BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller, pada mulanya bersumber
pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif.
Lalu mereka mendefinisikan bahwa metodologi kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kekhasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Pujileksono,
2015 : 35).
3.2.Objek Penelitian
3.2.1. Profil Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer (lahir di
meninggal di
sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejar
Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam
lebih dari 41 bahasa asing.
Pramoedya dilahirkan di
sebelah timur Pulau Sumatera, sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya
adalah seorang guru, sedangkan ibunya seorang penjual nasi. Nama asli
Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam
koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora.
Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia
menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer"
sebagai nama keluarganya. Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah
Kejuruan Radio di
kabar
Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa
dan kerap ditempatkan di Jakarta pada akhir perang kemerdekaan. Ia menulis
dari program pertukaran budaya, dan ketika kembali ke
anggota
berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya
Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Hal
ini menciptakan friksi antara Pramoedya dan pemerintaha
Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa
Indonesia, kemudian pada saat yang sama, ia pun mulai berhubungan erat dengan
para penulis di Tiongkok. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat-menyurat
dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia,
berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan
pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di
Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa pemerintahan mesti
dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena
pandangan pro-Komunis Tiongkoknya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia
ditahan tanpa pengadilan di
Selain pernah ditahan selama tiga tahun pada masa kolonial dan satu tahun
pada mas
ditahan sebagai
dilarang menulis selama masa penahanannya di
mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul
serial empat kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh utamanya Minke,
bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang
tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat
Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama. Jilid
pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya
diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang
diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.
Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan
satu kali seminggu ke
Selama masa itu ia menulis
berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis
namun tak diizinkan untuk dikirimkan, da
Samuels, diterbitkan di Indonesia ole
Semenj
menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa kali dirinya diserang dan
dikeroyok secara terbuka di koran. Tetapi dalam pemaparan pelukis Joko Pekik,
yang juga pernah menjadi tahanan di Pulau Buru, ia menyebut Pramoedya sebagai
'juru-tulis'. Pekerjaan juru-tulis yang dimaksud oleh Joko Pekik adalah Pramoedya
mendapat 'pekerjaan' dari petugas Pulau Buru sebagai tukang ketiknya mereka.
Bahkan menurut Joko Pekik, nasib Pramoedya lebih baik dari umumnya tahanan
yang ada. Statusnya sebagai tokoh seniman yang oleh media disebar-luaskan
secara internasional, menjadikan dia hidup dengan fasilitas yang lumayan -
apalagi kalau ada tamu dari 'luar' yang datang pasti Pramoedya akan menjadi
'bintangnya'.
Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik
pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis b
wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan
Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan
seksual, mengakhiri tinggal di sana daripada kembali ke Jawa. Pramoedya
membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru
selama mas
Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara
Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari
Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Ramon Magsaysay
Award untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah
dipertimbangkan untuk
untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika
Utara pada 1999 dan memperoleh penghargaan dari Universitas Michigan.
Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah
menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Pada
Pada
pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya. Pameran ini
sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya. Pameran bertajuk Pram,
Buku dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah
diterbitkan di mancanegara. Ada sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke
berbagai bahasa dunia.
3.2.2. Bibliografi Pramoedya Ananta Toer
•
Bar
•
•
(dicekal oleh pemerintah karena muatan komunisme)
•
•
•
•
•
•
•
cerpen
•
Musyawarah Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1953
•
•
•
•
•
•
•
•
•
dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
•
•
triologi tentang keluarga Pramoedya; terbit sebaga
Oktober 1965
•
Darat pada 13 Oktober 1965
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
1995
•
•
•
•
•
•
•
3.3. Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagian isi cerita yang
terdapat dalam novel “Anak Semua Bangsa” karya Pramoedya Ananta Toer, yang
terdiri dari 539 halaman. Sebagian isi cerita yang dimaksud adalah bagian yang
menunjukkan sisi perempuan modern Jawa dari tokoh Nyai Ontosoroh. Novel
Anak Semua Bangsa pertama kali diterbitkan pada tahun 1981. Beberapa bulan
setelah terbit, novel ini dilarang beredar oleh Jaksa Agung saat itu. Penelitian ini
menggunakan novel cetakan September 2011 yang diterbitkan oleh Lentera
Dipantara.
3.4. Kerangka Analisis
Penelitian ini menggunakan pisau analisis semiotika, yaitu semiologi Roland
Barthes. Proses analisis dilakukan dua tingkatan yaitu teks dan konteks. Semiologi
Roland Barthes bertumpu pada pemaknaan denotatif, konotatif, serta mitos yang
terkandung dari teks yang diteliti. Analisis semiotik dipilih sebab dianggap
relevan dan memiliki kekuatan dalam mempelajari hakikat tanda. Saussure
berpendapat bahwa persepsi dan pandangan kita mengenai realitas,
dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Seorang periset harus melakukan kegiatan pengumpulan data. metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan data. metode pengumpulan data ini sangat ditentukan oleh metodologi riset, apakah kuantitatif atau kualitatif (Kriyantono, 2007 : 91). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer, yaitu data unit analisis dari teks-teks yang tertulis pada novel Anak Semua Bangsa.
b. Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mempelajari dan mengumpulan data melalui literature buku, jurnal ilmiah, serta bacaan lain di internet yang relevan dan mendukung penelitian.
3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian untuk
memperoleh temuan-temuan hasil penelitian. Data yang telah dikumpul akan
menuntun peneliti ke arah temuan ilmiah, bila dianalisis dengan teknik-teknik
yang tepat. Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Pujileksono, 2015 :
151).
Penelitian ini akan dianalisis menggunakan analisis semiotika Roland Barthes,
berupa penanda dan petanda, denotasi dan konotasi terhadap sebagian isi novel
Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian akan dilakukan
dengan menganalisis 22 kutipan dalam novel yang menggambarkan sisi
perempuan modern Jawa tokoh Nyai Ontosoroh. Keseluruhan analisis nantinya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Perangkat analisis semiotika akan dipakai pada novel Pramoedya Ananta Toer
yang berjudul Anak Semua Bangsa. Novel yang dibuat saat pengarang masih
dalam masa pengasingan di Pulau Buru ini merupakan buku kedua dari tetralogi
Buru yang bercerita tentang kehidupan seorang pribumi terdidik yang berlatar
Hindia Belanda pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Dalam buku kedua
diceritakan tokoh utama tinggal dengan ibu mertuanya yang merupakan seorang
Nyai dari Herman Mellema, seorang bekas Administratur Pabrik Gula Tulangan.
Seorang perempuan Jawa yang diangkat menjadi gundik dan mendapatkan
pendidikan Eropa dari Tuannya. Bukan hanya kebiasaan dan tata krama Eropa
yang ia dapat dan terapkan, namun juga pemikiran yang menjadikannya lebih
berani dibanding perempuan Jawa terdidik lainnya. Hal inilah yang membuat
peneliti semakin tertarik untuk menelitinya.
Adapun kutipan isi novel yang akan diteliti adalah kutipan yang berisi tentang
pendapat tokoh lain maupun dialog dari Nyai Ontorosoh sendiri yang
menunjukkan sisi perempuan modern Jawa yang ada pada tokoh Nyai Ontosoroh.
Dari keseluruhan isi novel, peneliti memilih 22 kutipan yang menunjukkan sisi
perempuan Jawa modern dari diri Nyai Ontosoroh. Kemudian peneliti akan
mencoba menggali makna denotasi dan konotasi melalui perangkat analisis
semiologi Roland Barthes.
Berikut daftar 22 kutipan yang akan diteliti:
Tabel IV.1
Daftar Kutipan
No Kutipan Halaman
1 “Memang, sudah selesai dengan kekalahan kita, tetapi tetap
ada azas yang telah mereka langgar. Mereka telah tahan
kita di luar hukum. Jangan kau kira bisa membela sesuatu,
apalagi keadilan, kalau tak acuh terhadap azas, biar
sekecil-kecilnya pun...”
4
kudengarkan dengan setengah hati, “kau harus bertindak
terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau sebagian
dari milikmu, sekali pun hanya segumpil batu yang
tergeletak di bawah jendela. Bukan karena batu itu sangat
berharga bagimu, azasnya: mengambil milik tanpa ijin:
pencurian; itu tidak benar, harus dilawan. Apalagi.
Pencurian terhadap kebebasan kita selama beberapa hari
ini.”
3 Tidak lain dari Mama yang mengatakan: nama berganti
seribu kali dalam sehari, makna tetap. 26
4 “Tidak, Nak, ini perbuatan manusia. Direncanakan oleh
otak manusia, oleh hati manusia yang degil. Pada manusia
kita harus hadapkan kata-kata kita. Tuhan tidak pernah
berpihak pada yang kalah.”
54
5 Memang sekali ia pernah bilang: tak ada guna menyewa
tenaga Eropa kalau Pribumi bisa melakukan. 58
6 “... Dan engkau tahu perusahaan ini pada suatu kali akan
diambil oleh orang lain yang dianggap lebih berhak oleh
Hukum. Aku hendak membuka perusahaan baru....”
97-98
7 “Bagaimana bisa orang berbohong dalam tulisan semacam
ini? tulisan yang harus dihormati karena dibaca oleh ribuan
orang?”
100
8 “Kau dididik untuk menghormati dan mendewakan Eropa,
mempercayai tanpa syarat. Setiap kau melihat kenyataan
adanya Eropa tanpa kehormatan, kau lantas jadi sentimen.
Eropa tidak lebih terhormat daripada kau sendiri, Nak!
Eropa lebih unggul hanya di bidang ilmu, pengetahuan dan
pengendalian diri. Lebih tidak. Lihatlah aku, satu contoh
yang dekat – aku, orang desa, tapi juga bisa sewa
orang-orang Eropa yang ahli. Juga kau bisa. Kalau mereka bisa
disewa oleh siapa saja yang bisa membayarnya, mengapa
iblis takkan menyewanya juga?”
9 “... Eropa tidak hebat dengan nama, dia
berhebat-hebat dengan ilmu dan pengetahuannya. Tapi si penipu
tetap penipu, si pembohong tetap pembihing dengan ilmu
dan pengetahuannya.”
102
10 “Seluruh dunia kekuasaan memuji-muji yang kolonial.
Yang tidak kolonial dianggap tak punya hak hidup,
termasuk mamamu ini. berjuta-juta ummat manusia
menderitakan tingkahnya dengan diam-diam seperti
batukali yang itu juga. Kau, Nak, paling sedikit harus bisa
berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari
siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam
ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di
kemudianhari. Dan kolonial itu, kan itu persyaratan dari
bangsa pemenang pada bangsa yang dikalahkan untuk
menghidupinya? – suatu persyaratan yang didasarkan atas
tajamnya dan kuatnya senjata?”
111-112
11 Pada kita dia telah tampilkan Eropa dan Amerika sebagai
petualangan-petualangan jahat, Nak. Sekiranya mereka tak
punya meriam, apakah ada kehormatan pada mereka?”
122
12 Gelumbang tangisnya memuncak lagi, dengan suara
tertahan, menghiba-hiba, tangis seorang wanita yang keras
hati, berani dan berpengalaman, terpelajar dan
cerdas-tangis seorang yang menyadari telah membangun di atas
lumpur.
308
13 “Dengan mengenal bahasa Belanda, mereka akan kurang
takut menghadapi Belanda, dengan tahu berhitung mereka
takkan terkena tipu...”
339
14 ... Mama, wanita yang kukagumi dalam hidupku, kau, yang
dalam tanganmu aku seakan segumpal lempung yang dapat
kau bentuk sebagaimana kau kehendaki, yang dapat
mengungkap hal-hal besar, yang dapat menggarap banyak
soal sekaligus, yang cerdas dan terpelajar, yang mendahului
jaman, ...
15 Ya, aku sekarang ingat pada Nyai. Ia pun menggaji
orang-orang Eropa untuk kepentingan perusahaannya. Mereka
datang atas panggilannya. Malah Mr.Deradera
Lelliobuttockx diusirnya berdepan-depan karena tidak
menguntungkan. Seorang Pribumi mengusir orang Eropa!
Betapa banyak yang telah dipelajarinya dari Tuan Mellema.
416
16 “Dia sudah sampai ke tempat yang ditujunya sendiri. Aku
kira itu lebih baik. Setidak-tidaknya cita-citanya telah
terlaksana: jadi pelaut, berlayar, mengelilingi dunia.”
443
17 Namun aku sekarang mengerti sepenuhnya mengapa Mama
tak memberi aku uang saku. Mama hendak mengajar aku
mendapatkan uang sendiri dari tenaga kerjaku, dan aku
segan bekerja. Berbahagialah Annelies yang mau dan
mengerti maksud didikanmu.
448
18 Mama berkukuh menolak memberikan keterangan yang
bisa jadi petunjuk ke arah kebijaksanaannya sebagai
pemimpin dan pemilik perusahaan.
460
19 “Dalam pelik-pelik kehidupan ini, memang apa yang
pernah kau pelajari di sekolah hanya permainan
kanak-kanak. Kau sudah cukup dewasa, untuk mengerti hukum
serigala yang berlaku dalam kehidupan, di antara mereka,
juga di antara kita sendiri. Sebentar lagi kau akan lihat, apa
yang kukatakan ini tidak meleset dan tidak akan meleset.”
462
20 Di Wonokromo, seorang perempuan, sendirian, harus
menghadapi lawan dewa pembangunan dan dewa sukses
sekaligus. Secara hukum perempuan yang bediri sendiri itu
telah dirampas dari anak dan hartabendanya, keringat, jerih
dan payahnya. Ia tak punya kekuatan hukum. Ia tak pergi
ke tempat di mana Nederland memanggil. Dan ia hanya
didampingi oleh seorang plonco bernama Minke dan
seorang Darsam yang telah kehilangan kehebatannya dalam
bermain parang. Kekuatan apa lagi yang masih tercadang
dari tiga orang ini dalam menghadapi Ir.Maurits Mellema
yang sedang diurap kejayaan?
21 “orang rakus harta-benda selamanya tak pernah membaca
cerita, orang tak berperadaban. Dia takkan pernah
perhatikan nasib orang. Apalagi orang yang hanya dalam
cerita tertulis.”
512
22 “... Melarikan diri adalah kriminal. Sia-sia semua
pendidikan dan pengalamanmu. Aku percaya kau bukan
pelarian.”
340
Dari 22 kutipan tersebut peneliti membaginya menjadi tiga kelompok
berdasarkan model ideal perempuan modern Jawa yang telah dibahas di BAB
sebelumnya:
1. Keibuan
2. Terdidik
3. Peran ganda
Namun dalam pengelompokannya, peneliti tidak menutup satu kutipan yang
mencakup lebih dari satu kategori. Berikut pembahasan kutipan yang terpilih
berdasarkan pengelompokannya.
4.1.1. Keibuan
Dalam pengelompokan ini, terdapat tujuh kutipan yang dibahas
Tabel IV.2
Makna Denotasi dan Konotasi Keibuan
No Kutipan Halaman
1 “Tidak, Nak, ini perbuatan manusia. Direncanakan
oleh otak manusia, oleh hati manusia yang degil. Pada
manusia kita harus hadapkan kata-kata kita. Tuhan
tidak pernah berpihak pada yang kalah.”
Denotasi
“Tidak, Nak, ini sesuatu yang dilakukan manusia.
Dirancang oleh Manusia yang memikirkan rencana
tersebut. Manusia yang keras kepala dan tidak mau
menuruti nasehat orang. Menghadapi manusia harus
dengan mengutarakan pendapat lewat kata-kata. Tuhan
berpihak pada mereka yang menang.
Konotasi
Suatu hal terjadi bukan hanya mutlak karena ketentuan
takdir, namun ada campur tangan manusia yang
menjadikannya demikian. Bagaimana pun beraninya
manusia, campur tangan Tuhan tidak bisa dilupakan.
Namun Tuhan lebih menyenangi orang-orang yang
berusaha dalam mencapai takdirnya. Maka dari itu
meski bukan kapasitas manusia untuk menentang
takdir Tuhan, namun untuk membela diri di hadapan
manusia, haruslah dengan gagasan dan perkataan yang
lebih baik.
2 Gelumbang tangisnya memuncak lagi, dengan suara
tertahan, menghiba-hiba, tangis seorang wanita yang
kerashati, berani dan berpengalaman, terpelajar dan
cerdas-tangis seorang yang menyadari telah
membangun di atas lumpur.
308
Denotasi
Gerakan beruntun-runtun ungkapan perasaan sedih
dengan mencucurkan air mata dan mengeluarkan suara
tersedu-sedunya meningkat tinggi-tinggi lagi, beserta
suara terhambat, menimbulakn rasa belas kasihan,
ungkapan perasaan sedih satu orang perempuan yang
tidak lekas putus asa, mempunyai hati yang mantap
dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi
pelajaran (di sekolah) dan sempurna perkembangan
akal budinya - ungkapan perasaan sedih satu orang
yang mengetahui sudah bangkit berdiri di atas tanah
lunak yang berair.
Konotasi
Menangis adalah kekuatan terakhir seorang
perempuan. Bukan menandakan mereka lemah, tapi
untuk sedikit melepaskan beban. Nyai Ontosoroh
digambarkan sebagai seorang yang teguh, berani dan
berpengalaman, namun hatinya tetap lembut. Ia
menangisi perusahaan yang telah ia bangun ternyata
bermodalkan uang yang bukan haknya.
Lumpur dimaknakan sebagai suatu yang kotor dan
menenggelamkan karena sifatnya yang tidak padat.
Semakin lama berdiri di atas lumpur maka akan
semakin tenggelam di dalamnya dan semakin kotor.
Nyai ingin menghentikan kesalahan yang selama ini
ternyata telah meliputi perusahaannya.
3 “Dengan mengenal bahasa Belanda, mereka akan
kurang takut menghadapi Belanda, dengan tahu
berhitung mereka takkan terkena tipu...”
339
Denotasi
“Dengan mengetahui percakapan Belanda, mereka
akan sedikit merasa gentar bertemu muka dengan
orang Belanda, dengan mengerti mengerjakan
hitungan mereka tidak akan sudah kena kecoh...”
Konotasi
Keterbatasan bahasa menjadi alasan yang memperkuat
ketakutan pribumi pada orang Belanda. Pendidikan
bahasa dan berhitung hanya bisa didapat di bangku
sekolah yang diperuntukkan untuk golongan tertentu.
Belanda bukanlah golongan yang mampu dan
diperbolehkan mengenyam pendidikan. Minimnya
pendidikan yang dimiliki pribumi tersebut menjadikan
kekuasaan orang Belanda semakin besar dan disegani.
Dengan mudah pribumi dirugikan dengan upah yang
tidak sesuai dengan hak yang seharusnya mereka
terima.
Sama halnya dengan kekhawatiran setiap individu
akan suatu hal baru. Orang akan cenderung waspada
pada apa yang baru pertama kali mereka temui.
Pengetahuan yang cukup atas objek tersebut akan
mengurangi rasa khawatir maupun takut yang pernah
ada.
4 “... Melarikan diri adalah kriminal. Sia-sia semua
pendidikan dan pengalamanmu. Aku percaya kau
bukan pelarian.”
340
Denotasi
“... menyelamatkan diri identik dengan berkaitan
dengan pelanggaran hukum. Tidak ada gunanya segala
upaya pengajaran dan pelatihan dan yang pernah kau
alami. Aku yakin kau sebenarnya tidak perihal
melarikan diri.”
Konotasi
Tidak berharga gelar yang dimiliki seseorang jika ia
tidak bertanggung jawab atas kewajibannya.
Pendidikan dan jabatan yang tinggi tidak menjamin
sikap seseorang akan dapat dipercaya dan dapat
bertanggung jawab sepenuhnya. Orang yang lari dari
tanggung jawab merupakan orang yang hanya
memikirkan diri sendiri. Sedangkan sebagai manusia
seseorang tidak dapat hidup tanpa berhubungan
mempertanggung jawabkan tindakannya dihadapan
orang lain.
5 ... Mama, wanita yang kukagumi dalam hidupku, kau,
yang dalam tanganmu aku seakan segumpal lempung
yang dapat kau bentuk sebagaimana kau kehendaki,
yang dapat mengungkap hal-hal besar, yang dapat
menggarap banyak soal sekaligus, yang cerdas dan
terpelajar, yang mendahului jaman, ...
378
Denotasi
... Mama, perempuan yang aku herani dengan rasa
memuji dalam hidupku, kau, yang dalam tanganmu
aku seperti sebongkah tanah liat yang mampu kau
bangun sebagai halnya kau inginkan, yang mampu
membuka perkara besar, yang mampu mengerjakan
tidak sedikit masalah pada saat yang sama, yang
sempurna pekembangan akal budinya dan telah
mendapat pelajaran (di sekolah), yang lebih maju dari
masa.
Konotasi
Segumpal lempung dijadikan analogi yang
menggambarkan bagaimana Nyai dapat membentuk
pribadi seseorang menjadi lebih baik lewat ajarannya.
Menjadi pencerah bagi banyak orang akan perubahan
besar yang dibawanya. Pribadi yang mampu
menghadapi banyak permasalahan tanpa menjadi
kesusahan. Tidak hanya pintar dalam pendidikan
namun juga unggul dalam pola pikir dan sikap yang
terhormat. Tidak hanya dapat mengikuti
perkembangan zaman, namun juga berpikir jauh
kedepan.
6 “Dia sudah sampai ke tempat yang ditujunya sendiri.
Aku kira itu lebih baik. Setidak-tidaknya cita-citanya
telah terlaksana: jadi pelaut, berlayar, mengelilingi
dunia.”
Denotasi
Dia telah mencapai ke tempat yang dijadikan
maksudnya sendiri. Aku sangka itu semakin patut.
Sekurang-kurangnya keinginannya sudah dapat
dilaksanakan : menjadi orang pekerjaannya berlayar di
laut, mengarungi lautan, mengitari bumi dengan segala
sesuatu yang terdapat di atasnya.”
Konotasi
Cita-cita merupakan hal yang menjadikan manusia
memiliki tujuan untuk tetap bertahan hidup.
Memperjuangkan cita-cita adalah kewajiban yang
harus dilakukan para pengejar mimpi. Menjadi
manusia yang biasa-biasa saja - dengan kata lain hidup
hanya sekedar hidup tanpa mimpi dan impian - adalah
sebuah kesia-siaan. Tidak ada yang lebih terhormat
dibandingkan menghargai impian mulia seseorang.
Bagaimana pun buruknya sikap seseorang, jika ia
mempertahankan impiannya maka perjuangannya
patut dihargai.
Sebagai seseorang yang berpikiran terbuka, Nyai
sangat menghargai orang yang memperjuangkan
cita-citanya. Ia menganggap memiliki impian dan
memperjuangkannya adalah sebaik-baiknya memiliki
tujuan hidup. Semua manusia pada akhirnya akan mati,
namun manusia yang telah mewujudkan impiannya
tidak mati dengan sia-sia.
7 Namun aku sekarang mengerti sepenuhnya mengapa
Mama tak memberi aku uang saku. Mama hendak
mengajar aku mendapatkan uang sendiri dari tenaga
kerjaku, dan aku segan bekerja. Berbahagialah
Annelies yang mau dan mengerti maksud didikanmu.
Denotasi
Tetapi aku kini memahami seluruhnya alasan Mama
tidak membagikan aku uang jajan. Mama bermaksud
memberi pelajaran aku memperoleh uang sendiri
disebabkan oleh kegiatan bekerjaku, dan aku malas
melakukan suatu pekerjaan. Dalam keadaan
bahagialah Annelies yang sudi dan memahami tujuan
cara mendidikmu.
Konotasi
Nyai mendidik anak-anaknya untuk menjadi mandiri
dengan cara meminta mereka bekerja di perusahaan
miliknya. Seseorang harus berusaha untuk bisa
mendapatkan apa yang ia inginkan tidak dengan
meminta, nilai inilah yang ingin ditanamkan Nyai
Ontosoroh pada anak-anaknya. Meski kebutuhan
sehari-hari Annelies dan Robert (anak-anak Nyai
Ontosoroh) sudah dipenuhi, namun Nyai tetap
menggaji mereka sama seperti ia menggaji orang yang
bekerja untuknya.
Sosok perempuan tidak dapat dilepaskan dari peran domestik yang sudah
melekat juga dilekatkan oleh masyarakat padanya, menjadi ibu. Seorang ibu tidak
dapat dilepaskan dari tugasnya sebagai pengelola rumah tangga dan pendidik bagi
anak-anaknya. Maka tidak heran jika anak-anak akan cenderung lebih dekat
dengan ibunya.
Dalam budaya Jawa dikenal istilah mbok-mboken. Ungkapan mbok-mboken
itu digunakan untuk menganalisis sebuah konstruksi mental Jawa, tetapi ungkapan
itu sesungguhnya merepresentasikan satu bentuk kontinuitas masyarakat Jawa
untuk melestarikan tempat perempuan di dunia sosial ini. Konstruksi mental itulah
yang menjadi struktur dasar idealisasi perempuan Jawa sekaligus
merepresentasikan juga sebuah dasar moral masyarakat Jawa (Permanadeli, 2015 :
Seperti yang disebutkan dalam bukunya, Permanadeli menilai martabat atau
nilai seorang perempuan sebagai seorang ibu terletak dalam tindakan dan
perkataan. Mulder (dalam Permanadeli : 2015) menceritakan kekagumannya
ketika mendengar laki-laki dari berbagai tempat menggunakan eulogi ‘ibuku’.
Mulder mendapati perempuan sebagai sumber pembentukan struktur psikologis
dan juga sekaligus menjadi Superego. Dari sumber itulah rupanya konsepsi
kehidupan dan juga konsepsi moral berasal.
Peran seorang ibu tidak hanya selalu mengenai bagaimana ia mengurus dan
melindungi anaknya, namun juga bagaimana ia mendidik anaknya tentang
kehidupan yang tidak diajarkan di bangku sekolah. Seperti yang dilakukan Nyai
Ontosoroh kepada tokoh utama, Minke. Nyai Ontosoroh banyak mengajarkan
niai-nilai moral dan bagaimana harus bersikap dalam menghadapi persoalan
hidup. Kumpulan kutipan di atas menunjukkan bagaimana Nyai Ontosoroh
mendidik orang-orang di sekitarnya, khususnya Minke, lewat tindakan dan
pemikiran. Peran perempuan yang menanamkan nilai-nilai moral dilakukannya
dengan memberikan ajaran tentang berkehidupan.
Kutipan kedua menunjukkan, dengan semua didikan dan pengalaman yang
menjadikannya perempuan tangguh, tidak menutup dan mematikan sisi lembut
pada Nyai. Lemah lembut yang biasanya menjadi ciri kelemahan perempuan
justru menjadi kekuatan yang menegaskan perempuan memiliki kekuatan lebih
pada perasaan lembutnya.
Sikap merasa bersalah yang ditunjukkan Nyai atas tindakannya menunjukkan
ia bukan sosok yang egois dan keras hati. Ia peduli pada nasib orang-orang yang
ternyata ia rugikan dan tidak melarikan diri dari tanggung jawab atas kesalahan.
Rasa tanggung jawab juga diajarkan Nyai pada kutipan ke-empat. Nyai
menanamkan bahwa tanggung jawab tidak bergantung pada status pendidikan
maupun jabatan seseorang, melainkan kewajiban setiap orang.
Nyai juga mengajarkan betapa pentingnya ajaran moral dan pendidikan untuk
bekal masa depan. Seperti Nyai yang mendidik anak-anaknya untuk mandiri sejak
atas ketidaktahuan mereka akan bahasa dan ilmu hitungan. Ilmu adalah bekal
masa depan yang tidak akan habis pakai.
Jika pada masa itu seorang ibu, khususnya di kalangan priyayi, akan
menyerahkan anak-anaknya untuk diasuh oleh pengasuh dan membedakan asuhan
terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Maka Nyai mendidik anak-anaknya
untuk ikut membantu pekerjaan di perusahaan miliknya tanpa membedakan
perempuan ataupun laki-laki. Di samping Nyai juga memberikan hak
anak-anaknya untuk bersekolah di sekolah formal.
Nyai tidak memanjakan anak-anaknya juga orang-orang yang ia sayangi
dengan memberikan kemudahan materi yang dapat menjadi sumber kemalasan
mereka nantinya. Juga rasa bergantung pada dirinya. Sikap mandiri yang ia
tanamkan tidak hanya diajarkan lewat kata-kata yang membosankan. Namun
lewat tindakan. Begitu pula dengan ajaran moral lainnya. Ia menjadikan dirinya
contoh nyata dari ajaran-ajaran yang ia berikan.
Sebagai ibu yang baik, seorang perempuan tidak hanya harus mampu
memberikan keturunan, tetap juga mampu menghasilkan anak-anak yang berguna.
Pengasuhan anak-anak yang dilahirkan menjadi tanggung jawab perempuan,
sehingga kenakalan anak-anak dianggap sebagai tanda dari kegagalan perempuan
di dalam mengurus anak. Sistem kosmologi semacam ini telah menjadi blue-print
yang tidak hanya mempengaruhi sikap dan perilaku sosial laki-laki terhadap
perempuan, tetapi juga menentukan bagaimana perempuan mengambil tempat dan
peran di dalam keseluruhan proses sosial (Abdullah, 1997 : 7).
Ia tidak menjadikan kehebatannya hanya untuk dirinya sendiri. Ia ingin orang
lain juga bisa menjadi lebik baik lewat berbagi pandangan. Ia mengajarkan hal-hal
baik pada orang-orang di dekatnya tanpa bersikap menggurui. Yang ia lakukan
adalah memberi contoh langsung lewat tindakan dan pemikirannya. Karena itu,
meskipun kedua anaknya telah meninggal, Nyai tetap menjalankan peran seorang
ibu untuk orang-orang disekitarnya.
Nyai menunjukkan sikap terbuka terhadap pentingnya impian untuk setiap
hanya sebatas mimpi penyenang hati, bukan untuk diperjuangkan. Sebab masa
depan bukanlah hal yang dapat mereka pilih dan tentukan jalannya. Ada orangtua
yang akan memilihkan jalan untuk anak-anaknya.
Anak perempuan sebelum kawin memiliki kewajiban bekti(mengabdi) kepada
orangtua. Setelaah menikah, pengabdian sebagai anak bertambah dengan wajib
bekti kepada mertua. Dalam Serat Wulangreh dijelaskan bahwa dalam
kedudukannya sebagai anak, perempuan dan laki-laki harus berbakti kepada orang
tua maupun mertua. Disebut juga bahwa bapak/ibu adalah sebagai perantara anak
lahir ke dunia. Mereka pula yang menuntun anak dapat menikmati kehidupan ini
dan mendapatkan berbagai kepandaian walaupun pada hakikatnya semua itu
datang dari Tuhan (Sukri, 2001 : 69-70).
Bakti kepada orang tua (termasuk kepada mertua), kakek, nenek, dan sanak
saudara, merupakan keharusan dan jika tidak dilaksanakan berarti ia telah berbuat
durhaka. Orang yang durhaka kepada orang tua akan mengalami kesengsaraan
dalam hidupnya (Sukri, 2001 : 71). Perintah berbakti kepada orang tuasudah
ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil. Mereka percaya tindakan yang
menentang kehendak orangtua akan memicu kesengsaraan dalam kehidupan
mereka kelak. Maka akan lebih baik jika selalu menuruti kehendak orang tua demi
kehidupan yang diharapkan tetap baik di kemudian hari, meskipun hal tersebut
berkaitan dengan penentuan masa depan mereka.
Namun Nyai berkeyakinan bahwa setiap manusia berhak dan wajib
memperjuangkan impiannya. Impian yang menjadikan hidup seseorang memiliki
tujuan agar tidak hanya sekedar hidup sia-sia tanpa suatu pencapaian berarti atau
tanpa menjadi bermanfaat untuk orang lain.
Pada kutipan pertama diberikan gambaran, meskipun penulis menggambarkan
Nyai Ontosoroh sebagai sebagai sosok yang tangguh dan tidak takut pada
kekuasaan dan kekuatan Belanda, Nyai tetap mengingat hakikat dirinya sebagai
seorang hamba ciptaan Tuhan. Sebagai hamba, manusia tidak akan mampu
melawan dan menentang ketetapan Tuhan. Dalam hidup manusia tetap harus
adalah apa yang menjadikan mereka ada. Dari semua ajarannya tentang
kehidupan, ia tetap mendidik menantunya untuk tidak lupa akan Tuhan.
Sifat keibuan yang melekat dalam tokoh Nyai Ontosoroh digambarkan lewat
cara dan sikapnya mendidik orang-orang di sekitarnya. Karena hakikat seorang
ibu adalah menjadi pendidik untuk anak-anaknya. Nyai Ontosoroh melakukannya
lebih baik dengan tidak hanya mendidik anak-anak kandungnya saja, melainkan
orang-orang yang ia sayangi. Bahkan gerak dan pemikirannya menjadi ajaran dan
pengetahuan baru bagi orang lain.
Tanpa sadar Nyai menjadikan dirinya sebagai guru tentang kehidupan bagi
orang-orang di sekitarnya. Pelajaran yang diberikan bukan lewat nasihat panjang
ataupun kelas khusus, melainkan dengan keberadaannya sebagai Nyai Ontosoroh,
seorang manusia bukan gundik bermoral rendah. Nyai mengajarkan untuk
menjadi manusia, bukan bagaimana menjadi manusia.
Seorang ibu selalu berharap dan mengusahakan yang terbaik untuk
anak-anaknya. Untuk kasus Nyai Ontosoroh dalam buku ini, ia mengusahakn yang
terbaik untuk orang-orang yang ia sayangi. Seperti yang ia lakukan pada Minke, ia
berusaha untuk menjadikan Minke manusia yang lebih baik. Dengan
memberikannya pengetahuan baru yang lebih luas. Tentang kehidupan yang
berlaku di Hindia Belanda dan apa yang tidak pernah didapatkannya di bangku
sekolah.
Pendidikan pertama yang didapat setiap orang adalah dari ibunya sendiri.
Sekalipun hanya belajar berbicara dan belajar. Nyai Ontosoroh melampauinya
dengan memberikan semua pelajaran yang ada pada dirinya. Usaha terbaik yang
dapat dilakukannya sebagi seorang ibu yang mendidik. Kasih sayang dan
kehangatan seorang ibu ia salurkan dengan memenuhi dengan tuntas perannya
sebagai pendidik.
Gambaran ideal perempuan Jawa serta perannyayang lebih banyak diposisikan
dalam kedudukannya sebagai ibu rumah tangga. gambaran ideal serta peran
perempuan Jawa sebagaimana ditulis oleh para pujangga keraton dalam
sedemikian rupa sehingga berbeda dengan peran dan kedudukan kaum laki-laki
(Sukri, 2001 : 88).
Jika membandingkan hasil penelitian Permanadeli dan gambaran perempuan
ideal Jawa yang diterjemahkan Sukri lewat serat serat ajaran Jawa dalam
bukunya, tidak jauh berbeda. Sifat keibuan tetap menjadi tolak ukur perempuan
Jawa ideal. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari cara pandang serta budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial hingga kini. Dengan kata
lain, pandangan budaya Jawa masih tidak berubah dalam memandang peran
perempuan.
4.1.2. Terdidik
Dalam pengelompokan ini, terdapat 12 kutipan yang dibahas
Tabel IV.3
Makna Denotasi dan Konotasi Terdidik
No Kutipan Halaman
1 “Memang, sudah selesai dengan kekalahan kita, tetapi
tetap ada azas yang telah mereka langgar. Mereka telah
tahan kita di luar hukum. Jangan kau kira bisa membela
sesuatu, apalagi keadilan, kalau tak acuh terhadap azas,
biar sekecil-kecilnya pun...”
4
Denotasi
“Sebenarnya, telah habis dengan kekalahan kita, tapi ada
dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat yang sudah mereka tentang. Mereka sudah
hentikan kita yang tidak merupakan bagian dari peraturan
resmi. Hendaknya tidak kau sangka mampu memihak
untuk melindungi sesuatu, lebih-lebih perlakuan yang adil,
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, meskipun
kurang berarti...”
Konotasi
Mengakui kekalahan merupakan tindakan mulia dalam
pertentangan. Terlebih mengakui kekalahan dari orang
yang melakukan kecurangan. Lebih baik kalah dengan
tanpa melanggar suatu ketetapan dari pada menang dengan
cara yang tidak adil. Dalam membela dan mendapatkan
keadilan, haruslah memperhatikan ketetapan yang sudah
ada. Hal sederhana sekalipun akan menjadi sangat penting
untuk menegakkan keadilan.
2 “Lihat, biar kau kaya bagaimana pun,” ia memulai dan
kudengarkan dengan setengah hati, “Kau harus bertindak
terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau sebagian
dari milikmu, sekali pun hanya segumpil batu yang
tergeletak di bawah jendela. Bukan karena batu itu sangat
berharga bagimu, azasnya: mengambil milik tanpa ijin:
pencurian; itu tidak benar, harus dilawan. Apalagi.
Pencurian terhadap kebebasan kita selama beberapa hari
ini.”
4-5
Denotasi
“Perhatikan, meskipun kau mempunyai banyak harta
bagaimana juga,” ia mengawali dan kuperhatikan dengan
separuh hati, ”kau wajib berbuat kepada siapa pun yang
merebut semua atau satu bagian dari kepunyaanmu,
meskipun hanya segumpal kecil batu dari tanah yang
terletak begitu saja di bawah lubang jendela. Bukan karena
batu itu mempunyai harga, dasar pemikirannya :
mengambil kepunyaan/hak tidak dengan persetujuan
adalah perbuatan mengambil dengan tidak sah, itu tidak
benar, harus ditentang. Apalagi perbuatan mengambil
Konotasi
Segala hal yang melekat pada diri manusia adalah
kepemilikan manusia tersebut, karena itu ia memiliki hak
atasnya. Bukan hanya harta yang berupa materi namun
juga hak hidup dengan nyaman. Sekecil apapun hak
tersebut dilanggar oleh pihak lain, tidak boleh dibiarkan.
Bukan didasarkan oleh kesombongan atas kepemilikannya,
namun karena ketetapan yang telah dilanggar. Mengambil
milik orang lain adalah sebuah kesalahan yang tidak boleh
dibiarkan. Begitu pula dengan melanggar hak kebebasan
seseorang. Semua yang melanggar harus dilawan.
3 Tidak lain dari Mama yang mengatakan: nama berganti
seribu kali dalam sehari, makna tetap.
26
Denotasi
Ialah Mama yang menuturkan : gelar bertukar seribu kali
dalam satu hari, arti tidak berubah.
Konotasi
Kita akrab dengan anggapan nama adalah doa. Namun
nama tidak akan merubah watak seseorang. Bagaimana
pun seseorang memilih nama yang memiliki arti hebat, itu
tidak akan merubah watak yang telah dimilikinya.
Masyarakat Jawa zaman dulu dikenal gemar menggunakan
nama-nama yang terdengar hebat agar disegani oleh orang
lain.
4 “Bagaimana bisa orang berbohong dalam tulisan semacam
ini? Tulisan yang harus dihormati karena dibaca oleh
ribuan orang?”
100
Denotasi
“Bagaimana bisa orang berkata tidak benar dalam
karangan sejenis ini? Karangan yang wajib dihargai
disebabkan oleh dibaca oleh beribu-ribu manusia?”
Nilai terpenting dari sebuah berita adalah fakta atau
kebenaran akan apa yang diberitakan. Menulis berita
bohong tidak bisa dibenarkan. Berita menjadi sumber
informasi penting bagi banyak orang. Oleh karena itu
berita harus disajikan berdasarkan fakta tanpa terpengaruh
pendapat si penulis. Khalayak memiliki hak untuk
mendapatkan berita yang berkualitas dengan isi dan
penyajiannya. Maka kewajiban wartawan adalah
menyajikan berita yang berimbang dan berdasarkan fakta.
5 “Kau dididik untuk menghormati dan mendewakan Eropa,
mempercayai tanpa syarat. Setiap kau melihat kenyataan
adanya Eropa tanpa kehormatan, kau lantas jadi sentimen.
Eropa tidak lebih terhormat daripada kau sendiri, Nak!
Eropa lebih unggul hanya di bidang ilmu, pengetahuan dan
pengendalian diri. Lebih tidak. Lihatlah aku, satu contoh
yang dekat – aku, orang desa, tapi juga bisa sewa
orang-orang Eropa yang ahli. Juga kau bisa. Kalau mereka bisa
disewa oleh siapa saja yang bisa membayarnya, mengapa
iblis takkan menyewanya juga?”
100-101
Denotasi
“Kau diberi latihan ajaran untuk menghargai dan memuja
Eropa, menganggap benar tanpa janji. Setiap melihat yang
benar-benar keadaan Eropa tidak dengan penghargaan,
langsung jadi berpendapat dengan dasar perasaan yang
berlebihan. Eropa tidak lebih berharga daripada Minke.
Eropa lebih baik hanya di bidang pengetahua, segala
sesuatu yang diketahui dan pengendalian diri. Selebihnya
tidak. Nyai salah satu contoh dekat, orang dusun, tapi bisa
memakai tenaga Eropa yang ahli dengan memberi uang.
Kalau mereka tenaga mereka bisa dibayar oleh siapa saja
yang bisa memberikan uang, mengapa roh jahat tidak akan
Konotasi
Eropa mengajarkan apa yang ada pada diri bangsa mereka
adalah sepenuhnya benar. Segala sesuatu yang paling maju
ada pada bangsa mereka. Tidak terkecuali ajaran akan
sikap menjalani hidup. Bangsa lain yang tidak mampu
mengikuti kemajuannya dianggap kelompok manusia yang
tertinggal dan terbelakang. Tidak heran jika hasil didikan
mereka akan merasa gusar jika mendapati sedikit
kesalahan pada ajaran yang didapatnya.
Bangsa Eropa akan bekerja untuk mereka yang mampu
membayar. Mereka akan bekerja memanfaatkan segala
kemajuan yang dimiliki untuk kepentingan dan
keuntungannya sendiri. Sekalipun mereka dibayar mahal
untuk sebuah kehancuran bangsa lain.
Mereka mendewakan pengetahuan mereka dan
menggadaikannya demi keuntungan dan kemashuran.
Bukan hanya kekayaan harta yang mereka kejar namun
juga pengakuan dan rasa takut dari bangsa lain atas
kebesaran dan kehebatan bangsa Eropa.
6 “... Eropa tidak hebat dengan nama, dia
berhebat-hebat dengan ilmu dan pengetahuannya. Tapi si penipu
tetap penipu, si pembohong tetap pembohong dengan ilmu
dan pengetahuannya.”
102
Denotasi
“... Orang Eropa tidak membesar-besarkan dengan nama,
orang Eropa membesar-besarkan dengan pengetahuan dan
segala sesuatu yang diketahui. Tapi orang yang menipu
tetaplah menipu, orang yang suka berkata tidak sebenarnya
tetaplah orang yang suka berbohong dengan pengetahuan
dan segala sesuatu yang diketahui.”
Konotasi
nama, melainkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mereka miliki. Dengan ilmu pengetahuan pula
mereka bisa menjadi seorang penolong ataupun
pembohong. Seorang terpelajar menentukan ilmu yang
mereka miliki dengan sikap mereka, apakah untuk
menolong atau menipu. Ilmu pengetahuan akan menjadi
berbahaya ditangan mereka para penipu dan pembohong,
mereka akan semakin pandai menipu dengan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.
7 “Seluruh dunia kekuasaan memuji-muji yang kolonial.
Yang tidak kolonial dianggap tak punya hak hidup,
termasuk mamamu ini. Berjuta-juta ummat manusia
menderitakan tingkahnya dengan diam-diam seperti
batukali yang itu juga. Kau, Nak, paling sedikit harus bisa
berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari
siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam
ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di
kemudianhari. Dan kolonial itu, kan itu persyaratan dari
bangsa pemenang pada bangsa yang dikalahkan untuk
menghidupinya? – suatu persyaratan yang didasarkan atas
tajamnya dan kuatnya senjata?”
111-112
Denotasi
Seantero lingkungan yang meliputi menguasai orang atau
golongan lain berdasarkan kewibawaan melahirkan
kekaguman dan penghargaan kepada yang berhubungan
dengan sifat jajahan. Yang tidak berhubungan dengan sifat
jajahan dipandang tidak memiliki hak untuk hidup,
terhitung juga Mamamu ini. Berjuta-juta sekalian bangsa
manusia menanggung perbuatannya yang tidak
menyenangkan dengan diam-diam serupa batu dari sungai
yang selalu demikian halnya. Kau, nak, teramat sedikit
mengapa aku cintai kau lewat dari semestinyadari siapa
pun? Karena kau melahirkan pikiran atau perasaan.
Ucapanmu tidak akan mati dimakan angin, akan kekal,
sampai jauh, jauh di waktu yang akan datang. Dan yang
berhubungan dengan sifat jajahan itu, bukan kah itu
hal-hal yang menjadi syarat dari kelompok masyarakat yang
menang pada kelompok masyarakat yang dapat ditandingi
untuk memberinya nafkah? Satu hal yang menjadi syarat
yang dijadikan pokok suatu pendapatnya sesuai dengan
runcingnya dan tahannya alat yang dipakai untuk perang?”
Konotasi
Menjajah merupakan cara yang dipuji oleh bangsa-bangsa
yang haus akan kekuasaan wilayah. Penjajah yang haus
akan kekuasaan dan kebesaran diri adalah orang yang
pantas dipuja. Tidak heran jika hanya mereka yang
penjajah dan setuju atas penjajahanlah yang lebih dihargai.
Berbeda dengan warga jajahannya, penjajah hanya
mengganggap mereka sebagai manusia rendahan. Seorang
manusia rendahan tidak memiliki hak atas dirinya,
sekalipun hak bersuara. Tidak heran jika mereka hanya
mampu diam-diam mengeluh dan protes atas apa yang
menimpa mereka tanpa berani bertindak. Suara protes
mereka tenggelam oleh rasa takut atas penjajah. Tidak ada
yang lebih berani lagi dibanding pribumi yang mampu dan
berani menyuarakan pendapatnya lewat tulisan. Sebuah ide
dan gagasan yang dituangkan dalam tulisan akan lebih
kekal dibandingkan gagasan yang hanya terbentuk dalam
pikiran seseorang. Tulisan tidak hanya akan dinikmati
sendiri oleh penulisnya, namun juga orang lain yang bukan
hanya disatu waktu. Tapi selama tulisan itu masih ada,
akan ada lebih banyak manusia yang mengetahui gagasan
tajam dengan senjata yang digunakan penjajah untuk
menaklukkan suatu wilayah. Untuk menjadi menang
melawan penjajah, tidak selalu harus mengikuti cara
mereka yang menggunakan senjata tajam. Sebuah tulisan
bisa menjadi senjata yang melawan penjajah lewat adu
pengetahuan dan gagasan. Karena kekuasaan kolonial
tidak sebatas menguasai suatu wilayah beserta kekayaan di
dalamnya. Namun juga meliputi menentukan cara pandang
manusia dan bagaimana manusia dipandang.
8 Pada kita dia telah tampilkan Eropa dan Amerika sebagai
petualangan-petualangan jahat, Nak. Sekiranya mereka tak
punya meriam, apakah ada kehormatan pada mereka?”
122
Denotasi
Kepada kita dia sudah munculkan Eropa dan Amerika
semacam perihal-perihal bertualang buruk, nak.
Seandainya mereka tidak memiliki senjata berat yang
larasnya besar dan panjang, apakah mereka mempunyai
penghargaan?
Konotasi
Eropa dan Amerika dua benua besar dengan
bangsa-bangsa yang maju dan juga berbahaya. Mereka dihormati
oleh bangsa lain karena kehebatannya dalam banyak hal.
Salah satunya dalam hal persenjataan. Mereka tidak akan
memiliki kehormatan jika tidak memiliki senjata api.
Kehormatan mereka didapat dari memenangkan perang
melawan bangsa lain. Tidak sedikit jumlah jajahan
mereka. Kemenangan mereka didapat dari persenjataan
yang lebih maju dari lawannya. Tujuan perang mereka
adalah untuk menaklukkan banngsa lain, menguasai
wilayahnya dan yang terpenting diakui kehebatannya dan
dihormati bangsa lain.
mendapatkan pegangan pada kebenaran yang berakar pada
kebenaran. Ia mencoba menghadapi dan bertahan terhadap
tragedi kehidupan. Lambat tapi pasti sorak-soraiku sendiri
dan dunia akan datangnya jaman modern hanya satu
kesia-siaan semata. Yang modern hanya alat-alatnya, kata
Mama, dan caranya. Manusia tetap, tidak berubah, di laut,
di darat, di kutub, dalam kekayaan dan kemiskinan bikinan
manusia sendiri.
Denotasi
Ia baru saja memeriksa untuk mengetahui mutu akalnya
sendiri. Ia melakukan suatu usaha memperoleh barang
yang dipegang pada keadaan yang cocok dengan keadaan
yang sesungguhnya yang berpegang teguh pada keadaan
yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Ia
berusaha mengalami dan mempertahankan diri lawan
peristiwa menyedihkan keadaan hidup. Perlaha-lahan tapi
sudah tetap suara teriak dan pekikku sendiri dan dunia
hendak tibanya masa sikap dan cara berpikir serta cara
bertindak sesuai dengan tuntutan zaman cuma satu perihal
yang bersifat sia-sia belaka. Yang sikap dan cara berpikir
serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman cuma
benda-benda yang dipakainya, kata Mama, dan jalan
aturan melakukan sesuatu. Manusia selalu berada di
tempatnya, tidak menjadi lain dari semula, di laut, di darat
di kutub, dalam hal yang berciri kaya dan keadaan miskin
buatan manusia sendiri.
Konotasi
Sebaik-baiknya acuan adalah kebenaran yang berdasarkan
pada kebenaran. Bukan hal yang disepakati oleh manusia
unsur kebenarannya.
Zaman modern sudah ditunggu-tunggu kedatangannya
zaman modern. Bukan berarti dunia secara keseluruhan
yang menantinya. Kebanyakan manusia dianggap
mewakili dunia.
Zaman modern hanya meliputi hal-hal teknis, baik alat
maupun cara. Tidak diiringi dengan kemajuan pemikiran
dan sikap manusia.
Kaya dan miskin adalah konsep buatan dan bentukan
manusia. Manusia yang menentukan apa yang disebut
miskin dan kaya. Bukan keadaan yang menjadi ketentuan
alam. Keadaan kaya dan miskin tetap sama, manusia yang
menciptakan perbendaan di antara keduanya.
10 “Dalam pelik-pelik kehidupan ini, memang apa yang
pernah kau pelajari di sekolah hanya permainan
kanak-kanak. Kau sudah cukup dewasa, untuk mengerti hukum
serigala yang berlaku dalam kehidupan, di antara mereka,
juga di antara kita sendiri. Sebentar lagi kau akan lihat, apa
yang kukatakan ini tidak meleset dan tidak akan meleset.”
462
Denotasi
Di antara keanehan-keanehan cara hidup ini, sebenarnya
apa yang sudah kau dapatkan pelajaran di lembaga untuk
belajar cuma sesuatu yang digunakan untuk bermain anak
masa prasekolah. Kau telah jadi tidak kurang matang
dalam pemikiran, sebab memahami peraturan resmi anjing
hutan yang masih berjalan di antara cara hidup, di tengah
mereka, sama halnya di tengah kita sendiri. Dalam waktu
singkat lagi kau akan membuktikan, apa yang kuceritakan
ini tidak tidak mengenai sasaran dan tidak hendak tidak
mengenai sasaran.
Konotasi
Pendidikan formal hanya mengajarkan teori-teori yang
tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial manusia.
teori-teori yang diajarkan di sekolah tidak akan berguna. Hukum
serigala yang disebutkan mengacu pada peribahasa Latin
Homo Homini Lupus, manusia adalah serigala untuk
manusia lainnya. Manusia harus melawan manusia lainnya
untuk bertahan hidup, karena yang kuat akan selalu
menang dan memangsa manusia lainnya. Nyai
mengajarkan pada Minke, ia harus tahu siapa yang dia
hadapi dalam segala masalahnya sehari-hari. Bukan hanya
orang-orang yang tidak sepaham dengannya, namun semua
orang yang ada di sekelilingnya.
11 Di Wonokromo, seorang perempuan, sendirian, harus
menghadapi lawan dewa pembangunan dan dewa sukses
sekaligus. Secara hukum perempuan yang bediri sendiri itu
telah dirampas dari anak dan hartabendanya, keringat, jerih
dan payahnya. Ia tak punya kekuatan hukum. Ia tak pergi
ke tempat di mana Nederland memanggil. Dan ia hanya
didampingi oleh seorang plonco bernama Minke dan
seorang Darsam yang telah kehilangan kehebatannya
dalam bermain parang. Kekuatan apa lagi yang masih
tercadang dari tiga orang ini dalam menghadapi Ir.Maurits
Mellema yang sedang diurap kejayaan?
500
Denotasi
Di Wonokromo sebuah kabupaten di Jawa Timur satu
orang perempuan, tidak dengan yang lain, wajib
bertanding dengan tandingan orang yang sangat dipuja
proses membangun dan yang sangat dipuja berhasil pada
saat yang sama. Menurut peraturan resmi perempuan yang
tegak bertumpu pada kaki sendiri itu sudah diambil dengan
paksa dari anak dan kekayaannnya, usahanya, kelelahan
dan penatnya. Ia tidak memiliki kekukuhan peraturan
resmi. Ia tidak berangkat ke tempat di mana Nederland
calon mahasiswa yang sedang mengikuti acara kegiatan
pengenalan kampus mempunyai nama Minke dan satu
orang Darsam yang sudah menderita sesuatu karena hilang
kedahsyatannya dalam memainkan parrang untuk
bersenang-senang. Keteguhan apa lagi yang masih
tersimpan dari tiga orang ini dalam melawan Ir. Maurits
Mellema yang baru saja dilumasi kemegahan?
Konotasi
Belanda adalah pusatnya segala kemajuan dan
kemewahan. Kemajuan dalam segala bentuk, baik ilmu
pengetahuan juga manusianya. Kekuasaan atas jajahan
yang tidak sedikit, membawa Belanda menjadi Kerajaan
yang dihujani kekayaan yang melimpah. Sebagai seorang
perempuan pribumi dan khususnya seorang gundik, Nyai
Ontosoroh tidak sebanding dengan kebesaran yang
dimiliki Kerajaan Belanda. Apa yang ia miliki telah
dirampas secara paksa atas nama hukum Hindia Belanda.
Ia bukan hanya kehilangan darah daging yang ia lahirkan
dan rawat sejak kecil namun juga perusahaan dan harta
benda yang ia bangun dengan usahanya sendiri. Sebagai
individu yang tidak diakui hukum Hindia Belanda, tentu
tidak ada kekuatan yang ia miliki untuk merebut haknya
kembali. Ia tidak seperti Ir. Maurits Mellema, anak sah
dari tuannya, yang menjadikan Belanda semakin besar atas
keberhasilan menguasai daerah yang diinginkan Belanda.
Ia melakukan banyak pekerjaan atas nama dan permintaan
Belanda. Nyai tidak sebanding dengan nama besar yang
diperoleh dengan menjadi pesuruh Belanda. Ia hanya
seorang Nyai yang berjuang untuk haknya dengan sisa
kekuatan terakhir meski sadar hukum Hindia Belanda
bukanlah tandingannya. Seorang calon mahasiswa dan
orang pribumi yang berusaha menghadapi kekuatan Hindia
Belanda. Ir. Maurits Mellema menjadi simbol apa yang
diagungkan dan dipuja oleh Eropa khususnya Belanda.
Menjadi wakil kerajaan Belanda yang membanggakan
dengan prestasinya di mata dunia.
12 “orang rakus harta-benda selamanya tak pernah membaca
cerita, orang tak berperadaban. Dia takkan pernah
perhatikan nasib orang. Apalagi orang yang hanya dalam
cerita tertulis.”
512
Denotasi
“manusia tamak barang kekayaan selalu tidak pernah
melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis tuturan
yang membentangkan bagaimana terjadinya sesuatu hal,
manusia tidak mempunyai kecerdasan lahir batin. Dia
tidak akan pernah mengamati takdir manusia. Lebih-lebih
manusia yang cuma dalam tuturan yang membentangkan
bagaimana terjadinya sesuatu hal sudah ditulis.”
Konotasi
Orang yang sibuk mengumpulkan harta dan menimbun
kekayaan tidak akan membuang waktunya untuk membaca
berita. Orang yang menerapkan prinsip waktu adalah uang
dalam kehidupannya. Sehingga menghabiskan waktu
mereka untuk mencari dan mengumpulkan uang. Orang
seperti itu tidak akan menaruh perhatian pada nasib orang
lain.
Seorang perempuan yang memiliki sifat keibuan telah menjadi model ideal
perempuan sejak lama, bukan hanya model ideal perempuan modern. Namun
perempuan keibuan yang terdidik memiliki nilai lebih. Masuknya pendidikan
tinggi sebagai salah satu kriterium perempuan modern, menunjukkan bahwa
idealisasi perempuan Jawa ternyata tidak bersifat menutup pada watak keibuan
semata (Permanadeli, 2015 : 239). Namun dalam penelitian ini, peniliti lebih
‘berpendidikan tinggi’. Untuk membedakan orang yang berpendidikan dengan
orang yang mengenyam pendidikan formal hingga tingkat yang lebih tinggi.
Orang yang terdidik bukan hanya mereka yang mampu mengenyam
pendidikan formal hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Melainkan mereka yang
memiliki prinsip, memahami dinamika antar manusia, berani menyuarakan
pendapatnya, menghargai kebenaran lebih dari materi dan terbuka pada pendapat
orang dan ide-ide baru. Masih banyak bahasa dan kategori yang bisa menjelaskan
bagaimana ciri orang terdidik lainnya. Namun hal yang disebutkan di atas
merupakan ciri terdidik yang dimiliki Nyai Ontosoroh.
Sebelum menjadi seorang nyai, Sanikem (nama gadis Nyai Ontosoroh) adalah
anak dari petugas kasir pada pabrik gula di Tulangan. Sama seperti anak
perempuan Jawa lainnya, ia tidak diperbolehkan untuk bersekolah. Namun setelah
diangkat menjadi gundik oleh Herman Mellema, Sanikem dididik oleh tuannya
menjadi perempuan yang tidak lebih rendah pendidikannya dengan perempuan
Eropa. Ia tidak hanya mendapatkan pendidikan seperti apa yang diajarkan di
sekolah formal namun juga bagaimana bersikap dan bertindak sebagai manusia
yang patut dihormati.
Pengetahuan Nyai tentang kekuasaan dan ekonomi menjadikannya menentang
penjajahan dan segala tindakan kolonial yang merugikan dan tidak adil. Di tengah
kemeriahan menyambut zaman modern di Hindia Belanda, Nyai tetap tegak
dengan prinsip-prinsipnya yang bahkan lebih maju dari pemikiran modern yang
mulai merambah Hindia Belanda kala itu.
Sebagai orang yang terdidik, Nyai mendasarkan segala penilaiannya pada
kebenaran yang berdasarkan pada kebenaran sesungguhnya. Bukan pada
kebenaran buatan manusia. Tidak heran jika ia benar-benar memperhatikan
persoalan keadilan, hak dan kebebasan. Meski untuk mempertahankannya yang
harus dilawan adalah hukum Hindia Belanda. Bahkan saat itu hukum Hindia
Belanda tetap bukan hukum yang adil bagi pribumi. Pengadilan dan hukum
Hindia Belanda didirikan untuk kepentingan Hindia Belanda dan orang-orang
Eropa, maka tidak ada kesempatan bagi pribumi untuk memenangkan proses
Nyai terdidik secara moral untuk menerima kekalahan yang diartikan sebagai
sikap terbuka atas pendapat lain juga taat pada azas dan aturan yang mengikat.
Meski sadar pula kekalahannya tidak diakibatkan atas kebenaran, melainkan intrik
kepentingan pemerintah dan pihak-pihak yang pro pemerintahan Hindia Belanda.
Pendidikan moral tidak diajarkan melalui teori di bangku sekolahan. Pengalaman
dan ajaran tuannya menjadikan Nyai Ontosoroh bahkan lebih bermoral dibanding
pemerintahan Hindia Belanda.
Meski darah Jawa mengalir dalam darahnya, namun ia seringnya tidak
sepaham dengan kebiasaan-kebiasaan dan budaya masyarakat Jawa. Seperti
halnya nilai nama bagi masyarakat Jawa. Meski sampai saat ini, nama masih tetap
dianggap sebagai doa yang akan terus melekat pada si pemilik nama, namun bagi
Nyai nama hanya sebutan yang melekat untuk membedakan setiap orang tanpa
memiliki arti tersendiri. Nama dengan arti yang sangat mulia tidak akan
mempengaruhi pribadi seorang yang keras kepala dan keji.
Seseorang dikenali lewat kepribadian dan pencapaiannya, keberhasilan
seseorang adalah buah dari kerja keras yang dilakukan, bukan karena nama yang
ia gunakan. Seperti halnya Eropa yang membesarkan diri lewat ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mereka miliki. Dengan sendirinya nama ‘Eropa’ menjadi lekat
akan kehebatan peradabannya. Bukan pengaruh nama yang menjadikan mereka
disegani, melainkan lewat kehebatan mereka memanfaatkan ilmu pengetahuan
dala membangun bangsanya.
Di sisi lain, ilmu pengetahuan sendiri bisa menjadi sangat berbahaya ditangan
orang-orang tamak. Seperti pada Eropa selain menjadikan dirinya dianggap oleh
bangsa lain berkat kemajuan teknologinya, Eropa juga memanfaatkan ilmu
pengetahuan mereka untuk mendapatkan keuntugan bagi bangsanya dengan cara
menjajah bangsa lain. Orang tidak mendapatkan pendidikan formal tapi bermoral
lebih layak dihormati dibanding terpelajar yang menggunakan ilmu pengetahuan
nya untuk keuntungan pribadi yang merugikan pihak lain.
Lewat pandangan Nyai, didapati pengetahuan bagaimana Eropa
memanfaatkan Ilmu pengetahuan yang mereka miliki untuk menguasai Hindia
Belanda tidak hanya sebatas wilayahnya saja namun juga mencakup pada
dari bagaimana ajaran-ajaran Eropa selalu menuntut pemujaan atas kehebatan
yang telah mereka raih. Juga hukum yang mengisyaratkan tidak adanya hak bagi
kaum pribumi atas apa yang dimilikinya. Segala yang ada di atas bumi Hindia
Belanda adalah milik pemeritah Hindia Belanda. Tugas pribumi adalah
mengolahnya untuk keuntungan pemerintah.
Seperti yang disebutkan di atas, penguasaan kolonial tidak berbatas pada
wilayah, tapi juga berbagai aspek kehidupan jajahannya. Bahkan kolonial juga
menguasai pengendalian pandangan jajahannya. Lewat pemberitaan yang dikemas
sedemikian rupa untuk menghindari timbulnya pemberontakan dari warga jajahan.
Jelas hal tersebut telah melanggar hak warga untuk mendapatkan berita yang
didasarkan pada fakta yang berimbang, tidak hanya menitik beratkan pada
pandangan kolonial yang memihak.
Ajaran filsuf Yunani juga menjadi ilmu yang dipelajari dan dipahami Nyai.
Nyai paham betul bagaimana hukum serigala berlaku bagi segala yang hidup.
Pihak yang kuat yang akan bertahan, sedangkan yang lemah akan kalah dan
lenyap. Karena itu semua pihak harus bertahan hidup dengan melakukan
perlawanan maupun sikap bertahan. Sebagai kepentingan kolektif pribumi,
perlawanan terhadap Belanda yang ideal menurut Nyai adalah lewat kata-kata dan
tulisan. Berisikan gagasan dan pendapat yang menyajikan kebenaran. Lalu
disebarkan untuk membangunkan pribumi dari kesadaran palsu bentukan Belanda.
Kekuatan ide dan gagasan yang ditularkan lebih ampuh dibandingkan senjata
tajam.
Ciri perempuan terdidik yang ditunjukkan Nyai Ontosoroh menggambarkan
tindakan dan pemikiran yang terhormat dengan mempercayai dan berpegangan
pada kebenaran dalam semua aspeknya. Cakupan pengetahuan yang ia miliki
menunjukkan seberapa terdidiknya ia sebagai seorang pribumi dengan status
gundik. Perempuan pribumi dengan kasta rendah yang tidak memiliki hak untuk
bersekolah.
Pada masa lampau, ntuk dapat menempuh pendidikan seorang perempuan
harus berhadapan dengan dua hal, yaitu tradisi masyarakat yang masih
menjalankan pingitan dan terbatasnya sekolah yang dapat menerima perempuan
Indonesia yang mengharuskan seorang anak perempuan berumur 12 tahun harus
tinggal di rumah, sampai mendapatkan jodohnya. Di samping harus berhadapan
dengan tradisi pingitan yang berlaku tidak hanya di Jawa, tetapi juga daerah lain
di luar Jawa, para perempuan yang akan belajar di sekolah juga terkendala oleh
jumlah sekolah yang masih terbatas, yang tidak semuanya dapat dimasuki oleh
perempuan. Sesuai dengan konteks sosial historis saat itu, jumlah sekolah dan
orang Indonesia yang menempuh pendidikan masih sangat sedikit, terlebih kaum
perempuan (Wiyatmi, 2010 : 7).
Mengutip dari Jurnal Wiyatmi (2010), berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahlenfeld yang dimuat di harian de Locomotief pada awal abad XX di Pulau Jawa rata-rata dari 1000 orang hanya 15 orang saja yang dapat membaca dan menulis. Bila perempuan dihitung, jumlahnya menjadi 16. Sementara itu, berdasarkan penelitian Groeneboer, Gouda mengemukakan data bahwa pada tahun 1915 jumlah murid Indonesia yang sekolah di HIS Negeri adalah 18.970 (laki-laki) dan 3.490 (perempuan); 1925: 28.722 laki) dan 10.195 (perempuan); 1929-1930: 29.984 (laki-laki) dan 11.917 (perempuan); 1934-1935: 31.231 (laki-(laki-laki) dan 15.492 (perempuan); 1939-1940: 34.307 (laki-laki) dan 19.605 (perempuan). Data-data tersebut menunjukkan masih rendahnya partisipasi pendidikan pada masyarakat Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan.
Kebiasaan atau tradisi duduk di bangku sekolah baru ditularkan oleh orang
Belanda pada tahun 1849. Pada mulanya sekolah hanya khusus untuk orang
Belanda dan juga bagi bangsawan pribumi yang kemudian diangkatuntuk menjadi
pegawai administrasi kolonial. Pembatasan akses ke sekolah itu secara mental
memberikan makna bagi sekolah dalam struktur sosial Jawa. Pergi ke sekolah
sama dengan hak untuk emnggapai impian dan hak istimewa yaitu menjadi bagian
dari sebuah kekuasaan penjajah (Permanadeli, 2015 : 205-206).
Perempuan baru boleh masuk sekolah pada awal abad ke-20. Harus dikatakan
bahwa pada mulanya sekolah dikhususkan bagi perempuan bangsawan dan bahwa
pendidikan yang memperluas cakrawala pandang perempuan memang tidak
bergeser untuk memajukan perempuan sebagaimana pengertian pendidikan di
Barat, akan tetapi selalu berada dalam kerangka struktur dan organisasi Jawa.
Artinya sekolah perempuan tidak difungsikan secara sosial sebagai alat yang
membuat perempuan bisa duduk pada meja yang sama dengan laki-laki –bekerja
sebagai pegawai-, melainkan sekolah semata-mata dipahami sebagai suatu ruang
sekolah semata-mata hanya karena perempuan Belanda boleh sekolah, jadi tujuan
diperbolehkannya perempuan pribumi sekolah secara politis adalah bentuk
representasi kesetaraan orang Belanda dan orang pribumi. Sekolah yang dimasuki
perempuan pribumi tidak pernah bertentangan dengan rumah tangga.
perbedaannya hanya mereka mampu membaca dan berhitung.
Tokoh Nyai Ontosoroh menunjukkan bagaimana seorang perempuan terdidik
tanpa mengenyam bangku sekolah mampu bersikap dengan moral yang lebih
tinggi dari mereka yang bersekolah, bahkan lebih dari laki-laki. Terdidik bukan
hanya sekedar sampai seberapa tinggi jenjang pendidikan seseorang, melainkan
bagaimana ia bersikap dan memperlakukan orang lain dengan adil. Situasi Hindia
Belanda yang ia hadapi setiap harinya mengajarkan dia bagaiman adil itu
seharusnya. Adil yang berpegang pada kebenaran yang dipercayainya.
Berkaitan dengan kategori sebelumnya. Seseorang, tidak hanya tertutup pada
perempuan, haruslah terlebih dahulu terdidik untuk bisa mendidik dengan tepat.
Bukan hanya benar yang merupakan hasil kesepakatan manusia. Sama halnya
dengan status sosial yang juga bentukan manusia seperti yang diungkapkan Nyai.
4.1.3. Peran Ganda
Dalam pengelompokan ini, terdapat empat kutipan yang dibahas
Tabel IV.4
Makna Denotasi dan Konotasi Peran Ganda
No Kutipan Halaman
1 Memang sekali ia pernah bilang: tak ada guna menyewa
tenaga Eropa kalau Pribumi bisa melakukan.
58
Denotasi
Sebenarnya satu kali ia pernah mengatakan : tidak ada
manfaat memakai (dengan memberi uang) tenaga Eropa
kalau penghuni asli bisa melakukannya.
Konotasi
Apa yang berbau Eropa selalu dianggap paling baik, tidak