7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Drainase
Drainase adalah fasilitas penunjang yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memenuhi komponen infrastruktur suatu bangunan.
Drainase merupakan sebuah bangunan air yang memiliki arti mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air (Suripin, 2004). Drainase terletak di bawah tanah dan terbentuk secara alami maupu buatan.
Drainase merupakan bangunan air yang berfungsi untuk mengendalikan kelebihan air pada suatu kawasan permukiman, perdagangan, perindustrian, perkantoran, bandara, lapangan olah raga, dan kawasan pertanian, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, atau aliran air dari hulu dan hilir (Kamiana, 2010).
Pengendalian kelebihan air ini agar kawasan tersebut tidak terjadi genangan atau banjir, sehingga dapat difungsikan secara optimal. Pengendalian genangan air atau banjir ini tidak hanya untuk air permukaan saja, tetapi juga untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi.
Sistem drainase merupakan bangunan air yang terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (convenyor drain, saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters)(Suripin, 2004). Bangunan drainase ini terdiri dari bangunan utama dan bangunan penunjang. Bangunan utama drainase merupakan jaringan saluran drainase, sedangkan bangunan penunjang terdir dari bangunan terjun, talang air, gorong gorong, sipon, kolam penampung banjir sementara, dan pompa (Kamiana, 2010). Perencanaan sistem drainase pada suatu kawasan harus terkonsep dengan baik agar tidak terjadi kegagalan yang merugikan berbagai pihak. Kegagalan dari perencanaan sistem drainase dibuktikan dengan adanya genangan air atau banjir dalam skala kecil hingga skala besar pada kawasan tersebut.
8
2.2. Analisis Hidrologi
Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi ini. Hal tersebut dimulai dari terjadinya peredaran dan penyebaran air, sifat sifat air, dan hubungan air dengan lingkungan terutama makhluk hidup (Triatmodjo, 2008).
Analisis hidrologi merupakan ilmu penting khususnya dibidang teknik sipil.
Salah satu penerapan ilmu dibidang teknik sipil yaitu perhitungan terkait perkiraan jumlah debit air yang tersedia pada suatu sumber air. Jumlah debit air yang tersedia digunakan memenuhi kebutuhan air baku, irigasi, pembangkit listrik tenaga air, perikanan, peternakan, dan lain sebagainya. Selain untuk melakukan pemenuhan kebutuhan air, jumlah debit air juga diperlukan dalam perencanaan bangunan air.
Perencanaan bangunan air tersebut terkait perencanaan irigasi dan perencanaan saluran drainase. Salah satu faktor yang mendukung analisa hidrologi terkait kondisi dilapangan yaitu data data hidrologi. Dengan adanya data hidrologi yang tersedia sebagai dasar perencanaan, maka dapat dilakukan perencanaan bangunan air (Subarkah, 1980).
2.2.1. Analisis Curah Hujan
Analisa curah hujan adalah analisa data terkait curah hujan terbesar yang terjadi pada suatu daerah dengan priode ulang tertentu. Dalam menentukan debit banjir rencana diperlukan data curah hujan harian. Priode yang terjadi pada daerah permukiman umumnya menggunakan hujan rencana dengan periode ulang 5 hingga 15 tahun dengan kala ulang saluran tersier 2 tahun, sekunder 5 tahun, dan primer 10 tahun (Setiawan, 2019). Analisis frekuensi yang dapat digunakan yaitu distribusi normal, log normal, gumbel dan log pearson type III (Kamiana, 2011). Priode yang terjadi digunakan sebagai dasar untuk menghitung rencana ukuran suatu bangunan.
(Harto, 1993). Intensitas hujan yang terjadi pada suatu daerah atau kawasan dapat berubah ubah atau tidak selalu sama. Mulai dari hari ke hari atau bahkan jam ke jam tidak selalu sama, sehingga intensitas hujan maksimum tiap tahunnya juga berbeda. Dalam melakukan analisa curah hujan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Pemilihan metode tersebut tergantung dari kesesuaian parameter statistik data. Dalam perencanaanya dapat dilakukan pemilihan sebaran frekuensi yang dipakai terlebih dahulu. (Harto, 1993).
9
2.2.2. Uji Parameter Statistik
Uji parameter statistik digunakan untuk menentukan jenis analisis frekuensi hujan, dimana analisis frekuensi atau distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang yang disamai atau dilampauai (Soewarno, 1995). Parameter yang digunakan dalam perhitungan yaitu meriputi parameter nilai rata rata ( ), deviasi standar (S), koefisien variasi (Cv), koefisien kemencengan (Cs), dan koefisien ketajaman (Ck).
Dengan parameter yang ada dapat dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut ini :
1. Nilai Rata Rata atau Mean ( )
2.2 Dimana :
= Nilai rata rata curah hujan (mm) x = Nilai curah hujan (mm)
n = Jumlah data curah hujan
2. Deviasi Standar atau Standard Deviation (S)
2.3
Dimana :
S = Deviasi standar curah hujan = Nilai rata rata curah hujan (mm) x = Nilai curah hujan (mm)
n = Jumlah data curah hujan
3. Koefisien Variasi atau Coefficient of Variation (Cv)
2.4 Dimana :
Cv = Koefisien variasi curah hujan S = Deviasi standar curah hujan
= Nilai rata rata curah hujan (mm)
4. Koefisien kemencengan atau Coefficient of Skewness (Cs)
10
2.5
Dimana :
Cs = Koefisien kemencengan curah hujan S = Deviasi standar curah hujan
= Nilai rata rata curah hujan (mm) x = Nilai curah hujan (mm)
n = Jumlah data curah hujan
5. Koefisien Ketajaman atau Coefficient of Kurtosis (Ck)
2.6
Dimana :
Ck = Koefisien ketajaman S = Deviasi standar curah hujan
= Nilai rata rata curah hujan (mm) x = Nilai curah hujan (mm)
n = Jumlah data curah hujan
Setelah dilakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil parameter statistik, maka selanjutnya dapat ditentukan jenis distribusi yang sesuai antara hasil parameter statistik dengan syarat masing masing jenis distribusi. Kemudian hasil dari penentuan jenis distribusi dapat digunakan untuk analisis distribusi probabilitas. Jenis distribusi terdiri dari distribusi normal, distribusi log normal, distribusi gumbel, distribusi log person tipe III (Kamiana, 2011). Syarat dari masing
masing jenis distribusi dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2. 1 Parameter Penentuan Jenis Sebaran (Kamiana, 2011) Distribusi Teoritis Persyaratan Parameter
Normal Cs 0
Ck = 3 Log Normal
Gumbel
Log Pearson Tipe III Selain dari nilai nilai diatas
11
2.2.3. Analisis Distribusi Probabilitas
Berdasarkan ilmu statististik diketahui bahwa terdapat macam macam distribusi yang digunakan dalam bidang hidrologi dalam memperkirakan hujan rencana (Suripin, 2004). Dalam analisis frekuensi data hujan atau data debit untuk memperoleh nilai hujan rencana atau debit rencana dibutuhkan data hujan dan jumlah data (Kamiana, 2011). Distribusi tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
1. Distribusi Normal
Distribus normal atau biasa juga disebut sebagai distribusi Gauss merupakan salah satu distribusi yang paling sering digunakan untuk untuk menganilisis data hidrologi seperti curah hujan, debit rata rata tahunan, dan lain sebagainya. Distribusi ini merupakan pelung normal yang memiliki fungsi kerapatan peluang (Kamiana, 2011). Persamaan distribusi normal untuk perhitungan hujan rencana dapat dilihat sebagai berikut ini:
2.7 2.8
Dimana :
= Hujan rencana dengan periode ulang tertentu T tahunan = Nilai rata rata curah hujan (mm)
S = Deviasi standar curah hujan (mm)
= Faktor frekuensi bergantung pada nilai T, dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut
Tabel 2. 2 Nilai Koefisien untuk Distribusi Normal (Soewarno, 1995) Periode Ulang T (Tahun) Peluang
1,0 0,999 -3,05
2,0 0,500 0
2,5 0,400 0,25
4,0 0,250 0,67
5,0 0,200 0,84
10,0 0,100 1,28
20,0 0,050 1,64
50,0 0,020 2,05
12
Periode Ulang T (Tahun) Peluang
100,0 0,010 2,33
200,0 0,005 2,58
500,0 0,002 2,88
1000,0 0,001 3,09
2. Distribusi Log Normal
Distribusi log normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik Y = log X. Persamaan distribusi log normal dapat dilihat sebagai berikut :
2.9 Dimana :
= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang tertentu T tahunan
= Nilai rata rata curah hujan (mm) S = Deviasi standar curah hujan
= Faktor frekuensi, dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut 3. Distribusi Gumbel
Distribusi gumbel biasanya digunakan untuk menganilisis data maksimum, seperti analisis frekuensi banjir. Persamaan distribusi gumbel dapat dilihat sebagai berikut :
2.10
Dimana :
= Hujan rencana dengan periode ulang tertentu T tahunan = Nilai rata rata curah hujan (mm)
S = Deviasi standar curah hujan K = Faktor frekuensi gumbel
= Reduce variate, dapat dilihat pada tabel 2.3 = Reduced mean, dapat dilihat pada tabel 2.4
= Reduced standar deviasi, dapat dilihat pada tabel 2.5
13 Tabel 2. 3 Nilai Reduce Variate (Soewarno, 1995)
Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate (
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
Tabel 2. 4 Nilai Reduced Mean (Soewarno, 1995)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 20 0,5235 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353 30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600
Tabel 2. 5 Nilai Stadard Deviasi (Soewarno, 1995)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065
14
Dari ketiga tabel diatas, maka dapat ditentukan nilai yang akan digunakan untuk melakukan perhitungan besarnya curah hujan periode ulang.
4. Distribusi Log Pearson Type III
Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Log Pearson Type III diketahui persamaannya adalah sebagai berikut (Kamiana, 2011) :
2.11 2.12
2.13
2.14
Dimana :
= Nilai logaritmis hujan rencana dengan periode ulang T (mm) = Nilai rata rata curah hujan (mm)
Cs = Koefisien kemencengan
k = Konstanta nilai Cs, dapat dilihat pada tabel 2.6 S = Deviasi standar curah hujan
Tabel 2. 6 Nilai k untuk Distribusi Log Pearson Tipe III (Soewarno, 1995)
CS
Periode Ulang (Tahun)
2 5 10 25 50 100 200 1000
Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,660 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,220 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395 0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,250
15 CS
Periode Ulang (Tahun)
2 5 10 25 50 100 200 1000
Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960 0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670 0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525 0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380 0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235 0,0 0,00 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090 -0,1 0,017 0,836 1,270 1,761 2,000 2,252 2,482 3,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
2.2.4. Uji Distribusi Probabilitas
Uji Distribusi Probabilitas digunakan untuk menentukan kecocokan suatu sampel data dengan distribusi frekuensi dan apakah persaamaan yang digunakan dapat mewakili distribusi statistik sampel (Kamiana, 2011). Pengujian distribusi probabilitas atau uji kesesuaian (testing of goodness of fit) terdiri dari dua jenis yaitu Uji Chi Kuadrat dan Uji Smirnov Kolmogrov (Suripin, 2004).
1. Uji Chi Kuadrat
Uji Chi Kuadrat digunakan untuk bahwa persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi sampel, yang di analisis atau tidaknya. Pengambilan keputusan ini menggunakan parameter ² dengan persamaan sebagai berikut (Suripin, 2004) :
h 2.15
16
Dimana :
h = Parameter Chi Kuadrat terhitung = Jumlah sub kelompok
= Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama
= Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya Distribusi yang selaras terjadi jika nilai
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, dicari penyimpangannya dengan Chi Square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) atau derajat kepercayaan yang sering diambil adalah 5%.
Diketahui persamaan derajat kebebasan adalah sebagai berikut (Kamiana, 2011):
2.16 2.17 Dimana :
DK = Derajat Kebebasan
P = Banyaknya parameter, untuk uji Chi Kuadrat adalah 2 K = Jumlah kelas distribusi
n = Banyaknya data
Adapun prosedur metode uji Chi Kuadrat dapat dilakukan sebagai berikut : a. Mengurutkan data pengamatan dari yang terkecil hingga terbesar, atau
sebaliknya.
b. Menghitung jumlah kelas c. Menghitung derajat kebebasan d. Menghitung kelas distribusi e. Menghitung interval kelas f. Menghitung nilai h²
g. Membandingkan nilai h² dengan cr² 2. Uji Smirnov Kolmogrov
17 Uji Smirnov Kolmogrov sering disebut dengan uji non parametrik.
Hal ini karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
Adapun prosedur Uji Smirnov kolmogrov dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Mengurutkan data ( dari terbesar hingga terkecil atau sebaliknya b. Menetukan peluang empiris dari masing masing data yang telah
diurutkan P( Dengan rumus tertentu
c. Menetukan peluang teoritis masing masing data yang telah diurutkan P ( berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang dipilih d. Menghitung selisih ( antara peluang empiris dan teoritis untuk data
yang sudah diurut, dengan persamaan sebagai berikut : = P( (
e. Tentukan apakah < kritis, jika tidak artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian pula sebaliknya f. Menentukan harga berdasarkan Tabel 2.7 nilai kritis Uji Smirnov
Kolmogrov
Tabel 2. 7 Nilai Kritis Uji Smirnov Kolmogrov (Soewarno, 1995)
N 0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,40 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N>50
2.2.5. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi merupakan waktu yang dibutuhkan air hujan untuk mengalir dari titik yang paling jauh menuju titik kontrol (keluar dari DAS).
18
Terdapat persamaan yang dapat digunakan untuk mengetahui waktu konsentrasi yaitu adalah Kirpich persamaan untuk saluran dan sungai yang berpengaruh terhadap panjang sungai dan kelandaian sungai (Kamiana, 2011). Persamaan Kirpich dapat dilihat sebagai berikut :
2.18
Dimana :
= Waktu konsentrasi (menit)
L = Panjang maksimum lintasan air (m) S
Waktu konsentrasi juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu inlet time ( merupakan waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari atas permukaan tanah menuju drainase, sedangkan conduit time ( merupakan waktu yang diperlukan air mengalir di sepanjang saluran hingga titik control yang telah ditentukan.
Persamaan waktu konsentrasi dapat dilihat sebagai berikut (Suripin, 2004) : 2.19 2.20
2.21
Dimana :
= Waktu konsentrasi (jam)
= Waktu yang diperlukan air untuk mengalir pada permukaan tanah (menit)
= Waktu yang diperlukan air untuk mengalir pada saluran (menit)
= Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m) nd = Koefisien hambatan, dapat dilihat pada Tabel 2.8 S = Kemiringan saluran
L = Panjang saluran (m)
V = Kecepatan rata rata didalam saluran (m/det)
19 Tabel 2. 8 Hubungan Kondisi Permukaan dengan Koefisien Hambatan (Bina
Marga, 1990)
Tata Guna Lahan n
Lapisan semen dan aspal beton 0.013
Permukaan licin dan kedap air 0.02
Permukaan licin dan kotor 0.10
Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan
sedikit kasar 0.20
Padang Rumput dan rerumputan 0.40
Hutan gundul 0.60
Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan rumput
jarang sampai rapat 0.80
2.2.6. Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan merupakan ketinggian atau kederasan hujan persatuan waktu biasanya intensitas hujan dalam satuan (mm/jam) atau (cm/jam). Jika terjadi hujan dengan volume yang tetap, maka intensitas hujan akan meningkat seiring dengan durasi hujan yang makin singkat, dan sebaliknya. Jika terjadi hujan dengan intensitas hujan makin rendah, maka durasi hujan yang akan semakin lama.
Intensitas curah hujan rencana semakin besar seiring dengan periode ulang yang kian membesar. Data yang diperlukan berupa data hujan jangka pendek seperti 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan data hujan jam jaman. Kemudian dapat dilakukan perhitungan dengan rumus persamaan Talbot, Ishiguro, dan Sherman.
Akan tetapi jika data hujan jangka pendek tidak tersedia, maka dapat dilakukan perhitungan dengan Metode Mononobe yang memerlukan data hujan harian.
(Kamiana, 2011). Persamaan rumus rumus dapat dilihat sebagai berikut : a. Rumus Talbot
2.22 2.23
2.24
20
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) t = Durasi hujan (menit atau jam) a & b = Konstanta
n = Jumlah data b. Rumus Ishiguro
2.25
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) t = Durasi hujan (menit atau jam) a & b = Konstanta
n = Jumlah data c. Rumus Sherman
2.26
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) t = Durasi hujan (menit atau jam) a & n = Konstanta
n = Jumlah data d. Metode Mononobe
2.27
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) t = Durasi hujan (jam)
= Curah hujan maksimum harian (mm)
21
2.2.7. Koefisien Aliran Permukaan
Koefisien aliran permukaan atau koefisien pengaliran merupakan hubungan antara aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Koefisien ini bergantung pada kehilangan air akibat infiltrasi, penguapan, tampungan permukaan, intensitas dan lama durasi hujan (Kamiana, 2011). Nilai nilai koefisien pengaliran untuk rumus rasional dapat dilihat pada Tabel 2.9, Tabel 2.10 dan Tabel 2.11 sebagai berikut : Tabel 2. 9 Nilai Nilai Koefisien Pengaliran untuk Rumus Rasional (Suripin, 2004)
Deskripsi lahan / karakter
permukaan Koefisien Pengaliran (C)
Bisiness :
Perkotaan 0,70 0,95
Pinggiran 0,50 0,70
Perumahan
Rumah tinggal 0,30 0,50
Multiunit, terpisah 0,40 0,60
Multiunit, tergabung 0,60 0,75
Perkampungan 0,25 0,40
Apartemen 0,50 0,70
Perkerasan
Aspal dan beton 0,70 0,95
Batu bata, paving 0,50 0,70
Halaman berpasir
Datar 2% 0,05 0,10
Curam 7% 0,15 0,20
Halaman Tanah
Datar 2% 0,13 0,17
Curam 7% 0,18 0,22
Hutan
Datar 0 5 % 0,10 0,40
Bergelombang 5 10% 0,25 0,50
Berbukit 10 30% 0,30 0,60
Tabel 2. 10 Nilai Koefisien Aliran (Loebis, 1984)
Kondisi Daerah Aliran Koefisien
Aliran (C)
Rerumputan 0,05 0,35
Bisnis 0,50 0,95
Perumahan 0,25 0,75
Industri 0,50 0,90
Petamanan 0,10 0,25
Tempat Bermain 0,20 0,35
22
Kondisi Daerah Aliran Koefisien
Aliran (C)
Daerah Pegunungan Berlereng Terjal 0,75 0,90
Daerah Perbukitan 0,70 0,80
Tanah Bergelombang dan Bersemak - Semak 0,50 0,75
Tanah Dataran yang digarap 0,45 0,65
Persawahan Irigasi 0,70 0,80
Sungai di Daerah Pegunungan 0,75 0,85
Sungai Kecil di Dataran 0,45 0,75
Sungai Besar dengan Wilayah Aliran Lebih dari Seperduanya
terdiri dari Dataran 0,50 0,75
Tabel Tabel 2. 11 Koefisien Runoff (Sri Harto, 2000)
Tipe Area Koefisien
Run Off
Pegunungan yang Curam 0,75 0,90
Tanag yang bergelombang dan hutan 0,50 0,75
Dataran yang ditanami 0,45 0,60
Atap yang tidak tembus 0,75 0,90
Perkerasan Aspal, Beton 0,80 0,90
Tanah Padat Sulit Diresapi 0,40 0,55
Tanah agak mudah diresapi 0,05 0,35
Kebun 0,05 0,25
Perumahan tidak begitu rapat 0,05 0,20
Perumahan kerapatan sedang 0,25 0,40
Perumahan rapat 0,70 0,80
Daerah rekreasi 0,20 0,30
Daerah industri 0,80 0,90
Daerah perniagaan 0,90 0,95
Kondisi eksisting yang terjadi sangat sulit untuk mendapatkan daerah pengaliran yang homogen, sehinggan dapat dilakukan perhitungan nilai C dengan rumus persamaan sebagai berikut (Kamiana, 2010) :
2.28
Dimana :
= Koefisien limpasan sub daerah pengaliran ke i
= Luas sub daerah pengaliran ke i n = Jumlah sub daerah pengaliran
23
2.2.8. Perhitungan Debit Rencana
Debit rencana adalah besarnya debit yang terjadi pada periode ulang tertentu yang diperkirakan akan melalui bangunan air yang telah direncanakan. Debit air hujan merupakan volume air hujan persatuan waktu yang tidak melalui proses infiltrasi dan langsung dialirkan menuju saluran drainase (Suripin, 2004).
Persamaan yang dapat digunakan untuk perhitungan debit rencana adalah sebagai berikut :
2.29 Dimana :
Q = Debit puncak limpasan permukaan (m³/det) C = Angka pengaliran (tanpa dimensi)
A = Luas daerah pengaliran (km³) I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
2.3. Analisis Hidrolika
Analisis hidrolika berfungsi untuk mengetahui kapasitas penampang dalam menampung debit rencana. Bila kapasitas penampang tidak mampu menampung debit rencana maka dapat terjadi lupan debit air dan mengakibatkan genangan pada daearah tersebut. Pada analisis hidrolika diperlukan parameter parameter dengan beberapa persamaan.
2.3.1 Rumus Empiris
Cukup sulit dalam menentukan tegangan geser dan distribusi kecepatan dalam aliran turbulen, sehingga perlu digunakan pendekatan empiris untuk menghitung kecepatan rata rata. Rumus empiris kecepatan rata rata yang banyak digunakan untuk merencanakan saluran dapat dilihat sebagai berikut.
1. Rumus Chezy
Rumus Chezy merupakan hubungan antara air yang melalui saluran terbuka akan menimbulkan tahanan pada dinding saluran, sehingga perlu adanya gaya berat yang bekerja. Pada penurunan rumus Chezy digunakan
24
beberapa asumsi yaitu aliran permanen, kemiringan dasar saluran kecil, dan saluran prismatic (Chow, 1997). Persamaan Chezy dapat dilihat sebaagai berikut) :
2.30 Dimana :
V = Kecepatan rata rata (m/det)
= Kemiringan dasar saluran
C = Faktor tahanan aliran yang disebut koefisien Chezy 2. Rumus Manning
Rumus Manning biasa digunakan pada perencanaan lapangan.
Persamaan Manning dapat dilihat sebagai berikut (Wiyono, 2018):
2.31
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/det)
n = Harga kekasaran Manning, dapat dilihat pada Tabel 2.10 R = Jari jari hidrolik (m)
S = Kemiringan garis energi (m/m)
Tabel 2. 12 Harga Koefisien Kekasaran Manning (n) (Chow, 1992)
Tipe Saluran dan Jenis Bahan Harga n
Minimum Normal Maksimum
Beton
Gorong gorong lurus dan bebas dari Kotoran
0,010 0,011 0,013
Gorong gorong dengan lengkungan dan sedikit kotoran
0,011 0,013 0,014
Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
Salauran pembuang dengan bak kontrol
0,013 0,015 0,017
Tanah, lurus dan seragam
Bersih baru 0,16 0,018 0,020
Bersih telah melapuk 0,18 0,022 0,025
Berkerikil 0,022 0,025 0,030
25
Tipe Saluran dan Jenis Bahan Harga n
Minimum Normal Maksimum
Berumput pendek, sedikit tanaman penganggu
0,22 0,027 0,033
Saluran Alam
Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
Bersih, berkelok kelok 0,033 0,040 0,045
Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080 Dataran banjir berumput pendek
tinggi 0,025 0,030 0,035
Saluran belukar 0,035 0,050 0,070
2.3.2 Bentuk Penampang Saluran
Bentuk saluran yang ekonomis yaitu saluran yang dapat dilalui debit maksimum dengan mudah untuk luas penampang basah, kekasaran, dan kemiringan dasar tertentu. Penentuan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis dapat dilihat dari macam macam bentuk dimensi penampang pada Table 2.13 berikut ini :
Tabel 2. 13 Bentuk Penampang Saluran (Kustamar, 2019)
Penampang Luas Penampang
Basah (A)
Keliling Penampang Basah (P) Persegi Panjang
Trapesium
26
Penampang Luas Penampang
Basah (A)
Keliling Penampang Basah (P) Segitiga
Lingkaran
Dimana :
A = Luas penampang basah
B = Lebar dasar penampang saluran h = Kedalaman air
P = Keliling penampang basah m = Kemiringan saluran
r = Jari jari penampang saluran
2.3.3 Perhitungan Debit Kapasitas Saluran
Luas tampang basah tidak berubah selama t pada aliran tetap (steady flow), maka ddapat diketahu persamaannya sebagai berikut (Wiyono, 2018) :
2.42 Dimana :
= Kapasitas saluran (m³/s) A = Luas penampang saluran (m²)
V = Kecepatan (m/s), dapat diketahu dari persamaan Manning
27
2.3.4 Kemiringan Dinding Saluran
Kemiringan dinding saluran atau talud harus direncanakan securam mungkin untuk menekan biaya pembebasan tanah dan pengaliran. Faktor yang menentukan kemiringan maksimum talud yang stabil adalah bahan tanah, kedalaman saluran dan rembesan yang terjadi (Modul 07 Perhitungan Saluran dan Drainase, 2016). Kemiringan dinding saluran atau talud dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut ini.
Tabel 2. 14 Kemiringan Talud Minimum untuk Saluran yang didapatkan dengan baik (Modul 07 Perhitungan Saluran dan Drainase, 2016)
Kedalaman air dan tinggi jagaan D (m) Kemiringan Minimum Talud
D 1,0 1 : 1
1,0 < D 2,0 1 : 1,5
D 2,0 1 : 2
2.3.5 Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan pada suatu saluran merupakan jarak vertikal dari puncak tanggul hingga ke permukaan air pada kondisi perencanaan. Tinggi jagaan berguna untuk menaikkan muka air diatas tinggi muka air maksimum dan mencegah adanya kerusakan tanggul. Tinggi jagaan untuk saluran drainase dengan bentuk penampang persegi dan trapesium dapat diketahui persamaannya sebagai berikut.
2.43 Dimana :
W = Tinggi jagaan (m)
h = Kedalaman air didalam saluran (m)
Tinggi jagaan yang diberikan pada saluran primer dan sekunder yang berkaitan dengan debit rencana saluran dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut ini.
Tabel 2. 15 Tinggi Jagaan (Modul 07 Perhitungan Saluran dan Drainase, 2016) Debit (m³/detik) Tinggi jagaan untuk
Saluran Tanah (m)
Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan (m)
< 0,5 0,40 0,20
0,5 1,5 0,50 0,20
1,5 5,0 0,60 0,25
28
Debit (m³/detik) Tinggi jagaan untuk Saluran Tanah (m)
Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan (m)
5,0 10,0 0,75 0,30
10,0 15,0 0,85 0,40
> 15,0 1,00 0,50
2.4. Zero Delta Q Policy
Zero delta Q Policy merupakan prinsip dari Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008. Peraturan ini membahas terkait rencanan tata ruang wilayah. Pasal Zero delta Q Policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun dan diizinkan. Adanya Zero Delta Q Policy ini agar tiap bangunan tidak mengakibatkan penambahan debit air limpasan.
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan Zero Delta Q Policy ini adalah sebagai berikut :
2.44 Dimana :
= Debit limpasan terbangun (m³/detik) = Debit limpasan awal (m³/detik)
2.5. Kolam Tampung
Kolam tampungan direncanakan untuk menampung limpasan yang terjadi pada suatu kawasan agar tidak terjadi genangan.
Perhitungan kapasitas kolam tampung berdasarkan waktu konsentrasi ( ), intensitas hujan (I), dan lamanya hujan ( ). Prinsip dari kapasitas kolam tampung berdasarkan dari beberapa faktor, yaitu waktu konsentrasi ( ) yang berasal dari jaringan saluran drianase yang masuk menuju kolam tampung. Selain nilai dari waktu konsentrasi, terdapat nilai lamanya durasi hujan efektif ( ) yang mempengaruhi perencanaan kolam tampung, sehingga diperoleh grafik pada Gambar 2.1 berikut ini.
29 Gambar 2. 1 Hidrograf Rasional Kolam Tampung > (Astriawati, 2017) Dimana :
Q = Debit yang masuk menuju kolam (m³/s)
= Waktu yang dibutuhkan debit mengalir dari titik yang ditinjau (jam)
= Waktu lamanya durasi hujan efektif (jam)
t = Waktu yang diperlukan kolam tampung untuk menampung debit (jam) Berdasarkan Gambar 2.1, dapat diketahui bahwa nilai merupakan waktu masuk debit limpasan ke dalam kolam tampung hingga mencapai debit puncak, nilai merupakan waktu yang dibutuhkan debit limpasan mulai dari masuknya limpasan kolam hingga hujan efektif telah selesai yang kemudian dapat dilepaskan secara perlahan.
Kolam tampung terdiri dari hubungan inflow (aliran masuk ke kolam tampung dari saluran drainase rencana), dan outflow (aliran keluar dari kolam tampung ke outlet) serta kapasitas atau volume kolam tampung dalam menampung debit yang ada. Hubungan antara inflow dan outflow terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2. 2 Grafik Hubungan Inflow dan Outflow terhadap Waktu (Astriawati, 2017)
30 Dimana :
V = Volume limpasan total (m³)
= Volume limpasan yang keluar dari pintu air dengan debit konstan (m³)
= Volume akhir kolam tampung (m³) = Volume maksimum kolam tampung (m³)
Langkah langkah dalam perencanaan kolam tampungan air sementara yaitu sebagai berikut (Perencanaan Sistem Drainase Jalan, 2006) :
1. Hitung waktu konsentrasi ( ) dan durasi hujan efektif ( )
2.45
2. Hitung debit puncak banjir yang masuk menuju kolam tampung 3. Hitung volume kumulatif dan selang waktu t (menit)
4. Asumsi debit yang keluar dari gorong gorong atau kapasitas saluran adalah konstan
5. Buat hidrograf kolam tamoung dan hitung volume air kumulatif dengan selang waktu t menit
6. Hitung volume kumulatif
2.46
2.47
+ Vol 2.48
2.49 7. Jika kolam dianggap berbentuk persegi, luas kolas didapatkan dari volume
air yang dapat ditampung dibagi dengan tinggi air maksimum yang diizinkan.
2.6. Bangunan Terjun
Bangunan terjun merupakan bangunan yang digunakan pada tempat yang dimana kemiringan medan lebih besar dari kemiringan saluran dan diperlukan penurunan elevasi muka air (Pekerja Umum, 1986). Desain bangunan terjun ditentukan dengan ketinggian terjunan dan debit rencana yang terjadi. Jika tinggi
31 terjunan lebih dari 1,5 m, maka digunakan terjunan miring, dan jika tinggi terjunan kurang dari 1,5 m, maka digunakan terjunan tegak. Untuk tinggi terjunan pada terjunan tegak memilik syarat yaitu tinggi terjunan maksimum 1,50 untuk Q <
2,50m³/det dan tinggi terjunan maksimum 0,75 untuk Q > 2,50m³/det.
Gambar 2. 3 Bangunan Terjun Tegak (KP-04, 1986)
Persamaan yang digunakan untuk perhitungan panjang kolam olak sebagai berikut ini.
+ 0,25 2.50
2.51 2.52
2.53
Dimana :
L = Panjang kolam olak (m)
= Tinggi kehilangan energi
= Kedalaman krittis (m)
= Debit per satuan lebar ambang (m²/det) Q = Debit limpasan pada segmen saluran (m³/det) b = Lebar saluran (m)
32
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan untuk referensi Tugas Akhir ini dengan tem dan judul yang sesuai dapat dilihat pada Tabel 2.16 berikut ini.
Tabel 2. 16 Penelitian Terdahulu
No Penulis Judul Hasil
1. Astriawati (2017)
Perencanaan Sistem Drainase Apartemen Grand Dharma Husada
Lagoon Surabaya
1. Perubahan tata guna alahan menyebabkan perubahan koefesien pengaliran dan volume limpasan.
2. Debit pada Kawasan limpasan sebelum dibangunan sebesar 0,337 m³/s dan setelah dibangun sebesar 0,879 m³/s.
3. Direncanakan saluran drianase pada kawasan dengan dimensi 0,4x0,4m, 0,5x0,5m, 0,6x0,6m, dsn 0,8x0,8m. Untuk mengatur debit akibat pembangunan
apartemen maka, diperlukannya kolam tampung dengan konsep Zero Delta Q, dengan luas 991,47m² dan kedalaman 2,5m.
2.
Alien Fahlevi (2017)
Evaluasi Sistem Drainase Perumahan Griya Petra
Kota Purwodadi Kabupaten Grobogan
Jawa Tengah
1. Penyebab terjadinya genangan karena ketidak mampuan saluran menampung debit periode ulang 2, 5, dan 10 tahun.
2. Perlu adanya pemeliharan saluran untuk debit periode ulang 2,5, dan 10 tahun.
3. Perlu di lakukan
redesign dan
33
No Penulis Judul Hasil
perencanaan fasilitas drainase berupa kolam tampung.
3.
Sharfina Cinantya Purwandani
(2018)
Perencanaan Ulang Sistem Drainase Perumahan Sukolilo
Park Regency di Surabaya Timur
1. Banjir pada perumahan Sukolilo Park Regency di Blok C, E, G, H, I, K, dan L akibat dimensi saluran eksisting yang kecil.
2. Debit banjir rencana pada saluran tersier sebesar 0,5375 m³/detik dan pada saluran sekunder sebesar 0,688 m³/detik.
3. Perencanaan ulang menggunakan U-ditch dengan dimensi saluran tersier dan sekunder 1,0mx1,2m.
4. Kondisi eksisting kolam tampung direncanakan dengan dilengkapi pintu air dan pompa.
2.8. Diagram Venn
Diagram Venn digunakan untuk mengetahui acuan metode penelitian yang digunakan pada tugas akhir ini. Adapun diagram venn pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :
34
Gambar 2. 4 Diagram Venn Penelitian (Penulis, 2022)
Berdasarkan hasil studi literatur dari penelitian terdahulu, penelitian dari tugas akhir ini melakukakan analasis hidrologi, analisis hidrolika, perencanaan dimensi saluran baru, dan bangunan pelengkap berupa kolam tampungan. Adapun posisi penelitian pada tugas akhir ini bisa dilihat pada Tabel 2.17 berikut ini :
Tabel 2. 17 Posisi Penelitian
No Sumber
Analisis Selisih Debit
Limpasan
Perencanaan Saluran Drainase
Perencanaan Kolam Tampung 1. Astriawati (2017)
2. Alien Fahlevi (2017) 3. Sharfina Cinantya
Purwandani (2018) X Penelitian yang
dilakukan
1 X 2 3