11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu, kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Pengertian dan kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan undang-undang.
2.1.1 Jenis Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Pemerintah Indonesia menjelaskan Dunia Usaha sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 1 adalah, Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Lebih lanjut Pemerintah menjelaskan bahwa jenis usaha yang berlaku di Indonesia dikategorikan sebagai berikut:
- Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang.
langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.
- Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar.
2.1.2 Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Adapun kriteria UMKM menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1, yaitu :
- Kriterian Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.00,00 (tiga ratus juta rupiah).
- Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan banguna tempat usaha; atau
- Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.2 Biaya
2.2.1 Pengertian Biaya
Menurut Mulyadi (2009:8):
“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.”
Menurut Carter (2009:30):
Menurut Bastian Buatami dan Nurlela (2010:7):
“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.”
Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian biaya secara singkat dapat dikatakatakan sebagai pengorbanan sumber daya ekonomis untuk memperoleh barang dan jasa untuk mencapai tujuan tertentu.
2.2.2 Klasifikasi Biaya
Objek dari kegiatan akuntansi biaya adalah biaya, dimana biaya dicatat, diringkas, digolongkan dan disajikan oleh akuntansi biaya. Sehingga biaya dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan besarnya pengorbanan sumber ekonomis atau pengeluaran-pengeluaran dalam proses produksi yang dianggap ekonomis dan rasional. Oleh karena itu dibawah ini akan dikemukakan pendapat para ahli mengenai klasifikasi biaya. Dalam mengklasifikasikan biaya, menurut Mulyadi dalam bukunya “Akuntansi Biaya” menggolongkan biaya kedalam lima klasifikasi.
2.2.2.1 Biaya Menurut Objek Pengeluaran
2.2.2.2 Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Menurut Mulyadi (2009:13), terdapat tiga golongan dalam klasifikasi ini, yaitu:
1. Biaya Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
2. Biaya Pemasaran, adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contohnya biaya iklan, biaya promosi, biaya sempel,dll.
3. Biaya Administrasi dan Umum, yaitu biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan produksi dan pemasaran produk, contohnya gaji bagian akuntansi, gaji personalia,dll.
2.2.2.3 Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai
Menurut Mulyadi (2009:13), terdapat dua golongan dalam klasifikasi ini, yaitu:
1. Biaya Langsung (direct cost), merupakan biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya adalah karena ada sesuatu yang harus dibiayai. Dalam kaitannya dengan produk, biaya langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost), biaya yang terjadi tidak
2.2.2.4 Menurut Perilaku dalam Kaitannya dengan Perubahan Volume Kegiatan
Menurut Mulyadi (2009:13), dalam klasifikasi ini biaya dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Biaya Tetap (fixed cost), biaya yang jumlahnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai tingkat kegiatan tertentu, contohnya; gaji direktur produksi.
2. Biaya Variabel (variable cost), biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas, contoh; biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.
3. Biaya Semi Variabel, biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variable mengandung unsure biaya tetap dan biaya variable, contoh; biaya listrik yang digunakan.
4. Biaya Semi Fixed, biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
2.2.2.5Menurut Jangka Waktu Manfaatnya
Dalam klasifikasi ini biaya dibagi dua bagian, yaitu:
2. Pengeluaran Pendapatan (Revenue Expenditure), pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran itu terjadi.
2.3 Akuntansi Biaya
Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari laba semaksimal mungkin dan memimimalisasi kerugian yang mungkin terjadi. Oleh karena itu pihak manajemen memerlukan informasi mengenai biaya yang benar dan tepat. Untuk menghasilkan informasi mengenai biaya yang benar dan tepat diperlukan suatu alat bantu yaitu akuntansi biaya.
2.3.1 Pengertian Akuntansi Biaya
Akuntansi biaya merupakan alat bagi manajemen dalam merencanakan, mengorganisir, mengawasi perusahaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Menurut Mulyadi (2009:6), menyatakan bahwa:
“Akuntansi Biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penjualan produksi atau jasa dengan car-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya”.
Menurut R.A Supriyono (2009:12), menyatakan bahwa:
“Akuntansi Biaya adalah salah satu cabang akuntansi yang merupakan alat manajemen dalm memonitor dan merekam transaksi biaya secara sistematis, serta menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya”.
“Bidang ilmu akuntansi yang mempelajari bagaimana cara mencatat, mengukur dan pelaporan informasi biaya yang digunakan. Disamping itu akuntansi biaya juga membahas tentang penentuan harga pokok dari suatu produk yang diproduksi dan dijual kepada pemesan maupun untuk pasar, serta untuk persediaan produk yang akan dijual”.
Jadi dapat dikatakan bahwa akuntansi biaya merupakan bagian dari akuntansi, juga alat bagi manajemen untuk melakukan perencanaan dan pengawasan kegiatan-kegiatan yang relevan dengan biaya produksi.
2.3.1 Tujuan Akuntansi Biaya
Tujuan akuntansi biaya menurut Mulyadi (2009:8), adalah menyediakan informasi biaya untuk kepentingan manajemen guna membantu mereka didalam mengelolah perusahaan atau bagiannya.
Menurut Mulyadi (2009:9), akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu :
1. Penentuan Harga Pokok Produksi
Untuk memenuhi tujuan penentuan harga pokok produksi, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan, dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa. Misalnya metode variable costing untuk penentuan harga pokok produksi dan penyajian informasi biaya untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam perencanaan dan pengambilan keputusan jangka pendek.
2. Pengendalian Biaya
produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi biaya bertugas untuk memantau apakah pengeluaran biaya yang sesungguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya tersebut. Bila terdapat selisih, maka akuntansi biaya harus menganalisis dan menyajikan informasi penyebab terjadinya selisih biaya ini. Informasi ini akan sangat berguna bagi pihak manajemen, misalnya dalam menilai prestasi kerja para manajer di bawah manajer puncak.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan khusus menyangkut masa yang akan datang. Oleh karena itu informasi yang relevan dengan pengambilan keputusan khusus selalu berhubungan dengan informasi yang akan datang. Informasi biaya ini tidak dicatat dalam catatan akuntansi biaya, melainkan hasil dari suatu proses peramalan. Laporan akuntansi biaya akan digunakan oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan. Akuntansi biaya mengembangkan berbagai konsep informasi biaya untuk pengambilan keputusan seperti: biaya kesempatan, biaya hipotesis, biaya tambahan, biaya terhindarkan dan pendapatan yang hilang. Sehingga pihak manajemen bisa mangambil keputusan dalam proses produksi suatu barang sebaiknya memproduksi sendiri atau membeli.
Menurut Matz dan Ursy (2009:13), perencanaan dan pengendalian biaya yang dialih bahasakan oleh Sirait-Wibowo menjelaskan tujuan akuntansi biaya adalah:
2.Menetapkan metode kalkulasi biaya yang menjamin adanya pengendalian, pengukuran dan perbaikan mutu.
3.Mengendalikan jumlah persediaan secara fasis, dan membuat biaya dari masing-masing barang dan jasa yang diproduksi untuk penentuan harga dan untuk mengevaluasi prestasi suatu produk, departemen atau difisi.
4.Menghitung biaya dan laba perusahaan untuk periode akuntansi tahunan atau periode yang lebih singkat.
5.Memilih diantara dua atau lebih alternative jangka pendek atau jangka panjang yang bisa menaikan pendapatan atau menurunkan biaya.”
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tujuan akuntansi biaya adalah untuk perencanaan dan pengendalian keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan dan mengambil keputusan yang tepat.
2.4 Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan keseluruhan pengorbanan sumber-sumber ekonomis untuk menghasilkan produk atau melakukan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Sehingga dapat digunakan untuk menghitung harga pokok produk jdan harga pokok produk pada akhir periode yang masih dalam proses.
2.4.1 Definisi Harga Pokok Produksi
“Harga pokok produksi adalah pengorbanan ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi untuk memperoleh aktiva atay secara tidak langsung memperoleh penghasilan.”
Menurut Bastian Bustamidan Nurlela (2010:49):
“Harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan akhir.”
Menurut Carter (2009:40), harga pokok produksi didefinisikan sebagai:
“Jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung disebut biaya utama (prime cost). Tenaga kerja langsung dan overhead pabrik keduanya disebut biaya konversi.”
Menurut Horngren, Charles T. (2009:65):
“Cost of goods manufactured refers to the cost of goods brought to
completion, whether they were started before or during the current
accounting period.”
maupun tidak langsung yang tidak dapat dihindarkan dalam memproduksi suatu produk sampai produk itu siap jual.
2.4.2 Komponen Harga Pokok Produksi
Menurut Carter (2009:40), ada beberapa komponen yang terdapat didalam biaya manufaktur atau dapat disebut biaya produksi, antara lain ; Bahan baku langsung
Adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Misalnya, gandum dalam pembuatan roti, bijih besi dalam pembuatan besi batangan dan bubur kayu dalam pembuatan kertas.
Tenaga kerja langsung
Adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Overhead pabrik
Adalah terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak secara langsung ditelusuri ke output tertentu. Misalnya biaya energi bagi pabrik seperti gas, listrik, minyak dan sebagainya.
Menurut Mulyadi (2009:275) biaya produksi adalah salah satu komponen yang membentuk Harga Pokok Produksi. biaya produksi terdiri dari :
Biaya Bahan Baku (Direct Material Costs)
Menurut Mulyadi (2009:275), bahan baku langsung adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi.
Contoh biaya bahan baku adalah alumunium yang digunakan untuk membuat kaleng Pepsi.
Biaya tenaga kerja langsung meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja yang dapat ditelusuri ke objek biaya (barang dalam proses dan kemudian barang jadi) dengan cara yang ekonomis. Contohnya gaji dan tunjangan yang dibayarkan kepada operator mesin.
Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead Costs)
Biaya overhead pabrik adalah semua biaya yang tidak dapat ditelesuri secara langsung walaupun terkait dengan objek biaya (barang dalam proses hingga menjadi barang jadi). Sehingga menurut Mulyadi (2009:194), biaya
overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Contohnya pekerja bagian perawatan mesin, penyusutan pabrik, bahan penolong dan sebagainya.
2.5 Akumulasi Biaya
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40) akumulasi biaya adalah: “Suatu cara untuk mengetahui berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk suatu produk dan jasa atau menyangkut suatu hal. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam akumulasi biaya, tetapi yang lazim digunakan adalah dua metode yaitu metode akumulasi biaya pesanan dan metode akumulasi biaya proses.”
2.5.1 Metode Akumulasi Biaya Berdasarkan Pesanan
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40), akumulasi biaya berdasarkan pesanan adalah:
Ada beberapa karakteristik dalam melakukan pengakumulasian biaya berdasarkan pesanan, antara lain;
1. Sifat proses produksi yang dilakukan terputus-putus, dan tergantung pada pesanan yang diterima.
2. Spesifikasi dan bentuk produk tergantung pada pemesan.
3. Pencatatan biaya produksi masing-masing pesanan dilakukan pada kartu biaya pesanan secara terperinci untuk masing-masing pesanan.
4. Total biaya produksi untuk setiap elemen biaya dikalkulasi setelah pesanan selesai.
5. Biaya per unit dihitung, dengan membagi total biaya produksi yang terdiri dari: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dibebankan, dengan total unit yang dipesan.
6. Akumulasi biaya pada umumnya menggunakan biaya normal.
7. Produk yang sudah selesai dapat disimpan di gudang atau langsung diserahkan pada pemesan.
Misalnya pembuatan pesawat terbang, alat-alat untuk sistem pertahanan negara dan beberapa produk yang membutuhkan spesifikasi khusus dan waktu pembuatan produk tersebut sangat lama. Semua yang telah disebutkan diatas merupakan contoh produk yang pengakumulasian biayanya menggunakan metode akumulasi biaya berdasarkan pesanan.
secara akurat agar dapat bersaing dengan perusahaan lain dan menghasilkan laba yang optimal.
Perhitungan biaya normal adalah sistem akuntansi di mana bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung dibebankan berdsarkan tarif ditentukan dimuka. Tarif ditentukan dimuka adalah suatu jumlah yang diperoleh dengan membagi total biaya overhead pabrik yang diestimasi untuk periode mendatang dengan total dasar alokasi biaya overhead pabrik yang diestimasi untuk periode mendatang.
Gambar 2.1 Kartu Biaya
Rayburn Company
1101 Maple Street, Cincinnati OH 45227 Pesanan No. 5574
Untuk : Lawrenceville Construction, Co. TANGGAL DIPESAN 10/1 Produk : Papan Penggiling Mapel No. 14 TANGGAL MULAI DIKERJAKAN 14/1 Spesifikasi : 12' x 20" x 1" Pelitur Bening TANGGAL DIBUTUHKAN 22/1
Jumlah : 10 TANGGAL SELESAI DIKERJAKAN 18/1
BAHAN BAKU LANGSUNG
TANGGAL NOMOR PERMINTAAN JUMLAH
14-Jan 516 $ 1.420,00
17-Jan 531 780,00
18-Jan 544 310,00
$ 2.510,00 TENAGA KERJA LANGSUNG
TANGGAL JAM BIAYA
14-Jan 40 $ 320,00
15-Jan 32 256,00
16-Jan 36 288,00
17-Jan 40 320,00
18-Jan 48 384,00
196
$ 1.568,00 OVERHEAD PABRIK DIBEBANKAN
TANGGAL JAM/MESIN BIAYA
14-Jan 16,2 $ 684,00
16-Jan 10,0 400,00
17-Jan 3,2 128,00
29,4 X $ 40
$ 1.176,00
Bahan Baku Langsung $ 2.510,00 Harga Jual
$ 7.860,00
Tenaga Kerja Langsung 1.568,00 Biaya Pabrik
$ 5.254,00 Overhead Pabrik Dibebankan 1.176,00 Beban Pemasaran 776,00 Total Biaya Pabrik $ 5.254,00 Beban Administrasi 420,00
Biaya Untuk Membuat
dan Menjual 6.450,00
Laba
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:64) perhitungan biaya berdasarkan pesanan hanya membutuhkan delapan bentuk ayat jurnal akuntansi untuk setiap elemen biaya: pembelian bahan baku, penggunaan bahan baku, pencatatan gaji dan upah, pendistribusian beban gaji dan upah, pencatatan biaya overhead pabrik sesungguhnya, pencatatan biaya overhead
pabrik dibebankan, pencatatan penyelesaian pesanan, dan penjualan produk yang dipesan. Berikut adalah kedelapan jurnal tersebut:
1. Akuntansi biaya bahan baku langsung;
Dr. Bahan baku Rp. xxxx
Cr. Utang usaha/kas Rp. xxxx
2. Penggunaan bahan baku;
Dr. Produk dalam proses Rp. xxxx
Cr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx
Cr. Bahan baku Rp. xxxx
3. Biaya tenaga kerja yang terjadi;
Dr. Beban gaji Rp. xxxx
Cr. Beban gaji yang masih harus dibayar Rp. xxxx 4. Distribusi biaya tenaga kerja;
Dr. Produk dalam proses Rp. xxxx
Cr. Beban gaji Rp. xxxx
Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx
Cr. Beban gaji Rp. xxxx
5. Biaya overhead pabrik sesungguhnya (aktual);
Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx
Cr. Akumulasi penyusutan mesin Rp. xxxx Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx
Dr. Produk dalam proses Rp. xxxx
Cr. Overhead pabrik dibebankan Rp. xxxx Dr. Overhead pabrik dibebankan Rp. xxxx
Cr. Pengendali overhead pabrik Rp. Xxxx 7. Mengisi persediaan produk jadi;
Dr. Produk selesai Rp. xxxx
Cr. Produk dalam proses Rp. xxxx
8. Penyerahan langsung ke pemesan;
Dr. Piutang usaha Rp. xxxx
Cr. Penjualan Rp. xxxx
Dr. Harga pokok penjualan Rp. xxxx
Cr. Produk selesai Rp. xxxx
Sumber: Bastian Bustami dan Nurlela. Akuntansi Biaya. 2010
2.5.2 Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:91) bahwa:
“Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses adalah suatu metode dimana bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya atau departemen. Biaya yang dibebankan ke setiap unit produk yang hasil ditentukan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya atau departemen tersebut dengan jumlah unit yang diproduksi pada pusat biaya yang bersangkutan.”
Adapun karakteristik dalam pengakumulasian biaya berdasarkan proses, antara lain;
1. Aktivitas produksi bersifat terus-menerus.
3. Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya relatif homogen dan berdasarkan standar.
4. Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi
5. Pengumpulan biaya dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu.
Misalnya produksi pembuatan makanan seperti roti, kudapan ringan, dan produksi yang tidak memerlukan spesifikasi khusus, semuanya melakukan perhitungan biaya berdasarkan proses.
Arus biaya produksi dalam perhitungan biaya proses secara umum sama dengan perhitungan biaya pesanan. Begitu bahan baku dibeli, biaya bahan baku ini mengalir ke dalam akun persediaan bahan baku. Biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang dibebankan akan mengalir ke dalam akun produk dalam proses. Ketika produk selesai, biaya produk yang telah selesai mengalir dari akun produk dalam proses ke produk jadi. Setelah produk terjual, biaya produk jadi dipindahkan ke akun harga pokok penjualan. Untuk penjurnalan secara umum sama dengan yang terdapat pada perhitungan biaya pesanan.
Untuk pembebanan biaya apabila terdapat produk dalam proses dengan tingkat penyelesaian tertentu, perlu dilakukan penyetaraan produk dalam proses tersebut menjadi produk jadi yang disebut dengan unit ekuivalen produksi atau ekuivalen produksi. Jadi unit ekuivalen produksi menunjukkan unit produk jadi dan unit produksi dalam proses yang disetarakan dengan produk jadi.
Aliran biaya rata-rata tertimbang yaitu meratakan biaya penyelesaian persediaan awal produk dalam proses periode sebelumnya dengan menambahkan biaya periode berjalan untuk mendapatkan biaya per unit. Unit persediaan awal menerima biaya per unit yang besarnya sama dengan unit yang baru dimulai dan diselesaikan selama periode bersangkutan, sehingga semua unit yang ditransfer akan memiliki biaya per unit yang sama.
Rumus unit ekuivalen produksi:
Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir x Tingkat Penyelesaian). Sedangkan aliran biaya FIFO adalah memisahkan biaya per unit yang terdapat pada persediaan awal dari biaya per unit produk yang dimasukkan dan diselesaikan pada suatu periode tertentu. Biaya produk yang ditransfer terdiri dari biaya produk dalam proses awal dari periode sebelumnya, dan biaya produk dari produk yang dimulai dan diselesaikan selama periode berjalan.
Rumus unit ekuivalen produksi :
Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir x Tingkat Penyelesaian) – (Produk Dalam Proses Awal x Tingkat Penyelesaian).
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:99):
“Dalam penentuan biaya proses, semua biaya yang dibebankan ke setiap departemen produksi dapat diikhtisarkan dalam laporan biaya produksi untuk masing-masing departemen.”
1. Skedul kuantitas, memuat informasi produk dalam proses awal, produk masuk proses pada periode bersangkutan, produk selesai yang ditransfer ke departemen berikutnya atau gudang, produk dalam proses akhir, produk hilang, produk rusak dan produk cacat.
2. Biaya dibebankan, memuat informasi biaya produk dalam proses awal, biaya yang dibebankan dari departemen sebelumnya, biaya dibebankan periode bersangkutan, unit ekuivalen dari biaya per unit masing-masing elemen biaya.
3. Pertanggungjawaban biaya, memuat informasi biaya yang ditransfer ke departemen berikutnya atau gudang, biaya produk yang hilang akhir proses, biaya produk rusak, biaya produk cacat. Biaya yang telah diserap produk dalam proses.
Gambar 2.2 Laporan Biaya Produksi
PT. X
DEPARTEMEN PENGOLAHAN
Laporan Biaya Produksi
Untuk Bulan September 2007
Skedul Kuantitas
Produk Masuk Proses = 8.000 kg
Produk Selesai = 7.600 kg
Produk Dalam Proses Akhir (100% bahan, 75% Tenaga Kerja, 80% BOP)
= 400 kg
8.000 kg
Biaya Dibebankan
Elemen Biaya Total E.U.* Biaya/Kg
Bahan Baku Rp 6.000.000 8.000 kg Rp. 750
Tenaga Kerja Rp 4.740.000 7.900 kg Rp. 600
BOP Rp 3.168.000 7.920 kg Rp. 400
Total Rp 13.908.000 Rp. 1.750
* Unit Ekuivalen = Produk Selesai + Produk Dalam Proses Akhir x Tingkat Penyelesaian)
Bahan Baku = 7.600 kg + (400 kg x 100%) = 8.000 kg Tenaga Kerja = 7.600 kg + (400 kg x 75%) = 7.900 kg BOP = 7.600 kg + (400 kg x 80%) = 7.920 kg
Pertanggungjawaban Biaya
Biaya produk selesai ditransfer = 7.600 kg x Rp. 1750 = Rp. 13.300.000
Produk dalam proses akhir :
Bahan Baku = 400 kg (100%) x Rp. 750 = Rp 300.000 Tenaga Kerja Langsung = 400 kg ( 75%) x Rp 600 = Rp 180.000 BOP = 400 kg ( 80%) x Rp 400 = Rp 128.000
Rp. 608.000
Rp. 13.908.000
2.6 Penentuan Harga Pokok
Penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang dikorbankan dalam hubungannya dengan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi atau jasa yang siap untuk dijual dan dipakai. Penentuan harga pokok sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber informasi bagi pimpinan dalam mengambil keputusan.
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40):
“Penentuan harga pokok adalah bagaimana memperhitungkan biaya kepada suatu produk pesanan atau jasa, yang dapat dilakukan dengan cara memasukkan seluruh biaya produksi atau hanya memasukkan unsur biaya produksi variabel saja. Dalam penentuan harga pokok tersebut dapat digunakan dua cara yaitu : Metode kalkulasi biaya penuh (Full Costing) dan Metode kalkulasi biaya variabel (Variable Costing).”
2.6.1 Metode Kalkulasi Biaya Penuh (Full Costing)
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40) metode kalkulasi biaya penuh adalah:
“Suatu metode dalam penentuan harga pokok suatu produk dengan memperhitungkan semua biaya produksi, seperti biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap.”
Penjualan Bersih XXXXX
Harga Pokok Penjualan (XXXXX)
Laba Kotor XXXXX
Dikurangi: Biaya Adm. dan Umum (XXXXX)
Laba Bersih XXXXX
2.6.2 Metode Kalkulasi Biaya Variabel
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40), kalkulasi biaya variabel adalah:
“Suatu metode dalam penentuan harga pokok suatu produk, hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel saja seperti bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Dalam metode ini biaya overhead tetap tidak diperhitungkan sebagai biaya produksi tetapi biaya overhead tetap akan diperhitungkan sebagai biaya periode yang akan dibebankan dalam laporan laba-rugi tahun berjalan.”
Menurut Mulyadi (2009:10), metode biaya variabel adalah:
“Metode penentuan biaya produksi yang hanya memperhitungkan
biaya produksi yang berprilaku variabel ke dalam buaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel.”
Adapun bentuk laporan laba-rugi dalam bentuk metode kalkulasi biaya variabel seperti yang diilustrasikan Armanto Witjaksono (2009:104) seperti dibawah ini:
Penjualan Bersih XXXXX
Dikurangi biaya variabel;
HPP Variabel XXXXX
B. Penjualan & Umum variabel XXXXX (XXXXX)
Marjin Kontribusi XXXXX
Dikurangi biaya tetap;
BOP Tetap XXXXX
B. Penjualan & Umum Tetap XXXXX (XXXXX)