• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Pedoman

Penjaminan Mutu

Perguruan Tinggi

Pusat Penjaminan Mutu

Universitas Negeri Makassar

(2)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 i

PENGANTAR

Pada tanggal 1 Oktober 2003, Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas telah menerbitkan buku Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi. Buku tersebut bertujuan memberikan inspirasi dan gambaran kepada para pengelola pendidikan tinggi di Indonesia tentang ide, konsep, dan mekanisme penjaminan mutu (internal) pendidikan tinggi yang dikelolanya. Di dalamnya diuraikan pula salah satu model penjaminan mutu yang dapat digunakan oleh para pengelola pendidikan tinggi, agar pendidikan tinggi yang dikelolanya mampu berkembang secara berkelanjutan (continuous improvement).

Agar penjaminan mutu di lingkungan perguruan tinggi berhasil dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dikemukakan di atas,maka dipandang perlu dilakukan inventarisasi praktik yang berhasil baik di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia, untuk kemudian diterbitkan buku tentang Praktik Baik dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Good Practices in Quality Assurance for Higher Education). Diharapkan bahwa buku ini akan merupakan sarana pembelajaran (lesson learned) bagi kalangan perguruan tinggi dalam melaksanakan dan mengembangkan penjaminan mutu, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi ada peningkatan mutu pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa (nation’s competitiveness).

(3)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 ii Praktik baik pelaksanaan penjaminan mutu akan dipaparkan dalam bentuk contoh-contoh, menurut butir-butir mutu yang masing-masing dimuat dalam sebuah buku. Pada tahun 2004 telah berhasil disusun sebuah buku yang selanjutnya disebut sebagai Buku I mengenai Proses Pembelajaran (diterbitkan pada bulan September 2004). Kemudian untuk tahun 2005 ini telah berhasil disusun 9 (sembilan) buku yang membahas butir-butir mutu yang lain, yaitu :

1. Buku II Kurikulum Program Studi

2. Buku III Sumber Daya Manusia (Dosen dan Tenaga Penunjang)

3. Buku IV Kemahasiswaan 4. Buku V Prasarana dan Sarana 5. Buku VI Suasana Akademik 6. Buku VII Keuangan

7. Buku VIII Penelitian dan Publikasi

8. Buku IX Pengabdian Kepada Masyarakat 9. Buku X Tata Kelola

Agar diperoleh pemahaman yang utuh, diharapkan pengguna masing-masing buku tersebut di atas terlebih dahulu membaca buku

Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Depdiknas (2003), serta buku Praktek Baik dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Buku I Proses Pembelajaran (2004).

(4)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 iii Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pelaksanaan dan pengembangan penjaminan mmutu pendidikan tinggi di Indonesia.

Jakarta, Oktober 2005 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktur Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan

(5)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 iv

DAFTAR ISI

PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

I. KURIKULUM PROGRAM STUDI ... 1

II. SUMBER DAYA MANUSIA ... 19

III. KEMAHASISWAAN ... 30

IV. SARANA DAN PRASARANA ... 38

V. SUASANA AKADEMIK ... 50

VI. PENGELOLAAN KEUANGAN ... 76

VII. PENELITIAN DAN PUBLIKASI ... 92

VIII. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT ... 103

IX. TATAKELOLA ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 123

LAMPIRAN Lampiran Pendukung KURIKULUM PROGRAM STUDI ... 127

Lampiran Pendukung SUMBER DAYA MANUSIA ... 139

Lampiran Pendukung KEMAHASISWAAN ... 142

Lampiran Pendukung SUASANA AKADEMIK... 149

Lampiran Pendukung PENGELOLAAN KEUANGAN ... 161

Lampiran Pendukung PENELITIAN DAN PUBLIKASI ... 167

Lampiran Pendukung PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT ... 172

(6)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 1

I. KURIKULUM PROGRAM STUDI 1. Pendahuluan

Terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi kurikulum dari berbagai sumber, agar dapat diketahui posisi dan fungsi kurikulum dalam sistem pendidikan. Beberapa definisi itu, antara lain:

a. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional);

b. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);

c. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out7 comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai;

d. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.

(7)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 2 Kurikulum dikemas dalam bentuk yang mudah dikomunikasikan kepada para pihak yang berkepentingan (stakeholders) di dalam institusi pendidikan, akuntabel, dan mudah diaplikasikan dalam

praktik. Kurikulum merupakan “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk

mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu program studi. Untuk itu kompetensi yang dimiliki oleh lulusan dan kurikulum dari suatu program studi perlu dirumuskan sesuai dengan tujuan pendidikan dan tuntutan kompetensi lulusan, sehingga lulusan program studi tersebut memiliki keunggulan komparatif di bidangnya. Kurikulum bersifat khas untuk suatu program studi, sebagaimana juga kekhasan tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu program studi tersebut. Kesadaran penuh atas kekhasan kompetensi lulusan masing-masing program studi, diharapkan membuat para lulusan dari berbagai program studi yang berbeda dapat saling melengkapi dan bekerja sama. Kurikulum memuat 3 pokok pikiran, yaitu:

 Apa yang dirancang untuk mahasiswa;

 Apa yang diberikan kepada mahasiswa; dan

 Pengalaman apa yang diperoleh mahasiswa.

Kurikulum juga mengandung 4 elemen pokok, yaitu:

 Isi (content);

 Strategi pembelajaran (teaching-learning strategies);

 Proses penilaian (assessment processes), dan

 Proses evaluasi (evaluation processess).

(8)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 3 evaluasi dan penyempurnaan kurikulum, maka diperlukan sistem penjaminan mutu (quality assurance system) dalam kurikulum program studi.

2. Mekanisme Penetapan Standar

Di tingkat program studi standar mutu dapat dinyatakan dalam dokumen yang disebut Spesifikasi Program Studi dan Kompetensi Lulusan Di dalamnya dimuat Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Peta Kurikulum, dan Silabus. Oleh karena itu Spesifikasi Program Studi, Kompetensi Lulusan, dan Tujuan Pendidikan perlu dirumuskan dalam satu kesatuan kegiatan dalam penyusunan/ pengembangan kurikulum suatu program studi. Seperti dikemukakan dalam buku Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, standar ditetapkan dengan meramu visi program studi dan kebutuhan stakeholder. Berikut ini akan dipaparkan praktik baik mekanisme penyusunan/pengembangan Spesifikasi Program Studi, Kompetensi Lulusan, dan Tujuan Pendidikan dalam satu kesatuan kegiatan penyusunan/pengembangan kurikulum suatu program studi. Model dan pendekatan untuk penyusunan/pengembangan kurikulum telah banyak diperkenalkan di berbagai literatur pendidikan. Pada tulisan ini disajikan salah satu model penyusunan/ pengembangan kurikulum yang disampaikan oleh Grayson (1978). Pada dasarnya, model penyusunan/pengembangan kurikulum didasarkan atas tiga tahapan proses, yaitu:

 Perumusan Masalah,

 Penyusunan Struktur dan Organisasi Kurikulum,

 Implementasi dan Evaluasi.

Ketiga tahapan proses tersebut merupakan suatu siklus proses interaktif, yaitu keluaran dari setiap tahap dievaluasi terlebih dahulu, untuk kemudian digunakan sebagai masukan pada tahap berikutnya. Apabila digambarkan, siklus tersebut dapat dilihat pada gambar di halaman berikut.

2.1. Tahap Perumusan Masalah

Pada tahap ini diperlukan masukan berupa visi program studi dan kebutuhan stakeholders yang terdiri atas kebutuhan Industri, kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan profesional.

(9)
(10)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 5

b. Kebutuhan Industri, adalah persyaratan dari lapangan kerja terhadap tingkat pengetahuan, keterampilan dan kompetensi dari lulusan.

c. Kebutuhan Masyarakat, adalah persyaratan tentang peran dan tanggungjawab lulusan, serta dampak ilmu dan/atau teknologi terhadap pembangunan masyarakat.

d. Kebutuhan Profesional, adalah persyaratan tentang kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh organisasi profesi, dan kriteria program pendidikan menurut organisasi profesi.

e. Hasil evaluasi atas kurikulum yang berlaku, yang menentukan sejauh mana kurikulum yang berlaku tersebut masih memenuhi sasaran dan tujuan program studi, dapat

digunakan sebagai umpan balik dalam

penyusunan/pengembangan kurikulum.

Untuk mengetahui kebutuhan stakeholders, perlu dilakukan studi pelacakan (tracer study). Setiap program studi dapat menetapkan metode pelacakan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki. Praktik baik studi pelacakan terhadap kebutuhan stakeholders telah diuraikan dalam Buku I Proses Pembelajaran.

Keluaran dari Tahap Perumusan Masalah: a. Pernyataan Tujuan Pendidikan

Pernyataan program studi tentang sasaran program studi sebagai penjabaran visi program studi dan kebutuhan

stakeholders pada saat ini dan yang akan datang. Berhubung

luasnya spektrum kebutuhan stakeholders, maka perlu ditetapkan batas sasaran yang realistik dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan kemampuan program studi.

b. Kompetensi Lulusan

(11)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 6

2.2. Tahap Penyusunan Struktur dan Organisasi Kurikulum

Pada tahap ini diperlukan masukan berupa keluaran dari tahap perumusan masalah, ditambah dengan berbagai masukan berupa:

a. Ranah Ilmu

Ranah ilmu adalah cakupan pengetahuan dari program studi atau kelompok keilmuan. Ranah ilmu memuat prinsip-prinsip keilmuan serta aplikasi praktisnya. Perkembangan ilmu akan berdampak pada ranah ilmu, sehingga senantiasa perlu dilakukan modifikasi kurikulum agar sesuai dengan perkembangan ilmu tersebut.

b. Karakteristik Mahasiswa

Program studi harus mampu mengakomodasi karakteristik mahasiswa. Karakteristik mahasiswa yang perlu diakomodasi antara lain kebiasaan/cara belajar, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan jumlah mahasiswa pada program studi. Perkembangan metode pembelajaran memungkinkan penyusunan peta kebiasaan/cara belajar (learning styles) mahasiswa, yang sangat berguna bagi penyusunan learning strategies.

c. Akreditasi

Kriteria dan prosedur akreditasi dari badan akreditasi, misalnya BAN-PT, ABET, atau badan lain, perlu diperhatikan pada perancangan/ pengembangan kurikulum. Sebagai contoh ABET memberikan kriteria tentang mahasiswa, tujuan program, keluaran, penilaian, komponen profesional, staf dosen, fasilitas, dukungan institusi, dan sumber daya.

d. Sumber Daya (resources)

Kurikulum harus mempertimbangkan sumber daya dan prasarana-sarana yang diperlukan untuk pelaksanaan kurikulum. Sumber daya dan prasarana-sarana yang diperlukan antara lain perpustakaan, laboratorium, gedung, jaringankomputer, staf, pembiayaan, dan akses pembiayaan dari sumber luar.

e. Metode Pembelajaran

(12)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 7 kurikulum, yaitu pada rancangan silabus untuk menjamin perolehan hasil pembelajaran (learning outcomes) dari setiap matakuliah.

Keluaran dari Tahap Penyusunan Struktur dan Organisasi Kurikulum adalah:

a. Struktur Kurikulum pada Tingkat Makro

Struktur kurikulum pada tingkat makro adalah organisasi unsur-unsur pokok kurikulum. Pada tahap ini ditentukan struktur umum suatu program studi yang memuat lama studi, dan persentase pembagian/ pengelompokan substansi matakuliah. Beberapa contoh pengelompokan substansi matakuliah,antara lain:

 Menurut ABET 2000 matakuliah bidang ilmu teknik mencakup keilmuan dasar (basic science) dan matematik, keilmuan teknik (engineering science) dan teknik perancangan (engineering design), serta komponen pendidikan umum (general education component);

 Sesuai pembagian substansi matakuliah oleh UNESCO pada bulan Oktober 1998, terdapat matakuliah dalam ranah learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together;

 Menurut Kepmendiknas No. 232 Tahun 2000 matakuliah dalam kurikulum terdiri atas matakuliah pengembangan kepribadian (MPK), matakuliah keilmuan dan ketrampilan (MKK), matakuliah keahlian berkarya (MKB), dan matakuliah kehidupan bermasyarakat (MBB).

Pada tingkat makro ini, matakuliah dikelompokkan ke dalam matakuliah wajib dan matakuliah pilihan. Yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan struktur kurikulum pada tingkat makro adalah kompetensi lulusan yang telah ditetapkan. Kriteria yang disusun oleh badan/lembaga akreditasi juga dapat digunakan sebagai acuan pada proses ini.

(13)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 8 arah penyelesaian persoalan-persoalan yang rumit, dari topik dasar ke topik lanjut, mungkin juga dari praksis ke konsep. Adapun penggabungan dapat dilakukan berdasarkan keterkaitan ilmu yang satu dengan ilmu yang lain, misalnya aplikasi matematik pada matakuliah kimia dan fisika. Alasan penggabungan yaitu ilmu seharusnya tidak dikembangkan pada kondisi terisolasi, namun di dalam kerangka keterkaitan dengan ilmu lain.

Pada tingkat makro perlu disusun peta kurikulum sebagaimana telah diuraikan di atas. Peta kurikulum dapat berbentuk tabel yang menunjukkan hubungan antara hasil pembelajaran setiap matakuliah dengan tuntutan kompetensi program studi. Contoh peta kurikulum suatu program studi dituliskan dalam Lampiran 3.

b. Struktur Kurikulum pada Tingkat Rinci

Struktur kurikulum pada tingkat rinci berupa pernyataan isi setiap matakuliah yang memuat silabus, kegiatan pembelajaran, metode pembelajaran, kriteria penilaian, alokasi waktu kuliah, tutorial, kerja laboratorium, belajar mandiri, belajar terstruktur, dan tugas pekerjaan rumah. Pada tingkat ini diharapkan dapat dinyatakan tujuan spesifik setiap matakuliah dan kriteria hasil pembelajaran (learning

outcomes) dari setiap tahap pembelajaran. Penting

dikemukakan bahwa

pengujian hasil pembelajaran harus dilakukan dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.

Hal lain yang dapat diperhatikan dalam penyusunan isi matakuliah antara lain:

a. Komposisi isi mengikuti proses dari yang mudah ke yang kompleks;

b. Isi matakuliah tersusun dengan memperhatikan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa sebelum mengikuti matakuliah tersebut (prerequisite knowledge);

c. Isi matakuliah disusun dari praksis menuju konsep;

(14)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 9

2.3. Kurikulum Problem-Based Learning

Pada saat ini beberapa program studi di beberapa perguruan tinggi menerapkan kurikulum Problem Based Learning (PBL), berbeda dengan kurikulum yang dikenal selama ini yang disebut dengan kurikulum konvensional. Kurikulum PBL bersifat sentral atau tidak lagi bersifat departemental. Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada aspek integrasi disiplin ilmu, struktur unit ranah, dan ciri-ciri tiap disiplin ilmu. Perbedaan pokok antara keduanya disajikan dengan rinci pada Tabel I (disadur dari Harsono, 2005). Bila telah ada kurikulum konvensional, penyusunan/pengembangan kurikulum PBL dilakukan dengan mengubah kurikulum konvensional tersebut untuk disesuaikan dengan tujuan PBL.

Tabel I. Perbedaan antara kurikulum konvensional dan PBL

Aspek Kurikulum Konvensional

Kurikulum PBL Integrasi ilmu

Horisontal +

/ ++

Vertikal +

/ +

Struktur ranah

Horisontal + -

Vertikal - +

Ciri tiap-tiap ilmu

Program tetap +

+ -

Beban studi tetap + -

Relevansi isi oleh institusi + -

Jumlah jam tatap muka +

+ -/+

Alat bantu ajar yang

ditetapkan + -

Keterangan:

(15)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 10 Terdapat dua jenis kurikulum PBL, yaitu hybrid PBL (hPBL) dan

PBL curriculum (PBLc). Hybrid PBL bersifat sederhana, tidak

serumit PBLc. Kurikulum PBL mengubah dan menstransformasikan seluruh kurikulum konvensional menjadi sistem blok melalui pemetaan kurikulum dan tujuan belajar yang terintegrasi. Pada hPBL, hanya sebagian dari kurikulum konvensional yang diubah dan ditransformasikan ke sistem blok. Dalam pelaksanaan hPBL digunakan strategi SPICES (student centered, problem-based learning,community oriented, early

clinical exposure, selfdirected learning) dengan tetap

memperhatikan adanya pengulangan materi yang bersifat spiral atau helix. Model hPBL seperti ini tidak mengganggu kurikulum konvensional yang ada (Harsono, 2005). Setelah melalui proses ini, kurikulum yang telah tersusun perlu melalui beberapa tahap validasi sebelum dilaksanakan. Komisi yang dapat melakukan validasi antara lain Komisi Pengkajian Kurikulum yang dapat dibentuk di tingkat jurusan atau fakultas, atau sebagai salah satu komisi dalam senat fakultas.

3. Mekanisme Pemenuhan Standar

Mekanisme pemenuhan standar kurikulum adalah tahap implementasi dari kurikulum tersebut. Tahap implementasi merupakan tahap yang paling kritis dari keberhasilan pelaksanaan kurikulum yang disusun/ dikembangkan. Kurikulum yang tidak diimplementasikan sesuai standar kurikulum yang telah ditetapkan, dapat menyebabkan

kurikulum tersebut sama sekali tidak efektif, walaupun mekanisme penetapan standar telah dilakukan sesuai dengan prosedur. Implementasi kurikulum yang efektif dan sesuai standar dapat diwujudkan melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dapat terdiri dari komponen perkuliahan dan kegiatan pendukung perkuliahan yaitu praktikum, pembimbingan, diskusi dan seminar, serta administrasi kelas.

Praktikum meliputi kegiatan laboratorium, kegiatan lapangan, dan kegiatan praktik terstruktur lainnya, sesuai dengan sifat bidang studi;

(16)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 11

Diskusi dan seminar meliputi diskusi kelas oleh kelompok mahasiswa dan dosen-mahasiswa, seminar mahasiswa dan dosen-mahasiswa, serta seminar penyelesaian tugas akhir (skripsi, thesis, dll.);

Administrasi kelas meliputi pengadministrasian semua aspek perkuliahan (alat bantu ajar, buku ajar, dll).

Masing-masing kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas perkuliahan dan pendukung perkuliahan, mempunyai 3 komponen pokok yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Seluruh komponen dan proses yang terjadi di dalamnya saling berhubungan dan merupakan keterpaduan untuk pemenuhan standar mutu perkuliahan.

3.1. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah proses penyusunan/ penyempurnaan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) atau Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS), proses penyusunan/penyempurnaan materi pembelajaran, dan penyusunan/penyempurnaan dokumen-dokumen pembelajaran (manual prosedur, instruksi kerja, dan borang) untuk masing-masing kegiatan pembelajaran selama satu semester. Perencanaan pembelajaran dilakukan untuk tiap kegiatan pembelajaran yang terbagi atas beberapa satuan kegiatan sesuai dengan kurikulum, peta kurikulum, dan silabus. Contoh penyusunan SAP atau RPKPS rancangan pembelajaran telah dibahas pada Buku I ProsesPembelajaran.

3.2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan tatap muka yang diselengarakan selama 16 minggu atau rentang waktu tertentu, termasuk ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS), atau kegiatan lain yang setara. Kelengkapan administrasi pembelajaran berupa:

 Satuan acara perkuliahan (SAP) yang dibagikan kepada seluruh mahasiswa peserta suatu mata kuliah, untuk memantau proses pemberian materi pembelajaran;

(17)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 12

 Presensi (daftar kehadiran) mahasiswa dan dosen untuk memantau standar minimal kehadiran mahasiswa, misalnya 80% dari 14 minggu tatap muka dalam satu semester.

Pemberian tugas kepada mahasiswa untuk menunjang keberhasilan kegiatan tatap muka, yang dapat terdiri atas penyusunan makalah, praktik di laboratorium, praktik lapangan, kuliah kerja, penelitian, workshop, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan mata kuliah terkait. Pemberian tes formatif (tes penyerapan) kepada mahasiswa untuk memantau tingkat penyerapan materi kuliah oleh mahasiswa. Hasil tes formatif digunakan oleh dosen untuk menguatkan materi pembelajaran yang telah diserap oleh mahasiswa, dan/atau memperbaiki pemberian materi pembelajaran yang belum/kurang/ tidak dapat diserap oleh mahasiswa sehingga Tujuan Instrusional Khusus (TIK) yang dicantumkan dalam SAP dapat dicapai.

3.3. Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran terdiri atas evaluasi hasil pembelajaran dan evaluasi proses pembelajaran. Evaluasi hasil pembelajaran disebut juga evaluasi substantif, tes, atau pengukuran hasil belajar. Sedang evaluasi proses pembelajaran dikenal sebagai evaluasi diagnostik atau evaluasi manajerial. Evaluasi pembelajaran sebagai proses sirkuler tidak hanya berfungsi untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa, tetapi juga berfungsi untuk senantiasa meningkatkan mutu pembelajaran. Evaluasi hasil pembelajaran setiap mata kuliah dalam satu semester dapat terdiri atas:

 Evaluasi hasil pembelajaran harian yang dapat dilakukan antara lain melalui quiz;

 Evaluasi hasil pembelajaran pada pertengahan semester yang dilakukan melalui pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS);

 Evalusi hasil pembelajaran pada akhir semester yang dilakukan melalui pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS).

Pengolahan nilai akhir evaluasi hasil pembelajaran setiap mata kuliah, dapat dilakukan dengan menggunakan metode Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Perguruan tinggi/ fakultas/ jurusan/ program studi menetapkan sendiri penilaian yang sesuai dengan visi serta kebutuhan

(18)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 13 pembelajaran dimaksudkan untuk mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri, agar proses pembelajaran berikutnya dapat berjalan lebih baik. Terdapat tiga manfaat evaluasi proses pembelajaran yaitu memahami sesuatu, membuat keputusan, dan meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi proses pembelajaran, berbagai masukan yang diperoleh dari proses evaluasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui berbagai kekuatan dan kelemahan berbagai komponen yang terdapat dalam pembelajaran. Informasi ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki mutu pembelajaran itu dan mengoptimalkan proses pembelajaran. Dengan evaluasi proses ini perguruan tinggi/ fakultas/ jurusan/ program studi akan mampu mengontrol pelaksanaan berbagai standar yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Evaluasi proses pembelajaran dapat dilakukan dalam kurun waktu pelaksanaan pembelajaran atau setelah proses pembelajaran secara keseluruhan selesai. Waktu evaluasi dapat dipilih sedemikian rupa oleh perguruan tinggi/fakultas/ jurusan/program studi, sehingga tujuan/maksud dari evaluasi proses pembelajaran dapat tercapai.

Contoh-contoh pertanyaan dalam evaluasi proses pembelajaran untuk membuat/memperbaiki suatu keputusan antara lain:

 Bagaimana pendapat mahasiswa terhadap pembelajaran selama satu periode tertentu?

 Apakah pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah dibuat pada awal pembelajaran?

 Jika ada perubahan, bagaimana bentuk perubahan itu dan apa alasan perubahan?

 Apakah dosen atau tim dosen dalam proses pembelajaran ini telah bekerja dengan baik dan kompak?

Semua jawaban terhadap pertanyaan tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk membuat keputusan misalnya:

 Apakah dosen dan tim dosen yang sekarang ini perlu diperbaiki formasinya?

 Apakah strategi pembelajaran yang selama ini digunakan perlu diganti dengan yang lain?

 Apakah metode pembelajaran dosen perlu diubah?

(19)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 14 Contoh pemanfaatan hasil evaluasi proses pembelajaran antara lain dengan mengajukan pertanyaan tentang mengapa terdapat 25% peserta didik yang tidak lulus? Apa penyebabnya? Sebagian besar peserta didik mengatakan bahwa dosen sangat menguasai materi, tetapi sebagian besar dari mereka juga mengatakan bahwa metode pembelajaran dosen kurang sistematis. Benarkah kesimpulan ini? Jika benar, bagian mana yang tidak sistematik? Terdapat peserta didik yang mengatakan bahwa dosen tidak menggunakan media pembelajaran dengan baik. Berdasarkan hasil evaluasi ini, selanjutnya apakah dapat ditentukan tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran secara berkelanjutan?

Proses pembelajaran mencakup 3 komponen, yaitu input, proses, dan output. Contoh evaluasi terhadap komponen input adalah:

 Bagaimana entry behavior yang dimiliki mahasiswa?

 Apakah bahan pembelajaran cukup relevan dan up-to-date?

 Apakah ruang kelas cukup memadai?

 Apakah bahan, alat, media pembelajaran telah tersedia? Apakah dosen telah memahami tugas dan kewajiban mereka?

 Apakah GBPP/SAP/RPKPS perlu direvisi?

 Strategi manakah yang paling cocok?

 Dan lain-lainnya.

Contoh evaluasi terhadap komponen proses adalah:

 Apakah strategi yang digunakan telah terbukti efektif?

 Apakah media pembelajaran yang ada telah dimanfaatkan secara optimal?

 Apakah metode pembelajaran telah berhasil membantu belajar mahasiswa secara baik?

 Apakah cara belajar mahasiswa efektif?

 Dan lain-lainnya.

Contoh evaluasi terhadap komponen output adalah:

 Bagaimana indeks prestasi mahasiswa?

 Bagaimana prestasi lain yang dimiliki mahasiswa?

 Berapa lama studi mahasiswa?

(20)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 15 Evaluasi ini sebaiknya terpisah dari evaluasi terhadap output pembelajaran atau evaluasi hasil belajar mahasiswa.

4. Manajemen Pengendalian Standar

Pengalaman menunjukkan bahwa banyak penyimpangan atau hasil yang tidak pernah terduga sebelumnya terjadi dalam tahap implementasi kurikulum. Untuk itu diperlukan manajemen pengendalian kurikulum yang dapat dilakukan secara terus menerus selama kurun waktu implementasi kurikulum tersebut, dan pada waktu tertentu setelah dampak dari implementasi kurikulum tersebut dapat diketahui. Untuk itu evaluasi terhadap kurikulum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu evaluasi penyempurnaan kurikulum dan evaluasi peninjauan kurikulum.

4.1.Pengendalian Standar Melalui Evaluasi Penyempurnaan Kurikulum

Evaluasi penyempurnaan kurikulum dilakukan secara terus menerus selama kurun waktu penggunaan kurikulum tersebut. Umumnya dilakukan pada setiap akhir semester, sehingga hasil penyempurnaan kurikulum dapat diterapkan pada semester berikutnya. Evaluasi penyempurnaan kurikulum sama dengan evaluasi mutu pembelajaran yang dilakukan secara internal oleh pejabat jurusan, dosen, dan

mahasiswa. Untuk itu evaluasi penyempurnaan kurikulum dilakukan melalui evaluasi hasil pembelajaran dan evaluasi proses pembelajaran. Praktik baik evaluasi penyempurnaan kurikulum telah dijelaskan secara rinci pada bagian 3.3. Evaluasi Pembelajaran.

4.2.Pengendalian Standar Melalui Evaluasi Peninjauan Kurikulum

(21)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 16 jurusan/ program studi harus sudah menyiapkan atau memiliki hal-hal seperti:

a. Dokumen proses penilaian yang mampu memperlihatkan bagaimana tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan dapat diukur dan dicapai.

b. Perangkat atau mekanisme yang mampu meyakinkan bahwa hasil penilaian yang digabungkan dengan hasil sigi (survey), sungguh dapat digunakan/dioperasikan sebagai bukti pada sistem perbaikan kurikulum program studi secara berkelanjutan. Hasil penilaian dan hasil sigi untuk peninjauan kurikulum antara lain evaluasi diri, komentar penguji dari luar, umpan balik dari mahasiswa, komentar alumni, kepuasan stakeholders, hasil akreditasi, dan lain-lain.

(22)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 17

Kegiatan Penanggung Jawab Perumusan Standard Mutu

Prodi

Misi dan Visi Prodi dan Spesifikasi Prodi dan Kompetensi Lulusan,

* Kegiatan kerjasama, penelitian

dan pengabdian masyrakat Pejabat 2

* Kegiatan co-kurikuler : success skill training, personal development

(23)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 18

PENUTUP

(24)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 19

II. SUMBER DAYA MANUSIA 1. Pendahuluan

Di dalam Pasal 1 Butir 5 dan 6 UU.No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU.Sisdiknas), dinyatakan bahwa

tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Di lingkungan pendidikan tinggi, tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik disebut

dosen, sedangkan tenaga kependidikan lainnya disebut tenaga penunjang.

Secara skematik, tenaga kependidikan atau sumber daya manusia (SDM) di lingkungan perguruan tinggi dapat digambarkan sebagai berikut:

Adapun mengenai tugas masing-masing disebut secara berturut-turut di dalam Pasal 39 Ayat (1) dan (2) UU. Sisdiknas, sebagai berikut:

 Pendidik (dhi. dosen) bertugas merencanakan dan melaksanakan:

a. proses pembelajaran; b. menilai hasil pembelajaran;

c. melakukan pembimbingan dan pelatihan;

d. melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

 Tenaga kependidikan (dhi. tenaga penunjang) bertugas melaksanakan:

Tenaga

Kependidikan

(SDM)

Dosen

(25)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 20 a. administrasi;

b. pengelolaan; c. pengembangan; d. pengawasan; dan e. pelayanan teknis,

untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

Penugasan kepada dosen dan tenaga penunjang tersebut dimuat di dalam dokumen yang disebut sebagai uraian tugas (job description). Selanjutnya, dapat dikemukakan bahwa di suatu perguruan tinggi harus dirumuskan standar tenaga kependidikan atau standar SDM. Standar tersebut harus ditingkatkan secara terus menerus dari waktu ke waktu1, sehingga standar tersebut berkembang secara berkelanjutan (continuous improvement atau kaizen). Semakin tinggi standar SDM yang ditetapkan, semakin bermutu kondisi dosen dan tenaga penunjang (SDM).

2. Mekanisme Penetapan Standar

Seperti dikemukakan dalam buku Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, standar ditetapkan dengan meramu visi program studi dan kebutuhan stakeholders. Oleh karena itu, berikut akan dipaparkan praktek baik dalam perumusan visi suatu program studi dan perumusan kebutuhan stakeholders dari suatu program studi.

2.1. Visi Program Studi

(26)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 21

Gambar 3: Visi Program Studi

Sebelum merumuskan visi sebagaimana dikemukakan di atas, perlu diketahui terlebih dahulu tentang kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman program studi melalui analisis

SWOT. Analisis SWOT akan membantu program studi dalam

mengenali Strengths (S) atau kekuatan, Weaknesses (W) atau kelemahan yang mungkin ada di dalam (internal) program studi, juga Opportunities (O) atau kesempatan/peluang, Threats (T) atau ancaman yang mungkin ada di luar (eksternal) program studi.

(27)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 22 daya (SDM dan prasarana akademik), serta gairah dan/atau komitmen yang dapat memotivasi semua unsur di dalam program studi. Oleh karena itu, sebelum visi ditetapkan hendaknya dilakukan uji coba (try-out) kepada sivitas akademika. Untuk membantu perumusan visi program studi, serangkaian pertanyaan berikut akan membantu, antara lain:

a. Apakah kekhasan dari program studi?

b. Nilai (values) apa yang dianut oleh program studi? Bagaimana nilai tersebut dapat mengarahkan masa depan yang menjadi prioritas program studi?

c. Apa kebutuhan stakeholders yang dapat diberikan/ dipenuhi oleh program studi?

d. Apa yang dapat dijadikan jaminan oleh program studi (khususnya sumber daya manusianya) agar program studi tetap memiliki komitmen pada visinya selama lima atau sepuluh tahun ke depan?

e. Apakah jaminan tersebut (Butir d) dapat diandalkan (reliable)?

Dengan menjawab pertanyaan di atas, visi program studi akan dapat dirumuskan. Selanjutnya, perlu dilakukan editing pada rumusan visi agar rumusannya jelas dan ringkas. Sebaiknya visi hanya terbentuk dari beberapa kalimat, dan tidak lebih dari satu paragraf. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa yang lugas, jelas, dan komunikatif. Visi program studi itu, kemudian dijabarkan lebih lanjut menjadi serangkaian standar penyelenggaraan program studi. Salah satu rangkaian standar, sebagaimana dikemukakan di atas, adalah standar keberhasilan penugasan kepada dosen dan tenaga penunjang (SDM) sebagai salah satu butir mutu di dalam penjaminan mutu. Contoh praktek baik perumusan visi program studi, sebagai berikut:

Di bawah ini akan dipaparkan tiga macam contoh visi dari berbagai program studi yang berbeda. Semua visi tersebut dipandang sebagai visi yang baik, namun suatu visi program studi yang baik belum tentu cocok jika ditiru dan digunakan untuk program studi yang lain.

Visi Program Studi A

(28)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 23

Visi Program Studi B

Program Studi B harus dapat merespon dan melakukan penyesuaian yang tepat terhadap perubahan, sehingga mampu mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri, serta membawa pembangunan pertanian Indonesia ke arah pertanian modern.

Visi Program Studi C

Menjadi komunitas akademik peringkat internasional, sehingga mampu berperan serta dalam pengembangan tata hubungan antar negara yang berkeadilan dan sesuai dengan martabat manusia. Jika dianut pandangan bahwa program studi tidak mungkin memiliki visi, maka yang dimaksud visi dalam hal ini adalah tujuan atau arah pengembangan program studi.

2.2. Kebutuhan stakeholders

Dalam melakukan penjaminan mutu, selain visi terdapat satu hal yang selalu menjadi acuan, yaitukeb utuhan stakeholders, terutama tentang kualitas lulusan agar memenuhi kompetensi yang diperlukan oleh pengguna lulusan. Stakeholders tersebut dapat mencakup berbagai komponen, antara lain sector produktif, masyarakat luas, pemerintah, dan masyarakat perguruan tinggi itu sendiri.

Khusus dalam konteks penugasan kepada dosen dan tenaga penunjang (SDM), relevansi kompetensi lulusan dengan kebutuhan stakeholders sangat signifikan. Kompetensi relevan yang dibutuhkan stakeholders dipengaruhi oleh penugasan kepada dosen dan tenaga penunjang (SDM). Di masa depan, kelulusan bukan semata-mata merupakan peristiwa penca-paian jumlah sks (satuan kredit semester) dan indeks prestasi, melainkan lebih dari itu, yaitu pemenuhan mutu kompetensi yang dibutuhkan stakeholders.

(29)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 24 melakukan studi pelacakan (termasuk studi sinyal pasar) kompetensi yang dibutuhkan stakeholders. Bagaimana studi pelacakan tersebut dilakukan? Banyak cara untuk melakukan studi pelacakan, setiap program studi dapat menetapkan cara pendekatan sesuai kesempatan dan sumberdaya yang dimiliki masing masing. Data kebutuhan stakeholders dapat berupa data sekunder atau data primer, atau kombinasi keduanya.

Aspek penting dalam penugasan dosen dan tenaga penunjang yang relevan dengan pemenuhan kebutuhan stakeholders, adalah langkah untuk benar-benar secara optimal melakukan analisis tugas (job analysis) dan analisis kinerja (performance analysis), dan menetapkan secara optimal perbaikan penugasan.

Untuk membantu memastikan bahwa proses pelacakan kebutuhan stakeholders telah memenuhi kebutuhan minimal, perlu diperiksa antara lain hal-hal berikut:

a. Apakah sudah dikumpulkan berbagai kompetensi yang dibutuhkan oleh stakeholders;

b. Apakah unsur-unsur stakeholders yang minimal (sektor produksi, masyarakat, pemerintah, asosiasi profesi, dll.) sudah diikutsertakan?

c. Bagaimana tingkat kepuasan stakeholders dalam menggunakan lulusan perguruan tinggi ybs. selama ini?

(30)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 25

1

2 3

Konsep & Penyusunan Pendekatan

Pengumpulan Data

Analisis Data dan Kesimpulan

Gambar 4: Tahap Pelaksanaan Studi Pelacakan

Penyelenggaraan studi pelacakan tersebut dengan skala dan intensitas seberapapun, akan menghasilkan pengalaman baru dan pemahaman baru yang secara terus menerus perlu dikembangkan. Perkembangan tersebut mengikuti prinsip continuous improvement. Dalam hal ini, yang perlu dilakukan adalah segera mulai menjaring masukan dari stakeholders melalui studi pelacakan, atas dasar kebutuhan internal (internally driven) program studi.

Terdapat sejumlah praktek baik untuk difahami sebagai langkah awal dalam studi pelacakan. Berikut ini disampaikan hal-hal sederhana untuk menjadi salah satu acuan bagi tindakan yang internally driven. Diyakini bahwa banyak perguruan tinggi yang telah melakukan hal-hal lebih maju dari yang dikemukakan di bawah ini. Bagi yang telah maju dalam menjalankan studi pelacakan, diharapkan terus melakukan peningkatan secara akseleratif, dan bagi yang akan memulainya dapat melengkapi dengan acuan ringkas di bawah ini.

(31)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 26 Tabel 1:

TAHAP KEGIATAN

RINCIAN KEGIATAN

Mulai Penetapan Metode Kegiatan Penetapan Tim dan Tugas pokok Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

- Basis Wilayah (Timur, Barat, Utara, Selatan) - Basis instansi (Pemerintah, Swasta,

Wirausaha)

Pengumpulan Data dari pengguna lulusan - Basis Wilayah (Timur, Barat, Utara,

Selatan, atau luar negeri)

(32)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 27 Adapun contoh praktek baik tentang jenis data yang perlu dijaring dari responden (lulusan program studi maupun dari pengguna lulusan), dapat dilihat pada Lampiran 1. Setelah visi program studi berhasil dirumuskan dan hasil studi pelacakan terhadap kebutuhan stakeholders berhasil disimpulkan, maka standar SDM (dosen dan tenaga penunjang) ditetapkan dengan meramu visi program studi dan kebutuhan stakeholders. Sebagai contoh praktek baik dapat dikemukakan beberapa jenis standar SDM2 antara lain dalam butir mutu sebagai berikut:

a. Rekrutasi;

g. Kerja Lembur dan Cuti;

h. Penghasilan dan Penghargaan; i. Jaminan Sosial dan Kesejahteraan; j. Pengembangan dan Pembinaan; k. Keselamatan dan Kesehatan Kerja; l. Disiplin;

m.Perjalanan Dinas;

n. Pengakhiran Hubungan Kerja.

3. Mekanisme Pemenuhan Standar

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa contoh praktek baik dalam standar SDM.

3.1. Standar Rekrutasi Dosen

Jika visi dan kebutuhan stakeholders adalah menjadi komunitas akademik peringkat internasional, sehingga mampu berperan serta dalam pengembangan tata hubungan antar negara yang berkeadilan dan sesuai dengan martabat manusia, maka standar rekrutasi dosen adalah:

 Minimal berpendidikan doktor dalam/luar negeri dengan GPA/IPK 3,80;

 Berpengalaman kerja sebagai dosen minimal 5 tahun;

 Memiliki hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal internasional;

 Mampu memberi kuliah dalam bahasa Inggris;

(33)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 28

 Berpengalaman mempresentasikan makalah di forum internasional.

3.2. Standar Penilaian Prestasi Kerja

Konsisten dengan visi dan kebutuhan stakeholders sebagaimana dikemukakan di atas, maka standar penilaian prestasi kerja dosen adalah:

a. Bidang Pendidikan dan Pengajaran

 Memberi kuliah dengan bahan lokal (local content) dan

 Melakukan penelitian untuk pengembangan bahan kuliah dengan bahan lokal (local content) maupun internasional;

 Menulis artikel dalam jurnal nasional dan internasional; c. Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat

 Melakukan kegiatan yang berorientasi pada usaha meningkatkan penghargaan terhadap martabat manusia.

3.3. Standar Penghasilan dan Penghargaan

a. Penghasilan

Penghasilan yang pantas dan memadai yaitu penghasilan yang mencerminkan martabat dosen sebagai pendidik yang profesional di atas kebutuhan hidup minimun (KHM)3.

b. Penghargaan

Penghargaan diberikan sesuai dengan jenis tugas dan prestasi kerja yang berhasil dicapai.

3.4. Standar Perjalanan Dinas

Mengingat visi program studi dan kebutuhan stakeholders adalah menjadi komunitas akademik peringkat internasional, maka dalam menentukan standar perjalanan dinas harus terdapat modus perjalanan ke luar negeri, misalnya:

a.Perjalanan dinas dalam negeri, yang meliputi komponen:

 Biaya transportasi;

 Biaya akomodasi;

 Uang saku;

(34)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 29 b. Perjalanan dinas luar negeri

 Biaya transportasi:

 Tiket;

 Transportasi lokal;

 Biaya fiskal luar negeri;

 Biaya akomodasi;

 Uang saku;

 Lumpsum.

4. Manajemen Pengendalian Standar

Pada tingkat perguruan tinggi/fakultas/jurusan/program studi, standar dinyatakan dalam kebijakan tentang dosen dan tenaga penunjang (SDM) dan standar dosen dan tenaga penunjang (SDM). Di tingkat program studi, standar SDM dinyatakan dalam spesifikasi SDM sesuai dengan visi dan kebutuhan stakeholders program studi.

Seluruh proses, mulai dari rekrutasi SDM sampai dengan pengakhiran hubungan kerja dengan SDM, harus mampu menjamin bahwa SDM pada tingkat program studi memenuhi visi program studi serta kebutuhan stakeholders akan lulusan dan hasil penelitian program studi. Manajemen pengendalian standar SDM dilakukan terhadap semua standar SDM yang telah ditetapkan.

(35)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 30

III. KEMAHASISWAAN 1. Pendahuluan

Secara umum yang dimaksud dengan mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar padaperguruan tinggi tertentu. Peserta didik menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Undang- Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut mengamanatkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Khusus pada pendidikan tinggi, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan pembimbingan kemahasiswaan yaitu pembimbingan seluruh kegiatan mahasiswa sebagai peserta didik selama dalam proses pendidikan.

Pembimbingan kemahasiswaan pada dasarnya merupakan pembimbingan pembelajaran agar potensi yang dimiliki oleh mahasiswa dapat membentuk kompetensi yang berguna dalam kehidupannya. Acuan untuk pembimbingan kegiatan kemahasiswaan adalah pasal 1 butir 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

(36)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 31 dan ekstra-kurikuler, sehingga tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat tercapai. Yang dimaksud dengan kegiatan kemahasiswaan dalam buku ini adalah kegiatan kemahasiswaan yang bersifat ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler, dengan tujuan mendorong perubahan sikap mahasiswa menjadi dewasa khususnya dalam bidang keilmuan, tingkah laku dan manajemen hidup. Pembimbingan yang bersifat ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler antara lain diarahkan pada pembimbingan kecakapan hidup yang meliputi kecakapan individual, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional, dan pembimbingan kepemudaan yang antara lain meliputi kepanduan, keolahragaan, kesenian, kepemimpinan, kewirausahaan, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-ko-kurikuler, institusi menyediakan fasilitas fisik dan pembimbing, yang di antaranya bertujuan memotivasi mahasiswa sehingga mahasiswa tertarik dan kemudian terlibat dalam kegiatan tersebut.

2. MEKANISME PENETAPAN STANDAR

Berbagai kegiatan kemahasiswaan yang ditawarkan oleh institusi beserta standarnya ditetapkan sesuai dengan visi dan misi institusi (Tentang penyusunan visi baca Buku I Proses Pembelajaran). Visi dan misi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam berbagai bentuk program. Selanjutnya, berdasarkan programprogram tersebut ditentukan skala prioritas yang menjadi pedoman pembimbingan kemahasiswaan.Skala prioritas tidak saja ditentukan berdasarkan prestasi keberhasilan, jumlah mahasiswa yang terlibat, serta jumlah dan frekuensi kegiatan kemahasiswaan, tetapi juga ditentukan berdasarkan manfaat yang diperoleh baik untuk kepentingan individu maupun institusi. Semua kegiatan kemahasiswaan ini dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh setiap institusi dengan melakukan benchmark. Untuk mengukur tingkat keberhasilannya, setiap kegiatan kemahasiswaan harus dapat dikuantifikasi dan dievaluasi secara periodik. Hal ini selain untuk mempermudah pelaksanaan evaluasi itu sendiri, juga agar standar tersebut dapat ditingkatkan secara bekelanjutan (continuous improvement). Makin tinggi standar yang digunakan, makin tinggi pula mutu kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan.

(37)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 32 diselenggarakan. Penentuan jenis kegiatan ini sangat dipengaruhi oleh sifat atau kekhasan perguruan tinggi, dan persepsinya terhadap pembentukan citra lulusannya. Penetapan jenis kegiatan kemahasiswaan tersebut kemudian diikuti dengan penetapan standar mutu masing-masing kegiatan yang dapat terdiri atas standar operasional dan standar keberhasilan.

2.1 Penetapan Jenis Kegiatan Kemahasiswaan

Penetapan jenis kegiatan kemahasiswaan hendaknya mengacu pada visi dan misi perguruan tinggi, yang kemudian diturunkan menjadi visi dan misi dalam pembimbingan kemahasiswaan. Kegiatan kemahasiswaan diadakan dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut akan memberikan kontribusi terhadap upaya pewujudan suasana akademis yang kondusif yang mampu meningkatkan kreativitas dan daya nalar mahasiswa. Selain itu, kegiatan kemahasiswaan juga diharapkan mampu meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan kehidupan masyarakat, mengangkat nama perguruan tinggi di mata masyarakat, melestarikan kekayaan budaya bangsa, dan sebagainya. Untuk memudahkan pelaksanaan pembimbingan secara operasional, kegiatan kemahasiswaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok atau bidang kegiatan, misalnya menjadi empat bidang, yaitu 1) bidang penalaran; 2) bidang minat, bakat dan kegemaran; 3) bidang organisasi, dan 4) bidang kesejahteraan dan bakti sosial. Para mahasiswa dapat memilih satu atau lebih kegiatan tersebut tanpa “mengorbankan” waktu bagi kegiatan akademiknya.

2.2 Target-target Kegiatan

Keberhasilan target-target kegiatan yang akan dicapai antara lain dipengaruhi oleh pembimbing kemahasiswaan dan fasilitas yang tersedia.

2.3 Pembimbing Kemahasiswaan

Pembimbing kemahasiswaan adalah para dosen atau tenaga kependidikan di perguruan tinggi yang karena tugas atau jabatannya ditetapkan menangani bidang

(38)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 33 mahasiswa (Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan/Keluarga Mahasiswa) yang dinilai memiliki kemampuan dan pengalaman dalam suatu kegiatan tertentu. Ketua Jurusan/ Bagian/ Departemen dan dosen mata kuliah perlu jugamemahami masalah kemahasiswaan, sehingga dapat membantu tugas dosen pembimbing kemahasiswaan.

2.4 Fasilitas Kegiatan

Keberhasilan mahasiswa dalam mewujudkan kegiatan tersebut sangat bergantung pada fasilitas yang disediakan perguruan tinggi, serta kemudahan dalam menggunakan fasilitas tersebut. Fasilitas tersebut terdiri dari sarana prasarana yang menunjang kegiatan kemahasiswaan untuk pengembangan minat, bakat, dan kegemaran, organisasi, kesejahteraan dan bakti sosial. Penerbitan pers kampus dan/atau jurnal ilmiah, sebagai media untuk menyampaikan pandangan dan pendapat, berdasarkan kebebasan akademik yang bertanggung jawab.

Penyediaan fasilitas untuk kegiatan kemahasiswaan diarahkan sedemikian rupa, sehingga dapat menunjang perwujudan suasana akademik yang kondusif. Dengan adanya suasana akademik yang kondusif, mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan studi tepat waktu, dibekali dengan prestasi baik, dan mempunyai pengalaman berorganisasi serta kemampuan dalam peningkatan kreativitas.

2.5 Standar Mutu Kegiatan

Standar mutu suatu kegiatan ditentukan dengan mengacu kepada sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kegiatan. Sebagai contoh, praktek baik di bawah ini dapat dijadikan standar pada keempat bidang kegiatan kemahasiswaan :

Bidang penalaran.

Keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan ilmiah di luar kegiatan akademik, dapat diselenggarakan satu kali dalam satu tahun, baik di dalam maupun di luar kampus. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan mutu hasil kegiatan bidang penalaran.

Bidang minat, bakat dan kegemaran.

(39)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 34 Palang Merah Indonesia, olahraga dan kesenian. Standar kualitas kegiatan ini dapat ditentukan dari keteraturan dalam melakukan kegiatan latihan. Dapat pula dimasukkan persentase kehadiran anggota dalam mengikuti kegiatan, maupun peranserta tim dalam kesempatan-kesempatan tertentu (lihat lampiran 1)

Bidang organisasi.

Mahasiswa mengikuti kegiatan organisasi baik yang sifatnya kepanitiaan maupun kelembagaan, intra maupun ekstra kampus. Standar mutu kegiatan ini dapat ditentukan dari jumlah mahasiswa dan frekuensi keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas organisasi.

Kesejahteraan dan bakti sosial.

Mahasiswa mengikuti kegiatan bakti sosial, baik dalam bentuk kegiatan terprogram maupun yang insidental, di dalam dan di luar kampus. Standar kegiatan ini dapat ditentukan berdasarkan jumlah mahasiswa dan frekuensi kegiatan.

3. MEKANISME PEMENUHAN STANDAR

3.1 Standar Cara Pembimbingan Kemahasiswaan

Dosen Pembimbing Kemahasiswaan menetapkan metode pembimbingan yang efektif dan efisien. Agar dapat menyelenggarakan proses pembimbingan secara efektif dan efisien, dosen perlu dibekali dengan keterampilan untuk menjalankan proses pembimbingan kemahasiswaan. Keterampilan tersebut dapatdiperoleh melalui pelatihan khusus seperti Pelatihan Orientasi Pengembangan Pembimbing Kemahasiswaan (OPPEK), Pelatihan Pelatih Orientasi Pengembangan Pembimbing Kemahasiswaan (PPOPPEK),

Training for Trainers bidang Penalaran, Pelatihan Pemandu

Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (PPLKMM) dan pelatihan sejenis lainnya. Pelatihan-pelatihan tersebut (OPPEK, PPOPPEK dll.) dapat diselenggarakan oleh Ditjen Dikti maupun oleh perguruan tinggi masing- masing.

(40)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 35 berbagai bidang seperti Badan Pembimbing Olah Raga Mahasiswa Indonesia (BAPOMI) untuk bidang olah raga dan Badan Seni Mahasiswa Indonesia (BSMI) untuk bidang kesenian.

3.2.Standar Kegiatan dan Proses Pembimbingan Kemahasiswaan

Agar kegiatan pembimbingan kemahasiswaan dalam satu semester dapat dilakukan sesuai dengan standar, maka jenis kegiatan dan proses pembimbingannya perlu dituangkan dalam suatu rencana. Rencana tersebut harus mencakup satuan waktu (hari, minggu, atau bulan), jenis kegiatan, prasarana-sarana, dan evaluasi.

Pemenuhan jenis kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan atau bersifat insidental, serta didukung prasarana dan sarana yang memadai. Institusi perlu menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Pembimbingan dapat pula berbentuk pelatihan jangka pendek dengan target kompetensi yang spesifik. Pelatihan tersebut di antaranya adalah pelatihan kepemimpinan,pelatihan kewirausahaan, keterampilan manajemen mahasiswa, forum-forum ilmiah dan sebagainya, yang dimaksudkan untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran mahasiswa agarmemenuhi kompetensi yang ditentukan.

Standar kegiatan ditetapkan secara realistis agar pemenuhan standar dapat dicapai dengan baik. Standar kegiatan tersebut harus memberikan informasi tentang perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut hasil evaluasi (PDCA). Mahasiswa yang berprestasi menurut standar kemahasiswaan perlu mendapat penghargaan (award) yang jenis dan besarannya bergantung pada kemampuan setiap institusi.

3.3 Standar Fasilitas Kegiatan

(41)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 36 sehingga jenis kegiatan yang telah diprogramkan dapat ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya.

4. MANAJEMEN PENGENDALIAN STANDAR

Manajemen pengendalian standar dilakukan melalui tahapan proses dan evaluasi kegiatan yang telah diprogramkan, atau yang sifatnya insidental dalam bidang kemahasiswaan. Manajemen pengendalian standar merupakan tahap evaluasi dari penetapan dan pemenuhan standar. Keberhasilannya ditunjukkan antara lain oleh:

Perilaku mahasiswa.

Semakin positif dan terus termotivasi untuk terusbelajar melalui organisasi, mampu bekerja dalam tim, memiliki jiwa kepemimpinan, sportif, menghormati norma dan etika yang berlaku di masyarakat yang secara keseluruhan mendorong mahasiswa untuk selalu kreatif dan berprestasi.

IPK Mahasiswa.

Kegiatan kemahasiswaan yang diikuti mahasiswa harus meningkatkan semangat belajar, sehingga positif mempengaruhi prestasi akademis (IPK).

Pembimbing.

Para pembimbing harus selalu mencari peluang untuk meningkatkan kegiatan kemahasiswaan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, di tingkat lokal, nasional, regional ataupun internasional.

Institusi.

Tersedianya berbagai fasilitas untuk mendukung kegiatan kemahasiswaan, seperti sarana olahraga, kesenian, kelompok belajar, atau kegiatan lain, sejalan dengan skala prioritas yang tercantum dalam visi dan misi perguruan tinggi.

(42)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 37 kemahasiswaan, (2) kehadiran dosen dalam proses pembimbingan kegiatan kemahasiswaan, (3) persentase dosen yang mengikuti OPPK, dan (4) peningkatan jumlah/jenis kegiatan kemahasiswaan kokurikuler dan ekstra- kurikuler. Contoh 1 : Peningkatan standar keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan (% dari jumlah mahasiswa). Contoh 2 : Peningkatan persentase kehadiran dosen dalam proses pembimbingan kemahasiswaan. Contoh 3 : Peningkatan persentase dosen yang mengikuti Orientasi Pengembangan Pembimbingan Kemahasiswaan (OPPK). Contoh 4: Peningkatan jumlah/jenis kegiatan kemahasiswaan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.

PENUTUP

(43)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 38

IV. PRASARANA DAN SARANA 1. Pendahuluan

Penjaminan mutu pendidikan tinggi sangat penting agar lulusan pendidikan tinggi dapat menyelesaikan permasalahan individu dan bangsa. Untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi diperlukan (1) tujuan yang jelas, (2) rencana mutu keluaran dan perkiraan

outcomes, (3) proses pendidikan, (4) input (5) sumberdaya, dan (6)

prasarana dan sarana. Uraian dalam buku ini ditekankan pada penjaminan mutu prasarana dan sarana dalam proses pendidikan. Pokok pikiran pengelolaan prasarana dan sarana dalam proses pendidikan dapat memberi inspirasi juga dalam konteks penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang merupakan komponen Tridharma Perguruan Tinggi.

Istilah mutu berkelanjutan (MB) atau sustainable quality (SQ) dikenalkan dalam buku kecil ini untuk makin melekatkan makna bagi pembaca bahwa mutu harus ditingkatkan terus. Sesuatu yang saat ini telah masuk dalam kategori mutu tinggi, apabila tidak ditingkatkan dapat ketinggalan dalam 5 tahun yang akan datang. Dengan kesadaran MB diharapkan pelaku pendidikan tinggi akan memiliki hasrat besar dan kebangggaan melakukan penjaminan mutu, karena hal itu merupakan kontribusi bagi solusi masa depan mahasiswa dan bangsa.

(44)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 39 Prasarana dan sarana merupakan bagian penting yang perlu dipersiapkan secara cermat dan berkesinambungan dalam SPMB, sehingga dapat dijamin selalu terjadi continuous improvement. Prasarana dan sarana yang diperlukan dalam SPMB sangat tergantung pada kebutuhan perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh karena itu uraian ini dimaksudkan untuk memberikan inspirasi kepada penyelenggara perguran tinggi, bahwa kebijakan terhadap prasarana dan sarana merupakan open ended solution. Artinya, prasarana dan sarana yang diperlukan tergantung situasi dan kondisi tertentu, tetapi penyelenggara perguruan tinggi wajib melakukan yang terbaik dalam keterbatasan yang ada. Dengan segala keterbatasan yang ada tersebut perlu ditentukan tindakan terbaik saat ini dan rencana pengembangan ke depan dengan prinsip SPMB. Tindakan terbaik saat ini dan perencanaan di masa yang akan datang dalam penetapan SPMB-PS, tidak boleh ditetapkan tanpa dasar tetapi perlu ditetapkan dan direncanakan secara cermat.

Gambar 1 menunjukkan secara lengkap tujuh kata kunci perencanaan kuliah. Dengan mencermati 7 kata kunci perencanaan kuliah seperti yang dinyatakan pada Gambar 1, diharapkan dapat timbul inspirasi yang dapat diasosiasikan dengan situasi dan kondisi di tempat masing. Situasi dan kondisi di tempat masing-masing apabila dianalisis dapat menunjukkan kekuatan, keterbatasan, peluang, dan tantangan pengembangan pengelolaan prasarana dan sarana pada saat ini, dan inovasi untuk jangka pendek dan jangka panjang.

(45)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 40 Setelah memahami Gambar 1 dan kemudian mengasosiasikan dengan situasi dan kondisi di perguruan tinggi masing-masing, diharapkan dapat menginspirasi perencanaan kegiatan lain, di antaranya adalah pekerjaan laboratorium, kuliah lapangan, dan berbagai jenis kegiatan akademis.

Gambar 1 bukanlah gambar yang mendikte dan untuk ditiru secara penuh, tetapi dimaksudkan sebagai pemicu kritik dan inspirasi pembaca. Untuk selanjutnya pembaca dapat melakukan tindakan yang lebih spesifik dan lebih optimal, sesuai dengan keadaan setempat (local optimization) untuk saat ini dan waktu yang akan datang.

Gambar 2 menyatakan kontinum belajar dengan sarana teknologi informasi, yang terdistribusi dari No e-learning sampai dengan Fully e-learning. Masing-masing perguruan tinggi dapat merencanakan dan merealisasikan sebagian atau secara keseluruhan kontinum tersebut, sesuai situasi dan kondisi di tempat masing-masing dan tetap dapat memberi kontribusi optimalnya.

Gambar 2. Kontinum Belajar Dengan Teknologi

(46)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 41

untuk menyatakan situasi ini adalah, ”perluas wawasan dan ambil

tindakan optimal sesuai kondisi lokal” (Scan globally, reinvent locally).

Information Technology (IT) adalah perangkat baru, bila

dipergunakan dalam pembelajaran akan dapat banyak membantu, tetapi penggunaan IT dalam proses pembelajaran tidak dapat mengambil alih seluruh peran dosen.Teknologi informasi dapat mengambil alih sebagian besar aspek pendidikan, namun ada peran dosen yang tidak tergantikan, yaitu:

 Memberi arah pada mahasiswa

 Memupuk pertumbuhan nilai-nilai (values) dan karakter

 Mengevaluasi kemajuan pembelajaran

 Memberi bimbingan tentang arti hidup

 Mengembangkan kreativitas dan potensi mahasiswa.

Pemahaman dan pengembangan SPMB-PS, serta keterbatasan ketersediaan IT dapat diikuti melalui uraian sebagai berikut ini. Setelah memahami uraian di depan diharapkan dapat disusun suatu peta pemikiran, untuk menggambarkan manajemen pembelajaran secara lengkap. Dalam manajemen pembelajaran secara lengkap itu, terlihat bahwa prasarana dan sarana memiliki posisi unik dalam peta pikiran manajemen pembelajaran. Selanjutnya, dapat ditentukan dan dipilih secara decisive dan confidence, kelengkapan prasarana dan sarana yang dianggap terbaik.

Untuk menentukan prasarana-sarana yang terbaik, perlu dibicarakan bersama pihak-pihak terkait, dengan mengakomodasikan peta pemikiran yang telah dimiliki, sehingga dihasilkan optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana yang ada, serta kemungkinan penambahan prasarana dan sarana yang baru.

(47)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 42 Praktek baik SPMB-PS telah banyak dilaksanakan di berbagai perguruan tinggi maju di dunia dan dapat diakses lewat internet. Bab-bab berikut dalam buku ini akan menyampaikan ilustrasi terbatas dan sederhana tentang praktek baik SPMB-PS. Dengan ilustrasi tersebut diharapkan pengelola perguruan tinggi tergugah dan memiliki rasa percaya diri untuk merumuskan dan melakukan tindakan nyata SPMB-PS di tempat masingmasing.

2. Mekanisme Penetapan Standar

Seperti dikemukakan dalam buku Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, standar ditetapkan dengan meramu visi program studi dan kebutuhan stakeholders. Dengan memperhatikan hal tersebut, penetapan standar prasarana dan sarana (PS) suatu perguruan tinggi perlu memperhatikan dukungan PS terhadap pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Pada buku ini standar PS lebih ditekankan pada PS pendidikan, sedangkan standar PS penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dapat dikembangkan dengan pemikiran yang analog dengan standar PS pendidikan. Sebagai contoh praktek baik dapat dikemukakan beberapa jenis standar1 dalam butir mutu Prasarana dan sarana, yaitu:

1. Standar PS bangunan serta kesehatan lingkungan 2. Standar PS fasilitas pembelajaran

3. Standar PS sumber belajar (learning resources)

4.Standar pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan perbaikan alat 5. Standar prasarana umum berupa air, listrik, dan telefon.

Standar PS bangunan serta kesehatan lingkungan, mencakup infrastruktur perguruan tinggi, harus memenuhi persyaratan teknis dan peraturan bangunan, serta kesehatan lingkungan yang berlaku untuk daerah tersebut, dan dengan memperhatikan pertumbuhan akademik. Standar PS fasilitas pembelajaran mencakup ruang kelas lengkap dengan sarana dan cukup untuk melaksanakan kurikulum. Standar PS laboratorium mencakup peralatan laboratorium, sesuai dengan jenis laboratorium masing-masing program studi.

(48)

Sumber: Dirjen Dikti-Depdiknas, 2005 43 informasi, internet dan intranet, CDROM, dan citra satelit. Sumber belajar harus diseleksi, dipilah, dan disinkronkan dengan tujuan pembelajaran. Standar pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan perbaikan alat sangat diperlukan agar peralatan dapat dioperasikan dengan baik untuk itu diperlukan perawatan dan apabila terjadi kerusakan dapat diperbaiki dengan cepat sehingga mengurangi waktu mati (down time) peralatan tersebut. Standar prasarana-sarana umum berupa air, listrik, dan telefon merupakan bagian penting dalam kegiatan perguruan tinggi, karena itu perlu dikelola dengan baik. Untuk itu diperlukan tatakelola yang jelas dan pasti sehingga penyediaan prasaran-sarana umum terselenggara secara baik dengan keandalan tinggi.

Proses penyusunan standar PS tidaklah berdiri sendiri, tetapi dilaksanakan bersama-sama dengan penyusunan standar akademik secara keseluruhan dan lengkap. Hanya saja tiap perguruan tinggi dapat menentukan butir mutu yang akan diprioritaskan untuk dilaksanakan.

Penyusunan Standar dilakukan oleh suatu tim ad hoc yang diangkat oleh pimpinan perguruan tinggi. Tim terdiri atas wakil-wakil tingkat perguruan tinggi dan fakultas. Tim seperti ini terkadang dirasa terlalu besar, sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja dan menyebabkan perlu waktu lama untuk menghasilkan standar. Untuk menghindari tim yang terlalu besar, maka anggota tim tidak diambil dari semua fakultas, tetapi diambil dari wakil cluster atau kelompok bidang ilmu.

Dalam pembuatan standar PS perlu dipertimbangkan standar PS untuk gedung. Standar PS gedung harus memenuhi persyaratan teknis dan peraturan bangunan, serta kesehatan lingkungan yang ditentukan oleh perguruan tinggi dan departemen teknis terkait. Perlu juga diperhatikan keamanan dan kenyamanan mahasiswa di dalam ruang kuliah, di perpustakaan, dan di laboratorium. Dalam penyusunan standar panitia meminta masukan dari fakultas, lembaga, laboratorium, dan unit akademik lain di lingkungan perguruan tinggi.

Gambar

Tabel I. Perbedaan antara kurikulum konvensional dan PBL
Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Sistem Mutu Implementasi dan Evaluasi Kurikulum
Gambar 3: Visi Program Studi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat harus mengacu pada standar penjaminan mutu penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di perguruan

Penelitian ini menggunakan analisis univariat untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti yaitu perilaku, pengetahuan dan motivasi

Maksud data sekunder ini di gunakan dalam penelitian ini adalah untuk melihat seberapa banyak adanya kepemilikan tanah pertanin secara absentee serta untuk mengetahui

Penyusunan SNPK dimulai tahun 2001 dengan pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), penyusunan Dokumen Sementara Strategi Penanggulangan Kemiskinan( Interim Poverty

Dampak yang dirasakan dari kebijakan tersebut antara lain adalah : (1) Terjadinya aliran pupuk bersubsidi dari subsektor tana- man pangan ke subsektor lain khususnya

Namun pada kenyataannya open communication belum efektif di Kota Bandung, seperti yang disebutkan didalam penelitian Novi Yolanda (2015) yaitu komunikasi pemerintah

Nara sumber jero balian mengenal semua spesies tanaman obat (47 spesies), nara sumber masyarakat bali setempat mengenal 40 spesies dari 47 tanaman obat dan pedagang ceraken di

Berdasarkan hasil rapat, diketahui bahwa sebagian besar SKPD Provinsi Kalimantan Tengah belum menginput data Monev Online/Sistemontep (Sistem Informasi Monitoring