• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENTIAL UTILIZATION OF ALGAE Chlorella pyrenoidosa FOR RUBBER WASTE MANAGEMENT ZULFARINA, IRDA SAYUTI, and HESTI TRIANI PUTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POTENTIAL UTILIZATION OF ALGAE Chlorella pyrenoidosa FOR RUBBER WASTE MANAGEMENT ZULFARINA, IRDA SAYUTI, and HESTI TRIANI PUTRI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Semirata 2013 FMIPA Unila |511

POTENTIAL UTILIZATION OF ALGAE Chlorella

pyrenoidosa FOR RUBBER WASTE MANAGEMENT

ZULFARINA, IRDA SAYUTI, and HESTI TRIANI PUTRI

Prodi Pend. Biologi PMIPA FKIP Universitas Riau

Abstract. The research aim for examined the ability of algae Chlorella pyrenoidosa at various concentration to reduced contaminant of rubber waste. The research was conducted on December 2011 till February 2012 at Biology PMIPA laboratorium, Riau University. Completely Randomized Design was applied in this research, four concentration of algae 0%, 12.5%, 18.75%, and 25%, with 3 times repeated and observed of BOD, COD, TSS, pH, density of algae, oxygen level (DO), and CO2. Data were analyzed by ANAVA and DMRT at level 5%. The result indicated that algae Chlorella pyrenoidosa have potential to reduced contaminant of waste rubber, the best potential of alga to reduce contaminant of rubber waste was at 25 % concentration of algae.

Key words: algae Chlorella pyrenoidosa, rubber waste

PENDAHULUAN

Setiap tahun industri di Indonesia semakin berkembang. Dunia industri telah memberikan manfaat bagi negara, khususnya dalam pendapatan untuk devisa negara. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Industri pengolahan karet merupakan salah satu industri yang berkembang baik di Indonesia. Pengolahan karet menggunakan lateks sebagai bahan baku. Dalam pengolahannya lateks ditambahkan berbagai macam bahan kimia agar menjadi produk karet yang diinginkan. Pengolahan lateks di Indonesia diolah menjadi berbagai produk, seperti karet remah dan karet lembaran. Karet remah merupakan produk yang sedang dikembangkan di Indonesia. Karet remah memiliki keunggulan dibandingkan dengan karet konvensional, yaitu kualitas lebih baik, lebih seragam, dan proses pengolahannya lebih singkat. Pengolahan lateks menjadi produk karet umumnya menghasilkan limbah. Limbah industri karet yang dihasilkan dalam bentuk gas, cairan maupun padat yang semuanya dalam batas-batas tertentu dapat membahayakan kesehatan manusia serta

cenderung menurunkan kualitas lingkungan seperti air, udara, tanah dan semua yang terkandung di dalamnya. Limbah industri karet yang berpotensial mencemari lingkungan yang lebih besar adalah limbah cair.

Besarnya potensi dampak buruk yang ditimbulkan oleh limbah cair industri karet terhadap organisme yang ada di perairan maupun yang bertempat tinggal di sekitaran sungai menyebabkan setiap pabrik karet harus mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar baku mutu yang berlaku sebelum dibuang ke perairan agar tidak mengganggu keanekaragaman hayati perairan dan lingkungan hidup.

(2)

Chlorella pyrenoidosa dipilih sebagai sarana penanganan limbah cair karena alga ini dapat tumbuh dan berkembang baik pada air kotor. Melihat potensi yang dimiliki alga Chlorella pyrenoidosa dalam menurunkan kadar polutan dalam limbah cair, serta manfaatnya yang lain maka penulis tertarik ingin

melakukan penelitian tentang Potensi Pemanfaatan Alga Chlorella pyrenoidosa dalam pengelolaan limbah cair karet.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2012 yang dilakukan di Laboratorium Biologi, FKIP Universitas Riau. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, botol winkler, buret dan statif, spektrofotometer, pH meter, labu ukur, DO meter, sentrifuge, kuvet, kertas saring, oven, desikator, timbangan analitik, mikroskop dan toples-toples kaca. Bahan-bahan yang digunakan adalah MnSO4,

N2S2O3, K2Cr2O7, indikator Ferroin, FAS

(Ferro Ammonium Sulfat), reagen Nessler, NH4Cl, aquadest, NaOH, ZnSO4 serta

kultur alga Chlorella pyrenoidosa yang diperoleh dari koleksi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara dan sampel limbah. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Dengan perlakuan konsentrasi alga Chlorella pyrenoidosa yang digunakan adalah sebesar 0%, 12,5%, 18,75% dan 25%.

Prosedur Penelitian:

Persiapan Isolat Alga Chlorella pyrenoidosa

Kultur biakan murni alga Chlorella pyrenoidosa diperoleh dari koleksi Balai

Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara

Pembuatan Konsentrasi Alga

Konsentrasi alga Chlorella pyrenoidosa yang digunakan dalam penelitian adalah sebesar 0%, 12,5%, 18,75% dan 25%. (Heryanto, 2000).

Parameter Penelitian

1. Analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand)

2. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand)

3. Analisis Total Suspended Solid (TSS) 4. Analisis Ph

5. Kepadatan alga Chlorella

pyrenoidosa(Pertumbuhan sel alga) 6. CO2 Terlarut

7. DO (Disolved Oxygen) 8. Suhu

Analisis Data

Data COD dan BOD yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan sidik ragam (ANAVA). Hasil analisis ANAVA yang berbeda nyata diuji lanjut dengan menggunakan DMRT pada taraf 5% (Gaspersz, 1994).

HASIL DAN PEMBAHASAN

(3)

Semirata 2013 FMIPA Unila |513 Tabel 2. Analisis awal limbah cair karet sebelum interaksi dengan alga Chlorella pyrenoidosa

No PARAMETER

LIMBAH

NILAI

ANALISA

SATUAN STANDAR

BAKU MUTU

1 BOD5 1800 mg/l 150

2 COD 3300 mg/l 300

3 TSS 200 mg/l 150

4 AMONIAK 1,3 mg/l

5 pH 6 - 6,0-9,0

BOD (Biochemical oxygen demand) Limbah yang telah dianalisa kandungan BOD dan COD nya diawal, diberikan perlakuan dengan konsentrasi alga yang berbeda yaitu 0%, 12,5%, 18,75% dan 25% dan diamati pada hari ke tujuh. menunjukkan bahwa pemberian alga Chlorella pyrenoidosa dengan konsentrasi yang berbeda pada limbah cair industri karet berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan nilai BOD. Rata-rata nilai analisis BOD dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa dapat dilihat pada tabel 3.

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan interaksi limbah dengan alga Chlorella pyrenoidosa dengan berbagai konsentrasi menunjukkan rata-rata penurunan nilai BOD yang berbeda-beda.

Rata-rata nilai analisis BOD yang tertinggi adalah pada perlakuan 0% sebesar 700 mg/l dan yang terendah pada perlakuan 25% sebesar 65 mg/l. Berdasarkan uji DMRT pengaruh pemberian konsentrasi alga terhadap penurunan nilai BOD dapat dilihat bahwa perlakuan 25% dan 18,75% tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan 0% dan 12,5% berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan nilai BOD paling baik terjadi pada perlakuan 25% dan 18,75%. Tingginya penurunan nilai BOD pada perlakuan ini disebabkan karena lebih banyak terdapat interaksi antara alga dan limbah. Menurut Ginting (2007) reaksi oksidasi zat-zat organik dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena peran dari alga Chlorella pyrenoidosa.

Tabel 3. Rata-rata Analisis BOD (mg/l) dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa

No. Perlakuan (%) Rata-rata Analisis BOD

1. 0 700c

2. 12,5 280b

3. 18,75 70a

4. 25 65a

(4)

Jika dilihat pada konsentrasi 0% yang merupakan kontrol (tanpa alga) dari perlakuan juga mengalami penurunan. Hal ini diduga bahwa pada limbah cair karet terdapat bakteri pengurai yang hidup secara alami dan apabila suatu zat cair dibiarkan maka kondisinya akan menguap ini yang mengakibatkan terjadi penurunan nilai analisa BOD pada konsentrasi 0%. Semakin tinggi persentase pemberian alga Chlorella pyrenoidosa pada limbah maka semakin tinggi terjadinya penurunan nilai BOD. Hal ini diasumsikan bahwa Chlorella pyrenoidosa memiliki kemampuan untuk merombak bahan organik dan anorganik yang terdapat pada limbah cair karet. Selain itu Chlorella pyrenoidosa juga memiliki kemampuan mengadsorbsi bahan polutan yang ada pada limbah cair melalui permukaan selnya. Menurut Sriharti (2004). Alga hijau memiliki struktur yang hampir sama dengan tumbuhan salah satunya ialah dinding selnya yang keras. Chlorella mempunyai kemampuan mengadsorbsi dengan memanfaatkan kandungan senyawa organik dan anorganik yang berasal dari limbah cair karet untuk metabolisme Chlorella pyrenoidosa. Senyawa organik dan anorganik mula-mula menempel pada dinding sel mikroalga Chlorella pyrenoidosa. Dinding sel Chlorella pyrenoidosa tersusun atas selulosa dan mengandung pektin yang mempunyai

gugus asam (-COOH) yang lemah sehingga mudah melepaskan H+. Bila ada ion positif yang lewat muatan –COO- akan menangkapnya dengan gaya elektrostatik. Titik-titik ini dinamakan titik pertukaran kation. Kation yang berbeda mempunyai afinitas yang berbeda, terutama ditentukan oleh besarnya muatan (Haryoto dan Wibowo, 2004).

Menurut Ginting (2007), BOD merupakan salah satu uji yang paling umum untuk menentukan kualitas buangan limbah cair. Semakin tinggi angka BOD maka semakin sulit bagi makhluk hidup yang ada di air membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup.

COD (Chemical Oxygen Demand) Limbah yang telah dianalisa kandungan BOD dan COD nya diawal, diberikan perlakuan dengan konsentrasi alga yang berbeda yaitu 0%, 12,5%, 18,75% dan 25% dan diamati pada hari ke tujuh. Hasil analisis varians (lampiran 4) menunjukkan bahwa pemberian alga Chlorella pyrenoidosa dengan konsentrasi yang berbeda pada limbah cair industri karet berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan nilai COD limbah cair industri karet. Rata-rata nilai analisis COD dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata analisa COD (mg/l) dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa

No. Perlakuan (%) Rata-rata Analisis COD

1. 0 1800c

2. 12,5 800b

3. 18,75 180a

4. 25 100a

(5)

Semirata 2013 FMIPA Unila |515 Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa setelah

dilakukan interaksi limbah dengan alga Chlorella pyrenoidosa dengan berbagai konsentrasi menunjukkan rata-rata penurunan nilai COD yang berbeda-beda. Rata-rata nilai analisis COD yang tertinggi adalah pada perlakuan 0% sebesar 1800 mg/l dan yang terendah pada perlakuan 25% sebesar 100 mg/l.

Berdasarkan uji DMRT pengaruh pemberian konsentrasi alga terhadap penurunan nilai COD limbah cair industri karet dapat dilihat bahwa perlakuan 25% dan 18,75% tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan 0% dan 12,5% berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Tidak berbeda nyatanya perlakuan 25% dan 18,75% ini menandakan bahwa konsentrasi alga 18,75% saja sudah cukup untuk menurunkan angka COD tetapi penurunan lebih baik lagi jika konsentrasi alga ditingkatkan. Menurunnya COD diduga dikarenakan meningkatnya suplai oksigen yang lebih banyak pada akhir penelitian. Nilai COD yang tinggi pada awal penelitian ini mengasumsikan bahwa banyaknya kandungan organik yang terdapat pada limbah cair karet serta kurangnya oksigen di dalam air. Kandungan organik yang tinggi pada limbah cair karet ini akan dimanfaatkan oleh alga Chlorella pyrenoidosa sebagai nutrient yang digunakan sebagai zat pembangun dalam kegiatan metabolismenya.

Alga Chlorella pyrenoidosa yang ditambahkan pada limbah cair industri karet akan mengalami fotosintesis. Fotosintesis yang terjadi pada Chlorella pyrenoidosa di karenakan Chlorella pyrenoidosa mempunyai pigmen klorofil yang terdapat

pada kloroplast. Kegiatan fotosintesis ini akan menambah suplai oksigen pada limbah cair karet sehingga degradasi bahan organik akan berlangsung lebih cepat yang akhirnya akan menurunkan nilai COD pada limbah cair karet. Menurut Sriharti (2004), beberapa senyawa komplek pada limbah cair karet harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk yang sederhana dan dapat diserap. Oksidasi ini di lakukan oleh aktifitas simbiosis alga dan bakteri. Oksigen yang dihasilkan oleh Chlorella pyrenoidosa dari proses fotosintesinsnya digunakan untuk mengoksidasi senyawa komplek pada limbah cair karet.

TSS (Total Suspended Solid)

Limbah yang telah dianalisa kandungan TSS nya diawal, diberikan perlakuan dengan konsentrasi alga yang berbeda yaitu 0%, 12,5%, 18,75% dan 25% dan diamati pada hari ke tujuh.

Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air.

Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian alga Chlorella pyrenoidosa dengan konsentrasi yang berbeda pada limbah cair industri karet berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan nilai TSS limbah cair industri karet. Hasil pengukuran TSS dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Rata-rata analisa TSS (mg/l) dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa

No. Perlakuan (%) Rata-rata Analisis TSS

1. 0 100c

2. 12,5 80b

3. 18,75 75a

4. 25 70a

(6)

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian alga Chlorella pyrenoidosa dengan variasi konsentrasi yang berbeda-beda mampu menurunkan nilai TSS yang terdapat pada limbah cair industri karet. Nilai analisis TSS yang paling tinggi terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi 0% yaitu sebesar 100 mg/l sedangkan yang paling rendah pada perlakuan konsentrasi 25% yaitu sebesar 70 mg/l. Uji DMRT pengaruh pemberian konsentrasi alga terhadap penurunan nilai TSS limbah cair industri karet dapat dilihat bahwa perlakuan 25% dan 18,75% tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan 0% dan 12,5% berbeda nyata dengan perlakuan yang lain.

Parameter TSS juga berperan penting dalam baku mutu limbah. Dari nilai TSS akan dapat diketahui apakah telah terjadi pencemaran pada perairan, bila nilainya meningkat cukup signifikan perairan akan tampak keruh dan terkesan kotor sehingga tentu saja mengurangi daya guna airnya. Hasil pengukuran total padatan tersuspensi pada limbah cair karet adalah 200 mg/l. Dilihat dari standar baku mutu limbah nilai ini diatas dari standar yang ditetapkan yaitu sebesar 150 mg/l. Jika dilihat dari warna limbah yang keruh maka bisa saja air limbah pabrik karet tidak layak untuk dibuang ke sungai karena akan berdampak pada kecerahan dan estetika sungai.

Derajat Keasaman (pH) Kultur Biakan Alga Chlorella pyrenoidosa

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH selama penelitian berlangsung dapat diamati pada gambar 1 berikut.

Dari gambar 1 dapat terlihat bahwa nilai pH pada setiap perlakuan mengalami perubahan yaitu kisaran nilai pH antara 6-8. Semakin tinggi konsentrasi alga yang diberikan pada limbah maka dapat terlihat terjadinya peningkatan pH. pH yang diamati selama penelitian ini sesuai dengan standar pH yang dikeluarkan oleh menteri Lingkungan Hidup yaitu dengan standar antara 6-9. Jika dilihat pH awal limbah cair karet masih sesuai dengan standar baku tetapi dengan interaksi alga Chlorella pyrenoidosa sampai konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 25% dapat meningkatkan pH dari limbah cair karet menjadi basa. Pertumbuhan alga Chlorella pyrenoidosa akan lebih baik pada rentang pH yang bersifat sedikit lebih basa dibandingkan rentang pH asam. Terjadinya peningkatan pH selama penelitian diasumsikan sejalan dengan peningkatan kepadatan alga, dimana meningkatnya kepadatan alga berarti meningkatkan metabolisme di dalam kultur biakan.

(7)

Semirata 2013 FMIPA Unila |517

Alga mampu menggunakan

karbondioksida sebagai sumber karbon utama untuk sintesa sel baru dan melepaskan oksigen melalui mekanisme fotosintesis. Selain oksigen yang masuk dari udara, suplai oksigen terbesar didapat dari hasil fotosintesa oleh mikroalga (Mara et all, 2007).

Reaksi kimia pada ion-ion karbonat dan bikarbonat yang terdisosiasi mendukung konsumsi CO2 yang kontiniu oleh alga

sehingga OH- terakumulasi dan cenderung pH meningkat. Reaksi kimia tersebut dapat dinotasikan sebagai berikut :

2HCO3- + H2O + CO2

CO3- + H2O CO2 + 2OH-

Kepadatan Alga Chlorella pyrenoidosa Kepadatan alga diperoleh dari data pengamatan per hari terhadap optical density atau absorbansi sel alga dan ditransformasikan dalam sebuah kurva pertumbuhan yang dapat dilihat pada gambar 2. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm (Zikra, 2011).

Gambar tersebut memperlihatkan fase pertumbuhan alga yaitu fase logaritmik berlangsung dari hari ke-2 hingga ke-5.

Fase logaritmik yang terjadi dalam kultur stok merupakan fase adaptasi dari kondisi tidak optimum pada saat Chlorella pyrenoidosa disimpan dalam kultur koleksi. Kurva pertumbuhan ini sangat dekat dengan bentuk kurva pertumbuhan khas dari alga satu sel dalam kultur dengan volume terbatas (Fogg, 1995). Hari ke-7 dan seterusnya telah berlangsung fase stasioner hingga mungkin ke fase kematian dengan bentuk kurva yang cenderung mendatar. Dari kondisi yang digambarkan oleh kurva pertumbuhan mikroalga tersebut, akan menjadi acuan dalam tahapan analisis limbah yang diinokulasi dengan mikroalga. Kepadatan alga Chlorella pyrenoidosa yang paling tinggi ditemukan pada konsentrasi 25% karena pada perlakuan ini volume alga yang ditambahkan pada limbah cair karet lebih banyak, sehingga alga lebih banyak yang berkembang dalam perlakuan. Sel-sel mikroalga termasuk Chlorella pyrenoidosa dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan optimumnya, karena dapat membentuk spora dorman yang sangat tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk.

(8)

CO2 Terlarut

Tabel 6. Rata-rata kandungan CO2 (mg/l) dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa.

Ulangan Perlakuan

0% 12.5% 18,75% 25% Total

1 35 20 15 11

2 35 21 16 10

3 35 20 17 9

Jumlah 105 61 48 30 244

Rerata 35 20,3 16 10 81,3

Kadar karbondioksida alga saat survei berlangsung sebesar 35 mg/l. Kadar CO2

bebas lebih dari 25 mg/l sudah membahayakan kehidupan ikan (NTAC dalam Subroto dan Akrimi, 2002). Rata-rata analisa kadar CO2 setelah penambahan

konsentrasi alga selama penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Terlihat selama penelitian berlangsung terdapat perbedaan rata-rata kandungan CO2. Kandungan CO2 yang tertinggi

terdapat pada perlakuan 0% sebesar 35 mg/l dan yang paling rendah terdapat pada perlakuan 25% sebesar 10 mg/l. Rendahnya kandungan CO2 pada perlakuan konsentrasi

25% disebabkan karena pada perlakuan ini lebih banyak terjadi proses fotosintesis karena terdapat lebih banyak sel alga

Chlorella pyrenoidosa sehingga lebih

banyak CO2 yang digunakan.

Karbondioksida yang terdapat di dalam air merupakan hasil proses difusi CO2 dari

udara dan hasil proses respirasi organisme. Sumber utama CO2 dapat berasal dari

atmosfir dan hasil respirasi organisme. Udara yang selalu bersentuhan dengan air akan mengakibatkan terjadinya proses difusi CO2 ke dalam air.

Oksigen terlarut/ Disolved Oxygen (DO) Kadar oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen yang terdapat pada kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa. Kadar oksigen terlarut yang terukur selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata kandungan oksigen terlarut (mg/l) dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa.

Ulangan Perlakuan

0% 12.5% 18,75% 25% Total

1 2,2 2,9 4,1 5,6

2 1,7 3,0 4,2 5,7

3 2,3 2,8 4,4 5,6

Jumlah 6,2 8,7 12,7 16,9 44,5

(9)

Semirata 2013 FMIPA Unila |519 Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil

pengukuran oksigen terlarut dari aktivitas alga adalah berkisar antara 2,06-5,6 mg/l. Nilai kandungan oksigen terlarut minimum yang dikatakan oleh NTAC dalam Subroto dan Akrimi (2002) adalah sebesar 2 mg/l, jumlah tersebut cukup mendukung kehidupan organisme jika perairan tidak tercemar oleh senyawa beracun.

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut, dengan kadar bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan tekanan atmosfir. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik.

Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis.

Suhu

Suhu merupakan salah satu fakor

lingkungan yang mempengaruhi

perumbuhan alga Chlorella pyrenoidosa. Rata-rata suhu kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Grafik Rata-rata suhu (0C) dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa

Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa rata-rata suhu kultur biakan alga berkisar antara 22-230C. Setiap perlakuan kenaikan konsentrasi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan suhu yang terlalu besar. Hirata dalam Rostini (2007) menyatakan bahwa alga Chlorella pyrenoidosa tumbuh sangat baik pada suhu sekitar 20-230C. Sedangkan menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan alga Chlorella pyrenoidosa adalah antara 25-300C.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Chlorella pyrenoidosa berpotensi untuk menurunkan kadar pencemar limbah cair karet.

Konsentrasi terbaik atau yang paling potensial dalam menurunkan kadar pencemar limbah cair karet adalah perlakuan konsentrasi alga 25%.

Saran

Disarankan agar terus mengkaji penerapan penggunaan mikroalga Chlorella pyrenoidosa sebagai pengolah air limbah industri pabrik karet di lapangan yang paling sesuai, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala kultur yang lebih besar secara bertahap.

DAFTAR PUSAKA

Carolina., Sriharti dan Neni. S. 2006. Netralisasi Limbah Karet Oleh Beberapa Jenis Mikroalga. Sidang Seminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia.

(10)

Fogg, G.E. 1995. Algae Cultures and Phytoplankton Ecology. The University of Winconsin Press. Madison-Milwaukee-London.

Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung

Ginting, perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama widya. Bandung.

Haryoto dan Wibowo, A. 2004. Kinetika Bioakumulasi Logam Berat Kadmium Oleh Fitoplankton Chlorella sp Lingkungan Perairan laut. Jurnal. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol 5, No 2, 89-103

Heryanto, S. 2000. Pemanfaatan Chlorella Sp Dalam Penurunan Kadar Bod Limbah Cair Industri Karet Ptp XVIII Ngobo. Ungaran

Ismayana dan Purwoko. 2002. Pengantar Praktikum Laboratorium Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton Pakan alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Mara, D., Mills, S.W., Pearson, H.W,.& Alabaster, G.P. 2007. Waste Stabilization Ponds : a Viable Alternative for Small Community Treatment Systems. Water and Environment Journal, 74.

Prihantini, N.B., Putri, B, dan Yuniati,R. 2005. Pertumbuhan Chlorella spp. Dalam Medium Ekstrak Tauge (MET) Dengan Variasi pH Awal. Jurnal Makara Sains Vol 9.

Sriharti. 2004. Pengaruh spesies Chlorella Dalam Menetralisir Limbah Cair Karet. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia. LIPI

Subroto dan Akrimi. 2002. Teknik Pengamatan dan Kualitas Air dan Plankton Danau Arang-Arang. Jambi Syahputra, B. 2002. Pemanfaatan Alga

Chlorella pyrenoidosa Untuk Menurunkan Tembaga (Cu) Pada Industri Pelapisan Logam. Fakultas teknik UNISSULA. Semarang

Gambar

Tabel 2. Analisis awal limbah cair karet sebelum interaksi dengan alga Chlorella pyrenoidosa
Tabel 4. Rata-rata analisa COD (mg/l) dalam kultur biakan alga Chlorella pyrenoidosa
Gambar 1. Grafik Rata-Rata pH
Gambar 2. Grafik Kepadatan alga Chlorella pyrenoidosa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh penulis bahwa perjanjian pengangkutan melalui laut yang dilakukan oleh PT DHL Global Forwarding Indonesia Cabang Semarang menerapkan

Dari hasil pengamatan preparat mikroskopis yang dibuat ternyata terdapat perbedaan struktur mikroanatomi hepar marmot ( Cavia porcellus ) setelah diperlakukan dengan pemberian

Mengukuhkan kembali keputusan mengenai Program Pemberian Opsi Saham Kepada Karyawan Perseroan (Program ESOP) yang telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar

Intensitas perburuan telur yang sangat tinggi, tidak adanya kearifan tradisional dalam mendukung populasi berkelanjutan, nilai jual tukik yang terus meningkat, dan pemanfaatan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dampak penggunaan alsintan dan tanpa menggunakan alsintan terhadap pendapatan petani pada program SERASI untuk mencapai

Setelah dikonsultasikan dengan pihak manajemen maka hasil perancangan prototype di atas menghasilkan struktur menu sebagaimana dapat dilihat pada gambar

Dinding merupakan material yang paling sensitive dipandang bila dilihat dari luar gedung maka akan mempengaruhi penampilan dilihat dari segi keindahan serta kenyamanan bila tidak

Polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik yang digunakan untuk memperkuat jejak kecil DNA bakteri untuk mendeteksi keberadaan DNA bakteri atau virus dalam cairan