ABSTRAKSI
Di era globalisasi yang semakin berkembang dengan pesat, menimbulkan adanya persaingan yang ketat diantara perusahaan. Peran perusahaan yang telah mengambil bagian dalam kemerosotan kualitas lingkungan hidup dan menurunnya tanggung jawab social perusahaan (Corporate Social Responsibility) membawa dampak negatif misalnya polusi, eksploitasi tenaga kerja dan sumber energi, pengrusakan lingkungan dan penggunaan energi yang tidak bertanggung jawab dan dampak lainnya. Peran Corporate Social Responsibility yang demikian akan berdampak terhadap eksistensi Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan dapat memberi kontribusi cukup berarti dalam pengembangan berkelanjutan bagi perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model Konseptual Corporate Social Responsibility, terhadap Empowerment UKM pada PT. PLN PERSERO APJ Surabaya Selatan, diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengambil keputusan dalam meningkatkan dan menjaga eksistensi Pemberdayaan UKM di kawasan Surabaya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang pemilik / Karyawan Mitra Binaan UKM PT. PLN PERSERO APJ Surabaya Selatan.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM).
Dengan menggunakan AMOS 4.01 hasil pengujian menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility (Tanggung jawab sosial perusahaan) mempunyai pengaruh tidak signifikan dan positif terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan Perekonomian Indonesia yang mulai berkembang setelah didera krisis ekonomi membuat bangkitnya berbagai sektor perekonomian, keadaan ini membuat persaingan antar perusahaan sejenis makin ketat. Lebih-lebih saat ini dimana dunia seperti tanpa batas dengan kemajuan teknologi informasi. Era keterbukaan ini menempatkan setiap perusahaan lebih mudah dilihat oleh siapa saja , kapan saja, dan darimana saja, artinya siapapun dapat mengetahui tentang apapun termasuk aktifitas tanggung jawab sosial perusahaan dengan cepat.
Seiring dengan perkembangan jaman menjadikan perusahaan lupa akan fungsinya yaitu sebagai organisasi bisnis perusahaan dan juga sebagai organisasi sosial. Orientasi bisnis yang hanya terfokus pada tujuan ekonomi tersebut dewasa ini telah menghadapi tantangan, karena secara langsung maupun tidak langsung dalam menjalankan kegiatan operasinya perusahaan harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, perusahaan mendapatkan berbagai jenis bahan baku sebagai input operasinya beserta tenaga kerja yang diperlukan berasal dari lingkungan (Sukarno, 2006).
eksploitasi tenaga kerja dan sumber energi, kerusakan lingkungan dan penggunaan energi yang tidak bertanggung jawab (Sukarno, 2007).
Kondisi ini banyak berpengaruh pada kehidupan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu perusahaan mempunyai beberapa tanggung jawab pada kehidupan dan kesejahteraan manusia. Kesadaran masyarakat terhadap dampak perusahaan pada kondisi sosialnya dan lingkungan hidup semakin penting sehingga mulai menekan perusahaan untuk mengungkapkan pertanggung jawaban sosialnya. Karena perusahaan menggunakan sumber daya alam sebagai bahan olah untuk menghasilkan barang atau jasa dan juga sumber daya sebagai penggerak aktivitasnya.
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) saat ini bukan lagi sebagai slogan popularitas bagi perusahaan, akan tetapi sudah merupakan Kebijakan dari Pemerintah terutama bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyisihkan dana sebesar 5-10% untuk dialokasikan sebagai aktifitas kepedulian terhadap lingkungan perusahaan dan sosial atau dalam konsepnya sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility).
kesadaran penyelamatan lingkungan perusahaan-perusahaan di seluruh dunia kini sudah memperhitungkan aspek dampak lingkungan dan sosial dalam menjalankan pengembangan program Corporate Social Responsibility (CSR) (Sukarno dan sari, 2007).
Perusahaan yang ingin mengembangkan CSR harus memiliki Corporate Social Responsiveness, bagaimana perusahaan sadar dan kemudian tanggap terhadap issue sosial yang muncul. Corporate Social Responsiveness berkaitan dengan masalah bagaimana setiap perusahaan merespon masalah sosialnya dan kemampuan perusahaan menentukan masalah sosial mana yang harus direspon karena tidak semua masalah sosial direspon karena begitu luasnya masalah sosial. Kinerja sosial perusahaan merupakan hal yang cukup penting bagi Corporate Reputation, terutama dalam jangka perusahaan yang dapat memberikan kontribusi cukup berarti dalam pengembangan berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian kinerja sosial perusahaan dapat menjadi salah satu ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan sendiri merupakan salah satu asset yang sangat berharga. Dari sini dapat dijadikan titik tolak mengapa tanggung jawab perusahaan merupakan salah satu komponen kunci yang penting bagi pengembangan reputasi perusahaan.
demonstrasi dan protes yang menyiratkan ketidakpuasan beberapa elemen stakeholder pada manajemen perusahaan.
Pada kenyataannya Corporate Social Responsibility (CSR) tidak serta merta dipraktekkan oleh semua perusahaan. Beberapa perusahaan yang menerapkan Corporate Social Responsibility justru dianggap sok sosial. Ada juga yang berhasil memberikan materiil kepada masyarakat, namun di ruang public nama perusahaan gagal menarik simpati orang. Tujuannya mau bederma sembari meneguk untung citra, tetapi malah bunting. Hal ini terjadi karena CSR dilakukan secara latah dan tidak didukung konsep yang baik (Badri,2007). Praktik Corporate Social Responsibility (CSR) tidaklah semudah konsepnya Hal tersebut dikarenakan untuk melaksanakan memerlukan pemahaman yang mendalam dan mendasar, perusahaan harus selalu memperhatikan aspek sosial secara komprehensif dan intergratfif, dimana sebuah keputusan akan berdampak terhadap lingkungan. Pertimbangan keseimbangan yang tepat antara apa yang benar dengan apa yang menghasilkan keuntungan.
Adapun fungsi perusahaan menurut Budiarsi (2005:121) mendefinisikan fungsi perusahaan adalah bagaimana perusahaan secara bertanggung jawab melaksanakan fungsi keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, akuntansi dan fungsi-fungsi yang lain yang ada dalam perusahaan demi keberhasilan perusahaan.
Sedangkan menurut Boone dan Kurtz (2002:8) merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola sumber-sumber ekonomi menjadi barang jadi diperuntukkan untuk masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi perusahaan adalah kegiatan produksi yang mengelola sumber-sumber ekonomi dengan cara melaksanakan fungsi keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, akuntansi dan fungsi-fungsi yang lain yang ada dalam perusahaan demi keberhasilan perusahaan.
Adapun Program kerja bina lingkungan itu sendiri adalah kegiatan pengembangan/pembangunan masyarakat/komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna untuk mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Dan merupakan tanggung jawab sosial korporat (Corporate Social Responsibility) melalui pemanfaatan dana dari bagian laba PLN (keputusan direksi PT.PLN PERSERO,2004).
Adapun tujuan-tujuan dalam pelaksanaan Program Kerja Bina Lingkungan (PKBL) itu sendiri adalah sebagai bentuk kepedulian dan untuk meningkatkan citra PLN dan dukungan keberadaan PLN, masyarakat merasa ikut memiliki, dengan memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar instalasi PLN untuk meningkatkan kesejahteraan, pendidikan, perbaikan fasilitas umum serta melakukan penyuluhan-penyuluhan agar masyarakat sekitar instalasi PLN ikut mengamankan dan merasa memiliki instalasi tersebut.
Diharapkan dengan memperhatikan masalah tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) diatas yang telah dijelaskan, maka akan lebih berdampak positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) di lingkungan masyarakat sekitar.
selatan yang digunakan untuk tujuan memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha PLN berupa Community Services dalam bentuk bantuan :
a. Bantuan kepada korban bencana alam. b. Bantuan pendidikan dan atau pelatihan. c. Bantuan peningkatan kesehatan.
d. Bantuan pengembangan prasarana dan sarana umum. e. Bantuan sarana ibadah.
Prinsip pengelolaan dana program Bina lingkungan :
a. Transparan : harus jelas kepada siapa dan mengapa dana bina lingkungan diberikan.
b. Akuntabilitas : harus jelas pertanggung jawabannya, dapat diverifikasi atau diaudit.
c. Fleksibel : didalam penyalurannya harus jelas kriterianya. d. Azas manfaat : memberikan manfaat terbesar bagi tujuan PLN.
Kegiatan program (PKBL), yang dilakukan oleh PT.PLN PERSERO APJ Surabaya selatan untuk dapat meningkatkan atau memberdayakan pihak-pihak yang lemah dan lebih diutamakan khusus untuk para usaha kecil menengah (UKM) yang ingin mensukseskan usahanya, dan perlu diberdayakan agar menjadi lebih baik dan sukses di masa yang akan datang baik secara materi maupun SDM nya.
dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.
Syarif (2001) memberikan definisi bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Keadaan ini mencerminkan paradigma baru pembangunan yakni bersifat people centre, participatory, empowering and sustainable. Konsep ini harus lebih luas tidak hanya memenuhi semata-mata kebutuhan dasar atau basic need atau menyediakan mekanisme untuk mencegah peruses pemiskinan lebih lanjut (Safety net) yang pemikirannya dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa lalu.
Perekonomian rakyat pada hakekatnya merupakan padanan istilah ekonomi rakyat yang berarti perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat. Perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat adalah usaha ekonomi yang menjadi sumber penghasilan keluarga atau orang-perorangan.
Berdasarkan dari pemikiran diatas tentang pemberdayaan UKM tersebut maka diperlukan suatu konsep CSR untuk membantu wirausaha kecil yang ingin merintis usahanya menjadi lebih besar dan lebih sukses. Tabel berikut usaha kecil menengah yang merupakan mitra binaan dari PT. PLN PERSERO APJ Surabaya Selatan dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah.
Data Aktuitas CSR (PKBL) Tahun 2005-2009 (Tabel)
Nama Wirausaha Tahun 2005 - Koperasi Waru
Buana Putra
- Koperasi Kamp. Anggrek
Berdasarkan dari data tabel di atas terlihat bahwa jumlah mitra usaha yang bekerja sama dengan PT.PLN PERSERO APJ Surabaya selatan sangat kurang maksimal terbukti dari jumlah mitra usaha yang mengajukan pinjaman dana ke perusahaan, dari tahun ke tahun semakin menurun, diduga disebabkan mitra binaan yang meminjam dana dari PT.PLN PERSERO APJ Surabaya selatan, sudah berkembang menjadi usaha yang besar, mandiri, sukses dan jika mitra binaan itu pada pinjaman dana yang pertama, masih belum dapat mengembangkan usahanya, maka bina mitraan tersebut bisa mengajukan dana pinjaman yang kedua kali dengan syarat sudah melunasi dan membayar pinjaman dana yang pertama dan sudah disetujui oleh perusahaan dengan ketentuan yang berlaku sesuai prosedur yang diberikan oleh PT.PLN PERSERO APJ Surabaya selatan.
Berdasarkan dari permasalahan yang terjadi dalam perusahaan diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis pengaruh Corporate Social Responsibility pada PT.PLN PERSERO di Surabaya dalam pemberdayaan usaha kecil & menengah (UKM)”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) di PT.PLN PERSERO APJ Surabaya selatan
1.4. Manfaat penelitian a. Bagi Perusahaan
Sebagai bentuk kepedulian dan untuk meningkatkan citra PLN dan dukungan keberadaan PLN, masyarakat merasa ikut memiliki, dengan memberikan bantuan usaha kecil menengah kepada masyarakat sekitar wilayah operasi perusahaan atau instalasi ketenagalistrikan, sehingga dapat memberi kontribusi positif bagi perkembangan bisnis perusahaan.
b. Bagi pihak lain
Sebagai pemberdayaan masyarakat (Empowerment), bagaimana anggota masyarakat dapat mengaktualisasikan diri mereka dalam pengelolaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri tanpa ketergantungan dengan pihak-pihak perusahaan maupun pemerintah.
c. Bagi peneliti
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Hasil penelitian terdahulu
Penelitian yang sebelumnya pernah antara lain dilakukan oleh :
1. Soetji Andari, 2009, jurnal ekonomi peran Corporate Social
Responsibility dalam Pembangunan usaha kesejahteraan sosial, media info. Litkesos vol.33no4 Desember 2009. hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap
kebutuhan dan harapan stakeholder sehubungan dengan isu-isu etika,
sosial, lingkungan dan merupakan wahana yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, guna mendukung
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Kesadaran
tentang pentingnya CSR ini merupakan tren di kalangan korporasi
baik di tingkat global maupun tingkat nasional. Sampai saat ini belum
ada definisi CSR yang mudah diukur secara operasional yang
menyulitkan secara nyata dalam kegiatan pelaksanaannya.
2. Musa Hubeis, 2010, jurnal ekonomi Kajian Pembinaan,
Pengembangan dan Pengawasan UKM, Manajemen IKM, vol 5 no 1,
Februari 2010. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa : saat ini
di Indonesia terdapat 41.301.263 usaha kecil dan 361.052 usaha
menengah(UKM) yang merupakan 99,9% dari total jumlah usaha di
Indonesia. UKM tersebut bergerak di berbagai sektor
ekonomi(pertanian, perikanan, peternakan, industri, perdagangan dan
jasa).UKM juga dapat dikelompokkan atas klasifikasi pra usaha,
usaha berjalan dan usaha maju. oleh karena itu adanya upaya
pemetaan/klaster potensi UKM binaan sesuai dengan kondisi
wilayah/administratif, potensi sumber daya dan unit bisnisnya dapat
dijadikan suatu indikator dan tolak ukur bagi pembinaan,
pengembangan dan pengawasannya agar menjadi tulang punggung
dan memperkokoh struktur perekonomian nasional (Hubeis dkk,
2000)
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah
sama-sama meneliti tentang tanggung jawab sosial dengan pemberdayaan
usaha kecil menengah (UKM).
Perbedaan dari penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu
adalah metode penelitian terdahulu bersifat deskriptif yang
menjelaskan corporate Social Responsibility melalui pendekatan
Stakeholder sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan.
sedangkan penelitian sekarang yaitu analisis pengaruh Corporate
Social Responsibility terhadap Pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) di PT.PLN PERSERO APJ Surabaya selatan. Dengan
2.2. Landasan Teori
Kebutuhan suatu teori diperlukan sebagai sikap ilmiah dan dasar
dalam memecahkan suatu permasalahan. Landasan teori memberikan
gambaran atau peta yang akan dilalui sehingga tidak sembarangan dalam
memecahkan masalah. Kebenaran suatu teori akan tetap bertahan sampai
ada teori yang akan dapat mematahkan kebenaran teori sebelumnya,
sehingga penempatan suatu konstruk atau variable dapat dilakukan secara
proporsional.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli, yang diangkat dari
berbagai sumber antara lain penelitian ke perusahaan, penelitian langsung
ke wirausaha yang bekerja sama dengan perusahaan tersebut, buku sumber
daya manusia, browsing internet, jurnal CSR, jurnal UKM, dan lain
sebagainya.
2.3. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perkembangan pesat yang dialami oleh manajemen baik sebagai
disiplin ilmu maupun sebagai metode kerja telah memaksa orang-orang
yang terlibat didalamnya untuk mulai berpikir tentang produktifitas,
efisiensi dan berbagai perangkat teknis yang akan membawa perusahaan
ke arah yang lebih baik.
Manajemen sumber daya manusia atau sering disebut resources
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan
dalam manajemen sumber daya manusia ini telah berubah sikap
manajemen terhadap tenaga kerja, kalau semula tenaga kerja dipandang
sebagai investasi yang mutlak harus ada, supaya usaha bisa dijalankan.
Sebelumnya hubungan kerja terjadi antara buruh dan majikan sekarang
antara mitra kerja. Semua tenaga kerja dieksploitasi, sekarang dipelihara.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas manajemen sumber daya
manusia merupakan salah satu disiplin ilmu manajemen yang telah
menitik beratkan pada kajian aspek manusia dengan segala aktifitasnya.
Aspek manusia jadi sangat penting, seperti modal, metode, bahkan
teknologi yang ada tidak akan berfungsi dengan baik jika tidak ditunjang
oleh kualitas sumber daya manusia merupakan penentu keberhasilan
dalam organisasi.
Menurut Erni Trisnawati (2005:195): “manajemen bisa
didefinisikan sebagai upaya serta merekrut, mengembangkan, memotivasi,
serta mengevaluasi keseluruhan sumber daya manusia yang diperlukan
perusahaan dalam pencapaian tujuannya. Pengertian ini mencakup dari
mulai memilih siapa saja yang memiliki kualifikasi dan pantas untuk
menempati posisi dalam perusahaan seperti yang diisyaratkan perusahaan
sehingga dapat dipertahankan serta ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu manajemen sumber daya manusia ini memiliki tempat
khusus dalam organisasi perusahaan. Dalam struktur organisasi perusahaan
bertanggung jawab dan berfungsi mengelola sumber daya manusia, atau
biasanya dikenal dengan bagian personalia.
Dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan, permasalahan yang
dihadapi manajemen bukan hanya terdapat harga mentah, alat-alat kerja,
mesin-mesin produksi, uang dan lingkungan kerja saja, tetapi juga
menyangkut karyawan (SDM) yang mengelola faktor-faktor produksi
tersebut. Namun perlu diingat bahwa sumber daya manusia sendiri sebagai
faktor produksi, seperti halnya faktor produksi lainnya, merupakan
masukan (input) yang diolah oleh perusahaan dan menghasilkan keluaran
(output). Karyawan baru yang belum mempunyai ketrampilan dan
keahlian dilatih, sehingga menjadi karyawan yang matang. Pengelolaan
sumber daya manusia inilah yang disebut SDM.
Menurut Rifai (2005:1) manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi
segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses
ini terdapat dalam fungsi / bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun
kepegawaian. Karena sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin
penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai
pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara
sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia.
Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan
Dari pengertian-pengertian di atas, bahwa manajemen sumber daya
manusia adalah suatu fungsi dalam organisasi yang mengusahakan
pengelolaan sumber daya manusia dalam rangka mencapai tujuan
individu, organisasi dan masyarakat.
2.4. Lingkungan Perusahaan
2.4.1. Pengertian Lingkungan Perusahaan
Menurut Swastha dan Sukotjo (1995:26) lingkungan perusahaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan dari faktor-faktor ekstern yang
mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya.
sedangkan dalam arti lingkungan secara luas mencakup semua faktor
ekstern yang mempengaruhi individu, perusahaan dan masyarakat.
2.4.2. Jenis-jenis Lingkungan Perusahaan
Dalam lingkungan kehidupan sehari-hari kita sering mendengar
atau melihat perusahaan sebagai suatu unit kegiatan ekonomi yang di
organisasi dan dijalankan untuk menjadikan barang atau jasa bagi
masyarakat dengan motif memperoleh keuntungan. Pembagian perusahaan
dapat dibedakan menurut ruang lingkupnya yaitu : (Asri dan Suprihanto,
2003:21).
a. Lingkungan Umum.
Lingkungan umum adalah lingkungan perusahaan yang secara tidak
mencapai tujuannya. Faktor-faktor lingkungan umum yang
mempengaruhi perusahaan antara lain : politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, pendidikan, teknologi, demografi, dan hukum.
b. Lingkungan khusus.
Lingkungan khusus adalah lingkungan perusahaan yang secara
langsung mempengaruhi proses perkembangan perusahaan dalam
mencapai tujuan. Faktor-faktor lingkungan khusus yang
mempengaruhi perusahaan antara lain : penyedia (supplier), pelanggan
(customer), pesaing (competitor), teknologi (technology), dan sosio politik.
2.5. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Tanggung jawab sosial perusahaan menurut pandangan klasik,
perusahaan bertindak dalam acara yang bertanggung jawab secara sosial
apabila mendayagunakan sumber dayanya secara efisien sesuai dengan
yang diperlukan (George A.Steiner- John B Miner, 1988:54). Menurut
sudut pandang konseptual, tanggung jawab sosial perusahaan menurut
Davis yang dikutip George A.stainer – John B.Miner (1982:54 ), pada
tingkat abstraksi yang tinggi, tanggung jawab sosial perusahaan, mengacu
pada keputusan dan tindakan usahawan yang paling tidak diambil untuk
alasan yang sebagian di luar kepentingan ekonomi atau teknis langsung
Pandangan yang lebih luas menurut Bowen yang dikutip oleh
Steiner dan Meiner (1998:54) menyatakan bahwa ada kewajiban untuk
membantu kebijakan itu, mengambil keputusan tertentu atau menjajaki
jalur tindakan yang diinginkan dalam kaitannya dengan tujuan dan nilai
masyarakat.
Pandangan yang lebih luas lagi menurut Andrews yang dikutip oleh
Stainer dan Meiner (1982:54), menyatakan bahwa dengan tanggung jawab
sosial sebagai penekanan nalar dan obyektif bagi kesejahteraan masyarakat
yang mengendalikan perilaku manusia dan perusahaan dari aktivitas yang
pada akhirnya merusak, tidak jadi soal betapapun segeranya laba yang
dihasilkan, dan hal itu menimbulkan kontribusi positif bagi kesejahteraan
manusia, dimana berbagai hal dapat didefinisikan dari hal yang terakhir.
Pada dasarnya, keseluruhan definisi itu menyatakan bahwa para usahawan
seyogyanya mempertimbangkan sosial masyarakat dalam pengambilan
keputusan.
Pada tingkat operasional, tanggung jawab sosial dapat didefinisikan
dalam kaitannya dengan program tindakan spesifik yang memungkinkan
ditempuh perusahaan.
2.5.1. Sejarah Perkembangan (Corporate Social Responsibility)
Tanggung jawab sosial muncul dan berkembang sejalan dengan
interpelasi antara perusahaan dan masyarakat, yang sangat ditentukan oleh
Semakin tinggi tingkat peradaban masyarakat, khususnya akibat
perkembangan ilmu sehingga meningkatkan kesadaran dan perhatian
lingkungan memunculkan tuntutan tanggung jawab perusahaan. Hal itu
karena, peningkatan pengetahuan masyarakat meningkatkan keterbukaan
ekpektasi masa depan dan sustainibilitas pembangunan.(Nor
Hadi,2009:48)
Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan pergeseran dampak
negatif industrialisasi memicu illegitimasi masyarakat, karena peningkatan
pengetahuannya. Dowling (1975) menyatakan legitimasi mengalami
pergeseran bersamaan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan
dan masyarakat dimana perusahaan berada. Perubahan nilai, norma dan
peradaban masyarakat menuntut tanggung jawab perusahaan secara
meluas. Disitulah letak peran social responsibility, mengingat social
responsibility merupakan bagian dari perluasan tanggung jawab
perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan, social responsibility
bersifat dinamis, sesuai dengan konteks yang melingkupinya.
Batasan konsep social responsibility, mengalami perkembangan
dalam sejarah keberadaannya. Mengingat social responsibility salah
satunya muncul dari tuntutan stakeholders, sebagai akibat bagian dari hak
yang dimiliki terganggu oleh eksistensi perusahaan. Sesuai dengan
metaanilisis dan memperhitungkan karakter dekadenya, perkembangan
1. Perkembangan awal yang masih diwarnai konsep tradisional yaitu
antara 1950-1960.
2. Perkembangan pertengahan antara tahun 1970-1980
3. Perkembangan era tahun 1990-1n sampai sekarang.
Perkembangan awal social responsibility tahun 1950-1960an
Perkembangan awal social responsibility masih dipahami secara
sederhana. Pada saat itu, social responsibility dipahami sebagai derma
perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya. Menurut cara pandang
tradisional, tanggung jawab sosial perusahaan lebih didasarkan pada
aktivitas yang bersifat karitatif. Gema tanggung jawab sosial dimulai
sejak tahun 1960-an saat dimana secara global, masyarakat dunia baru
pulih dari excess perang dunia 1 dan II, serta mulai menapaki jalan
menuju kesejahteraan.
Perkembangan Social responsibility era tahun 1970-1980
Pada tahun 1970-an mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa
bumi yang kita pijak mempunyai keterbatasan daya dukung.
Sementara, manusia bertambah secara eksponensial, sehingga
eksploitasi alam mesti dilakukan secara hati-hati supaya pembangunan
dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Turut meramaikan perkembangan social responsibility di era ini adalah
terbentuknya Community for Development (CED) tahun1970-an yang
merupakan gabungan kelompok perusahaan di Amerika dan para
Sejalan dengan bergulirnya waktu, kepedulian lingkungan dan
kegiatan kedermaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy
maupun Community Development (CD). Di era 1980-an makin banyak
perusahaan yang menggeser konsep tanggung jawab sosial dari basis
philanthropy ke arah yang lebih produktif lewat (CD). Intinya, kegiatan derma yang sebelumnya kental dengan pola derma karitatif,
bergeser ke arah pola pemberdayaan masyarakat, seperti:
pengembangan kerja sama, memberikan keterampilan, pembukaan
akses pasar, hubungan intiplasma, dan sejenisnya.
Perkembangan Social Responsibility Era tahun 1990-an hingga sekarang
Dasawarsa 1990-an adalah periode praktik social responsibility yang
diwarnai dengan beragam pendekatan, seperti: pendekatan integral,
pendekatan stakeholder maupun pendekatan civil society. Pendekatan
ini telah mengena dalam banyak dimensi, dengan melibatkan berbagai
elemen sehingga berjalan secara integral, sampai pada level grassroots.
satu terobosan besar perkembangan gema tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate social responsibility). Konsep tersebut
mengakui bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perlu
memperhatikan 3P, yaitu bukan Cuma profit yang diburu namun juga
harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan ikut aktif
dalam menjaga kelestarian lingkungan. Konsep triple button line
yang secara eksplisit telah mengaitkan antara dimensi tujuan dan
tanggung jawab, baik kepada shareholder maupun stakeholder. Konsep
triple button line nampaknya cukup direspon oleh banyak kalangan karena mengandung strategi integral dengan memadukan antara sosial
motif dan ekonomi motif.
2.5.2. Fase Perkembangan Tanggung Jawab Sosial
Sejarah perkembangan pemikiran tanggung jawab sosial dimulai
dari Amerika Serikat, tahapan tanggung jawab sosial dapat dibedakan
menjadi tiga tahap yaitu: (Sukarno et al, 2004:352).
a. Tahap pertama
Tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat bermula
pertama kali pada abad ke-19. Ketika perusahaan besar
menyalahgunakan kekuasaan mereka dalam soal diskriminasi harga,
menahan buruh dan perilaku yang menyalahi moral kemanusiaan.
b. Tahap kedua
Fase kedua evolusi tanggung jawab sosial tercetus pada tahun 1930-an
dimana saat terjadi resesi ekonomi sehingga terjadi pengangguran yang
sangat meluas dan merugikan pekerja sehingga timbul tuntutan
tanggung jawab perusahaan terhadap pekerjanya.
c. Tahap ketiga
Ketidakpuasan hati masyarakat terhadap golongan pengusaha yang
terjadi pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1970 yang
mementingkan menjaga lingkungan yang bersih.
2.5.3. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Sosial
Ranah tanggung jawab sosial (social responsibility) mengandung
dimensi yang sangat luas dan kompleks. Di samping itu tanggung jawab
sosial juga mengandung interpretasi yang sangat berbeda, terutama
dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan stakeholder. Untuk
itu dalam rangka memudahkan pemahaman dan penyederhanaan, banyak
ahli mencoba menggaris bawahi prinsip dasar yang terkandung dalam
tanggung jawab sosial.
Prinsip-prinsip utama tanggung jawab sosial yang berkembang
yaitu: (Sukirno et al, 2004:353)
a. Prinsip Charity
Prinsip Charity membawa ide bahwa anggota masyarakat yang lebih
kaya seharusnya menolong masyarakat yang kurang bernasib baik
seperti orang cacat, orang tua dan orang sakit.
b. Prinsip Stewardship
Prinsip Stewardship adalah konsep yang diambil dari ajaran yang
menghendaki individu yang kaya, menganggap diri mereka sebagai
pemegang amanah terhadap harta benda mereka untuk kebajikan
2.5.4. Pengukuran Tanggung Jawab Sosial
Dalam gagasan Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan
tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line ,yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi
keuangan (financial) saja tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak
pada triple bottom line. Disini triple bottom line adalah selain financial
adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup
menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (Sustainability).
Pengukuran tanggung jawab sosial perusahaan(CSR) terdiri dari:
Menurut Dwi Kartini(2009:54 “Corporate Social Responsibility”
dalam sustainability management dan implementasi di Indonesia):
a. Keberlanjutan (sustainability)
b. Transparansi.
c. Pelibatan stakeholder.
Menurut Sukarno (2008, jurnal ekonomi seminar ketahanan
ekonomi Nasional, SKEN):
a. Pengetahuan (knowledge).
b. Keterbukaan (transparency)
c. Globalisasi.
Menurut Budiarsi, dalam Sukarno 2005 (“corporate social
responsibility”):
a. Financial (keuangan)
b. Social
2.6. Citra Perusahaan (Corporate Reputation)
Menurut Soemirat dan Ardianto (2004: 14), citra adalah bagaimana
cara pihak lain memandang sebuah perusahaan mempunyai citra. Setiap
perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandang,
berbagai citra perusahaan dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial,
banker, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok asosiasi dagang,
perusahaan datang dari pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai
pandangan terhadap perusahaan.
2.6.1. Beberapa jenis Corporate Reputation
Jefkins (2003:45) menyebutkan beberapa jenis citra. Berikut ini
lima jenis citra yang dikemukakan, yaitu :
a. Citra bayangan (mirror image) , adalah citra yang melekat pada orang
dalam atau anggota-anggota organisasi biasanya adalah pemimpin
mengenal anggapan pihak luar tentang organisasi.
b. Citra yang berlaku (current image), adalah citra yang dianut oleh
pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
c. Citra yang diharapkan (wish image), adalah suatu citra yang diinginkan
oleh pihak manajemen.
d. Corporate reputation (corporate image), adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan
e. Citra majemuk (multiple image), adalah banyaknya jumlah pegawai dalam memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan
organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan.
2.7. Visi-Misi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Sebagai awal pengendalian dan pengawasan, melakukan
perencanaan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
hal yang dipandang penting. Perencanaan, menjadi satu dimensi
keseriusan perusahaan dalam ikut berpartisipasi dan empathy terhadap
berbagai masalah lingkungan dan sosial.
Nor Hadi (2009:124), menetapkan Visi tanggung jawab sosial
perusahaan :
Visi merupakan landasan filosofis operasional suatu entitas, dengan tidak
memandang jenis entitasnya. Sebagai landasan filosofis, visi menjadi core
value satu aktivitas sehingga menjiwai berbagai bentuk aktivitas yang
menjadi kebijakan organisasi (entitas). Dalam aktivitas keberpihakan
terhadap masyarakat dan lingkungan, praktik tanggung jawab sosial harus
didasarkan pada landasan kuat yang dijadikan pijakan kebijakan untuk itu
penetapan visi yang sinergis dengan visi perusahaan menjadi penting. Visi
tersebut, memberikan arahan bagi para pihak pengelola perusahaan untuk
menentukan code of conduct perusahaan, agar sejalan dengan nilai
Nor Hadi (2009:125), menetapkan Misi tanggung jawab sosial
perusahaan:
Misi merupakan penjabaran secara lebih operasional dari visi
sehingga, misi tanggung jawab sosial perusahaan merupakan wahana
untuk menginformasikan siapa perusahaan, landasan filosofis perusahaan,
apa inti atau garis aktivitas perusahaan dimata stakeholder.
Di sini misi, menjadi pijakan untuk merumuskan tanggung jawab
sosial yang akan dilakukan perusahaan. Singkat kata , misi merupakan
jabatan inti aktivitas yang akan mengantarkan terwujudnya harapan
sebagaimana tertuang dalam visi perusahaan.
2.8. Peran CSR dan tanggung Jawab sosial
(Soetji Andari,2009) dalam penanggulangan yang dilakukan untuk
menangani permasalahan kesejahteraan sosial, terdapat tiga tingkat
kegiatan program CSR dalam usaha memperbaiki kesejahteraan
masyarakat yakni :
1. Kegiatan program CSR yang bersifat “charity”. Bentuk kegiatan
seperti ini ternyata dampaknya terhadap masyarakat hanyalah “
menyelesaikan masalah sesaat” hampir tidak ada dampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Walaupun masih sangat relevan
tetapi untuk kepentingan perusahaan dan masyarakat dalam jangka
panjang lebih dibutuhkan pendekatan CSR yang berorientasi pada
2. Kegiatan program CSR yang membantu usaha kecil secara parsial.
Saat ini makin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya
pendekatan CSR yang berorientasi pada peningkatan produktifitas dan
mendorong kemandirian masyarakat.
3. Kegiatan program CSR yang berorientasi membangun daya saing
masyarakat, program CSR akan memberi dampak ganda untuk
perusahaan dan masyarakat karena dari awal dirancang untuk
meningkatkan produktifitas guna meningkatkan daya beli saing
sehingga meningkatkan akses pada pendidikan dan kesehatan jangka
panjang untuk itu perlu diberikan penekanan pada keberlanjutan
penguatan ekonomi secara mandiri.
2.9. Penyelenggaraan Corporate Social Responsibility
1. Melalui keterlibatan langsung :
Program CSR dilakukan secara langsung dengan menyelenggarakan
sendiri berbagai kegiatan sosial ataupun menyerahkan bantuan-bantuan
secara langsung kepada masyarakat.
2. Melalui organisasi sosial :
Terdapat sebuah organisasi sosial yang didirikan sendiri untuk
mengelola berbagai kegiatan sosial yang dalam hal ini merupakan
3. Bermitra dengan pihak lain :
CSR dilakukan dengan membangun kerja sama dengan pihak lain baik
itu lembaga sosial / organisasi pemerintah, instansi pemerintah,
instansi pendidikan, dll. Kerja sama ini dibangun dalam mengelola
seluruh kegiatan maupun dalam pengelolaan dana
4. Bergabung dalam konsorsium :
Bergabung menjadi anggota ataupun mendukung sebuah lembaga
sosial yang berbasis pada tujuan sosial.
2.10. Peran dan Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Tentang pengertian atau definisi UKM ini sangat bervariasi.
Diantara lembaga pemerintah memberikan definisi atau batasan yang
berbeda dimana sedikitnya mencakup dua aspek yaitu aspek modal dan
aspek penyerapan tenaga kerja. Departemen perindustrian pada tahun 1983
membagi sektor industri menjadi tiga kelompok. Pertama, adalah
kelompok industri dasar (basic industry) seperti metal dan kimia. Kedua,
adalah aneka industri yang menyerap banyak tenaga kerja dan
menggunakan teknologi yang sifatnya tradisional atau yg sederhana.
Ketiga, adalah industri yang mempunyai investasi berupa aset tetap (fided
asset) kurang dari Rp. 70 juta di luar nilai tanah uang dikuasainya.
Inpers no.10 tahun 1999 mendefinisikan bahwa usaha menengah
Rp.200.000.000,00, sampai maksimal Rp. 10 milyar, tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
Syarif (2001) mengemukakan kriteria umum UKM dilihat dari
ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut :
- Struktur organisasi yang sangat sederhana.
- Tanpa staf yang berlebih.
- Pembagian kerja yang kendur.
- Memiliki hierarki managerial yang pendek.
- Aktifitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses
perencanaan.
- Kurang membedakan aset pribadi dan aset perusahaan.
Mudrajad (1997), mengemukakan bahwa strategi pembinaan bagi
usaha kecil yang telah diupayakan selama ini daat diklasifikasikan
dalam indikator :
- Pertama : aspek manajerial.
- Kedua : aspek permodalan.
- Ketiga : mengembangkan program kemitraan.
- Keempat : pengembangan sentra industri kecil.
2.10.1.Jenis -Jenis UKM
Menurut M. Kwartono Adi (2007:15) menyatakan sekarang ini
banyak ragam jenis usaha UKM di Indonesia buku-buku yang mengulas
jenis usaha UKM sudah banyak, tetapi secara garis besar dikelompokkan
dalam 4 kelompok :
1. Usaha perdagangan
Keagenan: agen koran/ majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain;
pengecer: minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain;
sektor informal: pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, dan
lain-lain.
2. Usaha pertanian
Meliputi perkebunan: pembibitan dan kebun buah-buahan,
sayur-sayuran dan lain-lain ; peternakan: ternak ayam, petelur, susu sapi dan
Perikanan: darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.
3. Usaha Industri
Industri makanan/minuman; pertambangan; pengrajin; konveksi; dan
lain-lain
4. Usaha jasa
Jasa Konsultan; Perbengkelan; restoran ; jasa konstruksi ; jasa
2.10.2.Visi-Misi UKM
M. Kwartono Adi (2007:19), sebagai negara yang sedang
berkembang dengan mayoritas penduduk berada di sektor pertanian
perikanan. Maka ekonomi kerakyatan merupakan tulang punggung bangsa
Indonesia. adanya krisis moneter yang berkepanjangan membuat bangsa
Indonesia mengubah paradigma dalam arah kebijakan ekonominya yang
tadinya berpihak pada konglomerat dalam pertumbuhan ekonomi negara
sekarang berbalik arah berpihak pada UKM untuk menyelesaikan masalah
pengangguran dan pengentasan kemiskinan melalui ekonomi kerakyatan
yang terpadu.
Dan adanya krisis ekonomi rupanya membuat bangsa Indonesia
memiliki paradigma baru tentang pemberdayaan usah kecil. Realita
menunjukkan sektor UKM tidak bisa dipandang sebelah mata lagi,
sehingga pemerintah melalui kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat secara khusus melakukan rapat koordinasi yang
salah satunya membicarakan Strategi Nasional Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat.
Dari kesepakatan tersebut dapat dilihat Visi – Misi dan UKM
sebagai berikut :
- Visi UKM adalah Menanggulangi kemiskinan
- Misi UKM adalah Peningkatan pendapatan penduduk miskin dengan
2.11. Strategi Pengembangan UKM
M .Kwartono Adi (2007:20), berdasarkan SNPK tanggal 8 Juni
2005 tersebut di atas, maka strategi pengembangan UKM melibatkan dua
pihak :
Pertama : Menko Kesra selaku Ketua Komite penanggulangan kemiskinan
1. Mengkoordinasi penyusunan kebijakan pemberdayaan dan
pengembangan UKM dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
2. Mendorong pemerintah dalam penerbitan peraturan
perundang-undangan untuk mendukung pemberdayaan dan pengembangan UKM
dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
3. Mendorong upaya penggalangan sumber-sumber pendanaan dari
pemerintah, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar
negeri, untuk membiayai pemberdayaan dan pengembangan UKM.
4. Mendorong upaya pembentukan lembaga keuangan lainnya yang
berfungsi sebagai penyedia sumber permodalan yang murah bagi usaha
mikro.
5. Mendorong penyediaan dana penjamin dari Pemerintah untuk UKM
terutama di pedesaan dan sektor pertanian.
6. Mengkoordinasi pelaksanaan program pendampingan dan pelatihan
bagi usaha mikro dan usaha kecil.
Kedua : Gubernur bank Indonesia.
1. Mendorong bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah
untuk menyalurkan kredit UKM sesuai dengan rencana bisnis
masing-masing bank, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
2. Menyesuaikan ketentuan perbankan guna mendorong penyaluran
kredit UKM dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam menetapkan
kebijakan mengenai pengembangan UKM atas dasar penelitian atau
pengkajian.
4. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembinaan dan
pendampingan BSP/konsultan keuangan Mitra Bank bagi UKM.
5. Memfasilitasi atau bekerja sama dengan lembaga lain, baik domestik
maupun internasional, dalam rangka mendorong penyaluran kredit
UKM.
Dengan mengetahui Visi-misi dan strategi UKM menurut kebijakan
pemerintah di atas, maka pelaksana di lapangan akan lebih mudah dalam
mengatur dan merencanakan strategi pemberdayaan UKM yang bersinergi,
mengingat sudah ada dukungan penuh dari pemegang regulasi, yaitu
pemerintah dan BI sebagai salah satu pilar pemberdayaan UKM. Demikian
juga dengan banyaknya masyarakat yang mengetahui Visi-misi dan
strategi UKM tersebut diharapkan masyarakat dapat ikut memantau dan
dari Pemda setempat maupun masyarakat menunjukkan adanya sinergitas
yang positif.
Momentum ini perlu kita jaga bersama dan kita jadikan pendorong
yang kuat untuk maju dari ketertinggalan dengan negara lain.
2.12. Alasan Adanya Pemberdayaan UKM
(Muljanto, ISEI 2010:3) perhatian untuk menumbuhkan dan
mengembangkan usaha kecil setidaknya dilandasi oleh tiga alasan:
Pertama, usaha/industri kecil menyerap banyak tenaga kerja. Kecenderungan tersebut umumnya membuat usaha /industri kecil juga
intensif dalam menggunakan sumber daya alam lokal. Apalagi karena
lokasinya banyak di pedesaan, pertumbuhan usaha/industri kecil akan
menumbuhkan dampak positif peningkatan jumlah penyerap tenaga kerja,
pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan,
dan pembangunan ekonomi di pedesaan.
Kedua, usaha / industri kecil memegang peranan penting dalam ekspor non-migas,
Ketiga, adanya urgensi untuk merubah struktur dunia usaha nasional dari bentuk piramida menjadi struktur ekonomi yang berbentuk gunungan.
Struktur dunia usaha yang berbentuk piramida menggambarkan pada
puncak piramida dipegang oleh usaha skala besar, dengan ciri-ciri:
beroperasi dalam struktur pasar quasi monopoli-oligopolistik, hambatan
tinggi dan akumulasi modal cepat. Sementara pada dasar piramida
didominasi oleh usaha skala menengah dan kecil yang beroperasi dalam
iklim yang sangat kompetitif, hambatan masuk rendah, marjin keuntungan
rendah dan tingkat drop out tinggi.
2.12.1.Orientasi Program Pemberdayaan Usaha kecil Menengah
(Muljanto.ISEI 2010) orientasi pemberdayaan memiliki makna
berupa Usaha dan kecil menengah bukanlah obyek dari program
pembinaan tetapi sebagai subyek. Sehingga kepentingan Usaha kecil dan
menengah menjadi fokus program pembinaan melalui konsep
pemberdayaan.
Paradigma ini akan menentukan pola pembinaan. Dalam banyak
pengalaman pembinaan, ada yang berpendapat “berilah kailnya, jangan
ikannya” artinya, pembina harus memberikan rangsangan kepada usaha
agar tumbuh inisiatif dalam melakukan sesuatu, untuk menyelesaikan
masalahnya.
Tetapi di sisi yang lain, pendekatan reward and punishment banyak
pula yang, memakainya. Alasan yang dipakai adalah bagaimana pembina
mendorong yang dibinanya untuk melakukan sesuatu tanpa kejelasan
reward yang akan diterimanya. Reward ini bisa berwujud materi, harapan,
kenyamanan, uang, kehidupan lebih baik. Perbedaan cara pandang tentang
Artinya cara dan metode pembinaan akan ditentukan oleh kondisi
yang ada di sekitar usaha kecil dan menengah, pada dasarnya ada dua
pendekatan dalam pembinaan yaitu penguatan dan pemberdayaan.
Beberapa perbedaan antara keduanya, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Penguatan (development) Pemberdayaan (empowerment)
1. Tergantung inisiatif pembina
dalam menyelesaikan masalahnya.
1. Tergantung inisiatif mitra
binaan dalam menyelesaikan masalahnya.
2. Pembina sangat dominan dalam
melakukan pembinaan
2. Pembina hanya sebagai
fasilitator dalam pengembangan
3. Bersifat top down 3. Bersifat bottom up
4. Bisa berdurasi pendek 4. Bisa berdurasi panjang
5. Fokus pada menyelesaikan
masalah yang dihadapi
5. Fokus pada pengembangan
potensi yang ada
6. Cocok diterapkan pada
usaha/mitra yang masih mengharapkan dukungan dari pihak lain
6. Cocok diterapkan pada usaha
/ mitra yang memiliki kematangan dalam usaha sangat mandiri dalam menentukan sikap dan pandangannya.
2.12.2.Paradigma Pemberdayaan UKM
Pemberdayaan atau empowerment dari kata power diartikan
sebagai “daya”. Daya dalam arti kekuatan disini berasal dari dalam, tetapi
dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar.
Terdapat beberapa pengertian dan indikator pemberdayaan yang
dikemukakan oleh para ahli, yaitu :
1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang
2. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin,
1987:13)
Berdasarkan dari definisi pemberdayaan di atas, dapat dinyatakan
bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
2.13. Pengukuran Pemberdayaan UKM
Menurut (Musa Hubeis,2010 jurnal ekonomi manajemen IKM,
vol 5 no 1)
Pengukuran pemberdayaan UKM terdiri dari:
a. Peningkatan SDM
b. Mutu produk UKM
c. Pengembangan dan pengawasan UKM.
Menurut (Sukarno, 2008 jurnal ekonomi Seminar Ketahanan
Ekonomi Nasional) pengukuran pemberdayaan UKM terdiri dari:
a. Pengembangan Organisasi
b. Kemitraan usaha
2.14. Pengaruh CSR terhadap Pemberdayaan UKM
Menurut (Soetji Andari, peran CSR, vol 33,desember 2009)
Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab perusahaan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders
sehubungan dengan isu-isu etika, sosial, lingkungan, dan merupakan
wahana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan.
Menurut (Sukarno, jurnal riset ekonomi vol 9.januari 2009), praktik
CSR (Corporate social Responsibility) tidaklah semudah konsepnya hal
tersebut dikarenakan untuk melaksanakan memerlukan pemahaman yang
mendalam dan mendasar, perusahaan harus selalu memperhatikan aspek
sosial secara komprehensif dan integratif dimana sebuah keputusan akan
berdampak terhadap lingkungan. Pertimbangan keseimbangan yang tepat
antara apa yang benar dengan apa yang menghasilkan keuntungan.
Menurut (M. Kwartono adi, analisis UKM,2007:11-13) dengan
mengenali UKM sesuai kapasitasnya, maka kepercayaan terhadap para
pihak yang terkait dengan UKM akan tumbuh dan gerakan sinergis
pengusaha, pendamping (fasilitator), Pemerintah dan lembaga keuangan
diharapkan dapat terjadi, yang dampaknya akan mengurangi timbulnya
Banyak definisi UKM yang di pahami baik dari lembaga lokal
maupun asing. Namun demikian, Perbankan Indonesia menggunakan
definisi UKM sesuai Menko Kesra dengan bank Indonesia (BI).
Definisi usaha kecil berdasarkan UU no 9 tahun 1995,secara
spesifik didefinisikan sebagai berikut:
- Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 dan milik Warga Negara
Indonesia.
Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia kepada semua Bank
umum di Indonesia no.3/9/Bkr, tgl 17 mei 2001,usaha kecil adalah usaha
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,00.
3. Milik warga Negara Indonesia.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi bail langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
5. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum,
Usaha menengah menurut Instruksi Presiden no 10 Tahun 1999 adalah:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp.200.000.000,00 sampai
dengan paling banyak 1.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
2. Milik warga negara Indonesia.
3. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha besar.
4. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum,
dan atau badan usaha yang berbadan hukum.
Berdasarkan dari teori tersebut di atas maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan sangat membantu
perekonomian bagi UKM-UKM yang ingin merintis usahanya agar
menjadi lebih berkembang di masyarakat, dengan mengajukan persyaratan
yang tidak menyulitkan beberapa UKM untuk mengajukan pinjaman dana
ke perusahaan. dengan begitu perusahaan sudah menjalankan kegiatan
sosial bagi masyarakat sekitar dan membantu agar mensukseskan usaha
2.15. Kerangka Konseptual
Corporate Social
Responsibility
(CSR)
(X)
Pemberdayaan
usaha kecil dan
menengah
(UKM)
2.16. Hipotesis
Sesuai dengan latar belakang masalah yang diajukan, perumusan
masalah, tujuan penelitian dan kajian teoritis dalam landasan teori yang
digunakan dalam penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Diduga Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh positif
terhadap pemberdayaan (UKM) pada PT. PLN Persero APJ Surabaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Untuk mempermudah dalam menyelesaikan permasalahan perlu
diketahui beberapa definisi operasional yang berhubungan dengan
penulisan usulan penelitian yaitu :
1. (CSR) Corporate Social Responsibility (X)
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab sosial PT.PLN PERSERO APJ Surabaya selatan yang
didasarkan pada nilai-nilai etika, dengan memberikan perhatian kepada
karyawan, masyarakat & lingkungan serta dirancang untuk dapat untuk
dapat melestarikan pemberdayaan UKM-UKM.
Adapun beberapa indikator yang terdapat dalam variabel CSR
(X) menurut (Dwi kartini 2009, Sukarno 2008, Budiarsi 2005) :
a. Sosial (X1)
Adalah kegiatan yang dilakukan oleh PT.PLN PERSERO APJ
Surabaya selatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
b. Transparansi (X2)
Adalah merupakan kemampuan perusahaan untuk lebih membuka
diri kepada masyarakat tentang aktifitas tanggung jawab sosialnya,
melalui keikutsertaan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan
lingkungan.
c. Sustainability (keberlanjutan) (X3)
Adalah tumbuhnya rasa memiliki program dan hasil program pada
diri masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut andil dalam
menjaga dan memelihara program dengan baik.
d. Pelibatan stakeholder (X4)
Adalah mekanisme yang menjamin partisipasi masyarakat untuk
dapat terlibat dalam siklus proyek.
2. Pemberdayaan UKM (Y)
Pemberdayaan UKM merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh PT.PLN Persero APJ Surabaya selatan terhadap UKM kecil
(pengrajin lilin) dalam upaya lebih berdaya guna dan lebih dapat
bersaing dengan pengrajin usaha jenis lain.
Adapun beberapa indikator yang terdapat dalam variabel
Pemberdayaan UKM antara lain menurut (Sukarno, 2008 dan
a. Mitra usaha (Y1)
Adalah merupakan suatu kegiatan kerja sama bisnis yang
dilakukan antara mitra binaan UKM dengan pihak lain untuk
mensukseskan usahanya.
b. Peningkatan SDM (Y2)
Adalah jumlah sumber daya manusia (karyawan) yang bekerja
pada usaha kecil mitra binaan PT.PLN PERSERO
c. Pembinaan, pengembangan, pengawasan UKM (Y4)
Adalah merupakan kegiatan yang dilakukan pihak lain terhadap
UKM mitra binaan agar dapat tumbuh menjadi usaha yang sukses
dan mapan.
d. Mutu Produk UKM (Y5)
Adalah kualitas barang produksi yang dihasilkan oleh industri itu
baik atau tidak, sehingga dapat dipasarkan ke pasaran yang lebih
luas.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
interval, yaitu suatu pengukuran yang menunjukkan jarak antara satu data
dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama (Ridwan,2003:9).
Skala pengukuran yang digunakan adalah interval dan skala data
yang digunakan adalah Semantic Differential Scale. Skala ini disusun
sebelah kanan dan jawaban negatifnya di sebelah kiri, atau sebaliknya
skala data yang digunakan adalah skala interval 1 sampai 7, digambarkan
sebagai berikut :
Tanggapan atau pendapat tersebut dinyatakan dengan memberi skor
yang berada dalam rentang 1 sampai dengan 7 pada masing-masing skala,
dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi.
Dengan kriteria 1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=agak tidak
setuju, 4=netral, 5=agak setuju, 6=setuju, 7=sangat setuju.
3.1.3. Teknik Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. (Sugiyono, 2004:72). Populasi dalam penelitian ini
adalah usaha kecil menengah mitra binaan PT.PLN PERSERO APJ
Surabaya selatan, dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah
(UKM) yang bekerja sama dengan PLN.
1 7
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang menjadi obyek
dari suatu penelitian. Sampel dipilih berdasarkan teknik purposive
sampling , yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiono, 2003:61). Sampel dalam penelitian ini
adalah karyawan/ pegawai/ pemilik usaha kecil mitra binaan PT.PLN
PERSERO APJ Surabaya selatan.
Untuk jumlah sampel menggunakan pedoman sebagai berikut
(Ferdinand,2002:48) :
1. 100-200 sampel untuk tehnik Maksimum Likelihood Estimation.
2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi, dengan pedoman
5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh
variabel latent. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10.
Bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel 100-200.
4. Bila sampelnya sangat besar, maka peneliti dapat memilih tehnik
estimasi, misalnya bila jumlah sampel di atas 2500, tehnik estimasi
ADF dapat digunakan.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 karyawan /
pegawai / pemilik usaha kecil menengah (UKM) mitra binaan PT.PLN
3.1.4. Jenis Data
a. Data primer
Data primer yang diolah dalam penelitian ini diperoleh dengan
menyebarkan kuesioner kepada karyawan UKM mitra binaan yang
menerima bantuan sosial dari PT.PLN PERSERO APJ Surabaya
selatan.
b. Data sekunder
Berupa data tentang sejarah perusahaan, lokasi perusahaan dan
informasi lainnya yang mendukung dalam penelitian ini.
3.1.5. Teknik pengumpulan data
a) Observasi
Yaitu pengamatan langsung pada perusahaan dan beberapa mitra usaha
untuk mendapatkan bukti-bukti yang berkaitan dengan perusahaan.
b) Wawancara
Yaitu Melakukan wawancara dengan pimpinan perusahaan dan mitra
usaha binaan untuk memperoleh informasi atau data-data yang
diperlukan untuk kebutuhan penelitian.
c) Kuisioner
Yaitu teknik memberikan angket kepada responden berdasarkan
3.2. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.2.1. Teknik Analisis
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian
ini adalah Structural Equation Modeling [SEM]. Model pengukuran faktor
sikap, perilaku konsumen, keputusan pembelian, faktor intern, faktor
ekstern, menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran
pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya
menggunakan koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model
pengukuran dengan contoh faktor Corporate Social Responsibility sebagai
berikut
Persamaan dimensi faktor Corporate Social Responsibility :
X1 = λ 1 social + er_1
X2 = λ 2 transparansi + er_2
X3 = λ 3 sustainability + er_3
X4 = λ 4 pelibatan stakeholder+ er_4
Bila persamaan dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk di uji
unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model
pengukuran dengan contoh faktor Corporate Social Responsibility akan
Gambar 3.1
Contoh Model Pengukuran Faktor Corporate Social Responsibility
Keterangan :
X1 = Pernyataan tentang social
X2 = Pernyataan tentang transparansi
X3 = Pernyataan tentang sustainability
X4 = Pernyataan tentang pelibatan stakeholder
Er j = error term X1J Corporate Social
Responsibility (x)
X1 er_1
er_4 er_3 er_2 X2
X3
Gambar 3.2
Contoh Model Pengukuran Faktor Corporate Social Responsibility
Keterangan :
Y1 = Pernyataan tentang mitra usaha
Y2 = Pernyataan tentang peningkatan SDM
Y3 = Pernyataan tentang pembinaan, pengembangan, pengawasan
UKM
Y4 = Pernyataan tentang mutu produk
Er j = error term Y1J
3.2.2. Pengujian Hipotesis
3.2.2.1. Asumsi Model ( Structural Equation Modeling)
Pada permodelan SEM terdapat asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang
1. Uji Normalitas Sebaran dan Linearitas
1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau
dapat diuji dengan metode-metode statistik
2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi
koefisien sampel dengan standart errornya dan Skewness Value
yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai
statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value.
Pada tingkat signifikansi 1%, jika nilai Z lebih besar dari nilai
kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak
normal.
3. Normal Probability Plot (SPSS 10,1)
4. Linieritas dengan mengamati scatter plots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk
menduga ada tidaknya liniearitas.
2. Evaluasi atas Outlier
1. Mengamati nilai Z-Score : ketentuannya diantara ± 3,0 non outlier
2. Multivariate Outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalonobis pada tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square (X) pada df
sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalonobis >
dari nilai x adalah multivariate outlier.
3. Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim
kombinasi kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat
jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya.
4. Deteksi Multicollinierity dan Singularity
Dengan mengamati determinan matriks convarians. Dengan
ketentuan apabila determinan sample mendekati angka 0 (kecil),
maka terjadi multikoloniertas dan singularitas [Tabachnick &
Fidel, 1998].
5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas
apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas adalah ukuran
mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah
konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing
indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent
variabel/construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari
hubungan antara setiap observed variable dan latent variabel.
Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan
Construct Reliability =
Sementara ϵj dapat dihitung dengan formula ϵ j =1 – (standardize
loading). Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima
adalah ≥ 0,7 dan variance axtracted ≥ 0,5 [ Hair et,al., 1998 ]. Standardize
Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai
estimasi setiap construct standardize regression weinght terdapat setiap
butir sebagai indikatornya.
3.2.2.2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi
terstandar, dengan pengujian signifikan pembanding nilai CR (Critical
Ratio) atau p (Probability) yang sama dengan nilai thitung. Apabila nilai thitung lebih besar daripada ttable berarti signifikan.
3.2.2.3. Pengujian Model dengan One Step Approach
Dalam metode SEM, model pengukuran dan model struktur
parameter-parameternya diestimasi secara bersama-sama. Cara ini agak
mengalami kesulitan dalam memenuhi fit Model. One Step Approach to
SEM digunakan apabila model diyakini landasan teori yang kuat serta
3.2.2.4. Evaluasi Model
Hair et, al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatory”
menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas
hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data
empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka
model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis
tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan
data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “Poor fit” yang
diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modeling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai
criteria Goodness of Fit, yakni Chi – square, Probability, RMSEA, GFI, TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data
maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to SEM.
Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tnggal untuk
mengukur atau menguji hipotesis mengenai model. Beberapa indeks
kesesuaian dan out-off value untuk digunakan dalam menguji apakah
sebuah model dapat diterima atau ditolak adalah :
1. χ2 – CHI – SQUARE STATISTIC
Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah
likelihood ratio Chi-Square Statistic. Chi-Square ini bersifat sangat
sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Semakin kecil χ2
2. RMSEA – The Root Mean Square Error of Approximation
RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk
mengkompensasi chi-square statistic dalam sampel yang besar. Nilai
RMSEA menunjukkan goodness-off-fit yang dapat diharapkan bila
model diestimasi dalam populasi.
3. GFI – Goodness of Fit index
GFI adalah analog dari R2 dalam regresi berganda. GFI adalah sebuah
ukuran non-statistical yang mempunyai rentang nilai antara, 0 (poor
fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit). Indeks kesesuaian ini akan
menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians
sample yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang
terestimasikan.
4. AGFI – Adjusted Goodness-Of Fit Index
AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proposal tertimbang dari
varians dalam sebuah matriks kovarians dalam sebuah matriks
kovarians sampel.
5. CMIN/DF
The minimum sample discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degree of freedom nya akan menghasilkan indeks CMIN/DF, yang umumnya dilaporkan oleh para peneliti sebagai salah satu indikator
untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF
tidak lain adalah statistic chi-square, χ2 dibagi DF nya sehingga disebut
χ2
6. TLI – Tucker Lewis Index
TLI adalah alternative incremental fit index yang membandingkan
sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model.
7. CFI – ComparativeFit Index
Besaran index ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana
semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi –
a very good fit. Keunggulan dari indeks ini adalah besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk
mengukur tingkat penerimaan suatu model. Indeks CFI adalah identik
dengan Relative Noncentrality Index (RNI). Dengan demikian
indeks-indeks yang dapat digunakan untuk mengukur kelayakan sebuah model