• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU – BUKU

A.P. Parlindungan, Berakhirnya Hak-Hak atas Tanah Menurut Sistem UUPA, Bandung : Mandar Maju, 1990.

A.P. Parlindungan, Sengketa Tanah Dewasa Ini dan Perlindungannnya, Jakarta, 1995.

Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak- Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum Di Indonesia, Edisi Revisi, Bandung: PT. Citra Aditya, 1996.

Abdurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994.

Andrian S. Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan”., S Jakarta : Sinar Grafika, 2007.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Jambatan, 2007.

Chainur Arrasyid, Sultan dan Datuk Empat Suku Mewakili Puak Melayu Bekas Kesultanan Deli, Harian Analisa, Medan, 2000.

Chaizi Nasucha, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah, Jakarta : Kesaint Blanc, 1994.

Erman Rajagukguk, Hukum dan Masyarakat, Jakarta : Bina Aksara, 1983

Hasim, Syafruddin, dkk, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan Studi Kasus di Sumatera Utara, Medan : CV. Cahaya Ilmu, 2006.

Kalo, Syafruddin, Kapita Selekta Hukum Pertanahan, Medan : USU Press, 2005.

Kalo, Syafruddin, Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta : Pustaka Bangsa Press, 2004.

(2)

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.

Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), Bandung: Alumni, 1978.

Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Medan : Pustaka Bangsa

Press, 2003.

Prof. Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-Kasus Pertanahan, Jakarta : Pustaka Bangsa Press, 2003.

Sihombing, Irene, Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2009.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Metode Penenlitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1984.

Supardy Marbun, Tesis: Masalah tanah Adat Melayu Deli di Kota Medan dan Perkembangannya,, Medan: SPS USU, 1999.

Zendrato, Mariati, Undang-Undang Pokok Agraria Sebagai Dasar Hukum Pertanahan di indonesia, Medan : Fakultas Hukum USU, 2012.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria Instruksi Presiden No.9 Tahun 1973 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan.

(3)

Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria.

Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Proyek Pembangunan di Wilayah Kecamatan.

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Peratutan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Peleburan Perusahaan Perseroan (Persero).

Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan untuk Kepentingan Umum

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

C. INTERNET

http://www.bpn.go.id/

http://waspada.co.id/warta/pembebasan-lahan-tol-medan-kuala-namu-tebing-baru-70/

https://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Tol_Medan%E2%80%93Kuala_Namu %E2%80%93Tebing_Tinggi

(4)

http://www.gatra.com/nusantara/sumatera/167634-pembebasan-lahan-tol-medan-binjai-dan-medan-kualanamu-tebing-tinggi-selesai-2017

http://industri.bisnis.com/read/20150724/45/456223/perjanjian-utang-tol-medan-tebing-tinggi-diteken-bulan-ini

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/08/12/nsz50d319-percepat-proyek-tol-medankualanamu-pemerintah-tambah-dana

http://beritatrans.com/2015/08/29/jalan-tol-medan-kualanamu-tebing-tinggi-30-selesai/

https://kotatebingtinggi.wordpress.com/2015/01/28/pembebasan-lahan-tol-medan-tebing-tinggi-kualanamu-tuntas/

http://bisnis.liputan6.com/read/2156421/target-pembangunan-jalan-tol-medan-tebing-tinggi-selesai-2017

http//www.pu.go.id/uploads/berita/ppw190906gt.html. http://www. e-journal.uajy.ac.id/321/3/2MIH01716.pdf.

(5)

BAB III

KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENGADAAN

TANAH JALAN TOL KOTA MEDAN – TEBING TINGGI

A. Gambaran Umum Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing

Tinggi

1. Perencanaan Pembangunan Jalan Tol

Kota Tebing Tinggi yang berjarak ± 80 km dari kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) serta terletak pada jalur lalu lintas utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Barat Sumatera Utara pada ruas jalan Tebing Tinggi - Pematang Siantar - Parapat - Balige - Siborongborong. Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 3.843,8 hektar atau 38,438 km² yang dilintasi oleh 5 (lima) buah sungai besar dan kecil yaitu sungai Padang, Sibarau, Kelembah, Bahilang, dan Sigiling. Kota Tebing Tinggi terletak diantara 30°19’ - 30°21’ Lintang Utara dengan 98°90’ - 98°11’ Bujur Timur. Sebelah Utara dari Kota Tebing Tinggi berbatasan dengan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai. Sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai. Sebelah Timur berbatasan dengan PT. Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai. Dan Sebelah Barat berbatasan langsung dengan PTPN III Kebun Gunung Pamela, Kabupaten Serdang Bedagai.

(6)

Trans – Sumatera dan terbagi dalam 2 (dua) seksi, yaitu Seksi I (Medan – Perbarakan – Kualanamu) sepanjang 17,80 km dan Seksi II (Perbarakan – Tebing Tinggi) sepanjang 44 km. Jalan tol ini akan memiliki 2x2 lajur pada tahap awal dan 2x3 lajur pada tahap akhir dengan kecepatan rencana 100 km/jam.

Peletakan batu pertama tanda dimulainya konstruksi dilaksanakan pada 23 September 2014 dan diharapkan sepenuhnya selesai pada tahun 2017. Seksi I dibangun pemerintah Indonesia sedangkan Seksi II dibangun Konsorsium BUMN yang terdiri dari Jasa Marga, Pembangunan Perumahan, Waskita Karya, dan Hutama Karya.

Jalan Tol Medan - Kuala Namu - Tebing Tinggi merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera dan mempunyai peranan penting dalam melayani pergerakan manusia, barang dan jasa dari Bandara Kualanamu, sekaligus sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian di Pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Pembangunan Jalan Tol ini dilakukan karena semakin padatnya arus transportasi darat dari Kota Medan menuju Kabupaten Deli Serdang.

2. Gambaran Umum Lokasi Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan -

Tebing Tinggi

Pembangunan jalan tol dilanjutkan dari Tol Tanjung Morawa - Parbarakan - Perbaungan - Teluk Mengkudu - Sei Rampah - Tebing Tingi yang berada di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

Hasil identifikasi Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut :

(7)

- Desa Buntu Bedimbar - Desa Tanjung Morawa A - Desa Tanjung Morawa B - Desa Punden Rejo - Desa Padarmean - Desa Tanjung Mulia - Desa Sei Merah - Desa Penara Kebun - Desa Dagang Klambir - Desa Pasar Melintang - Desa Petapahan - Desa Paluh Kemiri - Desa Pagar Jati - Desa Perbarakan - Desa Pagar Merbau - Desa Sumberrejo

B. Data Yuridis Proses Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota

Medan – Tebing Tinggi

1. Progress Pembebasan Lahan Jalan Tol Medan - Tebing Tinggi

Berdasarkan Kepemilikan Lahan.

(8)

yang dilakukan sejak tahun 2009 tentu akan mengalami perkembangan setiap waktunya.

Perkembangan Pembebasan Lahan Jalan Tol Pada Tahun 2015 :44

No Kecamatan/Desa Hasil

Inventarisasi

(9)
(10)
(11)

selesai

1. Daftar Tanah Bangunan Dan Tanaman Milik Warga Desa Sena

Kecamatan Batang Kuis Yang Dibayarkan Melalui Konsinyiasi :45

No Nama Pemilik

Luas Tanah (M2)

Nilai Tanah (Rp) Nilai Bangunan Nilai Tanaman Keterangan

Nilai

(12)
(13)

A. Kepastian Hukum dalam Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan -

Tebing Tinggi

Pengadaan tanah berhubungan dengan kegiatan mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepasakan, menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan tanah juga menyangkut dua kepentingan yaitu, kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah. Pada bab sebelumnya, telah dibahas tentang pengaturan hukum yang menjadi dasar hukum dalam Pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan hukum untuk menjamin kepastian hukum dari proses pelaksanaan pengadaan tanah tersebut. Dalam pengadaan tanah jalan Tol Kota Medan-Tebing Tinggi, digunakan beberapa peraturan hukum, yaitu:46

1. Peraturan Presiden Republik Indoensia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

2. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Dalam pelaksanaannya, tidak semua peraturan hukum tersebut diterapkan

46

(14)

sesuai dengan yang tertulis. Banyak kendala-kendala yang menjadi faktor penghambat dalam penerapan peraturan tersebut.

a. Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 memberikan pengakuan kepada individu untuk berkedudukan sebagai subyek hak atas tanah. Individu atau perorangan dimungkinkan untuk memperoleh atau mendapatkan hak atas tanah. Hak atas tanah tersebut tidak bersifat absolut, tetapi mempunyai fungsi sosial, seperti yang disebutkan dalam Pasal 6 UUPA. Menurut Penjelasan Umum Angka II Nomor 4 UUPA disebutkan bahwa fungsi sosial dari hak atas tanah mempunyai arti sebagai berikut:47

Jika kemudian hak atas tanah tersebut dihadapkan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum, maka hak atas tanah perorangan tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja tapi harus mendapatkan ganti rugi. Sejalan dengan itu, Perpres No. 65 Tahun 2006 jo Perpres No. 36 Tahun 2005 menentukan bahwa pengadaan tanah dilakukan dengan 1. tidak dibenarkan bahwa tanahnya akan dipergunakan (tidak dipergunakan) semata- mata untuk kepentingan pribadinya;

2. penggunaannya tidak boleh menimbulkan kerugian bagi masyarakat;

3. penggunaannya harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari haknya; dan 4. penggunaannya tidak saja bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemegang haknya, tapi juga bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara.

47

(15)

mendasarkan prinsip penghormatan pada hak atas tanah. Prinsip penghormatan tersebut dilakukan dengan memberikan pengaturan pada bentuk dan besar ganti rugi serta prosedur atau musyawarah dalam menentukan bentuk dan besar ganti rugi.

Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 adalah: penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Ganti kerugian dimaksud diberikan berdasarkan ketentuan Pasal 33, Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian dalam pasal 33 UU Nomor 2 Tahun 2012 dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi :48

Perbandingan dengan ketentuan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hal yang sama seperti bentuk-bentuk ganti kerugian yang dapat diberikan dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:

a. tanah;

b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c. bangunan;

d. tanaman;

e. benda yang berkaitan dengan tanah; f. kerugian lain yang dapat dinilai

49

a. Dalam bentuk uang; dan/atau b. tanah pengganti; dan/atau b. pemukiman kembali dan/atau

c. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana yang

48

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bab 4, Pasal 33.

49

Republik Indonesia, Perpres 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi

(16)

di maksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.

d. bentuk lain yang disetujui oleh pihak- pihak yang bersangkutan, sementara itu, dalam proses pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, tidak senantiasa berjalan lancar terutama yang berkaitan dengan penentuan bentuk maupun jumlah ganti kerugian.

Mengingat ganti rugi itu selalu dalam bentuk uang, kiranya dalam proses musyawarah perlu disampaikan pada mereka yang terkena proyek pengadaan tanah untuk dapat memilih dan menyepakati macam-macam bentuk ganti rugi yang ditawarkan. Jika pilihan bentuk ganti rugi tersebut jatuh pada ganti rugi berupa uang. Besarnya uang ganti rugi akan didasarkan pada penilaian. Pasal 15 Perpres No. 65 Tahun 2006 menentukan bahwa dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan pada:50

1. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh Panitia;

2. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan;

3. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.

Dari ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa peran dari Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah hanya bertugas khusus terhadap tanah saja, sedangkan untuk

50

(17)

bangunan dan tanaman, penilaiannya melalui penaksiran dari perangkat daerah yang terkait. Lembaga Penilai Harga Tanah seharusnya merupakan lembaga yang independen serta memiliki kompetensi di bidangnya, dan menurut Pasal 25 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 harus mendapat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Mengingat Lembaga Penilai tersebut tidak selalu ada pada setiap daerah, maka daerah-daerah yang belum memiliki Lembaga Penilai, penilaian harga tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah. Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah menurut Pasal 26 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 terdiri dari:51

Tugas dari Tim ini menurut Pasal 28 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 adalah melakukan penilaian harga tanah berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman pada variabel-1. unsur instansi yang membidangi bangunan dan atau tanaman;

2. unsur instansi pemerintah pusat yang membidangi pertanahan nasional; 3. unsur instansi Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;

4. ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah;

5. akademisi yang mampu menilai harga tanah dan atau bangunan dan atau tanaman dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; serta tidak menutup kemungkinan (apabila diperlukan) ditambah unsur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

51

(18)

variabel sebagai berikut:52

Kesepakatan tentang bentuk dan besarnya ganti rugi yang dihasilkan dalam musyawarah ini yang dipergunakan sebagai dasar dan pedoman dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi. Musyawarah dianggap telah mencapai kesepakatan, menurut Pasal 34 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 1. lokasi dan letaktanah

2. status tanah; 3. peruntukan tanah;

4. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada;

5. sarana dan prasarana yang tersedia; dan

6. faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.

Hasil penilaian dari Tim Penilai Harga Tanah ini diserahkan pada Panitia Pengadaan Tanah untuk digunakan sebagai dasar musyawarah antara instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik tanah. Dengan demikian, hasil penilaian dari tim penilai tersebut hanya berkedudukan sebagai pedoman semata dan tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada para pihak (instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dan pemilik tanah). Hasil dari tim penilai baru mempunyai kekuatan mengikat para pihak kalau para pihak sudah menyepakati dalam proses musyawarah yang difasilitasi dan dipimpin oleh Panitia Pengadaan Tanah.

52

(19)

jika paling sedikit 75 % (tujuhpuluh lima persen) dari luas tanah yang diperlukan pembangunan telah diperoleh atau jumlah pemilik tanah telah menyetujui bentuk dan/atau besarnya ganti rugi. Untuk pemilik tanah yang belum menyepakati, Panitia Pengadaan Tanah mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.53

b. Perlindungan Hukum dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan

Umum

Jika dalam pelaksanaan pemberian ganti rugi yang telah disepakati tadi, ternyata kemudian sebagian dari pemilik tanahnya tidak diketemukan, maka ganti rugi yang menjadi hak orang tersebut dititipkan (konsinyasi) di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

Hukum tanah nasional memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah bahwa penggunaan dan pengawasan tanah oleh siapapun dan untuk apapun harus dilandasi dengan hak atas tanah yang disediakan oleh hukum pertanahan nasional. Penguasaan dan penggunana tanah dilindungi hukum terhadap gangguan-gangguan pihak manapun, baik sesama anggota masyarakat maupun pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak berdasarkan landasan hukum. Dengan kata lain, apabila tanah dikuasai oleh pemegang hak secara sah, jika diperlukan untuk pembangunan harus didahului dengan musyawarah terlebih dahulu. Apabila musyawarah tidak mencapai kesepakatan maka proyek tersebut tidak boleh dipaksakan dan dilaksanakan di lokasi tersebut. akan tetapi kalau proyek tesebut bersangkutan dengan kepentingan umum, maka

53

(20)

menurut peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan pencabutan hak, dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan pada pemilik hak atas tanah.54

Untuk kebersamaan tersebut dalam pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial,dimana kepentingan bersama harus didahulukan. Kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepentingan umum dan dapat menjamim keadilan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait. UU tentang HAM Nomor 39 Tahun 2009 menyebutkan bahwa HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati,

Perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 yang semula dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah, yang telah dirubah oleh Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 juncto UU Nomor 2 Tahun 2012. Perubahan ini meliputi arti kepentingan umum, pengertian hak atas anti kerugian. Perubahan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tersebut adalah perubahan penyempurnaan substansi. Perubahan dan penyempurnaan tersebut bertujuan untuk mencapai hal-hal yang lebih baik dari yang diatur sebelumnya, dalam arti, paling tidak diharapkan dapat lebih menjamim keadilan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait, dalampembangunan infrastruktur, dan menyempurnakan landasan filosofi yang terdapat dalam suatu Undang-Undang.

54

(21)

universal melekat pada diri manusia dan harus dihormati, dipertahankan, tidak boleh diabaikan.55

Konflik pengadaan tanah juga terjadi antara pemrintah dan rakyat, antara rakyat dengan swasta yang membutuhkan tanah, disebabkan adanya kurangnya Dalam perubahan kedua UUD 1945, dimuat dalam Bab XA tentang HAM, pasal 28 H Ayat (4). Secara implisit UUD 1945 mengakui eksistensi hak milik sebagaihal yang bersifat asasi. Hal yang bersifat asasi, yaitu hak yang harus ada pada setiap orang untuk hidup secara wajar sebagai individu yang sekaligus juga sebagai anggota masyarakat, selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai pribadi yang terhormat. Demikian hak yang bersifat asasi ini ialah hak yang dipunyai setiap orang yang pada hakikatnya tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun dengan alas an apapun, selama orang tersebut tidak menyalahgunakan haknya atau berbuat sesuatu yang membahayakan atau merugikan orang lain.

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindari. Semakin maju masyarakat, maka semakin banyak diperlukan tanah untuk kepentingan umum. Sebagai konsekuensi dari kemajuan masyarakat tersebut, jika hak milik individu berhadapan dengan kepentingan umum maka kepentingan umum yang harus didahulukan. Dua pihak yang terlibat, yaitu pemerintah dan masyarakat harus sama-sama memperhatikan dan menaati ketentuan yang berlaku tentang pengadaan tanah untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum agar tidak terjadi konflik atau sengketa di bidang pertanahan.

55

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 tentang Hak Asasi

(22)

koordinasi antara instansi yang terkait di bidang pertanahan. Misalnya, tidak ada sinkronisasi antar suatu sektor dengan sektor lainnya. Banyak sekali peraturan-peraturan yang tidak berjalan,atau saling bertabrakan dengan peraturan-peraturan lannya. Peraturan hukum mengenai pencabutan, pembebasan atau pelepasan hak-hak atas tanah untuk keperluan pemerintah maupun swasta dalam praktik, pelaksanaan peraturan tersebut belum berjalan sesuai dengan isi dan jiwa dari ketentuan-ketentuannya. Sehingga pada stau pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah tidak mendapat perlindungan hukum.

(23)

BAB IV

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH JALAN TOL KOTA MEDAN –

TEBING TINGGI

A. Proses Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing

Tinggi

1. Tahapan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam peraturan Perundang – Undangan, sehingga semua pihak yang terkait dapat mengetahui hak dan kewajibannya.56 Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, pasal 1 angka 6 bahwa makna kepentingan umum adalah menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak.57

56 Sihombing, Irene, Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Pembangunan, Jakarta, 2009, hlm. 105.

57 Republik Indonesia, UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 angka 6.

(24)

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dijelaskan diatas wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Untuk mengerjakan pembangunan seperti di atas, kecuali untuk pertahanan dan keamanan nasional yang diatur oleh Perundang – Undangan, maka hal tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah yang dapat bekerja sama dengan BUMN, BUMD, dan Badan Usaha Swasta.

Dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan tentang tahapan – tahapan pengadaan tanah :

1. Perencanaan; 2. Persiapan; 3. Pelaksanaan; dan 4. Penyerahan hasil.

1. Tahap Persiapan Pengadaan Tanah

Perencanaan pengadaan tanah untuk Kepentingan umum didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan. Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah, yang paling sedikit memuat:58

a. Maksud dan tujuan rencana pembangunan;

58 Republik Indonesia, UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

(25)

b. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah;

c. Letak tanah;

d. Luas tanah yang dibutuhkan; e. Gambaran umum status tanah;

f. Perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; g. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; h. Perkiraan nilai tanah; dan

i. Rencana penganggaran.

Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen perencanaan tersebut dibuat dan ditetapkan oleh Instansi yang memerlukan tanah kemudian diserahkan kepada pemerintah provinsi.

2. Tahap Persiapan Pengadaan Tanah

Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan pengadaan tanah:59

a. Pemberitahuan Rencana Pembangunan

Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung maupun tidak langsung.

b. Pendataan Awal Lokasi Rencana Pembangunan

59 Andrian S.. Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah untuk

(26)

Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Pendataan awal dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan.

c. Konsultasi Publik Rencana Pembangunan

Konsultasi publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat yang disepakati.

(27)

hari kerja terhitung sejak di terimanya pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah.60

Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja. Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan konsultasi publik ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.61

a. Sekretaris Daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota;

Apabila masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat. Gubernur akan membentuk tim untuk melakukan atas keberatan rencana lokasi pembangunan. Tim sebagaimana dimaksud terdiri atas:

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota;

c. Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota;

d. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai anggota;

e. Bupati/Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan

60 Nafi, “Mahasiswa Hukum”.

61 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

(28)

f. Akademisi sebagai anggota.

Tim bentukan Gubernur tersebut bertugas sebagai berikut :

a. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan

b. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan c. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan

Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan oleh gubernur.62

Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 (empat belas)

Gubernur berdasarkan rekomendasi mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan.

Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Dalam hal diterimanya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur memberitahukan kepada Instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain.

62

(29)

hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

1. Tahap Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:

a. Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah

Inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja yang meliputi kegiatan:63

1) Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah;

2) Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan objek pengadaan tanah.

Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat pengadaan tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja yang dilakukan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan.64

63 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 28 ayat 2.

64 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 29 ayat 1

(30)

Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Lembaga Pertanahan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi. Apabila keberatan atas hasil inventarisasi dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan. Dalam hal masih juga terdapat keberatan atas hasil inventarisasi inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian.

b. Penilaian Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Lembaga Pertanahan mengumumkan penilai yang telah ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah. Penilai yang ditetapkan wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan dan apabila terdapat pelanggaran dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:65

1) Tanah

2) Ruang atas tanah dan bawah tanah 3) Bangunan

65 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomr 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

(31)

4) Tanaman

5) Benda yang berkaitan dengan tanah 6) Musyawarah penetapan ganti kerugian

Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian.66

Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.

Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.

67

Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.68

66 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 37 ayat 1

67

http://nafi-harahap.blogspot.com/2013/05/prosedur-pengadaan-tanah-menurut-undang.html, Ibid.

68 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 38 ayat 2

(32)

Negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.

7) Pemberian Ganti Kerugian

Pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan langsung kepada pihak yang perhak. Ganti kerugian diberikan kepada pihak yang berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung. Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib:69

a) Melakukan pelepasan hak

b) Menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. c) Bukti yang dimaksud merupakan satu – satunya alat bukti yang sah

menurut hukum dan tidak dapat diganggu gugat dikemudian hari. Pihak yang berhak menerima ganti kerugian bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan. Tuntutan pihak lain atas objek pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada Instansi yang memerlukan tanah menjadi tanggung jawab pihak yang berhak menerima ganti kerugian.

d) Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau putusan Pengadilan

69

(33)

Negeri/Mahkamah Agung, Ganti Kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri setempat.

e) Penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri juga dapat dilakukan terhadap pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya, atau objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian.

f) Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di Pengadilan Negeri, kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negar.

g) Pelepasan Tanah Instansi

Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dimiliki pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan barang milik negara/daerah. Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dikuasai oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dilakukan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012.

Pelepasan Objek Pengadaan Tanah dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat yang diberi pelimpahan kewenangan untuk itu. Pelepasan objek pengadaan tanah tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:70

70 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

(34)

1) Objek pengadaan tanah yang telah berdiri bangunan yang dipergunakan secara aktif untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan;

2) Objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau

3) Objek pengadaan tanah kas desa.

Ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. Pelepasan objek pengadaan tanah dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.71

Dalam Bab V UU Nomor 2 Tahun 2012 diatur tentang Sumber Dana dalam Pengadaan Tanah, pasa tersebut menjelaskan bahwa Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Apabila pelepasan objek pengadaan tanah belum selesai dalam waktu tersebut, dinyatakan telah dilepaskan dan menjadi tanah Negara dan dapat langsung digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum.

72

71 Andrian, Opcit, hlm. 85

72 Republik Indonesia, Undang-Udang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Pasal 55.

(35)

Dana pengadaan tanah yang dimaksud meliputi dana:73

a. Perencanaan b. Persiapan

c. Pelaksanaan d. Penyerahan Hasil

e. Administrasi dan pengelolaan; dan f. Sosialisasi

2. Proses Ganti Rugi Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing

Tinggi

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum mensyaratkan adanya ganti rugi yang layak kepada pemegang hak atas tanah. Ganti kerugian tersebut merupakan hak masyarakat yang harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pihak yang memerlukan tanah.

Berdasarkan peraturan perundang – undangan hukum agraria tidak diberikan penjelasan mengenai istilah ganti rugi. Dalam hukum perdata, ganti rugi diartikan sebagai pembayaran kerugian yang diderita oleh seseorang karena adanya perbuatan wanprestasi. Dalam hukum perdata ada tiga macam pembayaran kerugian yang termasuk istilah ganti rugi:74

73 Republik Indonesia, Undang-Udang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Pasal 53.

74 Silvia Kumalasari, “Pengadaan Tanah unutk Kepentingan Umum”,

(36)

a. Biaya yaitu segala pegeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan.

b. Rugi yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang milik seseorang yang diakibatkan oleh kelalaian pihak lain.

c. Bunga yaitu berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung atau dibayangkan akan diperoleh.

Perpres No. 36 Tahun 2005 jo Perpres No. 65 Tahun 2006 serta Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007, tidak memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang apa yang dimaksudkan dengan kerugian non fisik dan bagaimana menetapkan besarnya ganti rugi yang bersifat non fisik. Hal ini nampak dalam pengaturan yang ada pada Pasal 12 Perpres No. 36 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk:75

Bentuk ganti rugi, seperti yang ditentukan dalam Pasal 13 Perpres No. 65 Tahun 2006 dapat berupa:

a. hak atas tanah; b. bangunan; c. tanaman;

d. benda – benda lain yang berkaitan dengan tanah.

76

b. tanah pengganti; a. uang

75 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 12.

76 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi

(37)

c. pemukiman kembali;

d. gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;

e. bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 15 Perpres No. 65 Tahun 2006 menentukan bahwa dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan pada:77

a. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh Panitia; b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggung jawab di bidang bangunan;

c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.

Dari ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa peran dari Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah hanya bertugas khusus terhadap tanah saja, sedangkan untuk bangunan dan tanaman, penilaiannya melalui penaksiran dari perangkat daerah yang terkait. Lembaga Penilai Harga Tanah seharusnya merupakan lembaga yang independen serta memiliki kompetensi di bidangnya, dan menurut Pasal 25 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 harus mendapat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Mengingat Lembaga Penilai tersebut tidak selalu ada pada setiap daerah, maka daerah – daerah yang belum memiliki Lembaga Penilai, penilaian harga tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah. Keanggotaan Tim Penilai Harga

77 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi

(38)

Tanah menurut Pasal 26 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 terdiri dari: 78

a. unsur instansi yang membidangi bangunan dan atau tanaman;

b. unsur instansi pemerintah pusat yang membidangi pertanahan nasional; c. unsur instansi Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan

d. ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah;

e. akademisi yang mampu menilai harga tanah dan atau bangunan dan atau tanaman dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; serta tidak menutup kemungkinan (apabila diperlukan) ditambah unsur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Tugas dari Tim ini menurut Pasal 28 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 adalah melakukan penilaian harga tanah berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman pada variabel – variable sebagai berikut:79

a. lokasi dan letak tanah; b. status tanah;

c. peruntukan tanah;

d. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada; e. sarana dan prasarana yang tersedia; dan

f. faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.

78 Antique, Ronito Kartika Suryani, “Mekanisme ganti rugi RUU Pengadaan Lahan” diakses pada tanggal 24 November 2015, pukul 12.06

79

(39)

Hasil penilaian dari Tim Penilai Harga Tanah ini diserahkan pada Panitia Pengadaan Tanah untuk digunakan sebagai dasar musyawarah antara instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik tanah.

Tata cara untuk pemberian ganti rugi dalam pengadaan tanah jalan tol kota Medan – Tebing Tinggi masih berdasarkan Peraturan lama, yaitu Peraturan Presiden Republik Indoensia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam Peraturan Presiden Republik Indoensia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum tidak dijelaskan secara jelas tentang bagaimana musyawarah dilakukan. Pengaturan tentang musyawarah dijelaskan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007.80

(1) Panitia pengadaan tanah Kabupaten/Kota menetapkan tempat dan tanggal musyawarah untuk mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengenai:

Pasal 31

(40)

a. Rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut b. Bentuk dan/atau besarnya ganti rugi

(2) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib telah diterima instansi pemerintanh yang memerlukan tanah dan para pemilik paling lambat tiga hari sebelum tanggal pelaksanaan musyawarah.

(3) Musyawarah bentuk dan besarnya ganti rugi berpedoman pada: a. Kesepakatan para pihak

b. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 c. Tenggang waktu penyelesaian proyek pembangunan Pasal 32

(1) Musyawarah pada asasnya dilaksanakan secara langsung dan bersama-sama antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik yang sudah terdftar dalam peta dan daftar yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.

(2) Musyawarah dipimpin oleh ketua panitia pengadaan tanah kabupaten/kota (3) Jika ketua panitia pengadaan tanah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) berhalangan, maka musyawarah dipimpin oleh wakil ketua. (4) Dalam hal tanah, dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang

berkaitan dengan tanah yang diperlukan bagi pembangunan :

(41)

b. Merupakan hak bersama, musyawarah dilakukan dengan pemegang hak.

Pasal 34

Musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut sebagimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf a dianggap telah tercapai kesepakatan, apalagi paling sedikit 75% dari:

a. Luas tanah yang diperlukan untuk pembangunan telah diperoleh b. Jumlah pemilik yang menyetujui bentuk dan/atau besarnya ganti rugi. Pasal 35

(1) Dalam hal musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut jumlahnya kurang dari 75%, maka panitia pengadaan tanah kabupaten/kota mengusulkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk pindah ke lokasi lain.

(2) Dalam hal lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang dimaksdu delam pasal 39, maka panitia pengadaan tanah kabupaten/koa melanjutkan kegiatan pengadaan tanah. Pasal 36

(42)

Pasal 39

(3) Apabila pemilik tanah menolak penyerahan ganti rugi tau tidak emnerima penawaran penyerahan ganti rugi, maka setelah melewati 120 hari panitia pengadaan tanah kabupaten/kota memuat berita acara penyerahan ganti rugi.

(4) Jika pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap menolak, maka berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksd dalam pasal (2) dan ayat (3), panitia pengadaan tanah kabupten/kota memerintahkan agar instansi pemerintah yang memerlukan tanah menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah bagi pelaksanaan pembangunan.

(43)

menjadi hak orang tersebut dititipkan (konsinyasi) di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.81

1. Apa dasar hukum yang digunakan dalam proses pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi?

Konsinyasi dalam pengadaan tanah menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 jo Perpres No. 6 Tahun 2006 semestinya hanya dapat dilakukan jika sebelumnya telah terjadi kesepakatan tentang bentuk dan besarnya ganti rugi. Konsinyasi yang dilakukan karena belum terjadi kesepakatan, tidak boleh dilakukan dan merupakan bentuk perbuatan melanggar hukum serta tidak mengindahkan penghormatan terhadap hak atas tanah.

Berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan terhadap pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi, proses ganti ruginya dilakukan dengan cara musyawarah. Berikut ini adalah wawancara dengan Bapak Edirabudin, selaku Pegawai Badan Pertanahan Deli Serdang, khususnya di bidang Pengadaan Tanah wilayah Deli Serdang.

2. Bagaimana metode yang dilakukan dalam pemberian ganti rugi atas pembangunan jalan tol Kota Medan - Tebing Tinggi? dan bagaimana penerapannya?

3. Apa yang menjadi pertimbangan penetapan ganti rugi tersebut? 4. Bagaimana status tanah hak masyarakat sepanjang jalan tol Kota

Medan – Tebing Tinggi?

(44)

5. Apa yang menyebabkan masih adanya status tanah yang HGU? 6. Bagaimana pengaruh status hak tersebut terhadap pemberian ganti

rugi?

7. Bagaimana penyelesaian ganti rugi sampai sejauh ini?

Berikut ini ringkasan dari jawaban dari wawancara mengenai proses ganti rugi dalam pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi:82

Pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi menggunakan dua dasar hukum yang digunakan, yaitu dasar hukum yang bersifat nasional dan dasar hukum yang bersifat daerah. Peraturan nasional yang digunakan adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sedangkan untuk skala daerah, dasar hukumnya adalah Keputusan Bupati Deli Serdang Nomor 1512 Tahun 2007. Berdasarkan peraturan tersebut, maka metode yang digunakan untuk pemberian ganti kerugian adalah musyawarah terlebih dahulu kepada masyarakat yang terkena pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi. Musyawarah dilakukan dengan cara mengumpulkan semua masyarakat yang

(45)

tanahnya terkena pengadaan tanah tersebut berdasarkan desa dan kecamatannya masing-masing di kantor kelurahan/kecamatan masing – masing. Kemudian panitia pengadaan tanah menjelaskan kepada masyarakat apa tujuan pembangunan jalan tol, bagaimana proses ganti ruginya, dan pertimbangan penetapan biaya ganti ruginya. Tentang penerapannya, sebagian masyarakat menerima jumlah ganti rugi, ada juga yang menolak ganti rugi. Untuk yang menolak kita melaksanakan proses lain yang telah ditentukan dalam undang – undang. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka yang menjadi pertimbangan dalam pemberian ganti rugi terhadap pengadaan tanah, yaitu nilai jual obyek pajak atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia, nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.

(46)

kepada masyarakat dan diterbitkan pula SK Camat, SK jual beli, dan SK tidak sah lainnya sebagai alas hak atas tanah tersebut sehingga sampai saat ini, masyarakat masih merasa memiliki tanah tersebut karena punya alas hak.

Perbedaan status hak tersebut memberikan pengaruh terhadap pemberian ganti rugi, untuk tanah yang bersertifikat ganti rugi yang diberikan lebih besar dibandingkan tanah yang berstatus Eks HGU dan HGU. Sampai sejauh ini, pembebasan lahan jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi telah hampir selesai 90%, hanya ada tinggal beberapa Kepala Keluarga yang masih menolak ganti rugi dikarenakan ketidakcocokan harga yang ditentukan. Tapi untuk masalah yang demikian, panitia pengadaan tanah telah melakukan eksekusi tanah terlebih dahulu dan uang ganti rugi telah dititipkan ke pengadilan.

Selain melakukan wawancara terhadap pegawai Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang, penulis juga melakukan penelitian dengan mewawancarai salah satu masyarakat yang tanahnya terkena pengadaan tanah, yaitu Bapak Alman, hasil dari wawancara tersebut dapat penulis tuliskan sebagai berikut:

1. Bagaimana ganti rugi yang diberikan pemerintah terhadap tanah Anda?

2. Apa alas hak yang Anda punya atas tanah yang anda? Berikut ringkasan dari hasil wawancara penulis adalah : 83

Ganti rugi yang diberikan pemerintah berbeda-beda setiap tahun. Pada tahun 2007, dilakukan musyawarah dan disepakati bahwa ganti rugi atas seluruh tanah yang terkena pengadaan tanah yaitu Rp. 385.000. Ganti rugi tersebut diberikan

83

(47)

kepada sebagian masyarakat saja. Pada tahun 2010 dilakukan musyawarah kembali, dan ditetapkan bahwa tanah yang tidak memiliki sertifikat hanya mendapat ganti rugi 25% dari tanah yang bersertifikat, yaitu Rp. 80.000. Dan pada tahun 2012 dilakukan kembali musyawarah dan kali ini dihadiri oleh Bapak Gubernur, Bapak Sekda, Bapak Bupati, pihak kejaksaan, BPN, Kepala Desa, dan pada musyawarah tersebut dikatakan bahwa HGU PTPN II kembali diperpanjang pada tahun 2012, sehingga masyarakat yang tidak memiliki sertifikat tidak berhak mendapat ganti rugi atas tanah, hanya berupa kompensasi atas bangunan, tanaman, dan benda-benda yang melekat di atas tanah tersebut. karena ganti rugi atas tanah telah diberikan pada pihak Perkebunan PTPN II. Alas hak yang dimiliki oleh Narasumber adalah SK Camat. Dan narasumber menyatakan bahwa dia adalah penduduk yang baik karena telah membayar pajak.

Dari hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa cara pemerintah memberikan ganti rugi adalah sebagai berikut :

a. Metode yang digunakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu dengan musyawarah terlebih dahulu dalam menentukan jumlah ganti rugi dan proses ganti rugi.

(48)

yang bertanggung jawab di bidang pertanian.

c. Ganti rugi yang diberikan pada tiap warga berbeda-beda. Untuk tanah yang bersertifikat atau berstatus hak milik, ganti ruginya Rp. 385.000/ meter. Tanah yang berstatus Eks HGU hanya memperoleh Rp. 80.000, yaitu 25% dari nilai tanah yang bersertifikat. Dan tanah yang masih memiliki perpanjangan HGU PTPN II, hanya memperoleh kompensasi atas bangunan dan tanamannya saja.

B. Data Yuridis Lahan, Bangunan, dan Tanaman yang belum

dibayarkan dalam Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing

Tinggi

Keterbatasan tanah untuk kepentingan pembangunan menimbulkan cara perolehan tanah yang disebut dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dalam pelaksanaaannya selalu mengalami konflik yang menjadi faktor penghambat dari pengadaan tanah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di lapangan, baik wawancara dengan masyarakat yang terkena pengadaan tanah di jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi maupun dengan pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang, khususnya bidang pengadaan tanah, maka penelitian ini menyajikan beberapa tabel yang menjadi data yuridis tentang kendala dalam pelaksanaan pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi, yaitu:84

1. Daftar Tabulasi Lahan, Bangunan Dan Tanaman Yang Belum

Dibebaskan Untuk Pebangunan Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

No Lokasi Lahan yang Luas Lahan Permasalahan Tindak Lanjut Penyelesaian

84

(49)

belum dibebaskan Langkah yang

M2 ganti rugi dibayarkan kepada

PTPN II, namun lahan dikuasai

warga 55 persil tanah kosong,

warga menuntut ganti rugi tanah,

bangunan, tanaman.

- PTPN II selaku pemegang

HGU mengalami hambatan

- Bila sampai akhir Mei

(50)

Penyelesaian Pemprovsu,

1.375 Tanah warga 5 persil luas 1.35

M2 uang ganti rugi belum

diambil, disebabkan :

- Satu Persil lahan sedang

bersengkata antara Kasigiong

dengan JununManta Siagian.

- Satu Persil belum mau

mengambil uang ganti rugi An

Misni/Miswan- --- Dua Persil

lahan diagunkan menjadi kredit

macet di bank Mandiri (An. PT

Tunggal Nusantara, dan PT.

C. Kendala – Kendala dalam Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan –

Tebing Tinggi

(51)

sudah dihaki oleh rakyat. Proses tersebut cukup memakan waktu yang lama, oleh karena salah satu pihak merasa adanya ketidakadilan. Proses yang cukup lama ini, otomatis membuat jalannya pembangunan menjadi tersendat. Maka itu dengan memperkenalkan pada masyarakat akan pentingnya fungsi sosial yang dipunyai oleh seluruh hak – hak atas tanah kiranya dapat membantu mengubah cara berpikir individual masyarakat. Dengan prinsip ini kepentingan pribadi atas tanah tidak dibiarkan merugikan kepentingan banyak orang (umum). Apalagi ditambah dengan peraturan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Begitu juga dengan pihak pemerintah, harus memperhatikan jumlah kerugian yang wajar, layak dan adil untuk pemegang tanah. Dengan begitu tujuan UUPA untuk mencari keseimbangan antara dua kepentingan rakyat (pembangunan) dan kepentingan individu dapat segera terwujud dengan baik.

Berdasarkan penelitian saya terhadap pengadaan tanah jalan tol Medan – Tebing Tinggi, maka ditemukan beberapa faktor-faktor yang menjadi kendala, yaitu:

1. Kepedulian Masyarakat atas Pengadaan Tanah Dinilai masih

Rendah

(52)

penting adalah tanah. Seperti pembuatan jalan raya, pelabuhan – pelabuhan, bangunan – bangunan untuk industri, pertambangan, perumahan dan kesehatan dan lain – lain demi kepentingan masyarakat.

Pasal 6 UUPA menegaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam pemakaian sesuatu hak atas tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat seperti juga dalam pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya bagi kemakmuran rakyat.” UUD 1945 pasal 33 ayat 3 tidak mencantumkan dengan tegas kata – kata fungsi sosial, namun harus di tafsirkan bahwa fungsi sosial dari hak – hak milik diartikan hak rnilik itu tidak boleh rnerugikan kepentingan masyarakat.

Dengan demikian pengertian fungsi sosial dari pada tanah adalah jalan kompromi atau hak rnutlak dari tanah seperti tersebut dalarn rnernori penjelasan Undang – Undang Pokok Agraria, bahwa keperluan tanah tidak diperkenankan semata – mata untuk kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya sehingga bermanfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai tanah juga berrnanfaat untuk rnasyarakat dan kepentingan perorangan harus saling imbang mengimbangi sebagai dwi tunggal.85

85 http://www.repository.unej.ac.id/handle/123456789/2128, Diakses pada tanggal 20 November 2015, Pukul 14:50 wib.

(53)

mutlak, yaitu kepemilikan hak atas tanah yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun termasuk diganggu gugat oleh pemerintah.

2. Ketidakjelasan Status Hak Tanah Masyarakat Jalan Tol Kota Medan

– Tebing Tinggi

Faktor kedua yang menjadi kendala dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi adalah ketidakjelasan status hak tanah masyarakat jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi. Ketidakjelasan status tersebut terlihat dari perbedaan alas hak yang dimiliki oleh masyarakat sepanjang jalan tersebut yang berdampak pada perbedaan ganti kerugiannya.

Berdasarkan data status tanah yang saya peroleh dari Badan Petanahan Nasional, tanah sepanjang jalan arteri tersebut merupakan tanah yang berasal dari lahan perkebunan HGU PTPN II, dengan status hak beragam – ragam, ada yang masih HGU PTPN II, Eks HGU PTPN II, dan ada yang sudah didaftarkan menjadi hak milik masyarakat.

(54)

Pihak PT perkebunan Nusantara telah mengajukan perpanjangan hak pada tahun 1997 dan baru pada tahun 2000 diterbitkan HGU-nya berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 42/HGU/BPN/2002 masing-masing tanggal 29 November 2002 serta Nomor 10/HGU/BPN/2004 Tanggal 6 Februari 2004. Status lahan HGU tetap diperpanjang secara rutin, tetapi penggunaannya cenderung diterlantarkan. Karena penelantaran tersebut, sebagian besar lahan tersebut digarap oleh masyarakat dan diperjualbelikan bahkan juga terbit alas hak berupa SK Camat, SK Jual Beli dan sebagainya.

Untuk wilayah tertentu, lahan HGU yang ditelantarkan tersebut diberikan kepada para pensiunan pegawai PTPN II untuk menempati dan menggunakan lahan HGU PTPN II. Tetapi yang terjadi adalah bukan hanya sekedar menempati lahan tersebut, tetapi para pensiunan pegawai PTPN II tersebut cenderung menjual lahan tersebut kepada masyarakat dengan harga murah dan terbit pula alas hak dari camat atas proses penjualan lahan tersebut.

Masyarakat menempati lahan tersebut selama bertahun-tahun, namun pada buku tanah yang terdapat di Badan Pertanahan Nasional, lahan tersebut masih berstatus HGU PTPN II, Eks HGU PTPN II, dan hak milik masyarakat. Perbedaan status tersebut dikarenakan oleh perbedaan perpanjangan HGU PTPN II, yaitu:

(55)

b. Lahan yang tidak diperpanjang dan telah berstatus Eks HGU, masyarakat telah melakukan peningkatan hak dengan mendaftarkan tanahnya namun tidak dikeluarkan sertifikat dari BPN.

c. Lahan yang masih terkena perpanjangan HGU, masih berstatus HGU PTPN II. Sehingga masyarakat cenderung disebut sebagai “penggarap”. Lahan tersebut ditempati masyarakat dengan itikad baik, karena masyarakat secra rutin membayar pajak PBB atas tanah tersebut. Hal tersebut yang menimbulkan konflik karena pada saat terjadi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol, ganti rugi yang diberikan berbeda oleh karena status tanah yang juga berbeda.

3. Ganti Kerugian yang Tidak Sesuai dengan Keinginan Pemilik Tanah

Ganti rugi dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 jo Perpres No. 36 Tahun 2005 menyatakan sebagai penggantian terhadap kerugian baik yang bersifat fisik dan atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Salah satu faktor penghambat yang menjadi kendala pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi adalah persoalan Ganti rugi yang tidak layak. Ganti rugi untuk tanah sampai saat ini masih berpatokan kepada harga NJOP, sedangkan untuk ganti rugi terhadap bangunan dan tanaman mengikuti standar yang ditentukan oleh lembaga terkait.

(56)

dirasakan kurang layak dari yang seharusnya didapatkan. Dalam hal ini, terdapat dua pandangan yang berbeda dalam menentukan besaran nilai ganti rugi atau harga tanah yang diinginkan. Di satu sisi, pemerintah menggunakan standar NJOP dalam menentukan harga tanah, sementara di sisi lainnya masyarakat menginginkan standar harga pasar dalam menentukan harga tanah.

Selain dari faktor NJOP, masalah ganti rugi tampaknya sering dilupakan bahwa interpretasi asas fungsi sosial hak atas tanah, di samping mengandung makna bahwa hak atas tanah itu harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya, sehingga bermanfaat bagi pemegang hak dan bagi masyarakat, juga berarti bahwa harus terdapat keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum, dan bahwa kepentingan perseorangan itu diakui dan dihormati dalam rangka pelaksanaan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Persoalan lain yang menjadi kendala dalam pemberian ganti kerugian adalah adanya perbedaan pendapat, keinginan, dan perbedaan status tanah dalam menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi antara pemegang hak yang satu dengan pemegang hak lainnya terjadi karena pemilik tanah cenderung mementingkan kepentingan individual atau nilai ekonomis dari tanah. Hal tersebut sangat menghambat kerja panitia dalam pelaksanaan pemberian ganti rugi karena sulitnya mencapai kesepakatan dalam setiap pelaksanaan musyawarah.

(57)

a. Untuk tanah yang bersertifikat atau berstatus hak milik, ganti ruginya Rp. 385.000/ meter.

b. Tanah yang berstatus Eks HGU hanya memperoleh Rp. 80.000, yaitu 25% dari nilai tanah yang bersertifikat.

c. Tanah yang masih memiliki perpanjangan HGU PTPN II, hanya memperoleh ganti rugi atas bangunan dan tanamannya saja, karena ganti kerugian diberikan kepada pihak Perkebunan PTPN II.

Perbedaan pemberian ganti kerugian tersebut menyebabkan banyak terjadinya protes di sebagian masyarakat yang mengakibatkan masyarakat protes dan menuntut ganti kerugian yang layak dan merata. Terutama untuk masyarakat yang hanya mendapat ganti kerugian atas bangunan dan tanaman, atau sama sekali tidak mendapat ganti kerugian atas tanah, banyak melakukan protes dan aksi turun ke jalan karena merasa tidak adil.

D. Upaya Pemerintah dan Masyarakat dalam Penyelesaian Sengketa

Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing

Tinggi

1. Upaya Pemerintah dalam Penyelesaian Sengketa Pengadaan Tanah

Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

Pemerintah Daerah, baik di tingkat Provinsi dan Kabupaten dalam mengimplementasikan kebijakan pembebasan tanah warga untuk pembangunan kepentingan umum berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006.86

Panitia pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang

(58)

dibentuk pemerintah provinsi, menangani masalah pengalihfungsian tanah warga yang terletak pada program pembangunan lintas kabupaten/kota dengan tol, yaitu pada pengalihfungsian lahan warga untuk pembangunan jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi.

Berbagai silang sengketa yang timbul antara pemerintah dan masyarakat dalam menetapkan harga ganti rugi atas tanah sebenarnya juga telah difasilitasi melalui pengajuan banding di pengadilan, sehingga ketiadaan mufakat dapat diselesaikan melalui jalur hukum secara transparan. Upaya – upaya pemerintah dalam menyelesaikan konflik pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi dapat dicontohkan dalam beberapa hal, antara lain:

a. Musyawarah dengan Masyarakat dalam Penetapan Ganti Rugi

Musyawarah adalah kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi, dan saling menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besranya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda- benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.

(59)

yang ditetapkan, Beberapa wilayah desa merasa keberatan atas hasil ganti rugi yang ditetapkan dalam musyawarah.

b. Keputusan Panitia, Keputusan Gubernur dan Usul Pencabutan Hak

Penyelesaian ketidaksepakatan mengenai ganti-rugi menurut Perpres No.36/Tahun 2005 jo Perpres No.65/Tahun 2006 pada dasarnya dilakukan dengan 3 (tiga) tahap, yakni: melalui keputusan Panitia, keputusan Gubernur dan Usul Pencabutan Hak. Adapun ketentuan Pasal 18 Perpres No. 36 tahun 2005 menyebutkan: 87

87 Republik Indonesia, Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 18.

Ayat (1)

“Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tetap tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya”:

Ayat (2)

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Bidang Konstruksi 3 ULP Kabupaten Klaten akan melaksanakan [Pelelangan Umum/Pemilihan Langsung] dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Serra menggunakan material berupa lembaran baja, sehingga dalam membuat instalasi ini lembaran tersebut dapat ditekuk, dilengkungkan, diputar, dan didorong untuk memberikan

Nilai estimasi parameter yang telah diperoleh, selanjutnya dilakukan pengujian signifikansi parameter baik secara serentak dan parsial untuk mengetahui variabel prediktor

$EVWUDN 3HQHOLWLDQ WLQGDNDQ LQL EHUWXMXDQ PHQJLPSOHPHQWDVLNDQ PRGHO 6LNOXV %HODMDU XQWXN PHQLQJNDWNDQ NXDOLWDV SURVHV SHPEHODMDUDQ GDQ KDVLO EHODMDU PHQJHODV GHQJDQ JDV PHWDO

Three paper withdrew for various reasons after the review process, two were rejected, three were accepted for the ISPRS archives and 21 papers have been accepted for inclusion

[r]

Anggaran ini sifatnya statis dari periode bulan yang satu ke periode bulan yang lain, dan dalam anggaran yang dibuat tidak dilaku­ kan pemisahan antara unsur biaya tetap dan

Guru bertanggung jawab dalam membangun karakter anak murid di dalam kelas terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan