suprapto, 2007).
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, kepuasan dalam perkawinan
dikaitkan dengan berbagai macam variabel yang diantaranya yaitu komunikasi,
perilaku asertif, kesetaraan gender, peran gender, usia perkawinan, kecerdasan
emosional, aspirasi karier, dan penyesuaian diri. Penelitian ini mengambil variabel
penyesuaian diri karena persoalan dalam kehidupan perkawinan umumnya
bersumber pada kesulitan menyesuaikan diri (Gunarsa, 1990). Hal ini diperkuat
dengan ditemukannya data dari Pengadilan Agama (dalam Wahyuningsih, 2005)
yang memaparkan bahwa permasalahan yang paling sering dilaporkan oleh
pasangan suami istri yang akan bercerai adalah adanya perselisihan yang terus
menerus diantara mereka dengan presentase sebesar 48,8% dari kasus perceraian.
Perselisihan antara suami istri merupakan permasalahan yang terkait dengan
penyesuaian diri dalam perkawinan sehingga untuk dapat menjalani kehidupan
perkawinan dengan baik, baik istri maupun suami harus dapat menyesuaikan diri.
terhindar dari tekanan, bermacam-macam kegoncangan dan ketegangan jiwa serta
mampu menghadapi kesulitan dengan cara yang objektif dan berpengaruh pada
kehidupannya (Mu’tadin, 2002).
Penyesuaian diri dalam perkawinan bersifat dinamis, pasangan suami istri
saling menyesuaikan diri satu sama lain hingga mencapai hubungan yang harmonis
dan memuaskan (Bowman, 1954) serta mampu memenuhi tuntutan penyesuaian diri
dalam lingkungan perkawinan seperti hadirnya anak, perubahan status sosial
ekonomi dan perubahan kebiasaan-kebiasaan buruk serta hal-hal lainnya (Thomas
dalam Schneiders, 1964).
Kegagalan dalam menyesuaikan diri dalam perkawinan dapat berdampak
pada individu secara psikologis seperti stres dan depresi karena menghadapi situasi
yang penuh tekanan (Handayani, 2004), tidak dapat berinteraksi dengan baik, serta
dapat mengalami gejolak rumah tangga yang bisa saja tidak terselesaikan dan
berujung pada perceraian (Rose, 1987).
Badan Pusat Statistik (dalam Sembiring, 2003) memaparkan angka
perceraian pada tahun 1990-1991 di Indonesia mencapai 61.151 kasus dari
1.338.364 perkawinan. Tahun 1991-1992 meningkat menjadi 113.897 kasus dari
1.358.616 perkawinan. Banyak juga masalah perkawinan yang meskipun tidak
berakhir dengan perceraian tapi diwarnai oleh ketidakharmonisan pasangan suami
istri seperti perselingkuhan atau pisah ranjang yang bisa menyebabkan
ketidakpuasan perkawinan.
Bagi wanita, peran sebagai ibu rumah tangga membuatnya harus melakukan
pekerjaan rumah tangga lebih banyak daripada suaminya (Santrock, 2002).
perasaan yang bercampur aduk terhadap pekerjaan rumah tangga karena tidak semua
wanita memiliki persiapan yang cukup matang dalam menjalankan kehidupan
berumah tangga (Santrock, 2002).
Penyesuaian yang dijalani oleh kaum wanita akan terasa lebih berat apabila
ia memilih untuk bekerja diluar rumah. Meningkatnya status wanita yang telah
menikah dan bekerja dapat menimbulkan gangguan rumah tangga karena bila wanita
telah memilih berkarir maka ia akan kesulitan dalam menjalankan fungsinya sebagai
ibu rumah tangga (Setyowati dkk, 2003).
Dalam lingkungan masyarakat, wanita juga mengalami perlakuan yang
kurang menguntungkan karena masih ada bias gender di masyarakat dalam
memandang dan memperlakukan wanita (Suyanto dalam Stefani dkk, 2000).
Masyarakat, suami, maupun diri wanita itu sendiri merasa bahwa walaupun seorang
wanita bekerja, peran ideal wanita dalam rumah tangga tetap harus terlaksana
dengan baik, sehingga akan timbul rasa bersalah dalam diri wanita tersebut apabila
ia tidak mampu melakukan perannya dengan baik karena pada saat ia bekerja, ia
merasa telah mengabaikan keluarga dan rumah tangganya (Stefani dkk, 2000) dan
pekerjaan rumah tangga diambil alih oleh pembantu (Mappiare, 1983).
Wanita yang menikah dan bekerja menghadapi konflik antara keinginan
untuk terlibat dalam aktivitas keluarga dan keinginan untuk melakukan pekerjaan
atau karirnya dengan baik (Senecal, dkk dalam Baron & Byrne, 2003).
Keinginan-keinginan tersebut dapat dengan mudah mengarah pada konflik, keterasingan dan
kelelahan emosional (Barom & Byrne, 2003).
Penyesuaian diri yang dilakukan wanita yang menikah dan bekerja tentunya
maupun emosional. Apabila kelelahan ini tidak teratasi dengan baik maka akan
muncul konflik yang dapat mempengaruhi wanita dan mengarah pada ketidakpuasan
terhadap perkawinan dan juga pekerjaannya (Perrewe, dkk dalam Baron & Byrne,
2003).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dalam
perkawinan memiliki peran yang cukup penting untuk mencapai kepuasan dalam
perkawinan. Namun pada wanita yang bekerja, walaupun mereka telah berusaha
untuk menyesuaikan diri dengan baik, mereka belum tentu mendapatkan kepuasan
dalam perkawinannya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor seperti komunikasi
yang bisa terhambat karena kesibukan dalam bekerja dan ada atau tidaknya
dukungan dari pasangan (Handayani, 2004), sehingga penelitian ini ingin menguji
lebih lanjut apakah memang benar ada hubungan antara penyesuaian diri dalam
perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan pada wanita yang bekerja.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara
penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam perkawinan pada
wanita yang bekerja?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis
Menambah khasanah ilmu psikologi perkembangan dewasa dini dan ilmu
psikologi sosial khususnya yang terkait dengan penyesuaian diri wanita dalam
perkawinannya serta kaitannya dengan pencapaian kepuasan dalam perkawinan.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Wanita / Istri
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi wanita yang
dapat digunakan untuk mengetahui pentingnya penyesuaian diri dalam
perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan, khususnya bagi wanita yang
menjalani peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita
bekerja.
b. Bagi Pria / Suami
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk mengetahui
pentingnya penyesuaian diri untuk mencapai kepuasan perkawinan bersama
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN 1. Pengertian Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan.
Gunarsa (1990) menjelaskan bahwa penyesuaian diri dalam perkawinan
adalah suatu usaha tercapainya pengenalan dan pengertian yang lebih mendalam
dengan berkurangnya perbedaan-perbedaan maupun sumber permasalahan demi
terbinanya kesatuan antara suami istri.
Spanier (dalam Nainggolan, 2003) berpendapat bahwa penyesuaian
dalam perkawinan merupakan tuntutan untuk saling mengakomodasikan
kebutuhan, keinginan dan harapan antara suami istri tentang bagaimana kinerja
masing-masing dalam menjalankan kewajiban sehubungan dengan situasi
perkawinan.
Graham,dkk (dalam Wahyuningsih, 2005) menyatakan bahwa
penyesuaian diri dalam perkawinan adalah penilaian subjektif mengenai tingkat
kepuasan yang berkaitan dengan bagaimana suami istri berbagi minat, tujuan,
nilai dan pandangan dalam hubungan perkawinannya.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian diri
dalam perkawinan merupakan suatu usaha untuk mencapai pengenalan dan
pengertian pada kebutuhan, keinginan, harapan, berbagi minat, tujuan, nilai dan
2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan
Hurlock (1980) mengungkapkan 4 aspek dalam penyesuaian diri dalam
perkawinan, yaitu:
a. Penyesuaian Dengan Pasangan
Dalam perkawinan, hubungan interpersonal memainkan peran yang
penting. Semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal suami
istri pada masa lalu maka mereka akan semakin mampu mengembangkan
wawasan sosial, mau bekerja sama dengan orang lain dan mampu
menyesuaikan diri dengan baik dalam perkawinannya.
Penyesuaian dengan pasangan dapat diukur dari komitmen pada
kelanjutan hubungan, frekuensi bertukar pendapat, memahami dan berbagi
minat, memberi dan menerima cinta, serta bekerjasama dalam mengerjakan
pekerjaan rumah tangga.
Terdapat beberapa unsur yang mendukung dalam penyesuaian terhadap
pasangan yaitu konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan,
kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai,
konsep peran, dan perubahan dalam pola hidup.
b. Penyesuaian Seksual
Penyesuaian ini merupakan salah satu penyesuaian yang paling sulit
dalam perkawinan dan salah satu sebab yang mengakibatkan pertengkaran
dan ketidakbahagiaan perkawinan apabila kesepakatan mengenai hal ini
tidak dapat tercapai dengan memuaskan. Biasanya pasangan tersebut belum
mempunyai cukup pengalaman awal yang berhubungan dengan penyesuaian
Penyesuaian seksual dapat dinilai dari pengungkapan perasaan cinta serta
tercapainya kepuasan dalam berhubungan seks. Istri mampu menyalurkan
hasrat seksualnya secara fisik dan emosi, ada komunikasi yang baik antara
suami istri dalam melakukan hubungan seks dan tidak adanya paksaan dalam
melakukan hubungan seks.
Unsur-unsur yang mendukung dalam penyesuaian seksual antara lain
perilaku terhadap seks, pengalaman seks masa lalu, dorongan seksual,
pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi,
dan efek vasektomi.
c. Penyesuaian Keuangan
Adanya uang dan kurangnya uang memiliki pengaruh yang besar
terhadap penyesuaian pasangan suami istri dalam perkawinan.
Banyak istri yang tersinggung karena dianggap tidak mampu
mengendalikan uang yang digunakan untuk melangsungkan hidup keluarga.
Sedangkan suami juga merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan
keuangan, terutama jika istrinya bekerja setelah mereka menikah dan
terpaksa berhenti bekerja ketika anak mereka lahir, bukan hanya pendapatan
mereka berkurang, tetapi suami harus mampu menutupi semua pengeluaran
dengan pendapatannya.
Penyesuaian keuangan diukur dari bagaimana pengelolaan keuangan
keluarga dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Unsur-unsur yang terkait dengan penyesuaian keuangan yaitu situasi
d. Penyesuaian Dengan Pihak Keluarga Pasangan
Dengan perkawinan, orang dewasa secara otomatis akan memperoleh
anggota keluarga baru, mereka adalah anggota keluarga pasangan dengan
usia, pendidikan, budaya dan latar belakang yang berbeda-beda. Suami istri
harus mempelajari dan menyesuaikan diri bila tidak ingin memiliki
hubungan yang tegang dengan sanak saudara mereka.
Masalah hubungan dengan pihak keluarga pasangan akan menjadi serius
selama tahun-tahun awal perkawinan dan merupakan salah satu penyebab
utama perceraian.
Penyesuaian ini dapat dinilai dari hubungan dengan mertua, ipar dan
keluarga besar pasangan yang meliputi penerimaan, menghormati dan
menghargai keberadaan keluarga pasangan.
Unsur-unsur yang dapat mempengaruhi penyesuaian terhadap keluarga
pasangan antara lain stereotip tradisional, keinginan untuk mandiri,
keluargaisme, mobilitas sosial, anggota keluarga berusia lanjut serta bantuan
keuangan untuk keluarga pasangan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan aspek-aspek diatas
adalah:
a. Penyesuaian dengan pasangan : selalu menjaga komitmen, saling
memahami dan berbagi minat, bertukar pendapat dengan pasangan dan
bekerjasama dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
b. Penyesuaian seksual : mengungkapkan rasa cinta melalui hubungan seks
c. Penyesuaian keuangan : mengelola keuangan sehingga dapat memenuhi
kebutuhan keluarga.
d. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan : menerima keluarga
pasangan, saling menghormati dan menghargai dengan keluarga besar
pasangan.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Hurlock (1980) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri dalam perkawinan, yaitu:
a. Menjadi Orangtua
Pada masa ini, suami istri akan mengalami stres atau ketegangan apabila
anak pertama lahir pada tahun pertama perkawinan, sebelum pasangan suami
istri memiliki waktu cukup untuk melakukan penyesuaian satu sama lain
atau untuk mengatur keuangannya dalam kondisi memuaskan.
b. Kondisi Keuangan
Harapan yang tidak realistis mengenai biaya hidup membuat pasangan
suami istri mengalami kesulitan dalam penyesuaian perkawinan karena
harapan mereka untuk memiliki barang-barang yang diinginkan dan
dianggap penting juga menjadi tidak realistis.
c. Harapan Perkawinan
Harapan perkawinan yang tidak realistis juga mempengaruhi
penyesuaian dalam perkawinan karena seringkali pasangan muda kurang
d. Jumlah Anak
Apabila suami istri setuju mengenai jumlah anak yang ideal dan mereka
memiliki anak sebanyak yang mereka harapkan maka proses penyesuaian
perkawinan akan jauh lebih baik.
e. Posisi dalam Keluarga
Faktor ini termasuk penting karena hal ini akan menjadikan individu
untuk belajar memainkan peran tertentu yang dapat dimanfaatkan dalam
situasi perkawinan. Semakin mirip situasi baru dengan situasi lama, maka
akan semakin baik pula penyesuaian perkawinan mereka.
f. Hubungan dengan Keluarga Pasangan
Hubungan yang baik dengan keluarga pasangan sangat penting dan besar
pengaruhnya pada proses penyesuaian perkawinan.
Dari faktor-faktor yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa harapan terhadap perkawinan, kondisi keuangan, jumlah anak dan masa
menjadi orang tua dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu dalam
perkawinannya disamping faktor lainnya seperti posisi dalam keluarga dan
hubungan dengan keluarga pasangan.
B. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan
Istiadi (1958) berpendapat bahwa perkawinan adalah suatu peristiwa
perkawinan, seseorang telah menempuh hidup baru dan melepaskan diri dari
asuhan orang tua untuk membentuk keluarga baru.
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
(dalam Walgito, 1988) adalah suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Lasswell & Lasswell (1987) menjelaskan bahwa perkawinan merupakan
proses belajar yang terjadi pada dua individu untuk mencocokkan kebutuhan,
keinginan dan harapan satu sama lain dengan tujuan untuk mencapai tingkat
yang menyenangkan melalui hubungan saling memberi dan menerima sehingga
tercapai pengenalan dan pengertian yang lebih mendalam.
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan lahir bathin antara pria dan wanita
untuk hidup bersama dan membentuk keluarga baru berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa yang keutuhannya harus dijaga hingga akhir hayat serta
bertujuan untuk saling menyesuaikan kebutuhan, keinginan dan harapan satu
sama lain sehingga dapat mencapai suatu kebahagiaan.
2. Pengertian Kepuasan Dalam Perkawinan
Hurlock (1980) mengatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan
merupakan tingkat keberhasilan suami istri dalam menyesuaikan diri dan
Roach, dkk (dalam Sembiring, 2003) mengatakan bahwa kepuasan
perkawinan merupakan persepsi terhadap kehidupan yang diukur dari besar
kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu.
Kepuasan perkawinan adalah evaluasi secara keseluruhan tentang segala
hal yang berhubungan dengan kondisi perkawinan (Clayton dalam Lailatushifah,
2003) atau evaluasi suami istri terhadap seluruh kualitas kehidupan perkawinan
(Snyder dalam Lailatushifah ,2003).
Bahr, dkk (dalam Nainggolan, 2003) mendefinisikan kepuasan
perkawinan sebagai evaluasi subjektif terhadap kualitas perkawinan secara
keseluruhan yaitu taraf terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan harapan suami
istri dalam perkawinan.
Dari berbagai teori diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan
dalam perkawinan merupakan evaluasi subjektif terhadap taraf terpenuhinya
kebutuhan, keinginan dan harapan suami istri dalam perkawinan tersebut.
3. Aspek-Aspek Kepuasan Dalam Perkawinan
Dalam kehidupan rumah tangga setiap istri pasti menginginkan
kebahagiaan atau kepuasan dalam perkawinannya. Kepuasan dalam perkawinan
dapat tercapai apabila kebutuhan dan harapannya dapat terpenuhi.
Menurut Gunarsa (2002) kebutuhan penting untuk memperoleh
kebahagiaan dalam perkawinan adalah :
a. Keinginan dan kemampuan memperoleh anak sesuai dengan harapan
b. Sikap yang sehat dan dewasa mengenai hubungan seks atau keserasian
c. Keinginan dan kemampuan bersama menuju ke tujuan sosial
d. Kebersamaan : adanya waktu yang dihabiskan bersama pasangan.
Menurut Hauck (1964) ada beberapa kebutuhan dan harapan penting
dalam perkawinan yang bila tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakpuasan
dalam perkawinan. Kebutuhan dan harapan tersebut yaitu:
a. Kebersamaan
b. Seks
c. Pertumbuhan
d. Kedewasaan
e. Privacy
f. Kebebasan
g. Pembagian yang adil dari penghasilan rumah tangga
Knys (1985) menambahkan hal-hal yang perlu diperhatikan supaya
pasangan suami istri dapat mencapai kepuasan perkawinan yaitu:
a. Sosial ekonomi yang baik
b. Harapan terhadap anak-anak
c. Adanya toleransi
d. Adanya kepercayaan
e. Saling mencintai
f. Saling pengertian
Dari berbagai pendapat mengenai kebutuhan dan harapan dalam
perkawinan diatas, maka dapat diambil kesimpulan mengenai aspek-aspek
a. Kebersamaan : dapat meluangkan waktu untuk bekumpul bersama yang
dapat digunakan untuk berbincang-bincang membicarakan masalah penting
dalam kehidupan keluarga.
b. Kedewasaan : memiliki kedewasaan dalam berperilaku, tidak tergantung
pada orang lain, dapat mengendalikan emosi dalam menyelesaikan konflik
dan memiliki pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.
c. Kepercayaan : memiliki rasa percaya akan kesetiaan masing-masing, tidak
ada rasa saling curiga dan kecemburuan yang dapat menimbulkan konflik.
d. Toleransi : saling memahami dan menerima sifat baik dan buruk
masing-masing serta memahami kesulitan yang sedang dialami pasangan.
e. Kebebasan : memperoleh kebebasan untuk mengembangkan minat dan
prestasinya, memberi dukungan terhadap minat dan pekerjaan pasangannya
serta memberi kebebasan untuk menentukan sikap dan perilaku yang tepat
untuk dirinya.
f. Harapan terhadap anak-anak : anak-anak bertingkah laku baik,
menyenangkan dan taat pada orangtua, keberadaan anak-anak diterima
dengan baik dan memiliki perhatian yang cukup untuk mendidik anak-anak.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Dalam Perkawinan
Kepuasan perkawinan dapat tercapai apabila hasrat atau keinginan yang
sesuai dengan yang diharapkan dapat tercapai. Berikut adalah faktor-faktor yang
a. Komunikasi
Untuk mencapai kepuasan dalam perkawinan, kemampuan dalam
berkomunikasi yang bersifat dua arah dan seimbang sangat diperlukan dalam
perkawinan, oleh karena itu komunikasi tersebut harus selalu dibina
sehingga apapun yang dialami oleh suami atau istri dapat diketahui
pasangannya (Stimet & Defrain dalam Lailatushifah, 2003).
b. Perilaku Asertif
Perilaku asertif mencakup kemampuan individu untuk mengungkapkan
pendapat, pikiran dan keinginan serta aspirasi. Individu yang mampu
berperilaku secara asertif dalam perkawinannya dapat lebih mudah mencapai
kepuasan dalam perkawinan dibandingkan dengan individu yang kurang
mampu berperilaku asertif (Leibo, 2004).
c. Penyesuaian Perkawinan
Penyesuaian perkawinan banyak dikaitkan dengan kepuasan dalam
perkawinan. Individu yang merasa puas dengan perkawinannya dikatakan
memiliki penyesuaian perkawinan yang baik, sedangkan individu yang
merasa tidak puas dengan perkawinannya dikatakan memiliki penyesuaian
perkawinan yang buruk (Dyer dalam Wahyuningsih, 2005).
d. Kecerdasan Emosional
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional
berkaitan dengan kepuasan dalam perkawinan. Individu dengan kecerdasan
emosional yang baik akan lebih mampu mencapai kepuasan dalam
e. Kesadaran Akan Peran Gender
Untuk mencapai kepuasan dalam perkawinan diperlukan kesadaran akan
peran gender agar relasi antara suami istri dapat seimbang dan dapat
menjalin hubungan sebagai mitra sejajar. Masing-masing pihak akan
memberikan kontribusi sesuai yang dibutuhkan sehingga permasalahan
dalam keluarga dapat diselesaikan dan hubungan suami istri terasa lebih
menyenangkan dan memuaskan (Stefani, 2000)
f. Kesehatan
Walgito (1984) menjelaskan bahwa dengan kesehatan yang baik, maka
individu juga akan dapat menjalankan perannya dengan baik, dan bila
individu dapat menjalankan perannya dengan baik maka penyesuaian dirinya
akan semakin baik sehingga kepuasan dalam perkawinan dapat tercapai.
Dari faktor-faktor yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa kepuasan dalam perkawinan dapat dipengaruhi oleh komunikasi,
perilaku asertif, penyesuaian perkawinan, kecerdasan emosional, kesadaran
akan peran gender dan kesehatan.
C. WANITA YANG BEKERJA
Tuntutan ekonomi yang semakin tinggi dan adanya kesempatan bagi wanita
untuk mencapai jenjang pendidikan yang setara dengan pria telah membuat wanita
mampu merambah dunia kerja dan mengembangkan karir di berbagai bidang
ganda dimana suami istri sama-sama memiliki pekerjaan diluar rumah dan
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga (Lailatushifah, 2003).
Bagi wanita yang telah berkeluarga, keputusan untuk bekerja dan berkarir
tidak hanya bergantung pada dirinya sendiri tetapi juga bagaimana tanggapan dari
pihak keluarga terutama suami karena bagi mereka, kehidupan rumah tangga
merupakan hal yang diprioritaskan selain keinginannya untuk bekerja (Stefani dkk,
2000).
Meningkatnya status wanita dalam masyarakat, terutama bagi wanita yang
sudah menikah, dapat menimbulkan gangguan ketenangan rumah tangga (Setyowati
dkk, 2003) karena ia dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas selesainya
pekerjaan rumah tangga (Mosse dalam Lailatushifah, 2003). Karir wanita akan
menimbulkan masalah apabila tidak dipersiapkan dengan matang dan profesional
dan apabila ia tidak pandai membagi waktu antara rumah tangga dan karir maka ia
akan kesulitan menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga (Setyowati dkk,
2003). Dengan adanya permasalahan yang muncul akibat dari peran ganda wanita,
maka dibutuhkan adanya penyesuaian tersendiri khususnya bagi wanita itu sendiri
dan penyesuaian keluarga pada umumnya (Mappiare, 1983).
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pada uraian diatas adalah untuk
dapat memenuhi fungsinya sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita karir, wanita
memerlukan dukungan dan pengertian dari berbagai pihak terutama suami dan
keluarganya sehingga konflik dalam rumah tangganya akibat dari ia bekerja dapat
diminimalisir sehingga dapat tercapai kesesuaian antara pekerjaan rumah tangga dan
D. HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA WANITA YANG BEKERJA
Setelah memasuki jenjang perkawinan, bukan berarti suami istri dapat
langsung mewujudkan kebahagiaan seperti yang diimpikan sewaktu mereka belum
menikah. Mereka harus menghadapi berbagai masalah yang muncul selama mereka
menikah (Dariyo, 2003). Berbagai masalah dalam kehidupan perkawinan dapat
mengakibatkan perselisihan antara suami istri, namun perselisihan merupakan hal
yang wajar karena setiap perkawinan merupakan perpaduan individu yang
membawa pendapat, kepribadian unik dan nilai-nilainya sendiri (Gottman dan
Silver, 2001).
Permasalahan dalam kehidupan perkawinan dapat menimbulkan
ketidakpuasan dalam perkawinan. Kepuasan perkawinan dapat tercapai apabila
kedua belah pihak saling berbagi kebahagiaan yang setara karena perkawinan adalah
penyatuan dua pribadi yang berbeda untuk mengarah ke suatu tujuan dan
keseimbangan (Spanier dalam Pramesti, 2006). Tercapainya kepuasan perkawinan
dapat dilihat dari terpenuhi atau tidaknya aspek-aspek dalam kepuasan perkawinan
yang meliputi kebersamaan, kedewasaan, kepercayaan, toleransi, kebebasan, serta
harapan terhadap anak-anak.
Hurlock (1980) mengatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan bersifat
relatif, artinya kriteria perkawinan yang dapat memuaskan bagi satu pasangan belum
tentu memuaskan bagi pasangan lain. Puas atau tidaknya pasangan suami istri
terhadap kehidupan perkawinan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan motif
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh beberapa tokoh
yaitu komunikasi, perilaku asertif, penyesuaian dalam perkawinan, kecerdasan
emosional, kesadaran akan peran gender, dan kesehatan.
Dalam perkawinan, wanita pada era ini tidak lagi hanya berfungsi sebagai
ibu rumah tangga biasa, akan tetapi para wanita tersebut kini telah mampu
menunjukkan eksistensinya dalam bidang pekerjaan yang digeluti oleh para pria.
Pekerjaan dijadikan sebagai jalan untuk mengaktualisasikan diri dan membentuk
identitas bagi wanita, namun terkadang diikuti dengan tidak terpenuhinya fungsi
wanita sebagai ibu rumah tangga, sehingga walaupun wanita juga bekerja mencari
nafkah, ia juga dituntut untuk dapat menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan
keluarganya (Suprapto, 2007).
Wanita yang menikah dan bekerja menghadapi konflik antara keinginan
untuk terlibat dalam aktivitas keluarga dan keinginan untuk melakukan pekerjaan
atau karirnya dengan baik (Senecal, dkk dalam Baron & Byrne, 2003).
Keinginan-keinginan tersebut dapat dengan mudah mengarah pada konflik, keterasingan dan
kelelahan emosional. Konflik ini dapat mempengaruhi wanita dan dapat mengarah
pada ketidakpuasan terhadap perkawinan dan juga pekerjaannya (Perrewe, dkk
dalam Baron & Byrne, 2003), sehingga wanita harus menemukan cara yang paling
baik untuk menyesuaikan diri dalam rangka mencapai kepuasan dalam perkawinan
(Baron & Byrne, 2003)
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian kepuasan dalam
perkawinan adalah penyesuaian diri dalam perkawinan yang akan menentukan
apakah seseorang merasa puas atau tidak dengan kehidupan perkawinannya (Alston
Penyesuaian diri dalam perkawinan merupakan proses yang berlangsung
secara terus menerus sepanjang usia perkawinan karena setiap individu dapat
berubah sehingga setiap waktu masing-masing pasangan harus melakukan
penyesuaian. Penyesuaian diri dalam perkawinan sangat diperlukan pada awal-awal
masa perkawinan. Penyesuaian yang baik pada awal masa perkawinan akan
membantu pasangan suami istri untuk melakukan penyesuaian di masa yang akan
datang yang lebih sulit karena adanya pertumbuhan keluarga (Landis & Landis
dalam Wahyuningsih, 2005).
Kegagalan dalam menyesuaikan diri dapat berdampak pada individu secara
psikologis seperti stres dan depresi karena menghadapi situasi yang penuh tekanan
(Handayani, 2004), tidak dapat berinteraksi dengan baik serta mengalami gejolak
rumah tangga yang bisa saja tidak terselesaikan dan berujung pada perceraian (Rose,
1987).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dalam
perkawinan. Faktor-faktor yang dikemukakan oleh Hurlock (1980) yaitu masa orang
tua, kondisi keuangan, harapan perkawinan, jumlah anak, posisi dalam keluarga, dan
hubungan dengan keluarga pasangan.
Keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri dalam perkawinannya
ditentukan melalui 4 aspek yang dikemukakan oleh Hurlock (1980) yaitu
penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan
penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan.
Penyesuaian diri wanita yang menikah dan bekerja dapat memicu kelelahan
baik secara fisik maupun emosional. Apabila kelelahan tersebut tidak teratasi
tetapi apabila dalam kehidupan perkawinan wanita mendapatkan dukungan dan
perhatian dari pasangannya, maka hubungan komunikasi di antara mereka akan
menjadi lebih baik. Komunikasi yang baik dan dua arah dengan pasangannya dapat
membantu wanita mengurangi beban fisik dan emosional dalam dirinya sehingga
kepuasan dalam perkawinan dapat tercapai.
Untuk dapat berhasil mencapai kepuasan dalam perkawinan, seorang wanita
yang berperan sebagai ibu rumah tangga dan pekerja harus menyesuaikan diri agar
dapat memperoleh variasi hidup yang lebih menyenangkan. Dengan penyesuaian
diri yang baik maka akan tercapai kepuasan dalam perkawinannya, sehingga dapat
menambah rasa percaya diri pada wanita serta merasa berguna karena telah dapat
berbuat sesuatu bagi dirinya sendiri maupun keluarganya (Hurlock, 1980).
Pada akhirnya, semakin baik penyesuaian diri seorang wanita pada
kehidupan perkawinannya maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan perkawinan
yang dapat dicapai, namun semakin buruk penyesuaian dirinya maka akan semakin
rendah pula tingkat kepuasan perkawinan yang didapatkan.
E. HIPOTESIS
Dari uraian diatas, hipotesis yang dapat diambil pada penelitian ini adalah :
ada hubungan antara penyesuaian diri dalam perkawinan dengan kepuasan dalam
WANITA YANG MENIKAH DAN BEKERJA : • Memiliki peran ganda
• Rentan terhadap konflik
PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN :
1. Penyesuaian dengan pasangan 2. Penyesuaian Seksual
3. Penyesuaian Keuangan 4. Penyesuaian dengan pihak
keluarga pasangan
Komunikasi & Perilaku Asertif :
Saling bertukar pikiran dan pendapat, dapat mengungkapkan keinginan dan aspirasi, saling mengetahui keadaan masing-masing
Dukungan dari pasangan yang dapat mengurangi kelelahan secara fisik dan emosional
KEPUASAN DALAM PERKAWINAN : 1. Kebersamaan
2. Kedewasaan 3. Kepercayaan 4. Toleransi 5. Kebebasan
6. Harapan terhadap anak-anak
Gambar 2.1
SKEMA HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN DAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional (Correlational Research)
yang merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan
korelasional antara dua variabel. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan ada
atau tidaknya korelasi atau hubungan antara 2 (dua) variabel yaitu variabel
penyesuaian diri dalam perkawinan dan variabel kepuasan perkawinan.
B. IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel dapat didefinisikan sebagai suatu gejala yang menjadi fokus
peneliti untuk diamati. Variabel itu sebagai atribut dari sekelompok orang atau objek
yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu
(Sugiyono dalam Sembiring, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel Bebas : Penyesuaian Diri dalam Perkawinan
Variabel Tergantung : Kepuasan Perkawinan
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan
Penyesuaian diri dalam perkawinan merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh istri untuk menyelaraskan hubungannya bersama suami dengan
tujuan agar perbedaan-perbedaan maupun sumber permasalahan dapat berkurang
pemahaman dan pengenalan lebih mendalam sejauh yang dipersepsikan oleh
istri.
Penyesuaian diri dalam perkawinan memiliki 4 (empat) aspek yaitu :
(a) Penyesuaian Dengan Pasangan merupakan suatu usaha untuk selalu menjaga
komitmen pada kelanjutan hubungan dengan saling memahami dan berbagi
minat, bertukar pendapat dengan pasangan dan bekerjasama dalam
mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
(b) Penyesuaian Seksual merupakan ungkapan rasa cinta melalui hubungan seks
sehingga dapat mencapai kepuasan yang diinginkan.
(c) Penyesuaian Keuangan merupakan usaha dalam mengelola keuangan
keluarga dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
(d) Penyesuaian Dengan Pihak Keluarga Pasangan merupakan usaha untuk
menerima keberadaan keluarga pasangan dengan saling menghormati dan
menghargai agar tercapai hubungan yang baik dengan mertua, ipar dan
keluarga besar pasangan.
Tinggi rendahnya penyesuaian diri dalam perkawinan akan diukur
melalui skala penyesuaian diri dalam perkawinan yang disusun berdasarkan
aspek-aspek diatas. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka penyesuaian yang
dilakukan juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh
maka penyesuaian yang dilakukan juga semakin rendah.
2. Kepuasan Perkawinan
Kepuasan perkawinan merupakan perasaan senang, lega, bahagia atau
evaluasi dalam memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan diri sendiri
maupun pasangannya sejauh yang dipersepsikan oleh istri.
Kepuasan dalam perkawinan meliputi 6 (enam) aspek yaitu :
(a) Kebersamaan merupakan perasaan senang atas banyaknya waktu yang
dihabiskan bersama untuk berbincang-bincang dan berdiskusi mengenai
hal-hal penting dalam kehidupan keluarga.
(b) Kedewasaan merupakan perasaan puas karena telah mampu bertingkah laku
secara dewasa, tidak tergantung pada orang lain, dapat mengendalikan emosi
dalam menyelesaikan konflik serta memiliki pertimbangan yang matang
dalam mengambil keputusan.
(c) Kepercayaan merupakan perasaan puas atas kesetiaan pasangan, tidak ada
rasa curiga dan cemburu.
(d) Toleransi merupakan perasaan senang karena dapat memahami dan
menerima sifat baik dan buruk masing-masing dan dapat memahami
kesulitan yang dialami pasangan.
(e) Kebebasan merupakan perasaan puas atas kebebasan yang diperoleh untuk
mengembangkan minat dan prestasinya dan pasangannya, memberi
dukungan terhadap minat dan pekerjaan pasangannya serta memberi
kebebasan untuk menentukan sikap dan perilaku yang tepat untuk dirinya.
(f) Harapan Terhadap Anak-anak merupakan perasaan puas karena memperoleh
anak dengan jumlah yang diinginkan, menerima keberadaan anak-anak
dengan baik, memberikan perhatian, kasih sayang dan mendidik anak-anak.
Tinggi rendahnya tingkat kepuasan dalam perkawinan akan diukur
diatas. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat
kepuasannya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin
rendah pula tingkat kepuasan yang dicapai.
D. SUBJEK PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang diambil menggunakan
tekhnik purposive sampling yaitu tekhnik penentuan sample dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono dalam Sembiring,2003). Subjek penelitian diambil sebanyak 52
orang untuk meneliti penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan perkawinan
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Wanita usia 20 – 40 tahun dan sudah menikah dan bekerja
Alasan pengambilan kriteria ini adalah pada usia ini subjek berada pada
masa dewasa dini yang tugas perkembangannya antara lain menikah dan bekerja
(Hurlock, 1980). Pada masa ini seharusnya subjek telah menyelesaikan
pendidikannya dan mulai bekerja serta telah cukup matang untuk menjalani
hidup perkawinan.
2. Usia perkawinan berkisar antara 1 – 10 tahun
Kriteria ini diambil dengan alasan bahwa pada rentang usia perkawinan
ini suami istri mulai menunjukkan sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan yang
sebelumnya tidak diketahui oleh pasangannya, sehingga diperlukan penyesuaian
antara suami istri tersebut (Rose, 1987).
3. Pasangan masih ada atau masih hidup bersama-sama
Alasan pengambilan kriteria ini adalah bahwa perkawinan merupakan
tidak ada atau suami istri sudah tidak hidup bersama lagi, maka penyesuaian
perkawinan tidak dapat terlaksana dan kepuasan perkawinan juga tidak dapat
tercapai.
4. Tingkat pendidikan terakhir minimal SMA
Untuk mengisi skala yang diberikan, subjek memerlukan pemahaman
yang baik sehingga ia dapat memahami setiap pernyataan yang ada dalam skala
tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan subjek diharapkan pemahaman
mereka juga semakin baik.
E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala
penyesuaian diri dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan.
1. Metode dan Penyusunan Item
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner.
Penggunaan kuesioner sebagai alat pengumpul data karena ingin mendapatkan
informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai penyesuaian diri dalam
perkawinan dan kepuasan dalam perkawinan. Jenis kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner yang berstruktur dimana subjek memilih salah satu dari
alternatif jawaban yang disediakan.
Penyusunan skala penyesuaian diri dalam perkawinan dan kepuasan
perkawinan menggunakan model Likert dengan metode Summated Rating
dengan 4 (empat) alternatif jawaban yaitu Tidak Sesuai (TS), Kurang Sesuai
Aspek-aspek untuk skala penyesuaian diri dalam perkawinan dapat
dilihat pada tabel 3.1 dan aspek-aspek untuk skala kepuasan perkawinan dapat
[image:52.595.80.511.212.612.2]dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.1
Blue Print Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan
Aspek-Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
1. Penyesuaian dengan pasangan 8 8 16
2. Penyesuaian seksual 8 8 16
3. Penyesuaian keuangan 8 8 16
4. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan
8 8 16
Jumlah 32 32 64
Tabel 3.2
Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan
Aspek-Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
1. Kebersamaan 5 5 10
2. Kedewasaan 5 5 10
3. Kepercayaan 5 5 10
4. Toleransi 5 5 10
5. Kebebasan 5 5 10
6. Harapan terhadap anak-anak 5 5 10
Jumlah 30 30 60
2. Cara Pemberian Skor
Pemberian skor pada skala penyesuaian diri dalam perkawinan bergerak
dari skor 1 (satu) sampai dengan 4 (empat), dilakukan dengan cara:
a. Untuk item favorable:
Jawaban Nilai Sangat Sesuai (SS) 4
Sesuai (S) 3
Kurang Sesuai (KS) 2
[image:52.595.132.439.667.741.2]b. Untuk item unfavorable:
Jawaban Nilai Sangat Sesuai (SS) 1
Sesuai (S) 2
Kurang Sesuai (KS) 3
Tidak Sesuai (TS) 4
F. PROSES UJI COBA ALAT UKUR
Penelitian dapat dilakukan setelah peneliti melakukan uji coba terhadap alat
ukur, uji coba terhadap alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas
alat ukur tersebut, sehingga alat ukur yang digunakan dalam penelitian nantinya
dapat lebih akurat dan dapat dipercaya (Azwar, 2000).
Uji coba alat ukur dilakukan di RS. Condong Catur, Sleman, Yogyakarta.
Uji coba dilaksanakan pada tanggal 7 – 25 September 2008. Peneliti membagikan
skala uji coba kepada subjek, selanjutnya peneliti menjelaskan maksud dari
pemberian skala tersebut, menerangkan cara pengerjaannya sesuai dengan petunjuk
dan memberi kesempatan kepada subjek untuk bertanya sebelum skala tersebut
ditinggal. Pengisian skala diberi tenggang waktu 1 – 3 hari.
Alat ukur yang diuji cobakan terdiri dari 2 skala yaitu skala penyesuaian diri
dalam perkawinan dan skala kepuasan perkawinan. Skala penyesuaian diri dalam
perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan yang pertama kali
masing-masing terdiri dari 64 dan 60 item. Subjek dalam uji coba alat ukur memperoleh 1
eksemplar yang terdiri dari 2 skala yaitu skala penyesuaian diri dalam perkawinan
dan skala kepuasan dalam perkawinan atau disebut sebagai kuesioner I dan
kuesioner II. Skala disebar sebanyak 35, namun yang memenuhi syarat hanya
G. HASIL UJI COBA ALAT UKUR
a. Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan
1) Reliabilitas Alat Pengumpul Data
Uji reliabilitas skala penyesuaian diri dalam perkawinan
menggunakan tekhnik Cronbach Alpha dengan menggunakan SPSS versi
12.0 dan diperoleh indeks koefisien reliabilitas sebesar 0,945. Dengan indeks
koefisien reliabilitas uji coba sebesar 0,945, maka dapat dikatakan bahwa
item-item pada skala penyesuaian diri dalam perkawinan sangat reliabel
karena semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti
semakin tinggi reliabilitasnya (Azwar, 2000).
2) Validitas Alat Pengumpul Data
Hasil analisis yang diperoleh dari daya diskriminasi item skala
penyesuaian diri dalam perkawinan bergerak dari -0,041 sampai 0,724,
kemudian peneliti melakukan seleksi dengan memilih item-item yang
memiliki daya diskriminasi ≥ 0,30 dengan asumsi bahwa koefisien validitas
≥ 0,30 dianggap lebih memuaskan dan dapat diterima daripada koefisien
validitas ≤ 0,30 yang dianggap tidak memuaskan (Azwar, 1999).
Item-item yang gugur pada skala penyesuaian diri dalam perkawinan
Tabel 3.3
Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Setelah Uji Coba
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Item Sebelum Uji Coba Jumlah Item Setelah Uji Coba 1. Penyesuaian dengan pasangan
6, 13, 18, 30, 35, 42*, 51, 58
4, 12, 21, 31*, 38, 44, 53, 57
16 ( 25 % )
14 ( 30,43 % ) 2. Penyesuaian seksual 1, 14, 23, 28*,
33, 47, 52, 63*
7*, 9, 17, 27*, 37*, 41*, 50, 61
16 ( 25 % )
10 ( 21,73 % ) 3.Penyesuaian
keuangan
5, 10, 19, 29, 36*, 43, 49*, 59
3, 15*, 22, 26*, 39*, 45*, 55*, 60
16 ( 25 % )
9 ( 19,56 % ) 4. Penyesuaian dengan
pihak keluarga pasangan
2, 11, 20*, 25, 34, 46, 54, 62*
8, 16, 24, 32, 40, 48, 56, 64*
16 ( 25 % )
13 ( 28,26 % )
Jumlah 32 32 64
( 100 % )
46 ( 100 % ) * : item yang gugur setelah uji coba
Dari hasil uji coba alat ukur diatas, peneliti kemudian menyusun
kembali item-item yang akan digunakan dalam penelitian. Sebaran item
Tabel 3.4
Tabel Spesifikasi Skala Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Untuk Penelitian
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
1. Penyesuaian dengan
pasangan
6(13), 13(18), 18(35), 32(51)
4, 12, 21, 28(38), 34(53)
9 ( 25 % ) 2. Penyesuaian
seksual
1(14), 14(23), 23(33), 30(47), 35(52)
7(9), 9(17), 17(50), 26(61)
9 ( 25 % ) 3. Penyesuaian
keuangan
5, 10, 19, 27(29), 33(43), 36(59)
3, 15(22), 22(60) 9 ( 25 % ) 4. Penyesuaian dengan
pihak keluarga
pasangan
2, 11(25), 20(34), 25(46), 31(54)
8, 16, 24(40),
29(56) 9
( 25 % )
Jumlah 20 16 36 ( 100 % )
() : nomor item sebelum uji coba
b. Skala Kepuasan Perkawinan
1) Reliabilitas Alat Pengumpul Data
Uji reliabilitas skala kepuasan dalam perkawinan menggunakan
tekhnik Cronbach Alpha dengan menggunakan SPSS versi 12.0 dan
diperoleh indeks koefisien reliabilitas sebesar 0,941. Dengan indeks
koefisien reliabilitas uji coba sebesar 0,941, maka dapat dikatakan bahwa
item-item pada skala kepuasan dalam perkawinan sangat reliabel karena
semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin
2) Validitas Alat Pengumpul Data
Hasil analisis yang diperoleh dari daya diskriminasi item skala
kepuasan dalam perkawinan bergerak dari -0,146 sampai 0,734, kemudian
peneliti melakukan seleksi dengan memilih item-item yang memiliki daya
diskriminasi ≥ 0,30 dengan asumsi bahwa koefisien validitas ≥ 0,30 dianggap lebih memuaskan dan dapat diterima daripada koefisien validitas ≤ 0,30 yang dianggap tidak memuaskan (Azwar, 1999).
Item-item yang gugur pada skala kepuasan dalam perkawinan setelah
[image:57.595.88.535.234.653.2]uji coba dapat dilihat pada tabel spesifikasi berikut:
Tabel 3.5
Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Dalam Perkawinan Setelah Uji Coba
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Item Sebelum Uji Coba Jumlah Item Setelah Uji Coba
1. Kebersamaan 4, 16, 31, 48, 57
10, 22, 32, 43, 60
10 ( 16,66 % )
10 ( 20,83 % ) 2. Kedewasaan 5, 21*, 30*,
40, 56
9, 15, 25, 42*, 49
10 ( 16,66 % )
7 ( 14,58 % ) 3. Kepercayaan 11*, 17, 28*,
39, 51
8, 23, 29, 45, 52
10 ( 16,66 % )
8 ( 16,66 % ) 4. Toleransi 7*, 24*, 34,
44, 50
2,18, 33, 38, 58
10 ( 16,66 % )
8 ( 16,66 % ) 5. Kebebasan 1*, 14, 26, 47,
55
12, 19, 36, 46, 53
10 ( 16,66 % )
9 ( 18,75 % ) 6. Harapan terhadap
anak-anak
6, 13*, 35*, 41, 54
3, 20*, 27, 37*, 59
10 ( 16,66 % )
6 ( 12,50 % )
Jumlah 30 30 60
( 100 % )
48 ( 100 % ) * : item yang gugur setelah uji coba
Dari hasil uji coba alat ukur diatas, peneliti kemudian menyusun
kembali item-item yang akan digunakan dalam penelitian. Sebaran item
Tabel 3.6
Tabel Spesifikasi Skala Kepuasan Dalam Perkawinan Untuk Penelitian
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
1. Kebersamaan 4(16), 16(48), 30(57)
10, 22, 31(60) 6 ( 16,66 % ) 2. Kedewasaan 5, 21(40), 29(56) 9, 15(25), 25(49) 6
( 16,66 % ) 3. Kepercayaan 11(17), 17(39),
27(51)
8, 23(29), 28(45) 6 ( 16,66 % ) 4. Toleransi 7(34), 24(50) 2,18, 32(33), 35(58) 6
( 16,66 % ) 5. Kebebasan 1(26), 14(47) 12, 19, 34(36),
36(46)
6 ( 16,66 % ) 6. Harapan terhadap
anak-anak
6, 13(41), 35(54) 3, 20(27), 26(59) 6 ( 16,66 % )
Jumlah 16 20 36 ( 100 % )
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di RSI Hidayatullah Yogyakarta pada tanggal 22
Desember 2008 sampai dengan 30 Januari 2009. Peneliti menyerahkan skala
penelitian kepada pegawai bagian administrasi untuk selanjutnya akan dibagikan
kepada masing-masing subjek melalui koordinator per seksi. Peneliti menjelaskan
maksud dari pemberian skala tersebut dan menerangkan cara pengerjaannya sesuai
dengan petunjuk sebelum skala tersebut ditinggal. Pengisian skala diberi tenggang
waktu 1 – 3 hari.
Alat ukur untuk penelitian terdiri dari 2 skala yaitu skala penyesuaian diri
dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan. Skala penyesuaian diri
dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan masing-masing terdiri dari
36 item. Subjek memperoleh 1 eksemplar yang terdiri dari 2 skala yaitu skala
penyesuaian diri dalam perkawinan dan skala kepuasan dalam perkawinan atau
disebut sebagai kuesioner I dan kuesioner II. Skala disebar sebanyak 55, namun
yang memenuhi syarat hanya berjumlah 52 saja.
B. DISTRIBUSI SUBJEK
1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia
Subjek berjumlah 52 orang dengan rentang usia 20-40 tahun. Jumlah
subjek paling banyak berada pada rentang usia 26-30 tahun yaitu berjumlah 25
memiliki usia pada rentang usia 20-25 tahun sebanyak 9 orang dan yang paling
sedikit jumlah subjeknya yaitu 4 orang berada di rentang usia 36-40 tahun.
[image:60.595.86.511.181.716.2]Distribusi subjek berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Subjek Berdasarkan Usia
No. Usia Jumlah
1 20 – 25 tahun 9
2 26 – 30 tahun 25
3 31 – 35 tahun 14
4 36 – 40 tahun 4
2. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia Perkawinan
Usia perkawinan subjek yang diambil oleh pe