Model Eutrofikasi untuk Merancang Kebijakan Pengelolaan Waduk yang Berkelanjutan melalui Pendekatan System Dynamics1
(The System Dynamics Approach of Eutrofication Model of the policy design on Reservoir Sustainability Management)
Oleh :
(Wawan Gunawan, Zahidah, Dwi Mulyanti)2 Abstrak
Fenomena perilaku penurunan kualitas perairan dalam proses Eutrofikasi telah terjadi di Waduk Cirata terutama mencakup meningkatnya komponen nutrien C, menurunnya DO (disolved Oxygen), dan meningkatnya BOD (Biological Oxygen Demand). Fenomena perilaku ini dibentuk oleh struktur fenomena yang dapat disimulasikan melalui komputer dalam rangka merancang kebijakan yang dibutuhkan. Metode yang relevan adalah metodologi System Dynamics. Penelitian ini bertujuan membangun model dan raancangan kebijakan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi masalah fenomena perilaku tersebut. Hasil simulasi komputer untuk kebijakan pengerukan, pemanenan fitoplankton dan pemberian aerasi telah memperlihatkan hasil yang mampu mengubah perilaku pada proses eutrofikasi yang terjadi di waduk, yaitu meningkatkan DO, menurunkan biomassa fitoplankton dan menurunkan detritus. Besaran dari unsur-unsur penting (DO, Nutrien C, BOD/Detritus, Biomassa Fitoplankton) dalam sistem telah mendekati kondisi yang diinginkan yang menunjukan model telah cukup sensistif terhadap perilaku dunia nyatanya. Agar model lebih matang disarankan tersedianya data di lapangan seperti, laju nutrien C dari inlet sungai dan outlet waduk. Selanjutnya direkomendasikan agar : dilaksanakan kebijakan penggunaan teknologi aerasi, pengelola waduk agar memiliki alat pengeruk yang mampu melakukan pengerukan di dasar hamparan keramba jaring apung.
Abstrak
Kata-kata kunci : Eutrofikasi, System Dynamics, model, kebijakan, fitoplankton, DO, , BOD
1. Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional No. 129/SP2H/PP/DP2M/III/2007 tanggal 29 Maret 2007
Perkembangan Jumlah Petak KJT dan produksi Ikan Cirata
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 Tahun
peta
k da
n (t
on)
Jumlah Petak Produksi (ton/tahun)
1. Pendahuluan
Fungsi utama Waduk Cirata adalah menyediakan air untuk pembangkitan listrik Jawa Bali. Kemudian fungsinya berkembang menjadi sarana budidaya ikan dalam KJT.
Dari sisi aktivitas budidaya ikan dalam KJT, fakta yang dihadapi menunjukkan fenomena usaha ekonomi yang mengalami perubahan, yaitu faktor produktivitas KJT yang menurun, harga pakan yang meningkat, jumlah petak yang meningkat. Begitu pula fenomena kualitas lingkungan waduk yang menurun, yaitu pada aspek kualitas sumberdaya air mencakup faktor Oksigen terlarut (DO) yang menurun, BOD/detritus yang meningkat, dan Nutrien C (Karbonat) yang juga mengalami peningkatan.
Populasi petak KJT tahunan menurun mulai tahun 1995, kemudian setelah tahun 1999 semakin bertambah pesat yang berada jauh di atas jumlah petak yang direkomendasikan sebanyak 12000 petak (SK Gubernur). Peningkatkan jumlah petak menjadi semakin meningkat tajam mengingat setelah tahun 2003. Hasil sensus tahun 2003 jumlah petak telah mencapai 39690 petak dengan jumlah pekerja 2710 orang (BPWC, 2003) dan menurut hasil sensus BPWC tahun 2007 jumlah petak meningkat tajam menjadi 51418 petak (29,55 %) dengan jumlah pekerja 4620 orang (70,48 %).
Gambar 1. Perkembangan jumlah petak KJT dan Produksi ikan tahunan di Waduk Cirata
Kondisi waduk Cirata sebagai tempat budidfaya ikan mengalami oksigen terlarut (Disolved Oxygen, DO) yang menurun. Sementara itu terjadi pula meningkatnya Nutrien Karbon (H2CO3), yaitu semula 60,4 mg/l pada tahun
1989 meningkat menjadi sebesar 98,699 mg/l pada tahun 2006.
Gambar 2. Kondisi komponen DO tahunan yang menurun di Waduk Cirata
Oksigen yang menurun diisyaratkan pula dengan meningkatnya Detritus yang diwakili oleh BOD di Waduk Cirata sebagaimana tampak pada Gambar 3.
Gambar 3. Kondisi komponen BOD yang meingkat di Waduk Cirata
Persoalan utama yang muncul dari kondisi di atas adalah menurunnya kualitas sumberdaya perairan di Waduyk Cirata yang akan membawa dampak terhadap budidaya ikan dalam Keramba Jaring Terapung (KJT) atau sebaliknya.
Keadaan Detritus (BOD) di Cira ta
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
1985 1990 1995 2000 2005 2010
BO
D-D
etri
tus
(m
g/L
)
Detritus (mg/L) Oksigen Terlarut
0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000
1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008
Tahun
DO
(m
g/l
2. Perumusan Masalah
Mengacu Fauzi dan Anna (2005), perikanan merupakan salah satu aktivitas ekonomi manusia yang sangat kompleks. Tantangan untuk memelihara sumberdaya yang ”sehat/baik” menjadi isu yang cukup kompleks dalam pembangunan perikanan. Walaupun sumberdaya perikanan dikatagorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources), namun pertanyaan seringkali muncul yaitu berapa besar ikan dapat dipanen tanpa menimbulkan dampak negatif untuk masa sekarang maupun masa mendatang. Inilah pertanyaan keberlanjutan yang seringkali muncul dalam pengelolaan pembangunan perikanan. Harapannya adalah pengelolaan atau budidaya perikanan tidak menimbulkan degradasi sumberdaya waduk, yang akan mengancam produktivitas ikan dan kualitas perairan akibat pencemaran. Keberlanjutan diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri.
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah atau fenomena produktivitas ikan, DO, BOD, harga, TMA waduk dapat disusun prilaku Usahatani Ikan dalam Keramba Jaring Terapung (KJT) yang Berkelanjutan (Gambar 4).
Gambar 4. Permasalahan utama perilaku kualitas air di Cirata dan kualitas waduk yang berkelanjutan
Didalam pendekatan keberlanjutan yaitu pembangunan yang berkelanjutan dengan dasar pemeliharaan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari dan sumberdaya tidak melebihi pemanfaatannya (Suparmoko, 1997; Snedaker dan Gatter,1985; Todaro, 2000), pengelolaan
Trend : DO Berkelanjutan
DO atau BOD yang diinginkan (Target)
K
u
a
li
ta
s
S
D
P
e
ra
ir
a
n
C
ir
a
ta
DO aktual
Tahun BOD aktual
UT KJT di Waduk Cirata ditujukan untuk pemulihan produktivitas aktualnya mencapai produktivitas idealnya diperlukan upaya untuk mengatasi faktor DO faktual mendekati keadaan optimal (target), faktor BOD atau detritus faktual berada di batas bawah kondisi maksimalnya, Komnponen utama dari kehidupan atau pertumbuhan ikan di dalam waduk adalah komponen DO, ketersediannya tetap menjadi masalah apabila belum mencapai kondisi optimal, begitu pula faktor-faktor interaktif lainnya yang menunjukan sebab-akibat melingkar (feedback loop) dari proses pengayaan atau penyuburan waduk atau Eutrofikasi.
Budidaya ikan di Waduk Cirata dimasa mendatang akan menghadapi kendala dalam produktivitasnya. Hal ini berhubungan dengan komponen-komponen BOD, DO, nutrein karbon yang menjadi indikator kualitas waduk yang telah berubah. Apabila tidak dipahami perilaku fenomena atau proses-proses dan interaksi-interaksi apa yang terjadi di dalam badan air, maka tidak akan terdapat bgambaran yang cukup baik untuk mempengaruhinya melalui intervensi kebijakan yang diperlukan. Karena fenomena perilaku tersebut memiliki struktur fenomenya, maka susunan struktur yang diperlukan itu merupakan sebuah model yang mengandung proses-proses antara nutrien karbon, biomassa fitoplankton yang membentuk komponen ketersediaan oksigen, respirasi yang diperlukannya, serta detritus yang dihasilkan akibat adanya kematian biomassa fitoplankton.
Perubahan pada proses eutrofikasi ditentukan oleh parameter melalui skenario yang diperlukan dan akan berubah menurut waktu (dinamik) dari model yang dibangun. Namun bagaimana membangun model yang sesuai dengan proses-proses yang terjadi sebagaimana dunia nyata di dalam badan air tersebut memerlukan metodologi yang sesuai. Salah satu metode yang dikenal untuk menangkap fenomena yang dimaksudkan adalah System Dynamics.
Rumusan masalah yang dapat diajukan adalah :
1. Model bagaimana yang dapat digunakan untuk menggambarkan proses eutrofikasi yang terjadi di Waduk Cirata ?
3. Tinjauan Pustaka
Di dalam metodologi System Dynamics dipahami bahwa, Struktur interaksi terdiri atas :
Struktur fisik (stock dan flow aliran orang, barang, produksi, uang dan limbah pencemar).
Struktur pengambilan keputusan (decision-making structure) dari aktor-aktor di dalam sistem.
Struktur model yang dibangun melalui analisis struktural berdasarkan pendekatan system thinking dimungkinkan mempunyai titik kontak yang banyak, sehingga strktur fisik ataupun struktur pengambilan keputusan yang telah disusun diyakini dibangun oleh unsur-unsur yang saling bergantung dan membentuk suatu lingkar tertutup (closed-loop atau feedback loop) (Tasrif, 2001; Tasrif, 2005). Hubungan unsur-unsur yang interdependensi itu merupakan hubungan akibat umpan balik dan bukan hubungan sebab-akibat searah (Senge, 1990).
Disamping itu pula sebuah model dapat disusun dengan merujuk, Sterman (1981), prinsip-prinsip pembuatan model dinamik :
keadaan yang diinginkan (desired) dan keadaan yang terjadi (actual) harus secara ekplisit dinyatakan dan dibedakan di dalam model,
adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat dipresentasikan di dalam model,
aliran-aliran yang secara konseptual berlainan cirinya harus secara tegas dibedakan di dalam menanganinya.
Hanya informasi-informasi aktual yang tersedia untuk aktor-aktor dalam sistem tersebut yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan pemodelan
Struktur pengambilan keputusan dari model harus berkaitan dengan tindakan manajerial
Model harus robust dalam kondisi ekstrim.
Prinsip-prinsip di atas diperkuat oleh Tasrif (2001), model yang dibentuk haruslah menuhi syarat-syarat :
Karena efek suatu intervensi (kebijakan) dalam bentuk perilaku merupakan suatu kejadian berikutnya, maka untuk melacaknya unsur (elemen/komponen) waktu perlu ada (dinamik).
Mampu mensimulasikan berbagai macam intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut (baik melalui perubahan-perubahan parameter dan/atau struktur model).
Memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat berbeda secara dramatik dalam jangka pendek dan jangka panjang (kompleksitas dinamik).
Mampu menjelaskan mengapa suatu perilaku tertentu dapat terjadi
Penggunaan metodologi SD tidak terlepas dari penelaahan mengenai hasil penelitian sebelumnya, seperti dari : Bachrulhayat Koswara (1999), tentang degradasi siklikal kualitas air, penyebab kematian massal ikan, daya dukung perairan, eutrofikasi di Waduk Cirata; Masyamsir (2000), tentang dinamika populasi fitoplankton, dinamika oksigen diurnal, daya dukung perairan di waduk Cirata yang dilanjutkan oleh Zahidah (2004), tentang dinamika populasi fitoplankton, daya dukung, eutrofikasi, pengaturan musim tanam panen ikan di Waduk yang sama; Penggunaan metodologi SD Anderson (1972), tentang status trofi (tingkat eutrofikasi), ketersediaan Oksigen, tanpa melihat pengaruh limbah budidaya ikan di Danau St. Washington Arquitt, Steven dan Ron Johnstone (2004) tentang analisis ekosistem pantai berupa ancaman air, eksistem pantai, kontak terhadap manusia.Blooming yang dibatasi dan muncul karena respon peningkatan konsentrasi bioavailabel besi dengan metodologi yang sama; Wakeland et.al (2004), Faktor yang berpengaruh thd spawning dan mortality ikan (suhu, limbah industri, nutrien, iklim mikro dari aktivitas ikan tangkap.
Penggunaan hubungan kausal dari proses eutrofikasi yang terjadi di waduk Cirata merujuk pada Anderson (1972) sebagaimana Gambar 5.
.
Nutrien perairan
Pertumbuhan
organisme
Oksigen di udara
dan Epilimnion
Respirasi Biomassa
organisme
Pelarutan
Pembusukan
Detritus
Oksigen di
Hipolimnion
Kematian +
+ +
+
- +
+
+ +
+
+
+ +
+
-- B1
R3
B2
R2
B4
B3
-R1
Oksigen
Target
Gambar 4. Hubungan kusal Fedback loop) Proses Menurut Anderson (1972)
Hubungan kausal tersebut dimodifikasi dan disesuaikan dengan fenomena perilaku dalam proses-proses dunia nyata di waduk Cirata sehingga menjadi hubungan proses eutrofikasi yang dipengaruhi oleh komponen nutrien dari aliran sungai dan bahan pencemar berupa limbah dari keramba jaring terapung (KJT) sebagaimana Ganbar 5.
-Dari hubungan kausal dan permasalahan utama perilaku kualitas air di Cirata dapat disusun hipotesis dinamik sebagai berikut :
Perilaku proses eutrofikasi yang menimbulkan pengayaan nutrien karbon, peningkatan BOD, dan penurunan DO dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas perairan dan keberlanjutan kualitas perairan dalam jangka panjang, apabila tidak menggunakan rumusan kebijakan yang tepat untuk upaya pemulihan kualitas sumberdaya perairan yang ingin dicapai di Waduk Cirata.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah menyusun sebuah model yang dapat membuat kebijakan dalam upaya mengatasi permasalahan penurunan kualitas waduk yang terjadi.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memberi rekomendasi pelaksanaan kebijakan untuk menangani kegiatan usahatani ikan dalam KJT, pengendalian kualitas air dan peralatan yang diperlukannya kepada pengelola waduk, serta rumujsan kebijakan pemerintah dalam kegiatan penggunaan sumberdaya perairan (waduk) Cirata atyau waduk serial lainnya di Jawa Barat.
5. Metode Penelitian
Gambar 6. Kerangka prosedur perancangan kebijakan (Saeed, 1995)
Model yang akan dibentuk dan dapat mencerminkan proses eutrofikasi yang terjadi memerlukan batas model. Batas model memuat variabel utama yang terdiri atas variabel endogen dan variabel eksogen. Didalam batas model dimasukkan pula struktur atau konsep yang tidak tercakup dalam model sebagai variabel yang diabaikan. Variabel-variabel endogen menyangkut besaran-besaran yang relatif cukup mewakili dalam menggambarkan dinamika pola-pola produktivitas UT KJT kajian ini. Variabel endogen akan mempengaruhi proses-proses yang menyebabkan adanya tendensi internal dalam dinamika pola produktivitas UT KJT yang berkelanjutan tersebut. Sedangkan variabel-variabel eksogen menggambarkan besaran-besaran yang tidak sangat dipengaruhi oleh evolusi sistem yang dimodelkan (Tasrif, 2001).
Bukti Empiris (Empirical evidence)
Pola Referensi (Reference Mode)
Hipotesis dinamik (Dynamic Hypotheses)
MODEL Validasi Struktur
(Structure Validation)
Validasi Perilaku (Behavior Validation)
Perancangan Kebijakan
(Policy Design) Comparison and
reconciliation
Tabel 1. Batas Model untuk Model Eutrofikasi di Waduk Cirata No Variabel Endogenus Variabel Eksogenus Variabel yang
diabaikan 1 Biomassa Fitoplankton Nutrien C dari luar
badan air (Allochton)
Logam berat 2 Detritus (BOD) Volume air waduk masuk Nutrien N dan P 3 Nutrien C dari dalam
badan air (outochton)
Vilume air waduk keluar Partikel tersuspensi 4 Oksigen di Epilimnion Target DO Ersosi dari pinggiran
waduk
5 Respirasi Taget BOD
6 Kebijakan aerasi
7 Kebijakan dredging
8 Kebijakan pengurangan
fitoplankton
Asumsi yang digunakan :
a. Air masuk dan air keluar mengikuti operasional waduk Cirata oleh PJB II, yaitu dengan batas TMA minimal 205 m dan TMA maksimal 220 m agar diperoleh TMA efektif untuk menggerakkan turbin.
b. Nutrien karbon (HCO3) ditentukan berdasarkan nutrien eksisting yang telah terakumulasi di dalam waduk dan dari penambahan yang hanya berasal dari inlet sungai-sungai dan limbah KJT. Nutrien karbon dari pinggir waduk telah terwakili menjadi eksisting nutrien waduk.
c. Penambahan nutrien karbon awal dari sungai secara alamiah dianggap tetap yaitu sebesar 0.01 mg/l/tahun, mengacu kepada Anderson (1972)
d. Pembusukan detritus dalam keadaan aerob dan dimodelkan sebagai pengganda pembusukan oleh faktor pembatas oksigen, yang diperoleh melalui rasio DO terhadap DO saturasi (Anderson, 1973).
e. Kebijakan pengerukan waduk terjadi karena fasilitas alat dan teknologi akan tersedia di masa mendatang.
6. Hasil dan Pembahasan
Gambar 7. Struktur Model Eutrofikasi di Waduk Cirata Kon_C_hilang
Selisih
difusi Panambahan_Nutrien_Epi
DRC_K3 Kehilangan_C_Epi_lateral
Prod_oksigen_netto efek_Biomassa_Thd_Fotosintesis
O2_dari_fotosintesis
Efek_C_thd_pertum_Fito
Oksi_keudara Laju_pertumb Laju_hilang_fito
Fito_hilang_oleh_aliran
GRC_K1
RRC_K4 Laju_respirasi
Laju_Pbusuk_Fito
dekomposisi_fito_epi Respirasi_fitoplankton
Detritus_hilang_oleh_aliran
Pop_Mas
Pop_nila
Pop_Mas FOOD_MULTI
Laju_respirasi Oksigen_Hipolimnion
Efek_biomassa_thd_Respirasi
Laju_Konsumsi_O2_epi pguna_Oks_ut_respirasi_ikan Frak_C_hsl_respi
C_hasil_respirasi_ikan
Foto_awal
Res_awal Oksi_saturasi
Oksigen_rerata_di_waduk EFEK_EHR
VOL_HIPO
Laju_Pbusuk_Fito
Pembusukan_fito_hipo
Frak_Respirasi_ikan
VOL_EPI
Oksigen_Hipolimnion
Respirasi_fito_hipo
Laju_Konsumsi_O2_hipo
Pembusukan_ikan_akibat_kematian KSR_K5
Laju_hilang_detritus Nutrien_C_Epi
Biomassa_Fito
Oksigen_epilimnion
ONR EHR
Fraksi_DRDG
Fraksi_panen FOOD1
Laju_Penambahan_Oksigen_epi KAER1
Pembusukan_dari_pakan Laju_Pelarutan_O2_ke_Hipo
KAER
Laju_Dredg
Laju_panen
AER
Laju_Penambahan_O2_hipo O2_TARGET
Pop_nila
efek_oksi_thp_ikan Detritus_fito
DR_K2 Efek_C_thd_Kmatian_Fito
Model yangtelah dibentuk lalu dapat digunakan untuk menyusun kebijakan yang diperlukan. Adapun skenario kebijakan yang dapat dirumuskan sebagaimana Tabel 2 menampilkan penggunaan alat pengeruk dari bahan-bahan detritus yang tersedimentasi di dasar waduk di bawah hamparan KJT, pemberian aerasi pada setiap petak atau di sekitar petak jaring terapung serta simulasi apabila diberikan aerasi ke dalam petak ikan.
Tabel 5.2. Simulasi kebijakan yang diberikan
Simulasi
Kebijakan Tanpa
simulasi 1 2
3
Pengerukan/Dredging 0 1 1 0
Aerasi (mg/l) 0 0,2 0,3 0,5
Panen biomassa (mg/l)
0 0 0,5 0,2
Peningkatan Nutrien Allochton
(mg/l/tahun)
0,01 0,01 0.05 0.05
Adapun perilaku yang dihasilkan dari model sebelum kebijakan diterapkan adalah sebagai berikut :
Gambar 8. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dalam keadaan tanpa kebijakan (historis)
Time
Oksigen_epilimnion 1
Oksigen_Hipolimnion 2
O2_TARGET 3
2,000 2,060 2
3 4 5 6
1 2 3
1 2 3
1
2 3
1
2 3
Time
Biomassa_Fito 1
Detritus_fito 2
DETRITUS_TARGET 3
2,000 2,060 0
2 4 6 8
1 2 3
1 2 3
1 2 3
1 2
3
Time
Nutrie
n_C_
Epi
2,000 2,020 2,040 2,060 60
Perilaku nutrien C meningkat sejalan peningkatan hidtorisnya, oksigen pada permukaan-epilimnion ( kedalaman 0,2 m) mengalami penurunan mencapai 4 mg/l pada tahun 2006 yang diikuti oleh penurunan oksigen di hipolimnion hingga mencapai hampir 3 mg/l. Kondisi sebaliknya dari oksigen yang menurun tersebut adalah meningkatnya biomassa fitoplankton dan detritus (BOD). Oksigen dan BOD telah melewati batas target yang diinginkan.
Setelah skenario kebijakan 1 diterapkan tanpak perubahan perilaku sebagaimana Gambar 9.
Gambar 9. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 1.
Nutrien C yang masuk (Allochton) dari aktivitas keramba jaring terapung atau inlet sungai memperlihatkan penurunan yang tajam mulai tahun 2030 setelah dilakukannya pengerukan, pemberian aerasi dan tanpa memanen fitoplankton (karena diharapkan menghasilkan oksigen). Perilaku Detritus berada di bawah target yang diinginkan dan terjadi peningkatan oksigen di lapisan epilimnion dan hipolimnion pada waktu setelah intervensi kebijakan dilaksanakan.
Pada Skenario 2 pelaksanaan kebijakan ditingkatkan untuk parameter aerasi dan pemanenan pada saat terjadi pula peningkatan pengayaan nutrien C dari luar sebesar 0,05 mg/l/tahun sebagimana Gambar 10.
Time
Nutrien_C_Epi
2,000 2,020 2,040 2,060 40
50 60 70 80
Time
Oksigen_epilimnion 1
Oksigen_Hipolimnion 2
O2_TARGET 3
2,000 2,060 4
5 6
1
2 3
1
2 3 1
23 1
3
Time
Biomassa_Fito 1
Detritus_fito 2
DETRITUS_TARGET 3
2,000 2,060 0
1 2 3 4 5 6
1 2 3
1 23
1 2 3
Gambar 10. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 2.
Penurunan nutrien C akibat skenario mengalami penurunan sedikit akibat sebagian besar detritus diambil melalui pengerukan sehingga berada pada batas target ideal BOD yang diinginkan. Namun kondisi ini kurang diikuti dengan perilaku oksigen. Tampaknya fitoplankton sebagai penghasil oksigen melalui proses fotosintesis mengalami gangguan ketersediaan nutrien C dan pemberian oksigen melalui aerasi-pun hanya mengubah sedikit penambahan oksigen.
Di dalam skenario kebijakan 3, pengerukan tidak dilakukan lagi, peningkatan aerasi bertambah besar, namun dilakukan pemanenan fitoplankton (bukan mengendalikan dengan algisida), memperlihatkan detritus yang meningkat tajam kembali dan oksigen tetap berada di abawah batas target yang diinginkan sebagaimana Gambar 11. Time Oksigen_epilimnion 1 Oksigen_epilimnion 2 Oksigen_Hipolimnion 3 Oksigen_Hipolimnion 4 O2_TARGET 5 O2_TARGET 6
2,000 2,020 2,040 2,060 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 3 5 Time Biomassa_Fito 1 Biomassa_Fito 2 Detritus_fito 3 Detritus_fito 4 DETRITUS_TARGET 5 DETRITUS_TARGET 6
2,000 2,020 2,040 2,060 0
5 10 15
1 2 34 5 6
12 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 3 Time Nutrien_C_Epi
Gambar 11. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 3.
7. Kesimpulan
Perilaku yang terjadi setelah beberapa skenario dilakukan menyimpulkan bahwa : 1. Pengayaan nutrien C sekurang-kurangnya memerlukan kebijakan pengerukan
dan pemanenan terbatas biomassa fitoplankton agar kondisi oksigen berada pada kisaran target yang diinginkan.
2. Dalam kaitannya untuk keberlanjutan budidaya ikan ketersediaan oksigen yang berada di bawah target ideal tetap diperlukan aerasi, terutama untuk ikan mas yang peka terhadap konsentrasi oksigen yang rendah (tidak boleh dibawah 3 mg/l selama 4 jam).
3. Pengendalian masukan nutrien C dan nutrien lainnya yang memperkaya penyuburan badan air harus menjadi perhatian utama dan untuk menanganinya diperlukan kombinasi kebijakan yang terpadu. Dimana pelaksanaan kebijakan ini harus merupakan pengeluaran biaya bagi pelaku
Time Oksigen_epilimnion 1 Oksigen_epilimnion 2 Oksigen_epilimnion 3 Oksigen_Hipolimnion 4 Oksigen_Hipolimnion 5 Oksigen_Hipolimnion 6 O2_TARGET 7 O2_TARGET 8 O2_TARGET 9
2,000 2,020 2,040 2,060 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2
34 5
6 7 8 9
1 3 4 6 7 Time Biomassa_Fito 1 Biomassa_Fito 2 Biomassa_Fito 3 Detritus_fito 4 Detritus_fito 5 Detritus_fito 6 DETRITUS_TARGET 7 DETRITUS_TARGET 8 DETRITUS_TARGET 9
2,000 2,020 2,040 2,060 0
10 20 30
1 2 3 4 56 7 8 9
1 23 4
5 6
7 8 9
1 2 3 4 6 1 3 Time Nutrien_C_Epi
2,000 2,020 2,040 2,060 100 150 200 250 300 350
1 23
12 3
1 2
3 1
usahatani di Waduk Cirata dan pengelola waduk seperti BPWC untuk penyediaan alat berat mesin pengeruk.
8. Rekomendasi
1. Kebijakan pengendalian kualitas perairan di Waduk Cirata harus menyentuh aspek ekonomi dan ekosistem
2. Untuk menanggulangi menurunnya kualitas perairan dan kehilangan secara ekonomi yang signifikan kebijakan yang terkait dengan aspek ekosistem adalah peningkatan konsentrasi oksigen sampai mencapai nilai minimum 5 mg/L
3. Kebijakan yang memberikan dampak secara ekonomi yang signifikan adalah moratorium sementara UT KJT dan dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan kualitas air berupa aerasi, pengerukan dan panen biomassa fitoplankton serta pengendalian kualitas sungai dengan mengendalikan bahan pencemar lingkup subDAS Citarum.
4. Perlu disusun model yang lebih bersifat makro yang mencakup DAS Citarum hulu atau Sub-DAS Cirata dan Waduk Serial Saguling.
Ucapkan terima kasih
Disampaikan terima kasih kepada pihak pemberi dana dalam hal ini DP2M Dikti Depetemen Pendidikan Nasional di Jakarta. Begitu pula, BPPPU Dinas Perikanan propinsi Jawa Barat terutama Bapak Toni, Bapak Yaya di BPWC, Pak Taufik dari Pusat Penelitian Energi ITB, serta para mahasiswa FPIK Unpad dan Fakultas Kehutanan Unwim yang telah membantu dalam penelitian ini.
PUSTAKA
.
Anderson, J.M. 1972. The Eutrophication of Lakes. Dalam Toward Global Equilibrium: Collected Papers, D. L Meadows dan D.H. Meadows (eds.). Wright-Allen Press, Inc. Cambridge
Arquitt, Steven dan Ron Johnstone. 2004. A Scoping and Concensus Building Model of a Toxic Blue-Green Algae Bloom. System Dynamics Review Vol. 20 Num. 2 Summer 2004. page 179-196.
.
Costa-Pierce, O. Soemarwoto, O.C.M. Roem, dan T. Herawati. 1990. Water Quality Suitability of Saguling and Cirata Reservoirs for Development of
Aquaculture Development for Resettlement in Indonesia. ICLARM Tech. Rep. Page 23-378.
Koswara, Bahrulhayat. 1999. Degradasi Siklikal Lingkungan Perairan dan Hubungannya dengan Indikator Penyebab kematian Ikan pada Keramba Jaring Terapung di Waduk Saguling. Disertasi Program Doktor Universitas Padjadjaran. Bandung. Tidak dipublikasi. Masyamsir. 2001. Dinamika Fitoplankton di Waduk Saguling : Keterkaitannya
dengan Unsur Hara N dan P serta Kondisi Aerob Perairan. Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.
Saeed, Khalid. 1995. The Organizing of Learning in System Dynamics Practice. Proceeding System Dynamics ’95. Volume I. Tokyo, Japan.
Schmittou, H.R. 1991. Cage Culture, a Method of Fish Production in Indonesia. Central Research Institute of Fisheries, Indonesia. 126 hlm.
Sterman, John.D. 1981. The Energy Transition and Economy : A system dynamics Approach. MIT. USA, PhD. Dissetation. Unpublished.
Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Suatu Pendekatan Teoritis. BPFE-Yogyakarta. Halaman 350.
Tasrif, Muhammad. 2001. Model System Dynamics untuk Sarana Analisis dalam Merancang Kebijakan Energi yang Berwawasan Lingkungan di Negara Sedang Berkembang. Disertasi ITB. Tidak Dipublikasikan
Todaro, Michael P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi ketujuh jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta