• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERTANAHAN PENGADAAN HAK ATAS TA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PERTANAHAN PENGADAAN HAK ATAS TA (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PERTANAHAN

PENGADAAN HAK ATAS TANAH

REZA HARDIAN

24.1497

A.1

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

KAMPUS KALIMANTAN BARAT

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkatnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga berterimakasih kepada dosen pengajar mata kuliah Hukum Agraria yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat lebih memahami mengenai materi Pengadaan Tanah.

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG BAB II PERUMUSAN MASALAH

BAB III TUJUAN PENULISAN

BAB IV PEMBAHASAN

A. KONSEP PENGADAAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM . . . . .

B. PENGERTIAN PENGADAAN HAK ATAS TANAH . . . . .

C. DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH . . . .

D. PRINSIP UNTUK KEPENTINGAN UMUM BAB V PENUTUP

A. SARAN

(4)

BAB I

memanfaatkan tanah. Bahkan bagi Negara Indonesia tanah merupakan salah satu modal utama bagi kelancaran pembangunan. Tanah mempunyai manfaat bagi pemilik atau pemakainya, sumber daya tanah mempunyai harapan di masa depan untuk menghasilkan pendapatan dan kepuasan serta mempunyai nilai produksi dan jasa. Komponen penting kedua adalah kurangnya supply, maksudnya di satu pihak tanah berharga sangat tinggi karena permintaannya, tapi di lain pihak jumlah tanah tidak sesuai dengan penawarannya. Komponen ketiga adalah tanah mempunyai nilai ekonomi, suatu barang (dalam hal ini tanah) harus layak untuk dimiliki dan ditransfer.

Istilah “Pengadaan Tanah” menjadi terkenal setelah diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Istilah pengadaan tanah juga dipakai dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006, serta dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2012.

(5)

BAB II

PERUMUSAN MASALAH

1. Konsep Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum 2. Pengertian Hak Atas Tanah

(6)

BAB III

Tujuan Penulisan

(7)

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Konsep Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum

a. Prinsip Pengadaan Tanah

Dalam konsiderans “Menimbang” dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, ditemukan kalimat yang sangat penting yaitu “prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah dan prosedurnya dengan “mengutamakan musyawarah secara langsung”

Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan pertimbangan pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan secara “cepat dan transparan” dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 ditambahkan adanya pertimbangan prinsip “kepastian hukum”.

Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 dinyatakan bahwa untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip “kemanusiaan, demokratis, dan adil”. Dalam pelaksanaan pengadaan tanah harus mempertimbangkan beberapa hal yakni:

1. Peran tanah dalam kehidupan manusia;

2. Prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah; 3. Prinsip kepastian hukum;

4. Pelaksanaannya denga cara cepat dan transparan;

5. Berdasarkan prinsip “kemanusiaan, demokratis, dan keadilan”;

6. Berdasarkan prinsip “musyawarah langsung” dengan pemegang hak atas tanah.

B. Pengertian Pengadaan Hak atas Tanah

Dalam pasal 1 angka (1) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 ditentukan pengertian dari pengadaan tanah ialah “setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut”.

(8)

Dalam Pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 sama dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, tetapi menghilangkan kata terakhir dari pengertian tersebut yakni menghapus kata-kata “atau dengan pencabutan hak atas tanah”.

Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengertian pengadaan tana adalah “kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”. Adapun objek pengadaan yang dimaksudkan meliputi: ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang bekaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.

C. Dasar Hukum Pengadaan Tanah

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dalam Pasal 12 ayat (2) memberikan pengertian lebih lanjut tentang arti hak menguasai oleh negara, yaitu memberikan kuasa kepada negara sebagai berikut:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan, bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara manusia dan perbuata-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

2. Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada diatasnya. Undang-undang ini merupakan induk dari semua peraturan yang mengatur tentang pencabutan atau pengambilan hak atas tanah yang berlaku hingga sekarang.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973, merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 8 Undang-undang N0. 20 Tahun 1961 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak Atas Tanda dan Benda-benda yang ada di Atasnya.

(9)

1961. Didalam konsiderans Instruksi Presiden ini disebutkan 2 hal, yaitu:

Pertama, pencabutan hak-hat atas tanah dan benda-benda diatasnya supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk kepentingan umum dan dilakukan dengan hati-hati serta dengan cara-cara yang adil dan bijaksana. Kedua, dalam melaksanakan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang diatasnya supaya menggunakan pedoman-pedoman sebagaimana tercantum dalam lampiran instruksi presiden ini.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahu 1975, mengatur tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. Namun Permendagri ini telah dicabut oleh Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 yang mengatur tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

6. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, pemerintah menerbitkan Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Kepres ini bermaksud untuk menampung aspirasi masyarakat karena adanya dampak negatif dari Permendagri 1975, selain itu karen keberadaan Permendagri dianggap bertentangan dengan Pasal 2 UUPA dan Pasal 33 UUD 1945.

(10)

8. Pengadaan Tanah menurut Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006,

sebagai suatu peraturan yang relatif baru, maka perlu sekali dilakukan penelitian, sejauh mana perpres tersebut dilaksanakan dalam praktek . Proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan dan kepentingan umum. Sebagai ketentuan pelaksana Perpres pengadaan tanah ini, maka pada tanggal 21 Mei 2007 diterbitkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Ka. BPN) No. 3 Tahun 2007, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagai telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

9. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatu tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dengan diundangkannya Undang-undang tersebut maka pengaturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum mempunyai landasan hukum yang kuat karena diatur dalam sebuah Undang-undang.

D. Prinsip Untuk Kepentingan Umum

dalam menjelaskan pengertian dan jenis proyek pembangunan untuk kepentingan umum, berikut ini perbandingkan kekurangan/kelemahan maupun kelebihannya dari beberapa peraturan perundangan yang telah diuraikan di muka yakni Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, diuraikan sebagai berikut:

a. Pengertian

(11)

2) Dalam pasal 1 angka (5) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan bahwa kepentingan umum adalah “kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat”;

3) Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tidak ada penyempurnaan pengertian kepentingan umum, sehingga pengertiannya sama dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka (5) Perpres No. 36 tahun 2005, yakni “kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat”.

b. Bidang Kegiatan yang Termasuk Kategori Kepentingan Umum

1) Di dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993 desibutkan ada 14 bidang kegiatan pengadaan hak atas tanah untuk kepentingan umum, ialah:

a. Jalan Umum (termasuk jalan tol, rel kereta api), saluran pembuangan air (termasuk saluran air minum/air bersih dan senitasi);

b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;

c. Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat; d. Pelabuhan atau bandar udara (termasuk stasiun kereta api)

dan/atau terminal; e. Peribadatan;

f. Pendidikan atau sekolah;

g. Pasar umum atau pasar INPRES; h. Fasilitas pemakaman umum;

i. Fasilitas keselamatan umum seperti antaara lain tanggul penggulungan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; j. Pos dan telekomunikasi;

k. Sarana olahraga;

l. Stasiun penyiran radio, televisi beserta sarana pendukungnya;

m. Kantor pemerintah (termasuk Pemda, Perwakilan Negara Asing, perserikatan bangsa-bangsa dan/atau lembaga-lembaga international di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa);

(12)

2) Dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ada penambahan 7 bidang, sehingga menjadi 21 bidang kegiatan yang meliputi:

a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan irigasi;

b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;

c. Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat; d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; e. Peribadatan;

m. Kantor pemerintah (termasuk Pemda, Perwakilan Negara Asing, perserikatan bangsa-bangsa dan/atau lembaga-lembaga international di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa);

n. Fasilita Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

o. Lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan; p. Rumah susun sederhana;

q. Tempat pembuangan sampah; r. Cagar alam dan cagar budaya; s. Pertamanan;

t. Panti sosial;

u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

3) Dalam pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 disebutkan hanya 7 bidang kegiatan, meliputi:

a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (diatas tanah, diruang atas tanah, ataupun diruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. Waduk bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan

pengairan lainnya;

(13)

d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; e. Tempat pembuangan sampah;

f. Cagar alam dan cagar budaya;

g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

c. Didasarkan pada RUTRW

Di dalam pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993 dan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 36 thun 2005 sebagai mana yang telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 ditentukan bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan akan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) yang telah ditetapkan terlebih dahulu, sedang bagi daerah yang belum mempunyai RUTRW, harus dilakukan berdasarkan perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada.

d. Unsur Kepentingan Umum

Berdasarkan beberapa pengertian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dala Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2005, Perpres No.65 Tahun 2006 dan UU No.2 Tahun 2012, maka kegiatan yang kategorikan kepentingan umum ada 5 unsur, yakni:

a. Adanya kepentingan seluruh masyarakat. b. Dilakukan dan dimiliki oleh Pemerintah. c. Tidak digunakan untuk mencari keuntungan.

d. Masuk dalam daftar kegiatan yang telah ditentukan. e. Perancanaan dan pelaksanaannya sesuai dengan RUTRW

(14)

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Indonesia telah mengalami proses perkembangan sejak unifikasi Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan cara pembebasan hak atas tanah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975. Namun dalam praktiknya ketentuan ini banyak menimbulkan masalah sehingga tidak dapat berjalan dengan efektif. Kemudian pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, sebagaimana dicabut dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 mengenai pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, yang kemudian direvisi oleh

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.

Berbagai masalah yang terdapat dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum telah coba diminimalisir melalui peraturan-peraturan tersebut. Meskipun telah diadakan perubahan-perubahan untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dalam rangka memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat, namun tetap saja ada beberapa permasalahan yuridis dalam peraturan perundang-undangan tersebut yang luput dari perhatian penyusun peraturan perundang-undangan, yaitu meliputi aspek yuridis formal dan aspek yuridis materiil.

2. Saran

(15)

Daftar Pustaka

Sugiharto, Umar Said DKK. 2015. Hukum Pengadaan Tanah, Pengadaan Hak Atas Tanah untuk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi. Setara Press, Malang.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian, bahwa secara simultan dengan Uji F variabel independen yang diproksikan dengan Skor-IG, Ukuran Dewan Direksi, Ukuran Komite Audit,

Accordingly, a multi- institutional initiative called 'Map the Neighbourhood in Uttarakhand' (MANU) was conceptualised with the main objective of collecting

Three paper withdrew for various reasons after the review process, two were rejected, three were accepted for the ISPRS archives and 21 papers have been accepted for inclusion

[r]

• EIGRP chooses the best routes (that is, successor) to a destination from the topology table and places these routes in the routing table.. • Each EIGRP router maintains a

Nilai estimasi parameter yang telah diperoleh, selanjutnya dilakukan pengujian signifikansi parameter baik secara serentak dan parsial untuk mengetahui variabel prediktor

$EVWUDN 3HQHOLWLDQ WLQGDNDQ LQL EHUWXMXDQ PHQJLPSOHPHQWDVLNDQ PRGHO 6LNOXV %HODMDU XQWXN PHQLQJNDWNDQ NXDOLWDV SURVHV SHPEHODMDUDQ GDQ KDVLO EHODMDU PHQJHODV GHQJDQ JDV PHWDO

Anggaran ini sifatnya statis dari periode bulan yang satu ke periode bulan yang lain, dan dalam anggaran yang dibuat tidak dilaku­ kan pemisahan antara unsur biaya tetap dan