• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

MANAJEMEN LABA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh:

ARIS SURYAWAN F. 1308515

PROGRAM S1 AKUNTANSI NON REGULER FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

HALAMAN MOTTO

JANGAN BERPIKIR PANJANG JIKA ANDA BELUM MAU

MELAKUKAN

(PENULIS)

IBADAH DISERTAI DOA, INGAT ORANG DISEKITARMU,

JALANKAN DAN BERSABARLAH JIKA KAMU INGIN

MENDAPATKAN RIDHONYA

(KATA-KATA ORANG TUA)

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

1.

Allah SWT.

2.

Bapak, Mamah, Adik-adik.

3.

Seluruh Manusia dibumi.

4.

Dan semua orang yang

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH

MEKANISME CORPORATE GOVERNACE TERHADAP MANAJEMEN LABA” dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M. S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Santoso Tri Hananto, M. Si., Ak selaku ketua jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak selaku dosen pembimbing atas segala

informasi, arahan, bimbingan dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas semua ilmu yang telah diberikan.

5. Seluruh staf karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini. selama ini.

6. Keluarga atas seluruh dorongan semangat dan motivasi yang telah diberikan

dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman liarku atas segala acara, semangat, dan bantuan selama ini.

8. Teman-teman akuntansi S1 non-reguler atas semua kerjasamanya.

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, saran dan kritik sebagai masukan bagi perbaikan penelitian di masa yang

akan datang sangatlah penulis nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penelitian selanjutnya.

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Telaah Literatur ... 12

B. Penelitian Terdahulu dan Perumusan Hipotesis ... 34

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

A. Populasi, sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 44

B. Jenis dan Sumber Data ... 45

C. Definisi Operasional Variabel ... 46

D. Metode Analisis Data ... 49

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 54

A. Deskripsi Data ... 54

B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Implikasi ... 75

C. Keterbatasan Penelitian... 78

D. Saran-saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 Kerangka Penelitian ... 43

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel IV.1 Kriteria Pengambilan Sampel ... 55

Tabel IV.2 Statistik Deskriptif ... 56

Tabel IV 3 Uji Normalitas ... 59

Tabel IV.4 Uji Multikolinearitas ... 60

Tabel IV.5 Uji Autokorelasi ... 61

Tabel IV.6 Uji Adjusted R Square ... 64

Tabel IV.7 Hasil Uji F ... 65

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Penelitian Sampel

Lampiran 2 : Penelitian Terdahulu

Lampiran 3 : Data Mentah

Lampiran 4 : Statistik Deskriptif

Lampiran 5 : Uji Normalitas Data

(13)

commit to user

ABSTRAK

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

MANAJEMEN LABA

ARIS SURYAWAN F. 1308515

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan komite audit independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan dengan jenis industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. Sampel diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan regresi berganda dengan sebelumnya melakukan uji asumsi klasik dan uji normalitas data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 2) Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 3) Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. 4) Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba. 5) Komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

(14)

commit to user

ABSTRACT

EFFECT OF CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM ON EARNING MANAGEMENT

ARIS SURYAWAN F. 1308515

This study aims to examine the effect of institutional ownership, managerial ownership, proportion of independent commissioner board, commissioner board size and independent audit committee on earning management for a sample of manufacturing company listed in Indonesia Stock Exchange over the period 2008-2010

Population in this research is the type of manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange. Samples taken by purposive sampling method. Analysis of data using multiple regression with classical assumption test and test of normality.

The results of this study indicate that: 1) Institutional ownership had no affect on earning mangement. 2) Managerial ownership had no effect on earning management. 3) Proportion of independent commissioner board had negative affect on earning manaement. 4) Commissioner board size had positive effect on earning mangement. 5) Independent audit committe had negative effect on earning mangement.

(15)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris bahwa

mekanisme corporate governace perusahaan dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba yang dilakukan perusaaan. Manajemen laba disini diukur

dengan menggunakan discretionary revenue. Sedangkan mekanisme corporate governance dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel, yaitu: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris

independen, ukuran dewan komisaris, dan komite audit independen.

Laporan keuangan perusahaan terdiri dari neraca, laporan laba rugi,

laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan

keuangan. Laporan ini akan digunakan oleh para pemakai laporan keuangan

(investor, kreditor, supplier, organisasi buruh, bursa efek dan para analis

keuangan) sebagai sumber informasi penting mengenai keberadaan sumber

daya ekonomi perusahaan yang diharapkan berguna untuk pengambilan

keputusan. Selain itu, laporan keuangan perusahaan juga diharapkan menjadi

pedoman untuk pemegang saham dan investor potensial untuk menentukan

kepentingan investasi mereka terhadap saham emiten.

Laporan laba sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan,

tidak terlepas dari proses penyusunannya. Proses penyusunan laporan ini

(16)

commit to user

manajemen, ditambah dewan direksi dan pemegang saham. Dalam proses

penyusunan laporan keuangan perusahaan, terkadang pihak pengurus

pengelolaan perusahaan memiliki motivasi dan kepentingan yang berbeda

yang cenderung bertentangan dengan kepentingan dan motivasi pemegang

saham dan stakeholder lainnya, sehingga dapat memicu dilakukannya Manajemen laba.

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui

informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang

dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola,

manajer berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan

kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima

tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya (Ujiyantho dan

Pramuka, 2007). Sehingga manajer dapat menggunakan informasi lebih yang

diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan dalam usaha

memaksimalkan utilitasnya. Asimetri informasi ini dapat memberikan

kesempatan kepada manajer untuk melakukan Manajemen laba.

Setiawati dan Na’im (2000) menyatakan bahwa manajemen laba

merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan

keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan yang

mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa

rekayasa. Maka pendeteksian terhadap indikasi manajemen laba pada laporan

keuangan menjadi perlu untuk dilakukan. Manajemen laba sebagai suatu

(17)

commit to user

Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan

keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri (Asih

dan Gudono, 2000 dalam Isnanta, 2008).

Manajemen laba merupakan campur tangan manajemen dalam

penyusunan laporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan

keuntungan pribadi dengan cara menaikkan atau menurunkan laba akuntasi

perusahaan. Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba

menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk

memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak

utang dan political costs (Oportunistic Manajemen laba). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Manajemen laba), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam

mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan

pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Mengingat praktik Manajemen labaoportunistik bersifat tidak baik karena

dapat menyesatkan penilaian pihak-pihak yang menggunakan laporan

keuangan, maka dibutuhkan suatu elemen kunci yang dapat mengontrol dan

mengarahkan perusahaan untuk meningkatkan lingkungan yang kondusif

(18)

commit to user

Agency theory memberikan gambaran bahwa masalah manajemen laba dapat dieliminasi dengan pengawasan sendiri melalui good corporate governance. Bahwa praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring untuk

menyelaraskan (alignment) ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen, yaitu: pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham

perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976); kedua, dengan kepemilikan saham oleh investor institusional

(Midiastuty dan Machfoedz, 2003), dengan pertimbangan bahwa mereka dapat

dianggap sebagai sophisticated investor yang tidak dengan mudah bisa dianggap "dibodohi" oleh tindakan manajer; dan ketiga, melalui peran

monitoring yang dilakukan oleh dewan direksi (board of directors).

Cadbury Committee mendefinisikan corporate governance sebagai "suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan

organisasi" (Syaiful Iqbal, 2007)". Pengertian yang lebih luas

mengklasifikasikan corporate governance ke dalam dua perspektif yaitu perspektif sempit dan perspektif luas. Dalam perspektif sempit, corporate governance didefinisikan sebagai mekanisme administratif yang mengatur hubungan – hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi,

pemegang saham, dan kelompok – kelompok kepentingan (stokeholders) yang lain. Sedangkan dalam perspektif luas, corporate governance didefinisikan dalam pengertian sejauh mana perusahaan telah dijalankan dengan cara yang

(19)

commit to user

mekanisme pasar, meningkatkan efisiensi dalam alokasi sumber daya langka

baik dalam skala domestik maupun internasional, memperkuat struktur

industri, dan akhirnya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

masyarakat luas. Corporate governance diperlukan untuk menyiapkan sistem dan struktur yang kuat serta kokoh bagi korporasi perusahaan sektor publik

maupun sektor swasta. Salah satu elemen dalam struktur dan proses corporate governance adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang (exercise of power) dan hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan (Daniri, 2009). Apabila

perusahaan sudah menerapkan corporate governance dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip corporate governance itu sendiri, perusahaan dapat meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable yang nantinya akan meningkatkan nilai dari perusahaan itu sendiri (value of the firm), peningkatan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai

target investasi, memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing,

dan melindungi direksi dan dewan komisaris dari tuntutan hukum (Taridi,

2009). Terdapat lima prinsip utama yang terkandung dalam Good Corporate Governance (Daniri, 2006) yaitu: kerterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggung jawaban (responsibility), independensi (independency) dan kewajaran (fairness).

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian (Cornett, Marcuss, Sanders dan

(20)

commit to user

manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan

komisaris terhadap manajemen laba.

Manajemen laba dapat diukur dengan menggunakan discretionary revenue dan discretionary accruals. Menurut Stubben (2010) model discreationary revenue memberikan ukuran yang lebih tidak bias, lebih spesifik dan lebih kuat tentang manajemen laba dibandingkan dengan

discretionary accruals. Disreationary revenue didefinisikan sebagai selisih antara piutang aktual dan prediksi perubahan piutang berdasarkan model.

Tinggi atau rendahnya piutang yang tidak normal mengindikasikan

manajemen pendapatan (Stubben, 2010).

Dalam penelitian mengenai manajemen laba biasanya digunakan

discretionary accrual sebagai pengukuran manajemen laba, namun dalam penelitian ini manajemen laba diukur menggunakan discretionary revenue. Dimana menurut McNichols dan Stubben (2008) penggunaan discretionary revenue mempunyai beberapa keuntungan yaitu antara lain secara substansial lebih tidak bias dan tidak rawan kesalahan dibanding discretionary accrual dan selain itu manipulasi pendapatan merupakan bentuk manajemen laba yang

paling sering dilakukan.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan

pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat

mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh

(21)

commit to user

menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak

manajemen (Gideon, 2005).

McConell dan Servaes (1990), Nesbitt (1994), Smith (1996), Del

Guercio dan Hawkins (1999), dan Hartzell dan Starks (2003) dalam Cornertt

et al., (2006) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor

insitusional dapat membatasi perilaku para manajer. Cornet et al., (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor

institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan

perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku

opportunistic atau mementingkan diri sendiri.

Midiastuty dan Machfoed (2003) menguji pengaruh beberapa

mekanisme corporate governance yang diuji meliputi kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, dan ukuran dewan direksi hasilnya adalah

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berhubungan negatif

dengan manajemen laba, sedangkan ukuran dewan direksi berhubungan positif

dengan manajemen laba.

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal

perusahaan, memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan (Siallagan dan

Machfoedz, 2006). Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi

pengawasan terhadap operasional perusahaan oleh pihak manajemen,

(22)

commit to user

terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas.

Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi

monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Dechow et al., (1996) dan Beasley (1996) dalam Ujiyantho (2007) menemukan hubungan yang signifikan antara peran

dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Selain itu juga ditemukan

bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan

mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan

sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari

proses penyusunannya. Kebijakan dan keputusan yang diambil dalam rangka

proses penyusunan laporan keuangan akan mempengaruhi kinerja perusahaan

(Ujiyanto, 2007).

Penelitian yang dilakukan Yermack (1996), Beaslley (1996) dan

Jensen (1993) menyimpulkan bahwa dewan komisaris yang berukuran kecil

akan lebih efektif dalam melakukan tindakan pengawasan dibandingkan

dewan komisaris berukuran besar. Ukuran dewan komisaris yang besar

dianggap kurang efektif dalam menjalankan fungsinya karena sulit dalam

komunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan (Ujiyantho dan Pramuka,

2007).

Untuk lebih dapat mencapai good corporate governance, selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan dewan direksi, peranan

komite audit juga diperlukan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas informasi

(23)

commit to user

tugasnya. Hal ini seperti diungkap penelitian Xie et al., (2003) dan April Klein (2002) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh dengan

arah negatif secara signifikan dengan aktivitas manajemen laba.

Welvin dan Herawaty (2010) meneliti tentang pengaruh pengaruh

mekanisme corporate governance yang meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, keberadaan komite audit, dan komisaris independen,

kualitas audit, laverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap

manajemen laba. Membuktikan bahwa kepemilikan institusional, audit,

komisaris independen, independensi auditor tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba, sedangkan laverage dan kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba.

Penelitian ini akan menguji pengaruh kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan dan

komite audit terhadap manajemen laba. Penelitian ini dikembangkan

berdasarkan penelitian Cornett et al., (2006), dengan beberapa perbedaan sebagai berikut.

1. Penelitian ini menambahkan variabel komite audit independen dengan

mengacu pada penelitian Klein (2002).

2. penelitian Cornett et al., (2006) dilakukan di Amerika dengan sampel perusahaan industri di USA . Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan

(24)

commit to user

3. Manajemen laba dalam penelitian Cornett et al., (2006) diukur dengan menggunakan discretionary accrual sedangkan dalam penelitian ini menggunakan discretionary revenue dengan mengacu pada Stubben (2010).

B. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba?

2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen

laba?

3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif

terhadap manajemen laba?

4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen

laba?

5. Apakah komite audit independen berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memperoleh bukti empiris bahwa kepemilikan institusional berpengaruh

(25)

commit to user

2. Memperoleh bukti empiris bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif terhadap manajemen laba.

3. Memperoleh bukti empiris bahwa proporsi dewan komisaris independen

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

4. Memperoleh bukti empiris bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh

positif terhadap manajemen laba.

5. Memperoleh bukti empiris bahwa komite audit independen berpengaruh

negatif terhadap manajemen laba.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini bagi beberapa pihak adalah sebagai berikut.

1. Bagi investor dan kreditor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan

investasi.

2. Bagi para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara

perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memahami

corporate governance serta praktik dari manajemen laba

3. Bagi Akademisi. Penelitian ini diharapkan akan memberikan bukti empiris

mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba yang bisa digunakan sebagai dasar penelitian-penelitian

(26)

commit to user

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TELAAH LITERATUR

1. Teori Keagenan

Menurut teori agensi, sebuah agensi dapat didefinisikan sebagai

suatu hubungan yang berdasarkan pada persetujuan antara kedua belah

pihak, satu pihak yaitu agen, setuju untuk bertindak atas nama pihak lain

yaitu prinsipal. Antara agen dan prinsipal diasumsikan selalu terdapat

pertentangan kepentingan karena setiap individu berusaha memaksimalkan

kepuasannya sendiri.

Hubungan antara pemilik perusahaan dengan manajer merupakan

hubungan prinsipal dan agen. Pemilik perusahaan atau para pemegang

saham sebagai prinsipal, memberikan kewenangan kepada manajer

sebagai agen, untuk menjalankan perusahaan atas nama pemilik. Akan

tetapi, para pemegang saham tidak dapat melakukan observasi terhadap

tindakan setingkat kualitas usaha manajer dalam menjalankan perusahaan.

Oleh karena itu, ada kemungkinan para manajer untuk berbuat curang.

Apabila kinerja perusahaan buruk, manajer cenderung menyalahkan faktor

– faktor yang berada diluar kendali manajer (Dwiatraini dan Nurkolis,

(27)

commit to user

Hubungan prinsipal dan agen sering ditentukan oleh angka

akuntansi. Hal ini memacu agen untuk memikirkan bagaimana akuntansi

dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya.

Ada kecenderungan bahwa pihak – pihak yang mempunyai konflik dengan

manajemen lebih memperhatikan besarnya laba perusahaan (Einsehardt,

1989 dalam Wahyu Sukamti, 2009). Untuk mengurangi banyaknya konflik

kepentingan yang timbul, manajer akan melakukan disfungsional behavior dalam bentuk manipulasi laba untuk memelihara hubungan baik dengan

pemegang saham, pemerintah dan karyawan.

Konsep manajemen laba menggunakan pendekatan teori keagenan

(agency theory) yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau memperhatikan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya.

Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki asimetri informasi terhadap

pihak eksternal perusahaan seperti kreditor atau investor. Asimetri

informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan

relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat

dibandingkan dengan pihak internal perusahaan tersebut. Dalam kondisi

demikian, manajer dapat menggunakan informasi yang diketahuinya untuk

memanipulasi laporan keuangan dalam usaha memaksimalkan

kemakmurannya (Salno dan Baridwan, 2000) dalam Wahyu Sukamti

(28)

commit to user

2. Corporate Governance

OECD (2004) dan FCGI (2001) dalam Boediono (2005)

mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,

pemerintah, karyawan, serta peran pemegang intern dan ekstern lainnya

sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain

system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Sheifer dan Vishny (1997) dalam Herawaty (2007) mengungkapkan

bahwa corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi

keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan

bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan

atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak

menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh

investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan

para manajer.

World Bank (2000) mengungkapkan bahwa corporate governance adalah berkaitan dengan memegang keseimbangan antara ekonomi dan

tujuan sosial serta antara tujuan individu dan komunal. Para kerangka tata

(29)

commit to user

yang efisien dan sama-sama untuk meminta pertanggungjawaban untuk

pengelolaan sumber daya tersebut.

Sedangkan, Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)

perusahaan dan pihak kreditur, atau pemerintah, karyawan serta para

pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya, yang berkaitan

dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem

yang mengendalikan perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah

bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Meskipun definisi corporate governance berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, pada dasarnya corporate governance merupakan sistem dan tata kelola perusahaan dengan mengutamakan

kepentingan shareholder yang bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

a. Prinsip dasar Corporate Governance

OECD menyusun prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance dalam lima aspek, yaitu:

1) Transparancy

Didefinisikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses

pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan

informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Prinsip ini

(30)

commit to user

pemegang saham untuk mendapatkan informasi yang akurat dan

tepat pada waktunya mengenai semua hal yang penting bagi

kinerja perusahaan, kepemilikan, dan para pemegang

kepentingan (stakeholders). Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntansi berbasis standar

akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkap yang berkualitas, kemudian

mengembangkan Informaton Technology (IT) dan Management Information System (MIS) untuk dijadikan pengukuran kinerja yang memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif

oleh Dewan Komisaris dan Direksi. Selanjutnya juga

mengembangkan enterprise risk management yang memastikan bahwa semua risiko signifikan telah diidentifikasi, diukur dan

dapat dikelola pada tingkat toleransi yang jelas, mengumumkan

jabatan kosong secara terbuka.

2) Accountability

Didefinisikan sebagai kejelasan fungsi, struktur, sistem dan

pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan

perusahaan terlaksana secara efektif. Dengan kata lain prinsip ini

menegaskan bagaimana bentuk pertanggungjawaban manajemen

kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini

diwujudkan dalam bentuk penyiapan laporan keuangan pada

(31)

commit to user

mengembangkan Komite Audit dan Manajemen Resiko dalam

rangka mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris,

mengembangkan peran dan fungsi eksternal audit, penegakan

hukum dan penggunaan eksternal auditor.

3) Responsibility

Didefinisikan sebagai kesesuaian (kepatuhan) di dalam

pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat

serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini

perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat

atau stakeholder dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjunjung etika bisnis, serta tetap menjaga lingkungan

bisnis yang sehat. Oleh karena itu setiap perusahaan harus

menyadari bahwa beroperasinya perusahaan tidak dapat dengan

sendiri tanpa adanya dukungan dan kerjasama aktif dengan

pihak-pihak yang berkepentingan.

4) Independency

Adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara

professional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini menekankan

bahwa pengelolaan perusahaan harus secara profesional tanpa

benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak

(32)

commit to user

tekanan dari pihak manapun dan dapat menghasilkan keputusan

yang obyektif.

5) Fairness

Yaitu perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak

pemegang stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip ini

menekankan bahwa semua pihak yaitu baik pemegang saham

minoritas maupun asing harus diperlakukan sama atau setara.

Prinsip ini dapat diwujudkan dengan membuat peraturan

perusahaan yang melindungi kepentingan minoritas, pedoman

perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi

perusahaan dari perbuatan buruk orang dalam, self-dealing dan konflik kepentingan, kemudian menetapkan bagaimana peran dan

tanggungjawab organ perusahaan mulai dari dewan komisaris,

direksi, komite dan sebagainya. Dengan adanya aturan main yang

jelas, maka pengelolaan perusahaan dapat dilakukan dengan baik.

b. Manfaat Corporate Governance

Pelaksanaan Good Corporate Governance sangat diperlukan untuk memenuhi kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai

syarat mutlak bagi dunia perindustrian untuk berkembang dengan baik

dan sehat yang tujuan akhirnya untuk menciptakan nilai tambah bagi

(33)

commit to user

yang kuat serta kokoh bagi korporasi perusahaan sektor publik maupun

sektor swasta. Salah satu elemen dalam struktur dan proses GCG

adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang (exercise of power) dan hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan (Mas Achmad Daniri dan

Dadi Krismatono). Apabila perusahaan sudah menerapkan GCG

dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip GCG itu sendiri, perusahaan

dapat meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable yang nantinya akan meningkatkan nilai dari perusahaan itu sendiri (value of the firm), peningkatan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi, memudahkan akses

terhadap investasi domestik dan asing, dan melindungi direksi dan

dewan komisaris dari tuntutan hukum (Tirmidzi Taridi).

Manfaat dari penerapan prinsip corporate governance menurut Utama (2003) yang dikutip oleh Herawaty (2008), yaitu: (1)

meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen; (2) meminimalkan

cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusaaan; (4) meningkatkan nilai

(34)

commit to user

c. Indikator Penerapan Corporate Governance

Penerapan good corporate governance diharapkan dapat meningkatkan efektivitas sistem pengawasan dan pengendalian. Hal

tersebut sejalan dengan pendapat Bhohraj dan Sengupta (2003) yang

menyatakan bahwa implementasi good corporate governance diharapkan dapat meningkatkan pengawasan untuk menghasilkan

pengendalian terhadap kekuasaan manajer secara keseluruhan. Adanya

sistem pengawasan dan pengendalian dapat mengurangi masalah

keagenan yang terjadi antara prinsipal dan agen sehingga biaya

keagenan (agency cost) dapat ditekan.

Sesuai model organisasi yang diadopsi oleh Indonesia, yaitu

European Continental, maka struktur governance di Indonesia terdiri dari : RUPS, Board of Commisioner, Board of Director dan Manajemen. Struktur ini berfungsi sebagai sistem pengawasan dan

pengendalian yang ada pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Dalam two-tier boards pengaruh pemegang saham dijalankan melalui dewan komisaris, sehingga tidak akan mengganggu aktivitas normal

manajemen dan memungkinkan pemegang saham meningkatkan

pengaruhnya tanpa menunggu terjadinya ketidaksepakatan publik.

Dalam perkembangan corporate governance selanjutnya kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial juga berfungsi

(35)

commit to user

perusahaan-perusahaan, termasuk perusahaan-perusahaan yang ada di

Indonesia.

Sehingga perangkat governance , dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Board of Commisioner (Dewan Komisaris)

Dewan Komisaris adalah lembaga yang bertugas mengawasi

atau mengontrol jalannya perusahaan yang dipimpin oleh Dewan

Direksi.

Dewan Komisaris mempunyai peranan penting dalam fungsi

monitoring, karena bertindak sebagai wakil dari para pemegang

saham dalam melakukan pengawasan dan memberikan nasehat

kepada Direksi dalam rangka menjalankan kepengurusan

perusahaan yang baik.

Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah :

a) Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan

Perseroan yang dilakukan Direksi serta memberikan nasehat

kepada Direksi termasuk mengenai rencana pengembangan

Perseroan, pelaksanaan anggaran Dasar dan Keputusan Rapat

Umum Pemegang Saham dan Peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

b) Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum

Pemegang Saham mengenai rencana pengembangan

Perseroan, rencana kerja dan anggaran tahunan perseroan

(36)

commit to user

c) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran

Perseroan serta menyampaikan hasil penilaian serta

pendapatannya kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

d) Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan, dalam hal

perseroan menunjukkan gejala kemunduran segera

melaporkan kepada RUPS dengan disertai saran mengenai

langkah perbaikan yang harus ditempuh.

e) Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai

setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi

pengurusan perseoran.

f) Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan

oleh RUPS.

Komisaris mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam

sebulan dan dalam rapat tersebut Komisaris dapat mengundang

Direksi. Dalam perkembangan terakhir yaitu penerapan

prinsip-prinsip Good Corporate Governance, dikenal Komisaris Independen. Komisaris Independen dimotivasi oleh keinginan

untuk memberikan perlindungan terhadap pemegang saham

minoritas dalam PT terbuka. Dewan Komisaris dapat membantu

kontinuitas dan objektivitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan

untuk berkembang dan makmur. Komisaris Independen membantu

(37)

commit to user

berkala melakukan review atas implementasi tersebut. Dengan demikian akan memberikan benefit yang tinggi bagi perusahaan.

Keberadaan komisaris independen juga diatur dalam ketentuan

Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku

sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEJ wajib

memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara

proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh

bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah

komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah

seluruh anggota dewan komisaris. Adapun persyaratan menjadi

komisaris independen adalah sebagai berikut :

· Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham

pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan.

· Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau

komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.

· Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang

terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.

· Memahami peraturan perundang-undangan di bidang Pasar

Modal.

· Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang

saham yang bukan merupakan pemegang saham pengendali

(38)

commit to user

2) Board of Director (Dewan Direksi)

Board of Director dalam suatu perusahaan memegang fungsi dan peran sangat penting serta memiliki tanggung jawab terhadap

perkembangan dan kemajuan perusahaan. Emirzon (2007)

menyatakan bahwa tanggungjawab Board of Director adalah memonitor penerapan strategi jangka panjang, usaha bisnis

perusahaan, seleksi, evaluasi kinerja dan penuntutan sistem balas

jasa manajemen perusahaan secara efektif.

Menurut OECD di atas bahwa Board of Director bertanggungjawab untuk:

a) Menyusun strategi dan mengarahkan bisnis perusahaan;

menyusun kebijaksanaan operasi bisnis.

b) Memonitor kinerja manajemen senior perusahaan dalam

mencapai tujuan strategis perusahaan.

c) Menghasilkan keuntungan yang optimal bagi para pemegang

saham.

d) Menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak yang terkait

dalam perusahaan, misalnya keseimbangan kepentingan

pemegang saham mayoritas dan minoritas, kepentingan

pemegang saham dan kreditur.

Keefektifan aktivitas pengawasan yang dilakukan oleh dewan

direksi, dipengaruhi oleh ukuran dan komposisi dewan direksi. Hal

(39)

commit to user

ukuran dewan direksi merupakan salah satu mekanisme

pengendalian utama dalam menjalankan fungsi monitoring

terhadap manajer.

3) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah persentase saham institusi

yang diperoleh dari penjumlahan atas persentase saham perusahaan

yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam

maupun di luar negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar

negeri. Kepemilikan institusional mempunyai peran yang sama

dengan direksi, yaitu mengontrol atau memonitor kinerja

manajemen.

Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa kepemilikan

institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak

manajemen melalui proses pengawasan secara efektif. Shleifer dan

Vishny (1986) berpendapat bahwa tingkat kepemilikan

institusional dalam proporsi yang cukup besar akan mempengaruhi

nilai perusahaan. Diharapkan dengan semakin besar tingkat

kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin efektif pula

mekanisme kontrol terhadap kinerja manajemen, sehingga risiko

yang dihadapi oleh para kreditor dapat diturunkan.

4) Kepemilikan Manajerial

Jensen (1993) dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa

(40)

commit to user

pemegang saham dan manajer. Semakin meningkat proporsi

kepemilikan saham manajerial, maka semakin baik kinerja

perusahaan, karena mereka juga memiliki perusahaan. Demsetz

dan Lehn (1985) dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa

konsentrasi kepemilikan dapat menghilangkan masalah keagenan.

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Jensen dan Meckling (1976)

yang menyatakan bahwa konflik keagenan tidak akan terjadi pada

perusahaan dengan kepemilikan seratus persen oleh manajemen

dapat mengurangi konflik kepentingan, karena manajemen

bertindak sebagai pemilik. Dengan adanya kepemilikan manajerial,

masalah keagenan dapat diminimalisasi.

3. Komite Audit

Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang

dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan

pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi

pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam

sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai

penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak

manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Berbagai ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit telah

dibuat, di antaranya tercantum pada :

a. Pedoman Good Corporate Governance (Maret 2001) yang

(41)

commit to user

b. Surat Edaran BAPEPAM No. SE-03/PM/2000 yang

merekomendasikan semua perusahaan publik memiliki Komite Audit.

c. KEP-339/BEJ/07-2001, yang mengharuskan semua perusahaan yang

listed di Bursa Efek Jakarta memiliki Komite Audit.

d. KEP-117/M-MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN

mempunyai Komite Audit.

e. KEP-103/MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai

Komite Audit.

Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris, yang berfungsi

sebagai internal control, pemeriksa dan pengawas proses pelaporan keuangan. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001,

keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang

termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari

komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari

komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat

sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan

merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang

independen yang menguasai dan mempunyai latar belakang akuntansi dan

keuangan.

Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan

yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit

(42)

commit to user

1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan

dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan

informasi keuangan lainnya,

2) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan

perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan,

3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor

internal,

4) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi

perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,

5) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas

pengaduan yang berkaitan dengan emiten,

6) Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.

Price Waterhouse (1980) dalam McMullen (1996) dalam Siallagan

(2007) menyatakan bahwa investor, analis dan regulator menganggap

komite audit memberikan kontribusi dalam kualitas pelaporan keuangan.

Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan

keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem

pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum,

dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya

mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada

laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi yang

(43)

commit to user

dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan

ilegal.

Tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan komite audit dalam

menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan formal dan tertulis, 2)

kerjasama manajemen dan 3) kualitas/kompetensi anggota komite audit.

Selain itu Effendi (2005) juga menambahkan masalah komunikasi dengan

komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal serta pihak lain sebagai

aspek yang penting dalam keberhasilan kerja komite audit. Dengan

kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui

pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak yang terkait, diharapkan fungsi

dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga

dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya praktik manajemen laba yang

oportunistik.

4. Manajemen Laba

Berikut adalah beberapa motivasi dan kepentingan manajer dan

pemegang saham yang dapat menyebabkan terjadinya manajemen laba

dalam sebuah perusahaan(Scott, 2000:359-364):

1. Bonuses Purposes

Manajer memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan

(44)

commit to user 2. Political Motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan

pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang

dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan

pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

3. Taxation Motivation

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi pelaksanaan

manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi

digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4. Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun cenderung menaikkan pendapatan

untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk,

mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

5. Initial Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan ini melakukan manajemen laba

dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada

investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap

(45)

commit to user

Sesuai dengan konsep manajemen laba, pembahasan konsep perataan

laba juga menggunakan kerangka berfikir teori keagenan. Dalam konsep

manajemen laba disebutkan bahwa perataan laba timbul ketika terjadi

konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik. Kesenjangan

informasi diantara kedua pihak memicu munculnya perataan laba

(Fudenberg dan Tirole, 1995 dalam Salno dan Baridwan, 2000).

Terdapat dua perspektif mengenai manajemen laba, yaitu perspektif oportunis dan perspektif efisiensi. Manajemen laba sebagai perspektif

efisiensi memberikan fleksibilits kepada manajer perusahaan dalam

melindungi kepentingannya, kepentingan perusahaan dan pihak yang

terkait dengan kontrak yang dilakukan perusahaan. Sedangkan manajer

yang memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak

hutang dan political cost merupakan manajemen laba dengan perspektif oportunis.Manajemen laba dengan perspektif oportunis dapat mengurangi

kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan

keputusan.

Ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan

untuk menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan

menyusun laporan keuangan.

Motivasi adanya manajemen laba ada tiga (Sulistyanto, 2008), yaitu

(46)

commit to user

1. Hipotesis program bonus (bonus plan hypothesis), menyatakan bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung

memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan

membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi.

2. Hipotesis perjanjian utang (debt/equity hypothesis), menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio antara utang dan ekuitas

lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode-metode

akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung

melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan keuntungan

tertentu yang dapat diperolehnya.

3. Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan menggunakan

metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba

yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer

perusahaan cenderung melanggara regulasi pemerintah, seperti

undang-undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan

tertentu yang dapat diperolehnya. Manajer akan mempermainkan

laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi

laba sesuai dengan kemauan perusahaan.

Bentuk-bentuk Manajemen Laba(Rahmawati, 2012:117) adalah:

1. Taking a Bath

Pola ini dijalankan ketika perusahaan dalam kondisi tertekan atau

(47)

commit to user

cenderung melaporkan laba bersih yang rendah sekarang dengan

harapan meningkat dimasa yang akan datang. Penelitian Healy

menemukan pola ini pada manajer yang mempunyai laba bersih

dibawah batas bawah.

2. Minimisasi laba

Pola ini dilakukan jika perusaaan dalam kondisi laba yang tinggi

maka untuk mengurangi visibilitasnya dia melakukan kebijakan

minimisasi laba.

3. Maksimasi laba

Pola ini dilakukan jika manajer ingin menaikan bonusnya, dan

dihadapkan pada perjanjian utang yang hampir dilanggar.

4. Perataan laba

Pola ini yang paling sering dilakukan untuk mengantisipasi kondisi

yang akan dihadapi perusahaan. Penelitian Healy menemukan pola

ini juga.

Manajemen laba dibuat memungkinkan karena adanya fakta GAAP

tidak secara lengkap membatasi manajer untuk memilih kebijakan dan

prosedur akuntansi. Pilihan yang banyak dan kompleks lebih menantang

untuk menyeleksi kebijakan dan prosedur yang membuat informasi kepada

investor lebih baik. Pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer sering

didorong oleh pertimbangan strategis seperti halnya kontrak yang

(48)

commit to user

dan sebagainya. Akibatnya, pilihan kebijakan akuntansi merupakan ciri

suatu permainan. Konsekuensi ekonomi terjadi ketika perubaan GAAP

mempengaruhi kemampuan manajer untuk memainkan permainan.

Laporan keuangan sesunguhnya merupakan suatu kompromi antara

keinginan dua penguna utama (Rahmawati, 2012:127).

B. PENELITIAN TERDAHULU DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba

Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang

dimiliki oleh institusi (Beiner et al., 2003). Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki

institusi dari seluruh modal saham yang beredar.

Kepemilikan institusional sebagai salah satu proksi corporate governance memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan

manajemen melakukan manajemen laba. Mekanisme kepemilikan

institusional memberikan tingkat pengaruh terhadap manajemen laba yang

cukup kuat. Ini mengindikasikan bahwa penerapan mekanisme

kepemilikan institusional dapat memberikan kontribusi terhadap tindakan

manajemen laba (Boediono, 2005). Jiamvo dkk (1996), Mitra (2002),

Midiastuty dan Machfoedz (2003) dalam Veronica dan Utama (2005)

(49)

commit to user

membatasi manajer untuk melakukan pengelolaan laba. Menurut Boediono

(2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemilikan institusional

secara individual mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap

manajemen laba. Dari temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa

kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang efektif dalam

mengawasi kinerja manajer.

Tetapi menurut penelitian Darmawati yang didukung Veronica dan

Utama (2005) serta Ujiyantho dan Pramuka (2007) tidak menemukan

bukti adanya hubungan antara pengelolaan laba dengan kepemilikan

institusional.

Dari penelitian tersebut, maka kesimpulan hipotesisnya adalah :

Ha1: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba.

2. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba

Midiastuty dan Machfoedz (2003), melakukan penelitan dengan dua

tujuan yaitu menguji pengaruh mekanisme corporate governance dengan manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accrual dan pengaruh mekanisme corporate governance dengan kualitas laba. Salah satu mekanisme yang diuji adalah kepemilikan manajerial. Penelitian ini

menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan

(50)

commit to user

diyakini dapat membatasi perilaku manajer dalam melakukan manajemen

laba.

Penelitian Warfield et al., (1995) dalam Ujiyantho (2007) yang menguji hubungan kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepemilikan

manajerial berhubungan secara negatif dengan discretionary accrual. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kualitas laba meningkat

ketika kepemilikan manajerial tinggi. Seperti halnya Ujiyantho (2007)

yang dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa kepemilikan manajerial

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Penelitian yang berlawanan

dikemukakan oleh Gabrielsen et al., (2002) dalam Siallagan (2007) yang menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan kandungan

informasi laba serta discretionary accrual. Dengan menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi

tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan kandungan

informasi laba. Hal senada juga dikemukan oleh Boediono (2005) dalam

penelitiannya antara pengaruh kepemilikan manajerial secara parsial

terhadap manajemen laba menunjukkan hasil positif bahwa semakin tinggi

tingkat kepemilikan saham oleh manajemen semakin tinggi besaran

manajemen laba yang dilaporkan.

Penulis menduga bahwa semakin besar kepemilikan manajerial maka

(51)

commit to user

Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan temuan tersebut, maka dapat

ditentukan suatu hipotesis:

Ha2: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba.

3. Proporsi Dewan Komisaris Independen

Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung

jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan

keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen

untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya

kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris

diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Dewan

komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi

bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan

perusahaan kepada dewan komisaris (Nasution, 2007). Ujiyantho dan

Pramuka (2007) menyatakan bahwa komisaris independen merupakan

posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta good corporate governance.

Pranata dan Mas’ud (2003) dan Xie Biao, Wallace dan Peter (2003)

dalam Ujiyantho (2007) mereka memberikan kesimpulan dalam

penelitiannya bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan

komisaris yang berasal dari luar atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Sehingga, jika anggota dewan komisaris dari

(52)

commit to user

dengan makin rendahnya penggunaan discretionary accrual. Boediono (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa komposisi dewan

komisaris secara parsial memberikan tingkat pengaruh terhadap

manajemen laba yang sangat lemah. Ini mengindikasikan bahwa

komposisi dewan komisaris menjadi mekanisme yang memberikan

kontribusi yang kurang efektif.

Sedangkan hasil penelitian yang berlawanan dikemukakan oleh

Veronica dan Utama (2005). Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa

proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap

manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Sementara Ujiyantho

(2007) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris

independen berpengaruh positif terhadap variabel discretionary accruals. Dari beberapa penelitian tersebut hipotesis yang dapat dirumuskan

adalah sebagai berikut :

Ha3 : Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh negatif

terhadap manajemen laba.

4. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap manajemen laba

Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah anggota dewan

komisaris perusahaan (Beiner et al., 2003). Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan manajemen, dan memberikan

nasehat kepada manajemen jika dipandang perlu oleh dewan komisaris

(KNKG, 2004). Ukuran dewan komisaris diukur dengan menggunakan

(53)

commit to user

Penelitian Allen dan Gale (2000) dalam Beiner et al., (2003) dalam Ujiyantho (2007) menegaskan bahwa dewan komisaris merupakan

mekanisme corporate governance yang penting. Mereka juga menyarankan bahwa dewan komisaris yang ukurannya besar kurang

efektif daripada dewan yang ukurannya kecil. Hal tersebut dapat

dijelaskan dengan adanya agency problems (masalah keagenan), yaitu

dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini akan

mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan

dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing

anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan

tindakan dari manajemen, serta kesulitan dalam mengambil keputusan

yang berguna bagi perusahaan.

Terkait manajemen laba, ukuran dewan komisaris dapat memberi

efek yang berkebalikan dengan efek terhadap kinerja. Hal ini bisa

dimengerti karena sesuai dengan pernyataan Scott (2000) bahwa

melakukan manajemen laba dapat dilaksanakan dengan berbagai cara

salah satunya menurunkan laba (income decreasing earnings management). Untuk itu hubungan yang terjadi antara ukuran dewan komisaris dan manajemen laba harusnya positif, makin banyak anggota

dewan komisaris maka makin banyak manajemen laba yang terjadi

(Nasution, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Nasution (2007) yang

(54)

commit to user

secara signifikan terhadap tindak manajemen laba yang dilakukan dalam

perusahaan perbankan, artinya perusahaan yang memiliki dewan komisaris

dalam jumlah banyak maka tindak manajemen laba yang dilakukan

perusahaan juga semakin banyak. Penelitian ini sejalan dengan Midiastuty

dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris

berpengaruh secara signifikan terhadap indikasi manajemen laba yang

dilakukan oleh pihak manajemen. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan

tanda positif. Hal tersebut berarti makin besar ukuran dewan komisaris

maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa jumlah komisaris yang lebih sedikit

lebih mampu mengurangi indikasi manajemen laba daripada jumlah

komisaris yang banyak (Nasution, 2007).

Kondisi ini tidak didukung oleh beberapa penelitian diantaranya, Yu

(2006) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif

secara signifikan terhadap manajemen laba yang diukur dengan

menggunakan model Modified Jones untuk memperoleh nilai akrual

kelolaannya. Hal ini menandakan bahwa makin sedikit dewan komisaris

maka tindak manajemen laba makin banyak karena sedikitnya dewan

komisaris memungkinkan bagi organisasi tersebut untuk didominasi oleh

pihak manajemen dalam menjalankan perannya

Beberapa penelitian empiris (Dechow et al., 1996; dan Beasley, 1996) telah menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan

(55)

commit to user

dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka

dalam memonitoring proses pelaporan keuangan.

Penulis menduga bahwa semakin besar dewan komisaris yang

ditempatkan pada posisi vital akan semakin baik dalam mengawasi

tindakan manajer untuk mengurangi praktik manajemen laba. Berdasarkan

hasil penelitian dan temuan tersebut, maka dapat ditemukan suatu

hipotesis :

Ha4 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap

manajemen laba.

5. Pengaruh Komite Audit Independen terhadap manajemn laba

Xie et al., (2003) menguji efektifitas komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hasil yang

diperoleh dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa komite audit yang

berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari

tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen.

Pengaruh terhadap akrual kelolaan ditunjukkan oleh makin seringnya

komite audit bertemu dan pengaruh tersebut ditunjukkan dengan koefisien

negatif yang signifikan.

April Klein (2002) menguji karakteristik komite audit dan board of

(56)

commit to user

di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa keahlian komite audit independen di bidang

keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba.

Penelitian dengan hasil sebaliknya dilakukan oleh Veronica dan

Utama (2005) yang menguji pengaruh keberadaan komite audit dalam

perusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan

bahwa variabel keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba perusahaan. Artinya keberadaan komite audit tidak

mampu mengurangi manajemen laba yang terjadi di perusahaan.

Penulis menduga bahwa semakin besar ukuran komite audit yang

mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan

perusahaan akan mampu mengurangi praktik manajemen laba.

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan tersebut, maka dapat ditemukan

suatu hipotesis :

Ha5 : Komite audit independen berpengaruh negatif terhadap

manajemen laba.

C. KERANGKA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan enam variabel, yaitu lima variabel

independen dan satu variabel dependen. Variabel independen yang digunakan

(57)

commit to user

komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan komite audit independen,

sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah manajemen laba.

Berikut ini adalah kerangka penelitian:

Gambar II.1

Kerangka Penelitian

Kepemilikan Institusional

Manajemen Laba Proporsi Dewan

Komisaris Independen Kepemilikan

Manajerial

Ukuran Dewan Komisaris

Komite Audit Independen

H1=(-)

H2=(-)

H3=(-)

H4=(+)

Gambar

Gambar IV.1 Uji Heterokesdaktisitas .....................................................................
Tabel IV.8 Hasil Uji t ...............................................................................................
Gambar II.1
Tabel IV.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk, kekuatan, dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

(2) Strategi distribusi melalui roadshow film dilakukan dengan bekerjasama dengan Pusbang Film, (a) memaksimalkan program Pusbang Film untuk mendukung film nasional

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Analisis Dinamik

Melalui  program  kerjasama  yang  strategis  antara  LIPI,  Lembaga  Litbang, dan PT di daerah sebagai sumber Iptek, sangat dimungkinkan  untuk  menyediakan 

From the political problems up to the arising of such teological problem, the author wants to reveal how is actually the background of arising of these three streams

Motivasi merupakan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekolompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerjasama secara optimal

Skripsi yang berjudul “ hubungan Antara Pola Asuh Authoritative Dengan Tingkat Disiplin Anak pada Anak TK BA Aisyiyah Mertasari Kecamatan Purwanegara Kabupaten

Komposisi substrat bagase dan zeolit memberikan hasil yang paling tinggi pada biomassa dan volume bunga, sedangkan volume akar tertinggi yaitu pada komposisi