SKRIPSI
PENGARUH NON PERFORMING LOAN, CAPITAL ADEQUACY RATIO, LOAN TO DEPOSIT RATIO, TERHADAP PROFITABILITAS DI
SEKTOR PERBANKAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Akuntansi
Oleh:
Moh Husni Mubarok 0613010165 FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
Moh Husni Mubarok Abstrak
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain.Tujuan dari usaha perbankan yaitu untuk memproleh keuntungan. Tingkat kemampuan bank dalam mendapatkan keuntungan salah satunya diukur dengan Return on Assets (ROA) untuk mencapai ROA yang diharapkan , bank dituntut untuk karena setiap kegiatan usaha bank yang melibatkan penggunaan asset atau berorientasi keuantungan selalu dihadapkan pada berbagai risiko yang harus dihadapi. Risiko itu meliputi, risiko kredit yang dapat diukur dengan rasio NPL, risiko permodalan yang dapat diukur dengan rasio CAR, dan risiko likuiditas yang dapat diukur dengan rasio LDR.
Periode penelitian dilakukan dari tahun 2004-2007. Obyek penelitian ini adalah bank-bank go public di BEI. Dengan populasi 30 bank go public. Metode pengambilan sampel adalah dengan cara purposive sampling. Dimana sampel yang diperoleh 20 bank yang go public. Untuk menguji hipotesis digunakan teknik analisis regresi linier berganda.
Hasil pengujian diperoleh bahwa terdapat kecocokan model pengaruh Non Performing Loan (NPL) , Capital Adequacy Ratio (CAR) , Loan To Deposit Ratio (LDR) , terhadap tingkat profitabilitas. Terlihat dari angka F 10,407 dengan tingkat signifikan 0,000 < 0,05. Sedangkan, secara parsial Non Performing Loan tidak berpengaruh negatif, Capital Adequacy Ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas dan Loan to Deposit Ratio tidak berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh negara.
Tidak sedikit roda-roda perekonomian terutama di sektor riil digerakkan
oleh perbankan baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya
sektor yang tergantung pada perbankan tersebut disebabkan oleh fungsi
dan peranan perbankan. Oleh karena itu, perbankan selalu diikutsertakan
dalam menentukan berbagai kebijakan di bidang moneter, pengawasan
devisa, pencatatan efek-efek, dan lain-lainya.
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai
peranan penting dalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga
perantara keuangan. Bank di dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun
1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Kredit yang diberikan oleh bank merupakan bagian terbesar dari
aset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Oleh karena itu, kegiatan
perkreditan merupakan tulang punggung dari kegiatan utama bank.
pemerintah dan perbankan harus menerapkan kebijakan yang tepat dalam
mengatur keseimbangan kredit nasional.
Kredit menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang
terbesar. Disamping itu kredit juga merupakan jenis kegiatan penanaman
dana yang sering menjadi penyebab utama suatu bank dalam menghadapi
masalah besar. Maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa usaha bank
sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka mengelola kredit. Usaha
bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang, sedangkan
usaha bank yang selalu dirong-rong kredit bermasalah akan mundur.
Pada dasarnya semua bisnis tidak terlepas dari resiko kegagalan.
Demikian pula dengan dunia perbankan. Pemberian kredit yang dilakukan
oleh bank mengandung resiko yaitu berupa tidak lancarnya pembayaran
kredit atau dengan kata lain kredit bermasalah (Non Performing Loan)
sehingga akan mempengaruhi kinerja bank.
Data terbaru Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa kualitas
kredit perbankan cenderung mengalami penurunan. Indikasinya terlihat
sangat jelas dari peningkatan kredit macet atau Non Performing Loan
(NPL). Angka nominal NPL per Agustus 2009 mencapai titik tertinggi
selama lima tahun terakhir. Nilai kredit bermasalah perbankan tercatat
Rp 54,33 triliun. Bila ditarik ke posisi akhir tahun lalu, kenaikan nilai NPL
ini mencapai 29,7%. Per Desember 2008 nilai NPL masih Rp 41,87 triliun.
pembengkakan NPL jauh lebih besar yakni 31,8%.
( Kontan Online 14 Oktober 2009).
Peningkatan Non Performing Loan (NPL) yang dialami perbankan
juga akan mengakibatkan tersendatnya penyaluran kredit. Hingga Agustus
2009, sebanyak 23 bank memiliki rasio kredit bermasalah lebih dari 5%.
Itu berarti, setidaknya empat bank mengalami pemburukan kualitas kredit
sepanjang tahun ini.
Untuk Non Performing Loan (NPL) Bank Indonesia telah
menentukan sebesar 5%. (Martono, 2002: 43). Apabila bank mampu
menekan rasio NPL dibawah 5%, maka potensi keuntungan yang akan
diperoleh akan semakin besar, karena bank-bank akan menghemat uang
yang diperlukan untuk membentuk cadangan kerugian kredit bermasalah
atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Dengan semakin
kecil PPAP yang dibentuk oleh bank-bank maka profitabilitas akan
semakin besar sehingga kinerja bank secara keseluruhan akan menjadi
baik.
Banyaknya kredit yang bermasalah dapat mengakibatkan
terkikisnya permodalan bank yang dapat dilihat dari Capital Adequacy
Ratio (CAR). Menurunnya CAR tentu saja berakibat menurunnya kemampuan bank dalam menyalurkan kredit. Yang pada akhirnya bank
kehilangan kemampuannya dalam menghasilkan laba yang optimum dari
kemampuan bank untuk survive pada saat mengalami kerugian juga
rendah, selain itu CAR yang rendah juga mengakibatkan turunnya
kepercayaan nasabah yang pada akhirnya dapat menurunkan profitabilitas
bank.
Jumlah bank dengan rasio kecukupan modal kurang dari 12% terus
bertambah menjadi 18 bank pada Agustus 2009, setelah sempat berkurang
pada awal tahun. Kualitas aset yang menurun menjadi penyebab CAR
sejumlah bank tergerus. Data Bank Indonesia menyebutkan sepanjang
Agustus rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tiga bank
berkurang hingga di bawah 12%. Padahal pada bulan Maret, bank dengan
CAR kurang dari 12% sempat berkurang tinggal tujuh bank.
(www.Inaplas.org)
Pengelolaan dana oleh bank tidak hanya berupa penyaluran kredit,
kepada masyarakat akan tetapi bisa juga dilakukan dengan investasi atau
penanaman dana ke dalam aktiva produktif lainnya, yaitu surat-surat
berharga, seperti obligasi, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dalam
rangka memperkuat likuiditas bank.
Likuiditas adalah tingkat kemampuan bank memenuhi kewajiban
keuangan yang harus dibayar. Tingkat likuiditas dapat diukur antara lain
dengan rasio keuangan yaitu Loan To Deposit Ratio (LDR) yang
merupakan rasio untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi
jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana oleh pihak ketiga.
bank. Besarnya jumlah kredit yang diberikan kepada masyarakat akan
mempengaruhi besarnya laba yang nantinya akan diterima oleh bank
karena salah satu sumber pendapatan bank adalah bunga kredit yang
disalurkan (Hasibuan, 2001: 100). Semakin kecil pertumbuhan kredit,
maka profitabilitasnya juga akan menurun.
Pada Agustus 2009, rasio kredit terhadap dana pihak ketiga
cenderung menurun karena laju kredit lebih lambat dibandingkan dengan
pertumbuhan laba. Dalam 8 bulan pertama tahun ini, kredit hanya tumbuh
Rp58,25 triliun, sedangkan dana bertambah Rp93,74 triliun. Akibatnya,
Loan To Deposit Ratio (LDR) terkoreksi menjadi 73,95% dari 74,58% pada Desember serta 79,02% pada Agustus 2008. (www.Inaplas.org)
Menurut Simorangkir (2004: 147), batas aman LDR suatu bank
secara umum adalah sekitar 90%-100%. Sedangkan menurut ketentuan
bank sentral, batas aman LDR suatu bank adalah 110%.
Dari uraian di atas, maka besar kecilnya profitabilitas suatu bank
sangat dipengaruhi oleh risiko usaha yang dihadapi bank tersebut. Risiko
bank tersebut meliputi, risiko kredit, risiko modal, risiko likuiditas.
Pada penelitian ini penulis menghitung tingkat profitabillitas
dengan menggunakan Return on Asset (ROA). Hal ini dikarenakan
kemampuan bank dalam menghasilkan laba akan tergantung dari
Posisi Return on Asset (ROA) bank go public selama tahun
2004-2007 dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 1: Posisi Return On Asset (ROA) Bank- bank Go Public tahun
2004-2007 (dalam persentase)
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa rata-rata Return On
Asset (ROA) pada bank go public selama tahun 2004-2007 telah mengalami penurunan yaitu dari 2,67 menjadi 1,87. Hal ini menunjukkan
kinerja profitabillitas bank go public di Indonesia mengalami penurunan,
sehingga perlu dicari tahu apa saja yang menjadi penyebab utama
penurunan tersebut. Penurunan itu terjadi mungkin karena disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya:
a. Tingginya rasio kredit bermasalah (NPL) sehingga bank
membentuk cadangan kerugian kredit bermasalah atau
yang berujung pada pengurangan pendapatan sehingga
berakibat pada turunnya laba.
b. Kualitas kredit yang menurun, sehingga bankMenurunnya
rasio kecukupan modal (CAR) bank.
c. Pertumbuhan kredit yang lambat, sehingga banyak dana yang
menumpuk di bank, karena tidak tersalurkan.
Hal inilah yang menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai bagaimana pengaruh Non Performing Loan (NPL) ,
Capital Adequacy Ratio (CAR) , Loan To Deposit Ratio (LDR) , terhadap tingkat profitabilitas di bank-bank yang go public di Indonesia.
1.2Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini
berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas adalah: Apakah
Non Permorming Loan (NPL), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan To Deposit Ratio (LDR), berpengaruh terhadap Profitabilitas di sektor perbankan yang go public?
1.3Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh Non
1.4Manfaat penelitian
Tercapainya tujuan penelitian yang disebutkan diatas maka hasil penelitian ini
akan mempunyai manfaat diantaranya :
1. Bagi penulis
Penelitian ini sangat berguna bagi penulis untuk menambah
wawasan serta pengetahuan penulis tentang praktek manajemen keuangan
dalam perbankan khususnya tentang masalah yang berkaitan dengan Non
Permorming Loan (NPL), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan To Deposit Ratio (LDR), dengan Profitabilitas (ROA).
2. Bagi perusahaan
Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi dunia
perbankan khususnya bagi pihak manajemen dalam mengambil kebijakan
perbankan.
3. Bagi akademik
Sebagai bahan masukan yang bermanfat bagi kemajuan studi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang profitabilitas perbankan telah
dilakukan juga oleh peneliti terdahulu. Salikah (2008) melakukan
penelitian tentang bagaimana pengaruh likuiditas, efisiensi, dan resiko
kredit terhadap profitabilitas bank-bank yang go public. Penelitian dilakukan terhadap bank-bank yang go public dan telah terdaftar di BEJ. Data penelitian yang digunakan adalah laporan keuangan 26
bank go public yang dijadikan sampel dari tahun 2004-2006. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier beganda. Hasil
penelitian membuktikan bahwa varibel LDR tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas, variabel efisiensi
(BOPO) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas,
dan variabel NPL tidak berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.
Ginanjar (2007) meneliti tentang pengaruh tingkat kecukupan
modal (Capital Adequacy Ratio) terhadap profitabilitas. Penelitian ini dilakukan terhadap bank-bank yang go public dan telah terdaftar di BEJ. Dan sebanyak 15 bank yang dijadikan sampel dari tahun
2005-2006. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
Capital Adequacy Ratio mempunyai hubungan yang moderat (sedang) terhadap tingkat profitabilitas bank. Hal ini bisa dilihat pada hasil
perhitungan koefisien korelasi. Dari perhitungan tersebut diperoleh
nilai koefisien korelasi atau nilai t sebesar 0,41. Hubungan tersebut
bernilai positif (searah) yang berarti jika terjadi penambahan CAR
maka nilai profitabilitas akan naik pula.
Astuti (2008) meneliti tentang pengaruh tingkat kecukupan
modal (CAR) dan likuiditas (LDR) terhadap profitabilitas (ROA).
Penelitian ini dilakukan terhadap bank-bank yang go public dan telah terdaftar di BEJ dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
tingkat kecukupan modal (CAR) dan likuiditas (LDR) terhadap
profitabilitas bank . Sebanyak 4 bank yang dijadikan sampel dari
tahun 2001-2006 yang terdiri dari bank pemerintah dan bank swasta.
Metode yang digunakan adalah metode asosiatif analisis. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian survey. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier beganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat kecukupan modal (CAR) dan Likuiditas
(LDR) berpengaruh signifikan terhadap tingkat Profitabilitas (ROA) .
Suwandhani (2008) meneliti tentang pengaruh tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap profitabilitas bank. Penelitian ini dilakukan terhadap bank-bank yang go public dan telah terdaftar di BEI dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat
penelitian adalah 5 bank yang go public dengan data penelitian berasal dari laporan keuangan masing-masing bank pada periode 2004-2006.
Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier beganda. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Profitabilitas bank.
Sebatiningrum (2006) meneliti tentang Capital Adequacy Ratio (CAR), Likuiditas, dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas
Perusahaaan Perbankan yang Terdaftar di BEJ. Sampel penelitian
adalah 22 bank yang go public. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier beganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada tahun 2004 ROA selalu berfluktuasi di tiap triwulan. ROA yang
naik turun dapat disebabkan karena meningkatnya kredit bermasalah,
penurunan kualitas kredit yang terjadi pada sektor industri dan
tingginya biaya operasional yang ditanggung oleh bank. Secara
simultan diperoleh adanya pengaruh yang signifikan antara besarnya
CAR, LDR dan BOPO terhadap profitabilitas. Sedangkan secara
parsial CAR, LDR dan BOPO berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas, dimana CAR dan LDR berpengaruh positif, sedangkan
BOPO mempunyai pengaruh yang negatif.
Peneliti merasa ada suatu hal yang menarik di balik
permasalahan yang telah dikemukakan oleh peneliti-peneliti
pernah diteliti sebelumnya, namun dengan menggunakan sudut
pandang yang berbeda.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Tinjauan Mengenai Perbankan di Indonesia
Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan
yang melakukan kegiatan berupa pengumpulan danamasyarakat
dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
berbagai bentuk. Di Indonesia sendiri bank adalah prime of source (sumber utama) pembangunan. Pengertian perbankan menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan Bab 1 pasal 1 ayat (1) adalah
sebagai berikut: “Perbankan adalah sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
2.2.1.1Pengertian Bank
Berbagai definisi tentang bank teelah dikemukakan
oleh berbagai kalangan dan ahli. Berikut ini beberapa
pengertian bank antara lain:
Definisi bank dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 10
Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan menurut PSAK no 31 mengenai
akuntansi perbankan disebutkan sebagai berikut: Bank
merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi smemperlancar lalu lintas keuangan
Bank secara sederhana menurut Kasmir (2003: 11)
didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa lainnya
“Dari definisi-definisi di atas jelas terlihat, bahwa
usaha pokok bank adalah menghimpun dana masyarakat
dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman atau
kredit kepada masyarakat yang membutuhkannya. Dengan
demikian bank hanya sebagai perantara antara debitur dan
2.2.1.2Fungsi Bank
Menurut Susilo dan Santoso (2006: 9) secara umum
fungsi utama bank adalah untuk menghimpun dana dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali untuk
berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara spesifik fungsi utama bank adalah:
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah
kepercayaan (trust) baik dalam hal penghimpunan maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi dengan
unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya
tidak akan disalahgunakan oleh bank , uangnya akan
dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut dan
pada saat yang dijanjikan simpanan tersebut dapat
ditarik kembali. Dari bank pihak bank sendiri akan mau
menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur
atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan.
Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan
menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan
mengelola dana pinjamannya dengan baik, debitur akan
tempo dan debitur punya niat baik untuk
mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya
pada saat jatuh tempo.
b. Agent of development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor
moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua
sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling
mempengaruhi. Sektor riil tidak dapat berkinerja
dengan baik apabila sektor moneter tidak dapat bekerja
dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dana
dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya
perekonomian sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan
investasi, distribusi, serta konsumsi barang dan jasa,
mengingat bahwa kegiatan-kegiatan tersebut tidak bisa
dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran
kegiatan-kegiatan tersebut tidak lain adalah kegiatan
pembangunan perekonomian masyarakat.
c. Agent of service
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan
penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran
ditawarkan oleh bank ini erat kaitannya dengan
perekonomian masyarakat umum. Jasa ini antara lain
dapat berupa jasa penitipan uang, penitipan barang
berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian
tagihan.
2.2.1.3Jenis Bank
Dalam praktik perbankan Indonesia terdapat
beberapa jenis perbankan yang diatur dalam
undang-undang perbankan. Namun pada dasarnya kegiatan utama
atau pokok suatu bank itu sama sebagai lembaga keuangan
yang menghimpun dana dan menyalurkannya kepada
masyarakat.
Adapun jenis perbankan menurut Kasmir (2003: 20)
dapat ditinjau dari beberapa segi, antara lain:
a. Segi fungsi
b. Segi kepemilikan
c. Segi status
d. Segi cara menentukan harga
Dari keempat segi tersebut dapat dijelaskan sebagai
a. Segi fungsi
Menurut undang-undang pokok perbankan
nomor 14 tahun 1967 jenis perbakan menurut
fungsinya terdiri dari:
1. Bank umum
2. Bank pembangunan
3. Bank tabungan
4. Bank pasar
5. Bank desa
6. Lumbung desa
7. Bank pegawai
8. dan bank lainnya
Namun setelah keluar UU perbankan nomor
7 tahun 1992 dan ditegaskan kembli dengan
keluarnya Undang-undang RI no 10 tahun 1998
maka jenis perbakan menurut fungsinya terdiri dari:
1. Bank Umum
2. Bank Perkreditan Rakyat
Bentuk bank pembangunan dan bank
tabungan yang semula berdiri sendiri dengan
menjadi bank umum. Sedangkan Bank Desa, Bank
Pasar, Lumbung Desa, dan Bank Pegawai menjadi
Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Pengertian Bank Umum menurut
undang-undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:
Bank umum adalah bank yang melakukan
kegiatan usahanya secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sifat jasa yang diberikan oleh Bank Umum
adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh
jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan
wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh
wilayah Indonesia, bahkan ke luar negeri (cabang).
Kemudian pengertian Bank Perkreditan
Rakyat menurut Undang-undang Nomor 10 tahun
1998 yaitu Bank Perkreditan Rakyat adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
b. Segi kepemilikan
Jenis bank ditinjau dari segi kepemilikan
maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank
tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari segi akte
pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank
yang bersangkutan. Jenis-jenis bank dilihat dari segi
kepemilikan adalah:
1. Bank milik pemerintah
Merupakan bank yang akte pendirian
maupun modal bank ini dimiliki oleh
pemerintah pula. Contoh-contoh bank milik
pemerintah Indonesia antara lain:
a. Bank Negara Indonesia 46 (BNI)
b. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
c. Bank Tabungan Negara (BTN)
d. Bank Mandiri
Kemudian Bank Pemerintah Daerah (BPD)
terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II
masing-masing Propinsi. Modal BPD
sepenuhnya dimiliiki oleh Pemda
lain: BPD DI Yogyakarta, BPD Jawa Barat,
BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, dan BPD
lainnya.
2. Bank Milik Swasta Nasional
Merupakan bank yang seluruh atau sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.
Kemudian akte pendiriannya pun didirikan oleh
swasta, begitu pula dengan pembagian
keuntungannya untuk keuntungan swasta pula.
Contoh bank swasta milik nasional antara lain :
Bank Bumi Putera, BCA, Bank Danamon, Bank
Lippo. Bank Mega, Bank CIMB Niaga, dll.
3. Bank milik koperasi
Merupakan bank yang kepemilikan
sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang
berbadan hukum koperasi. Contoh bank yang
berbadan hukum ini adalah Bank Umum
Koperasi Indonesia (Bukopin).
4. Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank
maupun pemerintah asing. Kepemilikannya pun
jelas dimiliki oleh pihak asing (luar negeri).
Contoh bank asing antara lain: ABN Amro
Bank, American Express Bank, Bank of Tokyo,
Bangkok Bank, City Bank, Hong Kong Bank.
5. Bank Milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki
oleh pihak asing dan pihak swasta nasional.
Kepemilikan sahamnya secara mayoritas
dipegang oleh Warga Negara Indonesia. Contoh
bank campuran antara lain: Bank Finconesia,
Bank Merincorp, Bank Sakura Swadarma, Ing
Bank, Sanwa Indonesia Bank, Sumitomo Niaga
Bank, dll.
c. Segi status
Pembagian jenis bank dilihat dari segi status
disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan
atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini
menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam
melayani masyarakat dalam segi jumlah produk,
modal maupun kualitas pelayanannya. Untuk
dengan kriteria tertentu pula. Jenis bank dilihat dari
segi status adalah sebagai berikut:
1. Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan
transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan
dengan mata uang asing secara keseluruhan
misalnya transfer ke luar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya.
2. Bank Non Devisa
Merupakan bank yang belum mempunyai
izin untuk melakukan transaksi sebagai bank
devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan
transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank
non devisa merupakan kebalikan dari bank non
devisa, dimana transaksi yang dlakukan masih
dalam batas-batas suatu Negara.
d. Segi cara menentukan harga
Ditinjau dari segi menentukan harga dapat pula
diartikan sebagai cara penentuan keuntungan yang
caranya dalam menentukan harga baik harga jual
ataupun harga beli terbagi dalam dua kelompok
yaitu:
1. Bank yang Berdasarkan Prinsip
Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di
Indonesia dewasa ini adalah bank yang
berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini
tidak terlepas dari sejarah Indonesia dimana asal
mula bank Indonesia dibawa oleh colonial
Belanda. Dalam mencari keuntungan dan
menentukan harga kepada para nasabahnya,
bank yang berdasarkan prinsip konvensional
menggunakan dua metode yaitu:
a. Menetapkan bunga sebagai harga, untuk
produk simpanan seperti giro, tabungan,
maupun deposito. Demikian pula harga
untuk produk pinjamannya (kredit) juga
ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga
b. Untuk jasa-jasa jenis bank yang lainnya
pihak perbankan konvensioanal
menggunakan atau menetapkan berbagai
biaya-biaya dalam nominal atau persentase
tetentu sepeti biaya administrasi, biaya
provisi, sewa, iuran dan biaya-biaya lainnya.
Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan
istilah Fee Based.
2. Bank yang Berdasarkan Prinsip Syariah
Bagi bank yang berdasarkan Prinsip Syariah
dalam penentuan harga produknya sangat
berbeda dengan Bank Konvensional. Bank
berdasarkan prinsip syariah menerpakan aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan
lainnya. Penentuan harga atau mencari
keuntungan bagi bank yang berdasarkan Prinsip
Syariah adalah dengan cara:
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musyarakah).
c. Prinsip jual beli dengan memperoleh
keuntungan (murabahah)
d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa
murni tanpa pilihan (ijarah)
e. Atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah waqtina).
Penentuan biaya-biaya jasa bank
lainnya Bagi bank yang berdasarkan Prinsip
Syariah juga sesuai dengan Syariah Islam.
Sumber penentuan harga atau pelaksanaan
kegiatan bank Prinsip Syariah dasar
hukumnya adalah Al-qur’an dan Sunnah
Rasul. Bank berdasarkan prinsip Syariah
mengharamkan penggunaan harga
produknya dengan bunga tertentu.
2.2.1.4 Kegiatan Bank
Menurut Kasmir (2003: 34) bank merupakan lembaga
a. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam
bentuk simpanan. Tujuan utama masyarakat
menyimpan uang adalah untuk keamanan uangnya dan
juga untuk melakukan investasi dengan harapan
memperoleh bunga dari hasil simpanannya. Selain itu
tujuan lainnya adalah untuk memudahkan melakukan
transaksi pembayaran. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, maka bank menyediakan sarana yang disebut
simpanan. Secara umum jenis simpanan terdiri dari
simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), simpanan deposito (time deposit).
b. Menyalurkan dana ke masyarakat
Maksudnya bank memberikan (kredit) kepada
masyarakat. Jenis kredit yang diberikan oleh hampir
semua bank adalah seperti kredit investasi, kredit modal
kerja, dan kredit perdagangan.
c. Memberikan jasa-jasa lainnya
Seperti pengiriman uang (transfer), kliring, penagihan
surat-surat berharga yang berasal dari dalam maupun
2.2.2 Tinjauan Laporan Keuangan Bank
Setiap perusahaan baik bank maupun non bank pada suatu
waktu atau periode akan melaporkan semua kegiatan
keuangannya. Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan
informasi keuangan perusahaan, baik kepada pemilik,
manajemen maupun pihak luar yang berkepentingan terhadap
laporan tersebut.
2.2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan bank
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dalam rangka kerangka dasar
penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan (2004: 2)
adalah merupakan bagian dari pelaporan keuangan yang
lengkap, biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan posisi keuangan, (yang dapat disajikan
dengan berbagaicara misalnya, sebagai laporan arus kas,
atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta
materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan
informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan
tersebut. Misalnya: informasi segmen industri dan geografis
Menurut Kasmir (2003: 239) Laporan Keuangan
Bank adalah laporan keuangan yang menujukkan kondisi
keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini dapat
terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya,
termasuk kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Laporan
ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu
periode.
2.2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan Bank
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2004: 2)
dinyatakan bahwa tujuan laporan keungan untuk tujuan
umum adalah memberikan informasi tentang posisi
keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban (steawardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka.
Sedangkan tujuan laporan keuangan bank menurut
Kasmir (2003: 240) yaitu:
a. Memberikan informasi keuangan tentang aktiva dan
b. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah
kewajiban dan jenis-jenis kewajiban baik jangka pendek
(lancar) maupun jangka panjang.
c. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal
dan jenis-jenis modal bank pada waktu tertentu.
d. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang
tercermin dari jumlah pendapatan yang diperoleh dan
sumber-sumber pendapatan bank tersebut.
e. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu.
f. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan
yang terjadi dalam aktiva, kewajiban dan modal suatu
bank.
g. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen
dalam suatu periode dari hasil laporan keuangan yang
disajikan.
2.2.2.3 Pihak-pihak yang Berkepentingan
Laporan keuangan yang dikelurkan oleh bank akan
memberikan manfaat kepada berbagai pihak .
Masing-masing pihak mempunyai kepentingan dan tujuan sendiri
Adapun pihak-pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap laporan keuangan menurut Kasmir (2003: 241)
adalah sebagai berikut:
a. Pemegang saham
Bagi pemegang saham sebagai pemilik ,
memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan
yaitu untuk melihat kemajuan perusahaan dalam
menciptakan laba dan pengembangan usaha bank
tersebut.
b. Pemerintah
Bagi pemerintah, baik bank-bank
pemerintah maupun bank swasta adalah untuk
mengetahui kemajuan dan kepatuhan bank dalam
melaksanakan akan kebijakan moneter dan
pengembangan sektor industri tertentu.
c. Manajemen
Untuk menilai kinerja manajemen bank
dalam mencapai target–target yang telah ditetapkan.
Kemudian juga untuk menilai kinerja manajemen
d. Karyawan
Untuk mengetahui kondisi keuangan bank,
sehingga karyawan juga merasa perlu
mengharapkan peningkatan kesehjateraan apabila
bank mengalami keuntungan atau sebaliknya
e. Masyarakat luas
Bagi masyarakat luas merupakan suatu
jaminan terhadap dananya yang disimpan di bank.
Jaminan ini diperoleh dari laporan keuangan yang
ada dengan melihat angka-angka yang ada di
laporan keuangan. Dengan adanya laporan
keuangan pemilik dana dapat mengetahui kondisi
bank yang bersangkutan.
2.2.2.4 Jenis-jenis Laporan Keuangan Bank
Seperti lembaga-lembaga lainnya bank juga mempunyai
beberapa jenis laporan keuangan yang disajikan sesuai
SAK. Jenis-jenis laporan keuangan menurut Kasmir
(2003: 243) adalah sebagai berikut:
a. Neraca
Neraca merupakan laporan yang menunjukkan posisi
yang dimaksudkan adalah posisi aktiva (harta), pasiva
(kewajiban dan ekuitas) suatu bank. Penyusunan
komponen di dalam neraca didasarkan pada tingkat
likuiditas dan jatuh tempo.
b. Laporan Komitmen dan Kontijensi
Laporan komitmen dan kontijensi merupakan suatu
ikatan atau kontrak yang berupa janji yang tidak dapat
dibatalkan secara sepihak (Irrovocable) dan harus dilaksanakan apabila yang disepakati bersama dipenuhi.
Contoh laporan komitmen adalah komitmen kredit,
komitmen penjualan, atau pembelian bank dengan
syarat Repurchase Agreement (Repo), sedangkan laporan kontijensi merupakan tagihan atau kewajiban
bank yang kemungkinan timbulnya tergantung pada
terjadi atau tidaknya satu atau lebih peristiwa di masa
yang akan datang. Penyajian laporan komitmen dan
kontijensi disajikan sendiri tanpa pos lama.
c. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan bank
yang menggambarkan hasil usaha bank dalam periode
d. Laporan Arus Kas
Merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek
yang berkaitan dengan kegiatan bank baik yang
berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
kas. Laporan arus kas disusun berdasarkan konsep kas
selama periode laporan.
e. Catatan atas Laporan Keuangan
Merupakan laporan yang berisi tersendiri mengenai
posisi devisa neto menurut jenis mata uang dan
aktivitas lainnya.
2.2.3 Tinjauan Analisis Laporan Keuangan Bank
2.2.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank,
maka dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan
secara periodic. Laporan ini sekaligus menggambarkan
kinerja bank selama periode tersebut. Agar laporan ini
dapat dibaca sehingga berarti, maka perlu dianalisis terlebih
dahulu (Kasmir, 2003: 263).
Menurut Harahap (2002: 190) pengertian analisis
laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan
melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang
mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara
data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan
untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang
sangat penting dalam proes menghasilkan keputusan yang
tepat.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa
analisis laporan keuangan digunakan sebagai alat untuk
membantu dalam pengambilan keputusan, dan dalam
analisis ini, laporan keuangan digunakan sebagai sumber
informasi. Analisis laporan keuangan membantu untuk
mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang keadaan
keuangan perusahaan. Para pengambil keputusan
memerlukan informasi yang relevan sebelum keputusan
diambil.
2.2.3.2 Rasio sebagai Alat Analisis Laporan Keuangan
Dalam mengadakan interpretasi dan analisis laporan
keuangan suatu perusahaan seorang analis memerlukan
adanya ukuran-ukuran tertentu, ukuran yang sering
digunakan adalah rasio. Menurut Harahap (2004: 297) rasio
keuangan adalah angka-angka yang diperoleh dari hasil
lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan
signifikan (berarti).
Menurut Kasmir (2003: 263) terdapat beberapa rasio
keuangan yang dianggap penting dalam menganalisis
laporan keuangan suatu bank:
a. Rasio Likuiditas
b. Rasio Solvabilitas
c. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
Ketiga rasio keuangan tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
a. Rasio Likuiditas
Rasio yang mengukur kemampuan bank untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat
ditagih. Dengan kata lain dapat membayar kembali
pencairan kembali dana deposannya pada saat ditagih
serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah
diajukan. Semakin besar rasio ini semakin likuid suatu
bank. Adapun jenis-jenis rasio likuiditas besrta
1. Quick Ratio
Rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajibannya terhadap para deposan
(pemilik simpanan, giro, tabungan dan deposito)
dengan harta yang paling likuid yang dimiliki oleh
bank.
Quick Ratio = cash assets x 100% Total deposit
2. Investing Policy Ratio
Rasio yang mengukur kemampuan bank dalam
melunasi kewajibannya kepada para deposannya
dengan cara melikuidasi surat-surat berharga yang
dimilikinya
Investing Policy Ratio = securities x 100% Total deposit 3. Assets to Loan Ratio
Rasio untuk mengukur jumlah kredit yang
disalurkan dengan jumlah harta yang dimiliki bank.
Semakin tinggi tingkat rasio menunjukkan semakin
rendah tingkat likuiditas.
4. Cash Ratio
Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam
melunasi kewajibannya yang harus segera dibayar
dengan harta likuid yang dimiliki bank tesebut.
Cash ratio= LiquidAssets x100% ShortTermBrowing
5. Loan to Deposit Ratio
Rasio ini untuk mengukur jumlah komposisi kredit
yang diberikan dengan jumlah dana modal
masyarakat dan modal sendiri yang digunakan.
Loan to Deposit Ratio: Total loans x100% TotalDeposit+Equity
6. Credit Risk Ratio
Rasio ini untuk mengukur resiko terhadap kredit
yang disalurkan dengan membandingkan kredit
macet dengan jumlah kredit yang disalurkan
b. Rasio Solvabilitas
Rasio yang mengukur kemampuan bank mencari
sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Dapat
dikatakan rasio ini merupakan alat ukur untuk melihat
kekayaan bank dalam melihat efisiensi bagi pihak
manajemen bank. Jenis-jenis rasio solvabilitas adalah
sebagai berikut:
1. Primary ratio
Rasio untuk mengukur apakah permodalan yang
dimiliki oleh bank sudah memadai. Atau sejauh
mana penurunan yang terjadi dalam total asset
masuk dapat ditutupi oleh capital equity.
Primary ratio= Equity Capital x100% Total Assets
2. Risk Asset Ratio
Rasio untuk mengukur kemungkinan penurunan risk assets
3. Secondary Risk Ratio
Rasio untuk mengukur penurunan asset yang mempunyai resiko lebih tinggi.
4. Capital Ratio
Rasio untuk mengukur permodalan dan cadangan
penghapusan dalam menanggung perkreditan,
terutama resiko yang terjadi karena bunga gagal
ditagih.
5. Capital Adequacy Ratio
Rasio yang mengukur besarnya kewajiban
penyediaan modal minimum.
c. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
Rasio yang mengukur kemampuan suatu bank untuk
memperoleh laba. Rasio ini untuk mengukur tingkat
bank yang bersangkutan.Rasio rentabilitas/profitabilitas
diantaranya adalah:
1. Gross Profit Margin
Rasio ini digunakan untuk mengetahui presentase
laba dari kegiatan usaha murni dari bank yang
bersangkutan dikurangi biaya-biaya.
2. Net Profit Margin
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasi pokoknya.
3. Return On Equity Capital
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola capital yang ada
untuk mendapatkan income.
4. Return On Total Assets
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
bank dalam mengelola kemampuan aktivanya.
5. Rate returns on Loans
Rasio yang mengukur kemampuan manajemen
dalam mengelola perkreditannya.
2.2.3.3 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Menurut Harahap (2004:195), analisis laporan
keuangan bertujuan untuk :
a. Dapat memberikan informasi yang lebih luas , lebih
dalam dari pada yang terdapat dalam laporan keuangan
biasa.
b. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara
kasap mata (eksplicit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implicit)
c. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam
d. Dapat membongkar hal-hal yang tidak konsisten dalam
hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik
dikaitkan dengan komponen intern mapun kaitannya
dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.
e. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat
melahirkan model-model dan teori-teori yang terdapat
di lapangan seperti untuk prediksi, peningkatan, rating.
f. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para
pengambil keputusan.
g. Dapat menentukan rating (peringkat) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam
dunia bisnis.
h. Dapat menentukan situasi perusahaan dengan
perusahaan lain dengan periode sebelumnya dengan
standar industri normal atau standar ideal.
i. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang
dialami perusahaan, baik posisi keuangan, hasil usaha,
struktur keuangan, dan sebagainya.
j. Dapat memprediksi potensi apa yang mungkin dialami
2.2.4 Kredit
Kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan. Dalam
memberikan kredit kepada debitur, kreditur terlebih dahulu
melakukan penilaian terhadap prestasi masa lalu kondisi
sekarang dan prestasi masa depan calon debitur.
2.2.4.1 Pengertian Kredit
Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa
latin, yaitu "credere", yang berarti kepercayaan.
Maksudnya, pemberi kredit percaya kepada penerima
kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan
dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi penerima
kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai
kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut
sesuai dengan jangka waktunya.
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor
7 tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian kredit diatur
dalam Pasal 1 angka 12, "kredit adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain, yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah
pembagian hasil keuntungan". Sedangkan dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Undang-Undang-Undang-Undang yang
Diubah),
Pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 butir 11,
"Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga".
2.2.4.2 Tujuan Kredit
Pemberian fasilitas kredit mempunyai beberapa
tujuan yang akan dicapai yang tergantung dari tujuan bank
itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak terlepas dari
misi bank itu didirikan.
Dalam praktiknya tujuan pemberian kredit menurut
Kasmir (2003: 105) adalah:
1. Mencari keuntungan bagi bank/kreditur, berupa
pemberian bunga, imbalan, biaya administrasi,
provisi, dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan
2. Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur.
Bahwa dengan adanya pemberian kredit berupa
pemberian kredit investasi atau kredit modal
kerja bagi debitur, diharapkan dapat
meningkatkan usahanya.
3. Untuk membantu Pemerintah. bahwa, dengan
banyaknya kredit yang disalurkan oleh
bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan
pembangunan disegala sektor, khususnya
disektor ekonomi.
Secara garis besar keuntungan besar bagi pemerintah
dengan menyebarnya pemberian kredit oleh dunia
perbankan adalah sebagai berikut:
a. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini kredit
pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan
membutuhkan tenaga kerja baru, sehingga dapat
menyedot tenaga kerja yang masih mengangur.
b. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk
yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat,
diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang
c. Meningkatkan devisa negara, apabila kredit yang
dibiayai untuk kebutuhan ekspor.
d. Meningkatkan jumlah barang dan jasa , jelas sekali
bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan
dapat meningkatkan produksi barang dan jasa yang
beredar di masyarakat, sehingga akhirnya masyarakat
mempunyai banyak pilihan.
e. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh
nasabah dan bank.
2.2.4.3 Fungsi Kredit
Fungsi kredit pada dasarnya adalah pemenuhan jasa
untk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka
melancarkan perdagangan dan melancarkan produksi dan
jasa-jasa bahkan konsumsi yang kesemuanya itu pada
akhirnya ditujukan untuk meningktakan taraf hidup orang
banyak. Adapun fungsi kredit menurut Kasmir (2003:
107-108) adalah:
1. Untuk meningkatkan daya guna uang.
2. Untuk meningkatkan peredaran uang dan lalu lintas
uang.
4. Untuk meningkatkan peredaran barang.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.
6. Kredit dapat mengaktifkan atau meningkatkan
aktifitas-aktifitas atau kegunaan potensi-potensi ekonomi yang
ada.
7. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan
pemerataan pendapatan nasional.
8. Untuk meningktakan hubungan ekonomi internasional.
2.2.4.4 Unsur Kredit
Adapun unsur-unsur kredit yang terkandung dalam
pemberian suatu kredit, menurut Kasmir (2003: 74-76)
adalah sebagai berikut:
a. Kepercayaan yaitu keyakinan pemberik kredit (bank)
bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang
dan jasa akan benar-benar diterima kembali di masa
yang akan datang.
b. Kesepakatan. Di samping unsur kepercayaan di dalam
kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si
pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan
masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya
masing-masing.
c. Jangka waktu. Setiap kredit yang diberikan pasti
memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
menyangkut masa pengembalian kredit yang telah
disepakati.
d. Resiko. Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan
nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal
mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan nasabah
tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti
bencana alam.
e. Balas jasa. Akibat dari fasilitas kredit, bank tentu
mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu.
Keuntungan atas pemberian suatu kredit dan jasa
tersebut yang kita kenal dengan nama bunga bagi bank
yang berprinsip konvensional. Sedangkan bagi bank
yang berprinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan
bagi hasil.
2.2.4.5 Jenis Kredit
Beragamnya jenis usaha mengakibatkan beragam
(2003: 76-79) jenis-jenis kredit dilihat dari beberapa segi
antara lain:
a. Segi Kegunaan
Maksud jenis kredit dilihat dari segi
kegunaannya adalah untuk melihat uang
penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan
dalam kegiatan utama atau hanya kegiatan
tambahan. Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat
dua jenis kredit yaitu:
a. Kredit investasi. Yaitu kredit yang biasanya
digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek atau pabrik baru dimana
masa pemakaiannya untuk satu periode yang
relatif lama dan biasanya kegunaan kedit ini
adalah untuk kegiatan utama perusahaan.
b. Kredit modal kerja. Yaitu kredit yang digunakan
untuk keperluan peningkatan produksi dalam
operasionalnya. Kredit modal kerja merupakan
kredit yang dicairkan untuk mendukung kredit
b. Segi Tujuan Kredit
Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian
suatu kredit, apakah bertujuan untuk diusahakan
kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis
kredit dilihat dari segi tujuan adalah:
a. Kredit produktif. Kredit yang digunakan untuk
peningkatan usaha atau produksi atau investasi.
Maksudnya kredit ini diusahakan sehingga
menghasilkan sesuatu yang baik berupa barang
ataupun jasa.
b. Kredit konsumtif. Merupakan kredit yang
digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara
pribadi.
c. Kredit perdagangan. Merupakan kredit yang
digunakan untuk kegiatan perdagangan dan
biasanya untuk membeli barang dagangan yang
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan
barang dagang tersebut.
c. Segi jangka waktu kredit
Dilihat dari segi jangka waktu, artinya lamanya
diberikan sampai pelunasannya. Jenis kredit ini
adalah:
a. Kredit jangka pendek. Kredit ini merupakan
kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari
satu tahun atau paling lama satu tahun dan
biasanya digunakan untuk keperluan modal
kerja.
b. Kredit jangka menengah. Jangka waktu kredinya
berkisar antara satu tahun sampai tiga tahun.,
kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal
kerja.
c. Kredit jangka panjang. Merupakan kredit yang
masa pengembaliannya paling panjang yaitu di
atas tiga tahun atau lima tahun. Biasanya kredit
ini digunakan untuk investasi jangka panjang
seperti perkebunan karet, dan juga untuk kredit
konsumtif seperti kredit perumahan.
d. Segi Jaminan
Dilihat dari segi jaminan maksudnya adalah
setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus
surat-surat berharga minimal senilai kredit yang
diberikan. Jenis kredit ini antara lain:
a. Kredit dengan jaminan. Merupakan kredit yang
diberikan dengan suatu jaminan tertentu.
Jaminan tersebut dapat berbentuk barang
berwujud ataupun barang tidak berwujud.
Artinya setiap kredit yang dikeluarkan
dilindungi senilai jaminan yang diberikan si
debitur.
b. Kredit tanpa jaminan. Yaitu kredit yang
diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan
melihat propek usaha, karakter serta loyalitas si
calon debitur selama berhubungan dengan bank
yang bersangkutan.
e. Segi Sektor Usaha
Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, oleh karena itu pemberian kredit pun
berbeda-beda pula. Jenis kredit jika dilihat dari
sektor usaha adalah sebagai berikut:
a. Kredit pertanian merupakan kredit yang dibiayai
b. Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan
untuk jangka waktu yang relatif pendek
misalnya, peternakan ayam, dan untuk kredit
jangka panjang yaitu, peternakan sapi dan
kambing
c. Kredit industri, yaitu kredit yang digunakan
untuk membiayai industri pengolahan, naik
industri kecil. menengah, maupun besar.
d. Kredit pertambangan, yaitu jenis kredit untuk
usaha tambang yang dibiayainya , biasanya
dalam jangka panjang.
e. Kredit pendidikan, yaitu kredit kredit yang
diberikan untuk membangun sarana dan
prasarana pendidikan atau dapat pula kredit
untuk para mahasiswa yan sedang belajar.
f. Kredit profesi, yaitu kredit yang diberikan
kepada profesional seperti dosen, doter,
pengacara.
g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai
pembangunan atau pembelian perumahan.
2.2.4.6 Prinsip pemberian kredit
Jaminan yang diberikan nasabah kepada bank
hanyalah merupakan tambahan, terutama untuk melindungi
kredit macet akibat suatu musibah. Akan tetapi, setelah
dilkukan analisa kredit, maka fungsi jaminan kredit
hanyalah untuk berjaga sebelum suatu fasilitas kredit
diberikan maka bank harus merasa yakin terlebih dahulu
bahwa kredit yang dinerikan akan benar-benar kembali.
Keyakinan tesebut diperoleh dari penilaian kredit
sebelum kredit itu disalurkan. Penilaian kredit oleh bank
dapat dilakukan dengan berbagai prinsip untuk mendapat
keyakinan tentang nasabahnya, apakah calon debitur
memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban kepada
bank secara tertib baik pembayaran pokok pinjaman
maupun bunganya sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati.
Menurut Kasmir (2003: 91) Prinsip penilaian kredit
yang sering dilakukan yaitu analisis 5C dan 7P. analisis
penilaian kredit dengan 5 C dijelaskan sebagai berikut:
a. Capacity (kemampuan)
Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam
kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya
menari laba. Sehingga pada akhirnya akan terlihat
kemampuannya dalam membayar kredit yang
disalurkan.
b. Character (watak)
Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada
pihak bank bahwa sifat atau watak dari orang-orang
yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya.
c. Capital (modal)
Untuk mengetahui sumber-sumber pembiayan yang
dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai
oleh bank.
d. Collateral (jaminan/agunan)
Merupakan jaminan calon nasabah baik yang bersifat
fisik maupun non fisik. Fungsi jaminan adalah
pelindung bank dari kerugian
e. Condition of Economic (kondisi ekonomi)
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai dari
kondisi ekonomi sekarang dan untuk masa yang akan
kondisi perekonomian yang kurang stabil sebaiknya
pemberian kredit kepada sekor-sektor tertentu jangan
diberikan terlebih dahulu dan kalaupun jadi diberikan
sebaiknya juga dengan melihat prospek usaha tersebut
di masa yang akan datang.
Sedangkan penilian kredit dengan 7 P adalah:
a. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah dengan
klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu
berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya.
b. Payment
Merupakan ukuran bagaimana nasabah
mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari
sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit
diperolehnya.
c. Purpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah mengambil
kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan
d. Personality
Yaitu menilai nasabah dari kepribadiaanya atau
tingkah lakunya sehari-hari ataupun masa lalunya.
e. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan
nasabah dalam mencari laba.
f. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang
akan datang apakah menguntungkan atau tidak atau
dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya.
g. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga kredit yang
dikucurkan oleh bank namun melalui suatu
perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan
barang atau orang atau jaminan asuransi.
2.2.5 Non Performing Loan
Penyaluran kredit merupakan aktivitas pokok bank, karena
dengan menyalurkan kredit pada debitur, bank memperoleh
karena itu, pemberian kredit harus dapat dikelola dengan baik
yang didukung sistem pengawasan dan pengendalian yang
memadai untuk dapat mengatasi resiko kredit yang timbul.
Bisnis perbankan pada dasarnya tidak bisa lepas dari resiko
kredit berupa tidak lancarnya pembayaran kredit kembali atau
dengan kata lain disebut kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).
2.2.5.1 Pengertian Non Performing Loan
Salah satu resiko yang dihadapi oleh suatu bank
adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang diberikan atau
yang sering disebut resiko kredit. Resiko kredit umumnya
muncul dari berbagai kredit yang masuk dalam kategori
kredit bermasalah. Meskipun resiko kredit tidak dapat
dihindarkan, maka harus diusahakan dalam tingkat yang
wajar yang berkisar antara 3-5% dari total kreditnya. Kredit
yang termasuk dalam kategori NPL adalah kredit kurang
lancar (sub standard), kredit diragukan (doubtful) dan kredit macet (loss). (Dendawijaya, 2003: 82)
Keberadaan NPL yang cukup banyak menimbulkan
kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank
menjaga kreditnya agar tidak berada dalam kategori kredit
bermasalah (NPL).
Bank yang telah berhasil dalam pengelolaan
kreditnya adalah bank yang mampu mengelola NPL dalam
tingkat yang wajar dan tidak merugikan bank. Dengan
meningkatnya NPL maka akibatnya bank harus
menyediakan cadangan penghapusan piutang yang cukup
besar sehingga kemampuan memberikan kredit menjadi
terbatas.
Kredit bermasalah atau Non Performing Loan menurut Siamat (2001: 174) dapat diartikan sebagai
pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat
adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal
diluar kendali debitur.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa suatu kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah
bila tidak dapat kembali sesuai dengan jadwal waktu yang
dijanjikan atau kesepakatan.
2.2.5.2 Perhitungan Non Performing Loan
Untuk menghitung besarnya Non Performing Loan (NPL) suatu bank, maka diperlukan suatu ukuran. Bank
tahunan perbankan nasional sesuai dengan SE BI
No.3/33/DPNP Tanggal 14 Desember 2001 tentang
perhitungan rasio keuangan yang dirumuskan sebagai
berikut:
NPL = Kredit Bermasalah x 100%...Martono (2002: 45)
Total Kredit
2.2.5.3 Penyebab Non Performing Loan
Jika tidak ditangani dengan baik maka kredit
bermasalah atau NPL akan merupakan sumber kerugian
yang potensial bagi bank. Dalam fungsinya sebagai
penyalur dana kepada masyarakat , maka bank sebagai
lembaga perkreditan harus melakukan analisi 5C seperti
yang telah dijabarkan di atas, guna meminimalisir resiko
NPL atau tidak kembalinya kredit.
Menurut Siamat (2001: 175) dari sisi perspektif
bank terjadi kredit bermasalah disebabkan oleh beberapa
faktor yang dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Faktor internal
Faktor internal kredit bermasalah berhubungan
dengan kebijakan dan strategi yang ditempuh oleh
1. Kebijakan perkreditan yang ekspansif
Bank yang memiliki dana (excess liquidity) sering menetapkan kebijakan yang terlalu ekspansif
yang melebihi pertumbuhan kredit secara wajar
yaitu menetapkan sejumlah kredit dalam waktu
tertentu. Keharusan pencapaian kredit yang harus
dicapai mendorong pejabat kredit menepuh langkah
yang agresif sehingga menyebabkan tidak lagi
selektif dalam memilih calon debitur dan kurang
menetapkan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat
dalam menilai permohonan kredit.
2. Penyimpangan dalam Pelaksanaan Prosedur
Perkreditan
Pejabat bank sering tidak mengikuti atau
kurang disiplin dalam menetapkan prosedur
perkreditan sesuai dengan pedoman dan tata cara
pemberian kredit dalam suatu bank.
3. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan
kredit
Lemahnya sistem administrasi dan
pengawasan kredit menyebabkan kredit yang secara
secara dini, sehingga bank terlambat dalam
melakukan pencegahan
4. Lemahnya informasi kredit
Sistem informasi kredit yang tidak berjalan
sebagaimana seharusnya akan memperlemah
keakuratan pelaporan bank yang pada gilirannya
akan sulit melakukan deteksi dini. Hal tersebut
dapat menyebabkan terlambatnya pengambilan
langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah
terjadinya kredit bermasalah.
5. Itikad kurang baik dari pihak bank
Pemilik dan pengurus bank seringkali
memanfaatkan keberadaan banknya untuk
kepentingan kelompok bisnisnya dengan sengaja
melanggar ketentuan kehati-hatian perbankan.
b. Faktor Eksternal
1. Penurunan kegiatan ekonomi dan tingginya bunga
kredit
Penurunan kegiatan ekonomi dapat
disebabkan oleh adanya kebijakan penyejukan
uang yang diberlakukan oleh Bank Indonesia
menyebabkan tingkat bunga naik, yang pada
gilirannya bank tidak mampu membayar pokok
cicilan dan bunga kredit
2. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak
sehat oleh debitur
Persaingan bank yang sangat ketat dalam
penyaluran kredit dapat dimanfaatkan debitur yang
memiliki itikad kurang baik dengan cara
memperoleh kredit melebihi jumlah yang
diperlukan dan untuk usaha yang tidak jelas atau
untuk spekulatif.
3. Kegagalan usaha debitur
Kegagalan usaha debitur dapat terjadi karena
sifat usaha debitur sensitif terhadap pengaruh
eksternal misalnya kegagalan dalam pemasaran
produk, terjadi perubahan harga di pasar, perubahan
pola konsumen dan pengaruh perekonomian
4. Debitur mengalami musibah
Sedangkan menurut Dendawijaya (2003: 102)
kemacetan fasilitas kredit disebabkan dua faktor:
a. Dari pihak perbankan
Dalam hal ini analisis kredit kurang teliti
baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian
dokumen maupun salah dalam melakukan
perhitungan dengan rasio-rasio yang ada.
Akibatnya apa yang seharusnya terjadi, tidak
diprediksi sebelumnya.
b. Dari pihak nasabah
Kemacetan kredit disebabkan dua hal:
1. Adanya unsur kesengajaan.
Artinya nasabah sengaja untuk tidak
mau membayar kewajibannya kepada bank
sehingga kredit yang diberikan dengan
sendirinya macet.
2. Adanya unsur tidak sengaja
Artinya nasabah mempunyai
mampu dikarenakan usaha yang dibiayai
terkena musibah, misalnya banjir,
kebakaran, sehingga mengalami kerugian
2.2.5.4 Implikasi Non Performing Loan
Dampak keberadaan Non Performing Loan yang bersangkutan, tetapi dapat meluas dengan cakupan nasional
apabila tidak ditangani dengan tepat. Menurut Dendawijaya
(2003: 82) dampak Non Performing Loan yang tidak wajar sebagai berikut:
a. Hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan dari
kredit yang diberikan ,sehingga mengurangi perolehan
laba dan berpengaruh buruk pada profitabilitas bank.
b. Rasio kualitas aktiva produktif menjadi semakin besar
yang menggambarkan situasi yang memburuk .
c. Bank harus memperbesar penyisihan untuk
pencadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal ini pada
akhirnya akan mengurangi besar modal bank.
d. Menurunnya kesehatan bank berdasarkan perhitungan
2.2.5.5 Kolektibilitas Kredit
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No
7/2/PBI/2005/Tanggal 27 November 2005 tentang Kualitas
Aktiva Produktif , maka kualitas kredit dapat digolongkan
menjadi:
1. Pass (Lancar) merupakan pembayaran tepat waktu , perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan
serta sesuai dengan persyaratan kredit.
2. Special mention (dalam perhatian khusus) di mana terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga
sampai dengan 90 hari
3. Substandard (kurang lancar) dimana terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga melampaui 90 hari
sampai dengan 180 hari.
4. Doubtfull (diragukan) dimana terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga melampaui 180 hari
sampai dengan 270 hari.
5. Loss (macet) di mana terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga melampaui 270 hari