• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hespi Septiana dan Moh. Rokib

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hespi Septiana dan Moh. Rokib"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SASTRA MEDSOS: TELAAH AWAL DALAM IDENTIFIKASI SASTRA

MULTI MEDIA

Hespi Septiana dan Moh. Rokib

Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Media publikasi sastra pada periode 2000-an sudah mulai bergeser. Pada era ini mulai muncul jenis sastra media sosial. Kemunculan jenis sastra ini dipengaruhi oleh maraknya penggunaan android, blackberry, dan smart phone lainnya yang menyebar di kota-kota besar bahkan di daerah-daerah pelosok. Media publikasi yang awalnya terbatas pada buku, majalah, dan koran yang harus melewati tahap perbaikan, mulai bergeser ke media sosial (selanjutnya disebut medsos) yang menawarkan kepastian publikasi dengan waktu yang sangat cepat dan dapat dibaca oleh publik secara gegas. Provider yang sedang digandrungi untuk menuangkan hasil karya sastra adalah facebook dan twiter. Teradapat kelompok sastrawan yang burkumpul dalam blog “Gerakan Puisi anti Korupsi” dan kelompok Fiksimini. Dua kelompok ini memfokuskan penerbitan pada media sosial yang mereka gunakan. Salah satu kelompok yang cukup intentens adalah Fiksimini yang selalu memposting karya lewat twitter. Fiksimini di twiter mengarahkan pembaca untuk menjadi penikmat sastra dengan media yang berbeda. Tanpa harus membawa buku-buku iksi, pembaca sudah bisa menikmati sastra melalui telepon genggamnya. Dengan demikian budaya membaca sastra akan semakin melekat di

masyar akat .

Kata kunci: Medsos, iksimini, twiter

Pendahuluan

Adanya pilihan baru dalam memublikasikan karya sastra tersebut telah melahirkan ragam ekspresi yang telah membentuk “kebudayaan” baru bersastra. Kebudayaan yang dimaksudkan secara sederhana di sini adalah kecenderungan, kebiasaan, dan tradisi bersastra melalui ruang medsos atau internet. Merujuk pada pemikiran Marshall McLuhan (dalam Poster, 1990) bahwa kenyataan masa kini semakin menciutkan dunia sehingga dunia mirip satu desa (global

village), satu informasi di sudut daerah tertentu dapat ditangkap oleh orang di sudut daerah

yang jauh lainnya secara cepat. Hal ini bisa dipahami dalam kerangka kehidupan sehari-hari ketika masyarakat kita sangat dekat dan lekat dengan media komunikasi elektronik yang serba menghadirkan dan bertukar informasi melalui simbol-simbol (tulisan, gambar, dst) secara cepat. Kelekatan media elektronik, terutama internet, yang sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari itulah yang menciptakan kebiasaan baru serta mengarah pada pembentukan budaya baru. Kenyataan ini terjadi pada dunia sastra di mana para pecinta sastra, penulis dan kritikus memanfaatkan internet sebagai media untuk mengekspresikan karya sastra mereka secara cepat dan mungkin murah. Bukti dari kelekatan para pecinta sastra di Indonesia terhadap media baru dapat kita lacak, misalnya, dengan menelusuri forum-forum atau komunitas sastra tertentu di dunia medsos.

Sejauh yang terekam dalam perjalanan sejarah sastra medsos di Indonesia, paling tidak kebiasaan bersastra dalam dunia medsos itu terlihat pada kelompok cybersastra.net (Yayasan Multimedia Sastra [YMS]) yang dikelola oleh Medy Loekito. Paling tidak dari komunitas ini kemudian terlacak banyak penulis-penulis yang berinteraksi, bertukar hobi sastra, kritik sastra dan ulasan sastra lewat blog, mailing list, dan bentuk-bentuk komunikasi serupa lainnya. Dalam tahap perkembangannya, semangat YMS ini menularkan, atau mungkin juga tidak menularkan tapi serupa dengan gerakan kelompok sastra medsos yang lain.

(2)

1997. Misalnya penyair@yahoogroups.com, puisikita@yahoogroups.com, gedongpuisi@yahoo groups.com, bumimanusia@yahoogroups.com dan seterusnya yang telah mengekspresikan ide dan gagasan kesusastraan mereka melalui komunitas maya tersebut meskipun secara umum pada kenyataanya mereka tidak pernah bertemu di dunia nyata.

Pembentukan kelompok sastra di dunia maya itu semakin menguat seiring dengan perkembangan dan massi ikasi penggunaan media internet. Pada rentang tahun 2000-an atau kira-kira sekitar tahun 2005-an, kelompok sastra medsos mulai menciptakan ruang-ruang baru yang dapat diakses oleh publik maya melalui blog dan sejenisnya. Sebagai contoh, kemunculan duniasastra.com, sastra-indonesia.com, fordisastra.com, kemudian.com, mediasastra.com, jendelasastra.com, dan dot kom yang lainnya membanjiri media baru bersastra. Belum lagi akun pribadi yang terwadahi di multiply.com, blogspot.com dan wordpress.com yang amat personal dan komunal sulit untuk dilacak secara keseluruhan. Kecenderungan tersebut membuktikan betapa riuh dan bebasnya ekspresi sastra dalam dunia medsos di Indonesia.

Seiring dengan pengembangan media medsos di atas, kemunculan jejaring sosial semakin menambah geliat baru ruang sastra medsos. provider jejaring sosial Twitter, Facebook, path, dan instagram menjadi magnet utama dalam merengkuh komunitas sastra yang sangat komunal. Provider tersebut menyediakan kebutuhan untuk memperlihatkan atau memublikasikan gagasan maupun ide dengan sangat mudah dan dalam hitungan detik. Pun, jejaring sosial tersebut dapat diakses melalui media elektronik yang amat dekat dengan manusia modern yaitu telepon genggam yang dapat diakses kapan pun serta di manapun tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Lebih dari itu, jejaring sosial itu dapat memaksa teman untuk membaca sebuah karya tertentu dengan cukup men-t ag nama teman tersebut. Terlepas dari perdebatan

mengenai realitas, tapi itulah realitas dunia medsos yang lekat dengan dunia sastra di Indonesia saat ini yang telah membentuk realitas baru dunia sastra.

Medy Loekito, menekankan bahwa realitas multimedia yang menjadi kebudayaan masa kini sesungguhnya menyediakan banyak kemungkinan eksplorasi dan ekspresi. Menurutnya, kemungkinan eksplorasi yang disediakan oleh multimedia dapat ditemukan dalam sebuah contoh monitor petunjuk suatu museum (Loekito, 2008).

Perkembangan dunia sastra medsos yang muncul beraneka ragam telah mampu membuat dinamika dunia sastra Indonesia secara lebih menarik. Bahkan, kemasan sastra tidak lagi berkutat pada persoalan idealitas yang mengharuskan karya sastra ditulis dalam kadar tertentu melainkan membebaskan seorang sastrawan menulis karya secara lebih sederhana namun memenuhi unsur karya sastra. Fenomena sekaligus polemik yang muncul belakangan adalah kemunculan komunitas dunia sastra medsos yang terangkum dalam jejaring sosial twitter dan facebook bernama komunitas Fiksimini. Komunitas ini berusaha melepaskan diri dari belenggu sastra yang terbatas pada penulis sastra tertentu serta kadar sebuah karya sastra yang biasanya diidealkan berpanjang-panjang untuk mendapatkan keutuhan kisah problematika kehidupan tertentu. Komunitas ini berusaha mempertanyakan ulang konsepsi sastra yang selama ini ada yaitu penulisan yang ideal (umumnya cukup panjang) dengan konsepsi baru bersastra dengan penulisan karya yang mini atau cukup dengan karya 140 karakter.

Kajian Teori

(3)

sastra medsos yang dianggap justru akan menghidupkan sastra medsos itu sendiri terutama jika dikelola dengan lebih baik. Secara lebih kritis, Faruk berusaha menelaah fenomena sastra yang berkembang dalam masyarakat “(ter-)multimedia(-kan)”. Dalam analisis kritisnya itu, Faruk berusaha menelaah realitas dunia sastra yang butuh kontekstualisasi. Kemunculan dunia medsos atau yang disebut multimedia membutuhkan pendekatan-pendekatan baru dan teori-teori baru (2011: 51). Apapun yang telah ditelaah oleh penelitian tersebut, kesemuanya tentu dimaksudkan untuk memecahkan masalah tertentu. Sementara penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan geliat komunitas Fiksi mini dalam konteks sastra medsos dan masyarakat yang gandr ung media internet.

Untuk menorehkan formulasi deskriptif atas penjelasan terhadap pertanyaan di atas, tulisan ini mengaplikasikan kerangka pikir pascastrukturalis yang fokus pada pemikiran Mark Poster dalam memahami perkembangan dunia audio-visual atau multimedia. Alasan pemilihan pascastrukturalis ini didasarkan atas pemikiran bahwa dia fokus terhadap proses formasi subyek-subyek modern yang banyak membahas tentang perkembangan teknologi (Walby, 2007: 889). Meskipun pemikir utama pascastrukturalis seperti Michel Foucault, Jacques Derrida, Jacques Lacan, Gilles Deleuze, Jürgen Habermas, Louis Althusser, Jean-François Lyotard, Ernesto Laclau, Homi Bhabha, dan Judith Butler tidak menaruh perhatian secara langsung pada kajian multimedia dan terfokus pada masyarakat mekanik, namun esensi dari percikan pemikiran mereka memerikan fondasi budaya masyarakat elektronis (Poster, 2010: 2). Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Poster membingkai konteks budaya saat ini sebagai bukan lagi budaya literer melainkan budaya multimedia yang menonjolkan media elektronik sebagai sebuah peradaban baru setelah media oral dan media print (mekanik). Secara khusus, Poster menjelaskan adanya tahapan-tahapan peradaban dunia dalam tiga fase: masa oral, masa print atau mekanik, dan elektronik.

Poster menjelaskan bahwa masyarakat saat ini digolongkan sebagai masyarakat elektronik yang sangat beragam dan tidak stabil dengan adanya perubahan yang terus melenggang melalui media elektronik. Cara pandang ini tentu tidak bermaksud bahwa dunia saat ini tidak bisa melepaskan diri dari gelombang elektronik sebagai media yang dominan dalam kehidupan sehari-hari yang memunculkan sensibiltas baru di dunia sastra sebagaimana gerak komunitas Fiksimini.

Sebagai upaya memahami sensibilitas baru dunia sastra tersebut, tulisan ini menggunakan metode deskriptif untuk mengurai gejala sosial yang muncul dalam konteks kehidupan sastra. Dalam usaha mengurai gejala sosial, beberapa tahapan penelitian telah ditempuh meliputi teknik pembacaan intensif terhadap data utama dan data pendukung, pencatatan data yang terkait dengan fokus bahasan, dan analisis. Tahapan analisis dilakukan melalui penyajian data dan deskripsi sosiologis gerak komunitas Fiksimini.

Pembahasan

Komunitas dalam Sastra Medsos

(4)

yang tercatat aktif terhimpun sebanyak 400 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada tahun 2012, anggota aktif menjadi 20.290 orang dan follower sebanyak 94.407 orang (https:/ / twitter.com/ iksimini), dan pada tahun 2015 sudah mencapai 189.3K atau 189.300 pengikut.

Secara teknis, para penulis Fiksimini harus mengirimkan iksi yang tidak lebih dari 140 karakter. Ukuran tersebut belum termasuk nama penulis dan juga spasinya. Dan lagi, karya yang pendek itu harus memuat unsur-unsur cerita seperti tokoh, karakter, plot, ketegangan, dan kon lik. Setiap penulis yang sudah memiliki akun tetap dan berinisial (yang ditandai dengan @nama) dituntut memainkan semua unsur cerita secara efektif sehingga bisa memancing perhatian, bahkan meletupkan ledakan gagasan yang mengesankan dalam cerita yang sangat pendek. Coba kita perhatikan beberapa iksi mini berikut.

“Aku sungguh mencintaimu sayang,”kata sang suami didpn makam istrinya. “Juga uang hasil korupsiku yg kusimpan bersama peti matimu”

“Katakan pdku, sejak kapan kau mencintaiku?”tanya sang pemuda pd sigadis.”Sejak kamu kena amnesia,sayang”sahut si gadis tersenyum”

Dia kirim mimpi buruknya di pagi hari. Malamnya mimpi itu kembali lagi. Prangkonya

kur ang!

@sangkaku: semua barang di rumah ini aku dapatkan setelah memenangi undian, kecuali istriku. Aku mendaparkannya karena kalah.

Beberapa contoh Fiksimini di atas menunjukkan kependekan sebuah iksi, jika dibanding dengan iksi lain seperti cerpen, apalagi novel. Meskipun memiliki jumlah kata yang mini dan narasi yang singkat, namun paling tidak pembaca dapat memahami pesan secara tersirat yang disampaikan oleh iksi tersebut. Pada contoh iksi pertama, misalnya, mengisahkan kejahatan seorang koruptor yang bahkan tega membayangi kematian istrinya dengan hasil korupsinya.

Pembaca bisa membayangkan bahwa si istri akan sangat kenyang atau mungkin tersiksa dengan hasil korupsi suaminya tersebut semasa dia masih hidup. Ketika istri mati pun, suami masih saja menyertakan harta hasil korupsinya di peti mati istri dengan berkedok cinta. Makna cinta suami tersebut bisa berarti saking cintanya terhadap istri sehingga harta kesayangan istrinya pun disertakan dalam peti mati, atau karena si istri yang telah menyebabkan si suami melakukan korupsi sehingga harta hasil korupsi tersebut disertakan agar dia merasa bebas dari tekanan untuk melakukan korupsi. Memang, banyak kemungkinan atau tafsir yang melekat dalam sebuah iksi pendek tersebut. Pembaca dalam hal ini dapat membebaskan imajinasinya secara sederhana dan tidak terlalu melelahkan karena teks iksi yang disajikan sangat pendek.

Kelebihan bentuk iksi seperti ini ialah dapat dibaca oleh siapapun dan kapanpun karena tidak menguras tenaga dan pikiran. Lagi pula, pembaca tidak perlu untuk menenteng buku iksi sebab dengan membaca iksi mini ini, mereka dapat menikmatinya melalui telepon jinjing (HP) yang sehari-hari dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama generasi muda saat ini.

(5)

imajinasi mereka adalah tradisi karya sastra mendalam tadi. Wajarlah jika kemudian beberapa sastrawan/penulis mengkritik model karya iksi yang ringkas sebagaimana yang digerakkan oleh komunitas Fiksimini.

Simpulan

Secara umum, dapat dikatakan di sini bahwa komunitas Fiksimini telah melakukan gerak baru di ruang sastra mutakhir. Gerak tersebut berjalan pada lini moda informasi yang meniscayakan penyesuaian serta penyeimbangan terhadap tuntutan perkembangan dunia elektronik yang mana sebuah karya sastra yang butuh popularitas dituntut untuk melakukan penyederhanaan (pemendekan) tulisan. Semangat dari pemendekan bukan tidak lain adalah untuk memudahkan pembaca menikmati karya sastra yang tidak terbatas pada ruang dan waktu baca. Usaha komunitas Fiksimini untuk mewujudkan pemendekan akhirnya berhadapan dengan sejumlah persoalan baru baik pada level eksistensi dan esensi.

Di ruang eksistensi, Fiksimini mampu mencipta semangat baru bersastra melalui pemanfaatan dan penyesuaian atas moda informasi yang memainkan peran teknologi internet. Kecerdasan dalam penggunaan media jejaring sosial sebagai ruang bersastra melahirkan semangat baru generasi muda dalam menikmati maupun mencipta karya sastra. Sensibilitas generasi baru atas sastra itu ternyata tidak hanya muncul pada akti itas kesastraan belaka melainkan juga sastra sebagai perekat akti itas sosial. Tidak bisa disalahkan bahwa aktivitas kelompok Fiksimini telah memadukan sastra dengan konteks sosial dan utamanya aktivisme sosial sebagai gerakan komunitas sastra.

Pada saat bersamaan, Fiksimini juga seakan merekatkan dunia sastra pada gelombang dunia konsumtif. Dalam gairah peradaban elektronis, pembaca sastra diarahkan pada kecenderungan konsumsi baru terhadap media teknologi lewat akti itas sastra. Kelekatan dan ketidakmampuan untuk lepas dari penggunaan media jejaring sosial sebagai akti itas sastra mendorong perilaku konsumtif itu. Belum lagi ketika mereka berbondong-bondong mereproduksi karya sastra baik sebagai buku antologi maupun ilm pendek yang ditujukan sebagai lahan baru konsumerisme publik sastra.

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Agus Noor. 2009. “Fiksi Mini: Menyuling Cerita, Menyuling Dunia”. Jawapos, 13 Desember 2009.

Faruk. 2008. “Sastra Multimedia” dalam http://langut.multiply.com/journal/item/22. (aksesterakhir 28 Agustus 2012)

Faruk. 2011. “Sastra dalam Masyarakat (ter-)Multimedia(-kan): Implikasi Teoretik, Metodologi, dan Edukasionalnya”, dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Yogyakarta: PustakaPelajar.

ht t p:/ / t ekno.kompas.com/ r ead/ 2011/ 09/ 26/ 22565585/ Fiksi mini .Komuni t as.Sast r a.yang. Lahir.dari.Twitter

Kusmarwanti. “Karakteristik Cerpen-cerpen Cyber” dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/ iles/penelitian/Kusmarwanti (akses terakhir 10 September 2012)

(6)

Poster, Mark. 1990. “Words without Things: The Mode of Information” dalam The Humanities as Social Technology, Vol. 53. 62-77.

Poster, Mark. 2010. “McLuhan and the Cultural Theory of Media” dalam Media Tropes eJournal, Vol II, No. 2, 1-18.

Suryadi, Nanang. 2010. “Fenomena Sastra Indonesia Mutakhir: Komunitasdan Media” dalam http:/ / cyber sastr a.or g/ 2012/ 02/ fenomena-sastr a-indonesia-mutakhir -komunitas-dan-media/

Walby, Kevin. 2007. “Mode of Production versus Mode of Information: Marx, Poster, and an Argument for Anti-Capitalist Praxis”, dalam Critical Sociology 33: 887-912.

Kompas, 11 April 2010 Kompas, 26 Desember 2010 Antaranews.com, 18 April 2012

Referensi

Dokumen terkait

pertama biskuit, sarapan, lezat, nutrisi, semangat, dan sehat. Maka selling idea dari Belvita ini adalah “lezatnya nutrisi semangatkan harimu”. Kemudian cara Belvita menyampaikan

M eteorologi mengenal sistem skala dalam melakukan sebuah analisis. Skala global merupakan skala meteorologi yang paling luas. Skala global dapat mempengaruhi fenomena meteorologi

Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa Customer experience dan brand trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap customer loyalty, sehingga hal tersebut berarti

Interface) berbasis bahasa pemrograman JAVA yang digunakan untuk merancang aplikasi berbasis platform android BAHASA C JAVA PHP PASCAL VB ANDROID FRAMEWORK ….. Untuk dapat

TINGGAL BAKAL CALON) NOMOR URUT PAS FOTO NAMA LENGKAP.. JENIS

Dari hasil wawancara dari beberapa sumber baik dalam organisasi maupun anggota masyarakat sebagai pemohon dapat dikatakan bahwa pegawai telah cukup memberi rasa

25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra (POJK Informasi nasabah Asing) dan Surat

Permata Agro Palma sudah menunjukkan bukti kepedulian perusahaan yang merupakan tanggung jawab mereka, secara khusus dalam bidang pendidikan yaitu dengan