• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRESERVASI KOLEKSI DI RUANG PENYIMPANAN MUSEUM NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRESERVASI KOLEKSI DI RUANG PENYIMPANAN MUSEUM NASIONAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PRESERVASI KOLEKSI DI RUANG PENYIMPANAN MUSEUM NASIONAL

Aninda Renata Tiurma dan Dr. Ali Akbar S.Hum M.Hum

Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16431, Indonesia anindapardede@gmail.com

ABSTRAK

Preservasi merupakan salah satu bentuk pelestarian benda-benda bersejarah yang mempunyai nilai kebudayaan yang sebagian menjadi koleksi Museum. Koleksi Museum ini sebagai benda untuk mengkomunikasikan informasi yang terkandung dalam benda tersebut. Keaslian benda tidak dapat tergantikan dengan foto ataupun dokumentasi film. Oleh karena itu, preservasi yang merupakan salah satu cara untuk merawat benda tersebut untuk mengurangi pelapukan yang memang sudah dialami oleh benda tersebut. Koleksi yang berada di Museum tidak hanya berada di ruang koleksi, tetapi juga berada di ruanga penyimpanan. Ruang penyimpanan tersebut merupakan salah satu lingkungan koleksi yang harus dijaga pelestariannya melalui standart preservasi yang juga menjadi kewajiban Museum.

Kata Kunci : Preservasi, Ruang Penyimpanan Koleksi, Museum Nasional  

 

ABSTRACT    

Preservation is a form of preservation of historical objects that have cultural values that most them is a collection of the Museum. The museum collection as an object to communicate the information contained in the object. Authenticity of the object can not be replaced with a photo or documentary. Therefore, the preservation of which is one way to treat these objects to reduce weathering that had been experienced by the object. Museum collections are not only located in the collection, but also in the storage room views. The storage space is one of a collection of environmental preservation must be maintained through preservation standards also become a liability Museum.

Keywords: Preservation, Collection Storage Room, Museum Nasional

Pendahuluan

Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan masa lampau dari benda-benda peninggalannya. Benda-benda tersebut terkadang sulit untuk didapatkan karena telah terkubur di dalam tanah. Setelah ditemukan tidak selalu dalam bentuk yang untuh, terkadang hanya pecahan atau potongan dari keseluruhan benda tersebut. Arkeolog melakukan penelitian untuk mengumpulkan benda-benda tersebut. Benda-benda tersebut menjadi data yang penting bagi arkeolog untuk diteliti. Dari benda-benda tersebut, arkeolog dapat merekonstruksi kebudayaan masa lampau. Kumpulan benda-benda yang ditemukan dalam bentuk utuh ataupun yang tidak utuh

menjadi bukti yang penting. Sebagian benda yang dikumpulkan menjadi masterpiece biasanya disimpan menjadi koleksi Museum.

Museum seperti yang kita lihat pada umumnya adalah tempat umum yang sering dikunjungi oleh masyarakat untuk rekreasi dan juga menambah ilmu pengetahuan. Definisi museum menurut Burcaw (1983: 11—12) adalah,

“ Institusi yang permanen, umum, bersifat mendidik, dan memelihara koleksinya secara sistematis. Hal yang dimaksud

(2)

dengan perawatan sistematis adalah dokumentasi yang menyeluruh, catatan yang permanen dan baik (registrasi dan pengatalogan), pemeliharaan dan penjagaan keamanan yang terus menerus, dan penempatan objek yang terorganisir (gudang) yang masuk akal dan dapat diakses.”

Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan diatas, koleksi memegang peranan penting dari sebuah Museum. Setiap museum memiliki berbagai macam koleksi yang terdapat di ruang pameran dan juga terdapat di ruang penyimpanan. Dalam pengelolaan koleksi museum, ruang penyimpanan koleksi seringkali disebut sebagai gudang. Mengingat koleksi adalah inti dari sebuah museum, setiap museum mempunyai kewajiban untuk merawat koleksinya sehingga perawatan koleksi yang berada di dalam ruang penyimpanan (storage) atau gudang harus mendapatkan perlakuan yang setara dengan koleksi yang dipamerkan. Pengaturan penyimpanan koleksi merupakan bagian dari preservasi yang merupakan salah satu cara untuk melestarikan koleksi. Preservasi adalah kegiatan perawatan koleksi yang dilakukan dengan cara menanggulangi pengaruh faktor lingkungan yang dapat mengancam kondisi keberadaan koleksi. Preservasi mencakup pengertian pemeliharaan fisik maupun administrasi dari koleksi, termasuk di dalamnya masalah manajemen koleksi yang terdiri dari pengumpulan, pendokumentasian, konservasi, dan restorasi koleksi (Magetsari, 2008: 13).

Koleksi dengan bahan yang berbeda tentunya memiliki metode perawatan yang berbeda pula. Material yang berada di sekitar benda dan yang digunakan dalam perawatan sangat mempengaruhi keawetan benda. Oleh karena itu, perawatan berkala dan informasi lengkap tentang hubungan antara koleksi dan lingkungan koleksi dibutuhkan untuk memelihara koleksi tersebut, termasuk pula perubahan orientasi pelestarian. Pengelolaan pelestarian bukan hanya terhadap bendanya saja, tetapi juga termasuk lingkungannya. Adanya perubahan paradigma pelestarian dari benda saja menjadi benda dan situs yang mendasari perubahan pengaturan cagar budaya dari MO, Nomor 238/1931 menjadi Undang-Undang RI, Nomor 5, Tahun 1992 tentang benda cagar budaya (Mujahid, 2008: 85). Lingkungan koleksi merupakan tempat koleksi ditempatkan, yaitu penyangga/mounting dan wadah, showcase/vitrin, ruangan museum, gedung, kota, negara, dan regional (Yunita, 2008: 55). Hal-hal tersebut sangat berpengaruh pada kelestarian koleksi, sebagai contoh bila ada perubahan pada lingkungan koleksi seperti suhu dan kelembapan ruangan maka suhu

dan kelembapan di dalam vitrin yang berada dalam ruangan tersebut juga akan berubah suhu dan kelembapanya.

Museum adalah salah satu tempat untuk menjaga, merawat dan mengkomunikasikan benda cagar budaya. Museum sebagai lembaga pemilik koleksi yang merupakan masterpiece dan benda cagar budaya. Menurut Goode, museum adalah sebuah institusi pemeliharaan objek-objek yang menggambarkan dengan baik fenomena alam dan karya manusia dan pemanfaatan objek-objek ini adalah untuk peningkatan pengetahuan dan kebudayaan masyarakat serta pencerahan masyarakat (Goode, 1895).

Melalui pameran di museum, koleksi tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat, yaitu dengan menyampaikan informasi yang terkandung dalam benda tersebut sehingga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat. Masyarakat tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi juga dapat melihat bukti dari ilmu pengetahuan yang mereka pelajari. Informasi yang terkandung dalam koleksi ini harus dilestarikan karena setiap koleksi pada waktu ditemukan tidak dalam keadaan sempurna dan tidak dalam kondisi yang baik.

Perawatan ruang penyimpanan adalah suatu bentuk preservasi koleksi, preservasi juga mencakup ruang yang ditempati oleh benda dan juga museum. Seperti yang dijelaskan sebelumnya mengenai standar yang telah ditetapkan oleh ICOM dan peraturan pemerintah terhadap benda cagar budaya, preservasi adalah hal yang wajib dilakukan oleh sebuah museum untuk mengurangi dan mencegah kerusakan benda cagar budaya dan juga sebagai suatu bentuk pelestarian dari benda cagar budaya. Selain itu, preservasi penting untuk dilakukan mengingat salah satu tujuan arkeologi menurut Brian Fagan (2006: 63) bahwa arkeologi memiliki tujuan dan satu prioritas utama: menjaga dan merawat peninggalan-peninggalan yang tersisa untuk generasi seterusnya. Dengan mengacu ke hal tersebut, arkeolog berkewajiban untuk menjaga koleksi, salah satunya dengan melakukan preservasi di museum. Dengan melakukan preservasi yang dilakukan di museum, koleksi tersebut akan dapat terus dinikmati dan oleh masyarakat umum melalui pameran di museum dan juga menjadi suatu bukti fisik untuk mengomunikasikan perkembangan ilmu pengetahuan, dan dapat diteliti lebih dalam oleh peneliti selanjutnya.

Koleksi di museum harus mendapatkan pemeliharaan dan perawatan yang baik agar kelestarian benda tersebut bisa terjaga. Hal tersebut termasuk salah satu tugas museum

(3)

seperti yang telah disebutkan di atas karena bila kelestarian koleksi tersebut tidak terjaga akan menyebabkan koleksi hilang, rusak, dan lapuk yang

menyebabkan koleksi tidak bisa digunakan lagi. Pelestarian koleksi ini dapat dimulai dengan pengelolaan yang baik seperti cara menyimpan

dan juga menangani koleksi, baik di ruang pameran maupun ruang penyimpanan. Mengingat hal yang telah disebutkan diatas, Bagaimanakah pengelolaan perawatan koleksi di Museum Nasional?

Lalu kemudian, kondisi koleksi yang berada di ruang penyimpanan tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan koleksi: kondisi alam, gedung, ruangan, dan juga perawatan ruang penyimpanan dan koleksi itu sendiri. Kondisi koleksi yang berada di ruang koleksi atupun ruang penyimpanan museum menunjukan bagaimana pemeliharaan dan perawatan koleksi tentunya harus dilakukan. Perawatan koleksi itu sebagai bentuk preservasi yang harus dilakukan oleh museum agar tidak merusak atau mempercepat perusakan benda itu. Mengingat banyak faktor lingkungan yang akan mempengaruhi kerusakan tersebut, bagaimana kondisi ruangan penyimpanan koleksi di Museum Nasional? Karena koleksi tersebut berada di museum dan dinikmati oleh masyarakat umum maka faktor-faktor dari alam ataupun manusia harus dipertimbangkan sebagai faktor pendukung rusaknya koleksi tersebut selain faktor dari proses pelapukan yang sudah ada dari koleksi itu sendiri.

Kemudian, keadaan gedung museum atau ruang penyimpanan, dalam hal ini ruang penyimpanan koleksi, juga sangat mempengaruhi kualitas pemeliharaan dan perawatan benda tersebut. Lalu, apakah perawatan yang dilakukan sudah sesuai standar yang ada. Penelitian ini dilakukan agar preservasi yang dilakukan oleh museum sebagai pihak yang berkewajiban untuk merawat koleksi sesuai dengan standar yang berlaku di dunia internasional, yakni untuk tidak mempercepat pelapukan benda tersebut. Penelitian ini juga menunjukkan betapa pentingnya preservasi terhadap koleksi. Preservasi yang dimaksudkan juga mencakup ruangan tempat meletakkan koleksi tersebut. Koleksi tersebut harus dilestarikan agar dapat terus dimanfaatkan oleh masyarakat luas, sebagai bukti dari ilmu pengetahuan dan dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah rekomendasi bagi Museum untuk pertimbangan perbaikan dalam perawatan koleksi yang telah dilakukan. Hasil penelitian dapat menjadi saran bagi museum bila ada kekurangan dalam hal perawatan koleksi agar koleksi bisa terus terjaga dan mengkomunikasikan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam koleksi tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian tentang preservasi koleksi di gudang Museum Nasional ini menggunakan tiga tahap (Deezt 1967: 8) sebagai berikut: Tahap pengumpulan data (observation) yaitu dilakukan dengan menelisik data kepustakaan hasil kajian terdahulu, juga data yang masih berada di lapangan, Tahap analisis data (description) yaitu merupakan kegiatan pengolahan data yang telah diperoleh baik dari sumber pustaka ataupun juga sumber data lapangan dan Tahap eksplanasi (explanation) yaitu merupakan tahap integrasi yang telah valid untuk menghasilkan interpretasi dan eksplanasi terhadap permasalahan yang ada.

Tahap pengumpulan data , pengumpulan data dibagi ke dua tahap, yaitu pengumpulan data kepustakaan dan pengumpulan data lapangan. Pengumpulan data pada awalnya dilakukan dengan mengumpulkan literatur mengenai standar-standar ruang penyimpanan koleksi dan preservasi. Standar-standar tersebut digunakan sebagai acuan untuk meneliti ruang penyimpanan Museum Nasional. Pengumpulan data lapangan di Museum Nasional dimulai dengan pengajuan surat izin penelitian yang ditujukan kepada Kepala Museum dari

Universitas Indonesia. Tujuh hari setelah surat diberikan, izin penelitian di Museum tersebut disetujui. Lalu setelah itu ada beberapa tahap pengumpulan data di lapangan. Tahap pertama yang dilakukan di Museum Nasional adalah melakukan pengamatan terhadap bagian konservasi, pengamatan tentang bagaimana sistem perawatan koleksi yang telah dilakukan selama ini oleh Museum lalu kemudian apa saja kekurangan atau kelebihan dari sistem tersebut, apakah sistem tersebut sudah berjalan dengan baik dan memenuhi standart yang berlaku. Lalu kemudian pengamatan ke bagian terhadap bagian koleksi yang terkait juga dilakukan untuk mengetahui pembagian dan penempatan koleksi-koleksi yang tersimpan di ruang penyimpanan dan ruang pameran. Lalu tahap berikutnya adalah melakukan pengamatan fisik ke ruang penyimpanan secara langsung. Pada saat melakukan pengamatan fisik ini diperlukan beberapa tahapan, yaitu membuat janji dengan beberapa staff seperti bagian koleksi yang terkait, keamanan dan bagian konservasi. Prosedur tersebut ditetapkan museum agar penelitian koleksi selalu aman dan tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu.

(4)

Pengamatan fisik tahap pertama dilakukan ke tiga ruang penyimpanan, yaitu Ruang Penyimpanan Emas, Ruang Penyimpanan Tekstil, dan Ruang Transit. Ruang penyimpanan ini dipilih untuk mewakili tipe-tipe ruang penyimpanan yang ada pada Museum Nasional. Pada tahap ini, pengumpulan data mengenai deskripsi ruangan beserta ruang penyimpanannya, alat-alat yang berada di ruangan tersebut, kemudian bagaimana sistem penyimpanan dan keamanan di ruangan tersebut. Karena pada saat penelitian, ruangan tersebut masih dalam waktu operasional, maka pada saat melakukan penelitian di ruangan tersebut ditutup sementara untuk menjamin keamanan. Pengamatan fisik tahap kedua adalah melakukan pengukuran di ruang penyimpanan yaitu dengan menggunakan Data logger, Light meter, dan Uv

meter. Data logger diletakan di setiap ruang

penyimpanan dalam jangka waktu tertentu untuk merekam data yang digunakan di ruangan tersebut. Light

meter digunakan untuk mengukur cahaya pada saat

lampu dinyalakan ataupun dimatikan di ruangan tersebut. Kemudia UV meter digunakan untuk mengukur sinar ultraviolet di ruangan tersebut. Pengamatan fisik tahap ketiga dilakukan untuk mengambil data logger yang telah merekam suhu dan kelembapan ruangan selama jangka waktu tertentu. Lalu pengamatan keadaan ruangan dari material-material yang digunakan untuk menyimpan koleksi di ruangan tersebut, kebersihan ruangan. Kemudian pengambilan dokumentasi yang dibutuhkan dari ruangan-ruangan tersebut dengan menggunakan kamera, baik ruangan, tempat penyimpanan dan beberapa dokumentasi yang dibutuhkan untuk menjadi bukti dari penelitian yang dilakukan.

Data yang didapatkan dari Data Logger yang telah diletakan dalam jangka waktu tertentu kemudian diunduh melalui komputer. Unduhan data tersebut akan menjadi grafik-grafik yang menunjukan suhu dan kelembapan yang telah direkam selama beberapa waktu dalam ruangan tersebut. Data tersebut juga menunjukkan suhu dan kelembapan minumum, maksimum dan rata-rata dari sebuah ruangan. Beberapa data dari Museum Nasional mengenai suhu dan kelembapan juga dipakai untuk menjadi perbandingan. Setelah pengumpulan data mengenai keadaan ruangan, kemudian data mengenai tata letak ruangan penyimpanan juga dikumpulkan dari bagian tata usaha.

Tahap pengolahan data, pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang sesuai dengan standar tempat penyimpanan koleksi dengan keadaan tempat penyimpanan koleksi yang ada di Museum Nasional. Kemudian, dilakukan analisis perbandingan antara standar yang berlaku dan keadaan sebenarnya. Pemakaian tabulasi juga digunakan untuk mempermudah

perbandingan antara standart dan keadaan museum tersebut. Tahap penafsiran data, pada tahap ini dilakukan penafsiran analis dari tahap sebelumnya untuk menarik sebuah kesimpulan dan saran untuk mengatasi masalah yang dialami oleh museum sehingga bisa berguna untuk museum tersebut.

Hasil Penelitian

Seperti yang telah disebutkan di latar belakang, bahwa ruang penyimpanan di Museum Nasional terbagi atas beberapa jenis, yaitu ruang penyimpanan yang menjadi satu dengan ruang pamer seperti ruangan terakota, ruang etnografi, ruang emas, lalu kemudian ruang penyimpanan yang biasa disebut storage yang berdiri sendiri seperti ruang penyimpanan tekstil, dan ruang transit yang digunakan untuk perpindahan koleksi dari suatu tempat ke tempat lain atau menjadi tempat penyimpanan sementara.

Jumlah koleksi Museum Nasional sendiri mencapai sekitar 140.000 lebih, tetapi yang dipamerkan hanya 10% dari jumlah koleksi. Di gedung lama yang disebut juga Gedung Arca atau Gedung A terbagi atas beberapa ruang untuk memamerkan koleksi yaitu ruang pameran koleksi sejarah, ruang pameran koleksi etnografi, ruang pameran koleksi geografi, ruang pameran koleksi prasejarah, ruang pameran koleksi arkeologi, dan ruang pameran numistik dan keramik asing. Sementara itu, gedung baru atau Gedung B terbagi atas empat lantai, yaitu manusia dan lingkungan, ilmu pengetahuan, ekonomi dan teknologi, organisasi sosial dan pola pemukiman, dan koleksi emas dan keramik asing.

Sebagian dari koleksi-koleksi tersebut tersimpan di ruang penyimpanan, jumlah koleksi yang disimpan mencapai 90% dari jumlah koleksi. Museum Nasional mempunyai beberapa jenis ruang penyimpanan, Perawatan koleksi yang dilakukan oleh Museum Nasional dilaksanakan secara berkala dalam jangka waktu setahun oleh bagian konservasi. Jumlah tim untuk bagian konservasi berjumlah 12 orang. Perawatan juga dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan dan apabila koleksi yang sudah rusak. Lalu, akan ditangani lebih lanjut di bagian konservasi.

Akses untuk masuk ke dalam tempat penyimpanan dipegang oleh setiap kepala divisi koleksi dan setiap akan mengakses tempat penyimpanan harus didampingi oleh salah satu dari pihak museum dan juga sekuriti. Izin untuk memasuki ruangan penyimpanan ini harus mendapat persetujuan dari semua pihak yang bersangkutan, seperti bagian koleksi, konservasi dan juga keamanan. Sistem ini diterapkan oleh Museum Nasional

(5)

untuk menjamin keamanan dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Pengukuran akan dilakukan untuk melihat bagaimana keberadaan ruang penyimpanan di Museum Nasional. Dari tiga jenis ruang penyimpanan di Museum Nasional, akan diambil beberapa satu ruangan untuk setiap jenis, yaitu ruang penyimpanan koleksi emas yang ruang penyimpanannya menjadi satu dengan ruang pamer, ruang penyimpanan koleksi tekstil yang disebut juga gudang koleksi tekstil dan ruang transit yang dipergunakan untuk menyimpan barang sementara atau perpindahan barang.

Ruang penyimpanan koleksi emas berada di ruang koleksi emas itu sendiri. Ruangan ini terletak di lantai dua Gedung A. Ruangan ini terdiri dari vitrin-vitrin yang terbuat dari besi. Vitrin-vitrin tersebut mengelilingi ruangan dan tertempel di tembok yang membatasi ruangan.Vitrin-vitrin yang ada di dalam ruangan ini adalah buatan Jepang yang merupakan bantuan dari pemerintahan Jepang, bantuan itu termasuk bahan-bahan pembuat lemari dan juga sistem keamanan yang dibuatkan oleh pemerintahan Jepang.

Bantuan ini diberikan karena adanya kehilangan koleksi emas di Museum Nasional. Setelah kejadian tersebut, pemerintahan Jepang ikut membantu mengatasi kasus kehilangan tersebut. Bentuk bantuan yang diberikan adalah membuatkan sistem keamanan ruang emas tersebut.

Koleksi-koleksi yang dipamerkan dan disimpan terkunci rapat di dalam vitrin yang terbagi atas dua bagian. Bagian atas yang berlapis kaca untuk memamerkan koleksi dan bagian bawah, belakang, atau samping yang terkunci untuk menyimpan koleksi. Vitrin di dalam ruangan emas terdiri dari 8 vitrin besar yang mempunyai lemari-lemari menempel di bawah, belakang, atau samping vitrin tersebut. Di dalam lemari yang menempel tersebut terdapat lemari yang berisi rak-rak terkunci untuk menyimpanan koleksi.

Ruang Emas ini memiliki 3 jenis pintu pada waktu kita akan memasuki ruangan tersebut. Pintu yang berputar yang bisa terkunci, pagar geser yang terbuat dari besi yang digembok, dan pintu besi yang dapat dikunci yang dilengkapi dengan sensor untuk mengidentifikasi orang yang masuk apabila ruangan terkunci. Untuk mendukung keamanan ruangan tersebut, terdapat CCTV dan sensor di tengah ruangan untuk mengidentifikasi apabila ada orang yang memasuki ruangan tersebut ketika ruangan sudah terkunci. Sensor untuk mengantisipasi kebakaran juga terdapat di ruangan itu berjumlah 1. Sensor tersebut

akan berbunyi apabila ada api ataupun asap di ruangan tersebut.

Ruangan tersebut memiliki ventilasi di sekeliling tembok bagian atas ruangan yang berjumlah 10 ventilasi. Pencahayaan di ruangan tersebut didapatkan dari lampu-lampu biasa dan lampu-lampu sorot untuk membantu pencahayaan pameran. Untuk menjaga suhu ruangan terdapat humidifier untuk menjaga kelembapan ruangan tersebut dan air conditioner yang menyala pada saat jam operasional museum buka.

Lalu ruangan berikutnya, yaitu ruangan penyimpanan koleksi tekstil ini memiliki dua pintu, pintu pertama menghubungkan ruangan pameran tekstil dengan lorong yang menuju ruangan penyimpanan tekstil tersebut. Kedua pintu ini terbuat dari besi. Pintu pertama dilengkapi dengan sensor yang dapat dibuka dengan kartu akses dan kunci, sementara pintu yang kedua dilengkapi dengan kunci. Ruangan tersebut dilengkapi dengan satu humidifer, air conditioner, dan exhaust untuk menjaga suhu dan kelembapan ruangan. Ventilasi di ruangan ini hanya berasal dari jendela yang tertutup rapat. Bagian luar jendela tersebut dilengkapi oleh penangkap rayap agar tidak menggerogoti jendela tersebut dan juga merusak koleksi. Pencahayaan di ruangan ini hanya dari lampu bohlam yang berada di langit-langit ruangan.

Ruang penyimpanan koleksi tekstil ini terletak di belakang ruang pameran tekstil yang berada di lantai satu gedung A. Ruangan tersebut terdiri dari dua lantai. Ruang penyimpanan koleksi tekstil ini adalah ruangan yang hanya digunakan untuk menyimpan.

Ruang ketiga yang diukur adalah ruang transit ini berguna untuk menyimpan barang-barang yang sifatnya sementara. Ruangan ini terletak di lantai 5 Gedung B Museum Nasional. Ruang penyimpanan koleksi tekstil ini terdiri dari 46 lemari, setiap lemari memiliki 4 laci. Ada dua jenis laci, yaitu laci geser dan laci gulung. Lemari-lemari tersebut terbuat dari aluminium agar tidak mengontaminasi kain.

Pintu ruang transit dilengkapi oleh sensor akses card dan kunci yang hanya dimiliki oleh karyawan Museum Nasional. Ruangan ini tidak hanya berisi beberapa lemari dan rak-rak. Koleksi yang berada di ruangan tersebut adalah koleksi yang akan dipindahkan sementara ke ruangan selanjutnya ataupun koleksi yang akan dipinjam dan dipindahkan dari museum ke tempat lain. Koleksi-koleksi yang berada di ruangan itu hanya diletakkan dan tersebar di ruangan tersebut. Penerangan di ruangan ini hanya memakai lampu bohlam yang berada di langit-langit ruangan tersebut.

(6)

Sistem preservasi di Museum Nasional dikelola oleh Bagian Konservasi Museum Nasional yang berjumlah 12 orang untuk menangani koleksi yang berjumlah lebih dari 140,000. Hanya 10% koleksi yang dipamerkan dan 90% koleksi disimpan dalam ruang penyimpanan yang berbeda-beda yang terdapat di dalam Gedung A dan Gedung B. Pembagian ruangan berdasarkan material benda sudah mengikuti standar yang berlaku seperti ruang penyimpanan tekstil dan ruang penyimpanan koleksi emas seperti yang disebutkan. Pengukuran sercara berkala dilakukan pihak museum selama satu tahun sekali. Sementara itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, setiap ruangan harus dimonitor setiap satu bulan sekali dengan disertakan laporan seperti formulir.

Ruang penyimpanan di Museum Nasional dibagi menjadi tiga tipe, yaitu ruang penyimpanan yang menjadi satu dengan ruang pamer, ruang penyimpanan yang berdiri sendiri, dan ruang transit. Ruang penyimpanan tipe pertama yang menjadi satu dengan ruang pamer sangat riskan untuk diakses oleh pengunjung. Ruang penyimpanan adalah ruangan yang berdiri sendiri yang berhubungan dengan ruangan lain, bukan ruangan yang menjadi satu dengan ruangan lain, dalam hal ini adalah ruang pamer. Akses petugas untuk memasuki ruang penyimpanan jadi terbatas karena ada pengunjung yang juga memasuki ruangan itu pada jam operasional. Ruang penyimpanan tipe kedua, yaitu ruang penyimpanan yang berdiri sendiri, sudah mengikuti standar yang berlaku, tetapi jumlah ruangan ini sangat sedikit karena terbatasnya jumlah ruangan yang ada. Ruang penyimpanan tipe ketiga yaitu ruang transit sebenarnya digunakan untuk ruang penyimpanan barang sementara atau ruang sementara untuk memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Namun, pada penggunaannya ruang transit tersebut berisi benda-benda

yang tidak terpakai dan rusak bercampur dengan benda-benda yang akan dipindahkan ke tempat lain.

Untuk pengukuran suhu dalam derajat celsius dan kelembapan dalam persentase RH, hasilnya sudah dijabarkan ke dalam tabel di bawah ini:

Seperti yang dapat dilihat pada hasil pengukuran dari ruang penyimpanan emas, tekstil, dan transit, suhu yang direkomendasikan untuk standar suhu ruangan di museum adalah 20°--24°c. Dapat dilihat hasil pengukuran pertama ruang emas, batas suhu minimumnya yaitu 24,3°c melebihi standar suhu yang berlaku. Demikian juga pada pengukuran kedua, yaitu batas suhu minimumnya mencapai 25°c sehingga pada dua kali pengukuran suhu minimum dan maksimum melewati standar yang telah direkomendasikan.

Kemudian, pada pengukuran pertama di ruang tekstil, batas suhu minimumnya mencapai 28,5°c melebihi standar suhu. Demikian juga pada pengukuran kedua, batas suhu minimumnya mencapai 29°c sehingga pada dua kali pengukuran, suhu minimum dan maksimum melewati standar yang telah direkomendasikan. Pada pengukuran pertama di ruang transit, batas suhu minimumnya mencapai 24,3°c, melebihi standar suhu. Demikian juga pada pengukuran kedua, batas minimum suhunya mencapai 22,3°c yang mencapai standar suhu yang ditentukan, tetapi suhu maksimumnya melebihi standar yang telah ditetapkan, yaitu 27,6°c.

Lalu kemudian tabel ini adalah hasil dari pengukuran kelembapan adalah hasil pengukuran kelembapan untuk ruang emas, tekstil, dan transit yang telah diambil dari dua kali pengukuran. Untuk standar kelembapan yang direkomendasikan untuk ruangan di museum adalah 45%--60% RH, pertambahan atau pengurangan sebanyak 5% adalah masih dalam tahap toleransi yang wajar.

Nama Ruangan Penguk uran Pertama Min Pengukuran Pertama Maks Penguku ran Kedua Min Penguku ran Kedua Maks Ruang Emas 24,3° 31,5° 25° 29,1° Ruang Tekstil 28,5° 30,2° 29° 31,6° Ruang Transit 24,3° 31° 22,3° 27,6°

Nama Ruangan Penguku ran Pertama Min Pengu kuran Pertam a Maks Pengu kuran Kedua Min Pengukur an Kedua Maks Ruang Emas 62,7% 71,4% 61,6% 72,7% Ruang Tekstil 66% 93,5% 70,3% 99,3% Ruang Transit 62,7% 71,4 % 88% 100%

(7)

Untuk ruang emas, pada pengukuran pertama kelembapan minimum adalah 62,7% RH yang sesuai standar. Kemudian, pada pengukuran kedua kelembapan minimum mencapai 61,6% RH yang sesuai standar. Jadi, pada pengukuran pertama ataupun kedua, suhu minimum sesuai standar dan suhu maksimum pada pengukuran pertama, yaitu 71,4% RH, dan pada pengukuran kedua, yaitu 72,7% RH, melebihi standar kelembapan.

Untuk ruang tekstil, pada pengukuran pertama kelembapan minimum adalah 66% RH yang melebihi standar. Kemudian, pada pengukuran kedua kelembapan minimum mencapai 70,3% RH yang juga melebihi standar. Jadi, pada pengukuran pertama ataupun kedua, suhu minimum dan maksimum melebihi standar kelembapan.

Untuk ruang transit, pada pengukuran pertama kelembapan minimum adalah 62,7% RH yang sesuai standar. Kemudian, pada pengukuran kedua kelembapan minimum mencapai 88% RH yang juga melebihi standar. Jadi, pada pengukuran pertama suhu minimum sesuai standar, tetapi pada pengukuran kedua suhu minimum dan maksimum melebihi standar kelembapan.

Untuk pengukuran cahaya yang memakai satuan lux, ruang emas bisa mencapai lebih dari 150 lux, ruang tekstil dan ruang transit mencapai 50 lux. Untuk pengukuran UV, paling tinggi 5 microwatt/cm2. Untuk ruang emas, pengukuran cahaya mencapai 3 lux yang sesuai standar dan untuk UV mencapai 3 microwatt/cm2 yang juga memenuhi standar. Untuk ruang tekstil, pengukuran cahaya mencapai 1 lux yang sesuai standar dan untuk UV mencapai 1 microwatt/cm2 yang juga memenuhi standar. Untuk ruang transit, pengukuran cahaya mencapai 4 lux yang sesuai standar dan untuk UV mencapai 2 microwatt/cm2 yang juga memenuhi standar.

Nama Ruangan Cahaya dalam Lux UV dalam Microwatt/cm2 Ruang Emas 3 3 Ruang Tekstil 1 1 Ruang Transit 4 2

Terlihat perbedaan sistem keamanan di setiap ruang penyimpanan, pada ruang emas memakai gembok dan kunci, pada ruang tekstil memakai kartu akses dan kunci, dan pada ruang transit memakai kartu akses dan kunci. Sesuai standar yang berlaku, setiap ruangan seharusnya mempunyai sistem keamanan yang sama, dimulai dari alat-alat yang digunakan untuk sistem keamanan, seperti kunci gembok yang dipilih atau kartu akses ataupun keduanya. Sistem keamanan tersebut merupakan bagian terpenting dari sistem preservasi ruang penyimpanan karena ruang penyimpanan adalah ruangan yang terbatas akses masuknya. Apabila ruangan tersebut bisa diakses oleh siapa saja atau mudah dimasuki oleh siapa saja, keamanan koleksi juga tidak akan terjamin.

Selain keamanan di pintu masuk, adanya CCTV atau kamera perekam juga harus ada di setiap ruangan. Pada Bab III telah dijelaskan bahwa kamera perekam hanya terdapat di ruang penyimpanan emas. Seharusnya, kamera tersebut ada di setiap ruangan untuk mengetahui kegiatan apa saja yang terjadi di ruangan tersebut. Sistem pencegah kebakaran yang merupakan bagian dari sistem keamanan koleksi juga hanya ada di ruang penyimpanan koleksi emas dan ruang transit. Pada saat pengukuran, untuk menjaga kemanan koleksi, pengunjung atau peneliti yang mengakses ruang penyimpanan selalu didampingi dan diminta surat untuk penelitian.

Setiap ruangan tidak memiliki kelengkapan yang sama. Di ruang emas dan ruang tekstil terdapat humidifier, tetapi di ruang transit tidak terdapat humidifier dan air

conditioner. Ketidaklengkapan di setiap ruangan tersebut

merupakan keadaan yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Setiap ruangan yang menyimpan koleksi harus mempunyai alat-alat untuk menjaga agar ruangan tersebut dalam kondisi yang tetap terjaga agar tidak mempercepat kondisi perusakan yang bisa dialami akibat ketidaklengkapan alat-alat tersebut. Kelengkapan setiap ruangan masih berbeda-beda, tidak dalam satu standar yang sama.

Kesimpulan

Setelah melakukan perbandingan antara standar dan keadaan di Museum Nasional telah didapatkan beberapa poin sebagai kesimpulan. Poin pertama adalah mengenai letak ruang penyimpanan yang menjadi satu dengan ruang pameran seperti tipe pertama ruang penyimpanan. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hal tersebut harusnya dihindari karena akses untuk memasuki ruang penyimpanan biasanya sangat terbatas. Hanya beberapa orang tertentu yang

(8)

mempunyai akses tersebut dan juga didampingi oleh beberapa orang lainnya, yaitu dari bagian koleksi yang bersangkutan, bagian konservasi (bila melakukan penelitian), dan juga bagian keamanan.

Ruang penyimpanan dalam hal ini adalah ruangan yang sangat terbatas aksesnya, bukan termasuk ruangan yang bisa dimasuki oleh pengunjung. Hal tersebut dapat membahayakan keamanan koleksi yang berada di ruangan tersebut bila ruangan bisa secara bebas dimasuki oleh siapa saja.

Lalu, poin kedua adalah standar suhu, kelembapan dan cahaya yang telah ditetapkan untuk museum tidak semuanya memenuhi standar yang berlaku. Untuk suhu dan kelembapan, hampir sebagian tidak sesuai standar. Padahal, suhu dan kelembapan adalah hal yang paling mempengaruhi perubahan material benda. Hal tersebut mencerminkan bahwa tidak adanya pengawasan yang berkala pada setiap ruang penyimpanan. Pengukuran suhu dan kelembapan ruangan juga hanya dilakukan setahun sekali, baiknya pengukuran tersebut dilakukan setiap bulan sekali untuk memonitor keadaan ruangan tersebut.

Pengawasan berkala menghasilkan laporan untuk setiap ruangan yang dapat dimonitor dan disesuaikan untuk suhu dan kelembapannya. Penyesuaian suhu dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memperkecil kemungkinan kerusakan benda. Penyesuaian suhu biasanya dilakukan dengan menempatkan air conditioner (AC), humidifier, dan pengukur suhu di setiap ruangan.

Poin ketiga adalah adanya perbedaan kelengkapan alat-alat dari setiap ruang penyimpanan. Hal tersebut menandakan belum adanya standar yang pasti untuk ruang penyimpanan. Kelengkapan ruangan seperti

humidifier, air conditioner, dan alat pencegah kebakaran

harus sama di setiap ruangan.

Poin keempat adalah kebersihan di setiap ruangan yang kurang terjaga dari debu. Debu yang menumpuk akan menyebabkan kerusakan walaupun tidak dalam waktu yang singkat. Penumpukan barang dalam satu ruangan juga memicu adanya debu seperti yang terlihat di ruang transit.

Poin kelima adalah pengukuran yang dilakukan oleh museum selama setahun sekali yang menyebabkan suhu dan kelembapan tidak sesuai standar. Laporan hanya diterima setahun sekali, sementara dalam setahun ada beberapa kali perubahan suhu yang signifikan, seperti

pada musim hujan dan panas yang kemudian harus disesuaikan juga ke dalam ruangan tersebut.

Melihat sistem preservasi yang melibatkan staf dan manajemen dari museum itu sendiri, koordinasi antardivisi sangat penting untuk dilakukan, mulai dari kurator yang mempunyai akses atas koleksinya dan museum untuk memamerkannya sampai dengan bagian konservasi yang memang mempunyai wewenang untuk menangani koleksi tersebut. Karena preservasi bertujuan untuk merawat benda sebelum mengalami kerusakan, perawatan berkala adalah salah satu hal yang harus dilakukan oleh pihak museum dan seluruh karyawan yang bersangkutan dengan koleksi, yaitu semua pihak dalam museum tersebut, baik dari pihak koleksi, keamanan, dan juga kebersihannya.

Daftar Acuan

Agrawal, O.P.. 1977. Care and Preservation of Museum

Objects. New Delhi: National Research Laboratory for

Conservation of Cultural Property. Arbi, Yunus. 1992. “Museum Dewasa Ini,

SebuahFenomena.” Temu Ilmiah Antarmuseum. Arby, Yunus. (2002). Museum dan Pendidikan. Jakarta:

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Proyek Pengembangan Kebijakan Kebudayaan

Akbar, Ali. 2010. Museum di Indonesia: Kendala dan

Harapan. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Amborse, Thimoty dan Crispin Paine. 2006. Museum

Basics Second Edition. New York: Routledge.

Burcaw, Ellis G.. 1983. Intruduction to Museum Work. Nashville: The American Association for state and Local History.

Deezt, James.1967. Invitation to Archaeology. New York: The Natural History Press.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2001. Petunjuk

Teknis Tata Ruang Gudang Koleksi Museum.

Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1986. Buku

Pintar Bidang Permuseuman. Jakarta:---.

Direktorat Museum. 2007. Pengelolaan Koleksi Museum. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Fagan, M. Brian. 2005. In The Beginning: An

(9)

Introduction to Archaeology (Edisi ke-7). New

Jersey: Pearson Prentice Hall.

Fagan, M. Brian. 2006. Archaelogy: A Brief Introduction (Edisi ke-9). New Jersey: Pearson Prentice Hall. Friedman, Renee.1982. Museum Management (“Museum

People”). London: Routledge.

Getty Conservation Institute. 1996. Care of Collection (“Preventive Conservation”). London: Routledge. Harkantiningsih, Naniek, Dkk.. 1999. Metode Penelitian

Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi

Nasional.

Hilberry, John. D dan Susan K. Weinberg. 1996. “Museum Collection Storage,” Care of

Collection. London: Routledge.

---. 2007. “Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI tentang BCB.” Dirjen Sejarah Purbakala. Hodder, Ian. 1992. Theory and Practice in Archaeology.

London: Routledge.

International Council of Museum. 2006. “ICOM Code of Ethics for Museum.” Perancis: Nory.

Keene, Suzanne. 2002. Managing Conservation in

Museum. Oxford: Butterworth-Heinemann.

Liston, David. 2005. Museum Security and Protection: a

Handbook for Cultural Heritage Institutions.

London: Routledge.

Magetsasi, Noerhadi. 2008. “FilsafatMuseologi,”

Museografia Vol. II No. 2. Jakarta: Dinas

Permuseuman

Malaro, Marie. 1995. “Collection Management Policies,”

Collection Management. New York: Routledge.

Mujahid, Saiful. 2008. “Pengelolaan Museum dari Perspektif Perundang-Undangan,” Museografia

Vol. II No. 2. Jakarta: Dinas Permuseuman.

Sharer, J. Robert dan Wendy Ashmore. 20003.

Archeology: Discovering Our Past. New York:

Mc. Graw Hill.

Stephen. E, dkk..---. “The Well-Managed Museum,”

Museum Management. London: Routledge.

Sumadio, Bambang. 1996. Bunga Rampai Permuseuman. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutaarga, Mochamad Amir. (1981). Museografi dan

Museologi 1. Jakarta: Direktorat Permuseuman

Direktorat Jenderal Kebudayaan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sutaarga, Mochamad Amir. (1983). Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum.

Jakarta: Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sutaarga, Moh. Amir. 1990. “Museum sebagai Instrumen bagi Pengelolaan Proyek Permuseuman,” Studi

Musiologia. Jakarta: Proyek Pengembangan

Permuseuman.

Yunita, Ita. 2008. “Konservasi Prefentif di Museum,”

Museografia Vol. II No. 2. Jakarta: Dinas

Referensi

Dokumen terkait

11 Novita, Nawawi, dan hakiem , “Pengaruh Pembiayaan Murabahah Terhadap Perkembangan UMKM di Kecamatan Leuwiliang (Studi pada BPRS Amanah UMMAH)”. Jurnal Ekonomi Islam

Judul : PEMANFAATAN DATA MODEL GLOBAL, CITRA SATELIT, DAN DATA OBSERVASI UDARA ATAS UNTUK IDENTIFIKASI KEJADIAN PUTING BELIUNG DAN WATERSPOUT DI KUPANG – NTT (STUDI KASUS

Ruang lingkup penelitian ini mengenai teknis pengelolaan koleksi di Museum Negeri Sumatra Utara. Pengelolaan koleksi yang dijalankan oleh pihak pengelola Museum

Firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dalam mana tanggung jawab masing-masing anggota firma (disebut

asebutolol, atenolol, dan metoprolol disebut beta-blocker kardioselektif karena dapat menghambat reseptor beta-1 pada jantung dengan dosis 50-100 x lebih kecil dari

Sepanjang rute lomba, peserta diperkenankan melakukan gerak, bernyanyi dsb, dengan prinsip tidak mengganggu peserta lain dan tidak mengandung unsur SARA8.

Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek.. Kata iklan (advertising)