• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hak Merek Bagi Perusahaan J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perlindungan Hak Merek Bagi Perusahaan J"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERLINDUNGAN HAK MEREK BAGI PERUSAHAAN JEPANG DI

INDONESIA MELALUI ASISTENSI HUKUM KEKAYAAN

INTELEKTUAL

Diah Atika Pramono (13220097)

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Email: atika18.diah@gmail.com

Abstrak

(2)

2 regulasi terkait hak paten dan ha k merek. Kemudian terkait juga dengan upaya untuk menangkal dan menindak produk-produk bajakan dan isu-isu lainnya.

Kata Kunci: Hak Merek, Asistensi Hukum HKI, Perusahaan Jepang

PENDAHULUAN

Negara akan memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan perlakuan yang sama baik kepada warga negara sendiri ataupun terhadap warga negara asing.1 Pemaparan tersebut merupakan isi dari salah satu prinsip yang tercantum dalam Pasal 3 TRIPs (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights), yaitu prinsip National Treatment. Prinsip ini adalah patokan yang digunakan Indonesia untuk menjamin perlindungan Hak Kekayaan Intelektual bagi seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan status Indonesia sebagai salah satu anggota World Trade Organization (WTO) sehingga wajib tunduk pada seluruh isi perjanjian dalam TRIPs. Indonesia juga telah meratifikasi keanggotaannya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang The Agreement Establishing The World Trade Organization yang akhirnya mewajibkan Indonesia untuk turut serta dalam memberikan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual.

Perlindungan tersebut tidak hanya bagi warga negara Indonesia, namun juga warga negara asing. Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan asing yang

1

(3)

3 menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka memerlukan perlindungan hukum terkait dengan berbagai kekayaan intelektual yang dimilikinya. Mereka saling berlomba untuk berinovasi dalam menciptakan berbagai penemuan baru dalam bidang yang berbeda. Ide-ide dan penemuan-penemuan tersebutlah yang perlu dilindungi dan diapresiasi keberadaannya.

Namun fakta di lapangan berkata lain. Perlindungan terhadap hak-hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh para perusahaan asing dinilai belum maksimal. Perlindungan yang terkesan belum maksimal tersebut membuat peluang bisnis terhambat. Bagi keberlangsungan suatu bisnis, perlindungan kekayaan intelektual sangat penting keberadaannya. Di samping menjamin hak-hak asasi manusia secara umum, suatu bangsa akan diakui kehormatannya ketika telah mampu memenuhi hak-hak kekayaan intelektual warga negaranya maupun warga negara asing.

Ditambah dengan sulitnya perusahaan-perusahaan asing saat melakukan pendaftaran hak paten ataupun merek yang mereka miliki. Banyak perusahaan asing yang mengeluhkan rumitnya cara pendaftaran tersebut. Republika.co.id memberitakan bahwa pembayaran terkait hak paten memang masih sulit. Pemerintah masih berupaya untuk mempermudah pembayaran paten.2

Seluruh ketentuan mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual sebenarnya sudah termuat dalam undang-undang. Berbagai undang-undang telah dibuat dalam rangka mengatasi berbagai masalah terkait penyimpangan hak kekayaan intelektual. Mulai dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang

2

(4)

4 Hak Cipta, kemudian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, berlanjut ke Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Berikutnya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, ditambah Undang-Undang Nomor 32 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), kemudian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, hingga yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.3 Deretan-deretan undang-undang itulah yang menjamin kepastian hukum dari hak-hak kekayaan intelektual di Indonesia bagi seluruh warga negara sendiri maupun asing.

Disamping wajib memenuhi seluruh isi perjanjian TRIPs, Indonesia juga telah memiliki undang-undang terkait dengan apa saja yang dapat dilindungi atas nama kekayaan intelektual. Tentunya undang-undang tersebut tidak bertentangan dengan isi perjanjian TRIPs dan konvensi-konvensi lain terkait kekayaan intelektual. Rancangan terbaru undang beberapa undang-undang juga telah diajukan ke DPR. Draft setebal 213 tentang Rancangan Undang-Undang Paten telah diserahkan kepada DPR untuk selanjutnya dikaji ulang dan disetujui.

Sebenarnya upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi kekayaan intelektual, khususnya warga negara asing yang merasa tidak mendapat perlindungan hukum secara pasti sudah dilaksanakan. Namun, ketika kembali ada sengketa yang melibatkan perusahaan asing, mengapa seakan perlindungan hak kekayaan intelektual itu tidak ada? Dimana letak permasalahan yang sesungguhnya? Bagaimana perusahaan asing mengatasi masalah perihal

3

(5)

5 perlindungan hukum tersebut? Berbagai pertanyaan kemudian mencuat seiring dengan beragamanya masalah yang tertangkap publik.

Perusahaan Jepang adalah salah satu perusahaan asing yang menanamkan modalnya di kancah perbisnisan Indonesia. Sudah banyak perusahaan Jepang yang berdiri di Indonesia baik melalui kerja sama dan terlibat langsung ataupun sebatas menanamkan modalnya. Dilansir dari Tempo.co, bahwa Jepang merasa tidak mendapat perlindungan hukum yang semestinya. Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah hanya sebatas perlindungan tekstual. Padahal perlindungan seperti inilah yang menghambat laju perkembangan bisnis dan investasi di Indonesia.

Jepang harus mempertahankan perusahaan-perusahaan yang telah berdiri di Indonesia. Perlindungan yang maksimal terhadap kekayaan intelektual yang dimiliki perusahaan-perusahaan Jepang adalah salah satu cara untuk melindungi keberlangsungan perusahaan tersebut. Tidak hanya berkaitan dengan eksistensi suatu perusahaan, namun juga berhubungan dengan kelancaran arus bisnis dan investasi antara penanam modal dan negara yang sedang diberikan modal, dalam hal ini adalah hubungan kerja sama antara Jepang dan Indonesia.

(6)

6 Mahkamah Agung terkait kasus pemalsuan merek yang dilakukan perusahaan Indonesia. Monteroza mengajukan gugatan karena pengusaha Indonesia, Arifin Siman, telah memalsukan merek dagang Monteroza yakni Shirokiya dan Wara Wara. Kemudian kasus pemalsuan merek dagang juga pernah dialami perusahaan otomotif, Honda Motor Co.4

Jepang telah beberapa kali merasakan sakitnya bagaimana menjadi korban pemalsuan merek dagang. Sehingga mereka belajar bagaimana cara untuk melindungi merek-merek mereka dan mendapatkan hak kekayaan intelektual yang seharusnya memang menjadi milik mereka. Oleh karena itu, Jepang berupaya untuk memberikan perlindungan terbaik bagi perusahaan-perusahaan mereka yang berbisnis di Indonesia. Harapan mereka, Indonesia bisa memberikan perlindungan terbaik khususnya bagi perusahaan-perusahaan Jepang yang berinvestasi di Indonesia dan juga perusahaan asing lain yang ikut menanamkan modalnya dalam perputaran bisnis di Indonesia.

PEMBAHASAN

Negara akan memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan perlakuan yang sama baik kepada warga negara sendiri ataupun terhadap warga negara asing.5 Pemaparan tersebut merupakan isi dari salah satu prinsip yang tercantum dalam Pasal 3 TRIPs (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights), yaitu prinsip National Treatment. Prinsip ini adalah patokan yang

4

Setiawan Adiwijaya, "Proteksi Perusahaannya, Jepang Asistensi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia", http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/26/090712958/proteksi-perusahaannya-jepang-asistensi-hukum-kekayaan-intelektual-indonesia, diakses tanggal 7 Desember 2015.

5

(7)

7 digunakan Indonesia untuk menjamin perlindungan Hak Kekayaan Intelektual bagi seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.

Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.6 Sedangkan Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.7 Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.8 Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.9

Selanjutnya Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama mengemukakan bahwa:

“Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam prakriknya kita

6

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

7

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

8

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

9

(8)

8 saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.”10

Berikutnya menurut Prof. R. Soekardono, S.H., memberikan rumusan bahwa merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.11

Dari hasil pemaparan beberapa ahli tersebut di atas, maka merek bisa dikatakan sebagai suatu tanda yang memiliki daya pembeda sehingga bisa dibedakan dengan barang-barang sejenisnya, baik yang dihasilkan dan diperdagangkan sendiri ataupun bersama-sama dan digunakan dalam keiatan perdagangan barang ataupun jasa.

Pengaturan merek di Indonesia pertama kali diatur melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 dan kemudian telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Setelah melakukan ratifikasi keanggotaanWTO pada tahun 1994, selanjutnya pengaturan merek dilakukan penyesuaian dengan TRIPs melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.12

Perlindungan merek bagi sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan sangatlah penting. Selain sebagai harta kekayaan yang dapat

10

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), h. 34. Lihat juga dalam Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Ed. Revisi (Cet. II; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 273.

11

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), h. 149. Lihat juga dalam Saidin, Aspek Hukum Hak, h. 268.

12

(9)

9 mendatangkan keuntungan bagi pengusaha (baca: pemilik merek), juga berfungsi sebagai alat untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen dari terjadinya suatu penipuan kualitas barang tertentu. Dan hal semacam inilah yang menimpa perusahaan Jepang yang mempunyai merek ternama, namun kemudian merek tersebut dipalsukan oleh perusahaan Indonesia. Konsumen juga akan merasa dirugikan jika merek yang selama ini mereka anggap memiliki kualitas, pada kenyataannya dipoduksi oleh pihak lain dengan kualitas yang lebih rendah. Hal semacam ini pula yang bisa berakibat menurunkan reputasi perusahaan yang bersangkutan atau yang dipalsukan barang dagangannya.

Ada beberapa prinsip yang terdapat di dalam Undang-Undang Merek. Berikut adalah uraian singkat mengenai prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang-Undang Merek, yaitu:13

a. Prinsip first to file (pendaftar pertama). Prinsip ini menjelaskan bahwa pendaftar pertama melalui pengajuan permohonan adalah pihak yang diakui sebagai pemegang merek.

b. Merek yang akan didaftarkan tidak boleh mengakibatkan timbulnya

kebingungan dan penyesatan (“cobfusion” atau “verwa rring”) dengan

suatu merek yang secara umum telah terkenal dan dimiliki oleh pihak ketiga.

c. Prinsip cepat dalam penyelesaian hukum perkara merek. Upaya hukum yang diajukan melalui pengadilan niaga, selanjutnya langsung dapat dilakukan upaya hukum kasasi, tidak ada upaya banding.

13

(10)

10 d. Perlindungan merek dapat diperpanjang, sepanjang diajukan permohonan

perpanjangan oleh pemilik merek.

e. Prinsip delik aduan. Pihak kepolisian akan melakukan tindakan apabila ada laporan pelanggaran merek oleh pemegang merek. Prinsip delik aduan ini masih menjadi perdebatan banyak pengusaha. Mereka mengharapkan adanya perubahan prinsip menjadi delik biasa dalam rancangan perubahan undang-undang merek ke depan, yang mana kepolisian dapat bertindak langsung tanpa perlu menunggu laporan dari masyarakat (IPR Working Group Meeting on “Laws and Regulation” 14 Februari 2012 di Hotel JW Marriot, Jakarta yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual).14

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Merek, pembagian merek tersebut ada dua, yaitu merek dagang dan merek jasa.15 Penjelasan tentang pembagian merek tersebut adalah sebagai berikut:16

a. Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakannya dengan barang-barang sejenis lainnya. Contoh dari merek dagang, yaitu Tupperware, Honda, McDonald, dan lain-lain.

b. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakannya dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

14

Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 73.

15

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

16

(11)

11 Contohnya adalah Bank Rakyat Indonesia, Handoyo, dan jenis-jensi pelayanan publik lainnya.

c. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan atau jasa sejenis lainnya. Misalnya seperti Melinda Collective Marks, merek ini digunakan oleh 5200 anggota dari 16 koperasi yang beroperasi di Valle di Non dan Valle di Sole, Italia.17

Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik.18 Kemudian merek juga tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

b. Tidak memiliki daya pembeda. c. Telah menjadi milik umum.

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.19

Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual apabila merek tersebut:

17

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 211. Lihat juga dalam Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 73. Lihat juga dalam WIPO Trademark, (tk: tp, 2006), h. 12-16.

18

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

19

(12)

12 a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis.

b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis.

c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.20

Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual apabila merek tersebut:

a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi

yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.21

Ketentuan lebih lanjut mengenai perdaftaran merek dan syarat-syarat serta langkah-langkah pendaftarannya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15

20

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

21

(13)

13 Tahun 2001 tentang Merek. Begitu juga jika terjadi sengketa terkait merek, langkah-langkah penyelesaiannya juga tercantum dalam undang-undang tersebut.

Jepang yang merasakan trauma berkepanjangan karena pemalsuan merek yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia akhirnya mengajukan kasasi, namun gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan merek tersebut hanya didaftarkan di tiga negara selain Jepang. Begitu juga dengan pemalsuan terkait merek dagang milik Jepang, yaitu Honda. Jepang melakukan beberapa pendekatan kepada Indonesia. Dengan harapan agar hukum hak kekayaan intelektual Indonesia semakin kuat dan mampu melindungi perusahaan-perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.

Terkait langkah yang ditempuh Jepang untuk melindungi perusahaan-perusahaannya yang berada di Indonesia, mereka memberikan bantuan berupa asistensi terhadap Indonesia mengenai Hukum Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh Indonesia. Asisten dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai kegiatan mengasisteni atau membantu seseorang dalam tugas profesionalnya. Dalam nal ini, Jepang memberikan bantuan kepada Indonesia terkait perlindungan hak kekayaan intelektual bagi perusahaan-perusahaan asing di Indonesis, khusunya adalah perusahaan Jepang. Jepang akan membantu para hakim dan praktisi-praktisi hukum Indonesia untuk lebih mendalami kompetensi mereka terkait dengan hak kekayaan intelektual Indonesia.

(14)

14 Sebuah sumber yang dikutip Yomiuri Shimbun menyebutkan Departemen Kehakimam akan segera mengirimkan sejumlah hakim dan para praktisi hukum ke Indonesia untuk memberikan asistensi terkait dengan penguatan hukum hak atas kekayaan intelektual. Hakim-hakim dan para praktisi hukum tersebut akan berada di Indonesia selama lima tahun dimulai tahun fiskal ini. Seperti yang diberitkan Japan News pada Sabtu, 24 Oktober 2015.

Ini merupakan kali pertama Departemen Kehakiman menawarkan bantuan asistensi perlindungan kekayaan intelektual ke negara-negara lain. Asistensi yang diberikan kepada pemerintah Indonesia, antara lain:

a. Improvisasi sistem hukum dan regulasi terkait dengan hak paten dan merek dagang lainnya. Improvisasi dalam hal ini yaitu melakukan suatu pengembangan dari bahan yang sudah ada. Jadi, pengembangan dilakukan pada sistem hukum dan regulasi yang sudah ada. Ada wacana tentang revisi Undang-Undang Merek. Rancangan Undang-Undang tersebut bahkan sudah diajukan ke DPR. Departemen Kehakiman Jepang memberikan bantuan improvisasi sistem hukum hak kekayaan intelektual Indonesia dan regulasi terkait, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

(15)

15 cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah terkait produk-produk bajakan yang sudah semakin merajalela di Indonesia.

Jepang berkepentingan dengan produk hukum hak kekayaan intelektual Indonesia untuk melindungi perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di Indonesia. Jepang tidak menginginkan perusahaannya kembali terkena dampak pemalsuan barang yang sangat merugikan pihaknya. Oleh sebab itu, Jepang berusaha untuk memperkuat hukum hak kekayaan intelektual Indonesia dengan cara memberikan bantuan asistensi hukum terkait dengan hak kekayaan intelektual. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, Indonesia merupakan potensi bisnis bagi perusahaan-perusahaan Jepang. Inilah alasan pemerintah Jepang ingin membantu Indonesia memperkuat hukum hak kekayaan intelektual agar perusahaan-perusahaan Jepang terlindung dari aksi pemalsuan merek. Seorang pejabat senior di Departemen Kehakiman Jepang menyatakan, perlindungan kekayaan intelektual itu sangat penting bagi keberlangsungan suatu bisnis.22

Ketika sistem hukum di suatu negara ditingkatkan, maka akan lebih mudah untuk masuknya investasi asing yang bermanfaat bagi kedua negara yang bersangkutan. Investor asing akan mudah percaya karena sistem hukum dan regulasi yang ditawarkan pun memberikan kepastian hukum yang maksimal. Ini juga akan berdampak dalam sektor pembangunan ekonomi suatu negara berkembang termasuk Indonesia.

22

Referensi dari koran online Japan News dalam Setiawan Adiwijaya, "Proteksi Perusahaannya, Jepang Asistensi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia",

(16)

16

KESIMPULAN

Perlindungan hak merek bagi perusahaan Jepang di Indonesi masih belum optimal. Begitu juga dengan perlindungan hak kekayaan intelektual yang lainnya bagi perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Meski sudah ada sistem hukum dan regulasi yang mengaturnya, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, namun tetap saja masih belum bisa melindungi keberadaan perusahaan-perusahaan asing, khususnya Jepang. Perusahaan Jepang beberapa kali terkena dampak dari pemalsuan barang yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia. Perusahaan Indonesia tersebut memalsukan produk dari perusahaan Jepang yang merugikan pihak Jepang dan juga para konsumen.

(17)

17 hukum hak kekayaan intelektual untuk menjamin perlindungan hukum bagi seluruh perusahaan asing di Indonesia, khususnya perusahaan Jepang yang beberapa kali telah terkena pemalsuan merek dagang oleh perusahaan Indonesia. Semakin baik sistem hukum hak kekayaan intelektual suatu bangsa, semakin diakui pula bahwa bangsa tersebut bermartabat tinggi.

Daftar Pustaka

Buku

Gautama, Sudargo. Hukum Merek Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989.

Hidayah, Khoirul. Hukum HKI (Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia): Kajian

Undang-Undang dan Integrasi Islam. Malang: UIN-MALIKI Press, 2013.

Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Ed. Revisi. Cet. II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.

Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia. Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat, 1983.

Utomo, Tomi Suryo. Hak Kekayaan Intelektual di Era Globalisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

Media Online

Setiawan Adiwijaya, "Proteksi Perusahaannya, Jepang Asistensi Hukum Kekayaan

Intelektual Indonesia",

(18)

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/26/090712958/proteksi-perusahaannya-18 jepang-asistensi-hukum-kekayaan-intelektual-indonesia, diakses tanggal 7 Desember

2015.

Agung Sasongko, "Pemerintah Upayakan Pembayaran Paten Lebih Mudah",

http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/06/12/n71vwa-pemerintah-upayakan-pembayaran-paten-lebih-mudah, diakses tanggal 8 Desember

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah produk makanan yang dikemas dengan menggunakan kemasan kaleng dapat terkontaminasi oleh bahan kemasan

Maka, bila ditinjau dari sisi penderma, waktu terbaik untuk memberikan dana adalah pada saat penderma sedang berlatih me- ditasi vipassanā dan secara otomatis hal

Sedangkan, Sistem pakar (expert system) secara umum adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer dengan bantuan bahasa pemograman tertentu

Gambar 4 menunjukkan bahwa tidak adanya fase amorf dalam polikristal ZrN/Ni menyebabkan konstanta kisi mengecil jika sampel dianil pada temperatur di atas 300 o C. Hal

Dengan penanaman Al- Qur’an sejak dini maka diharapkan akan mendapatkan nilai keimanan dari Al- Qur’an sampai anak tersebut menjadi dewasa. Dengan adanya tujuan yang harus

Tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 20 peserta didik yang menjadi sampel dalam penelitian ini, terdapat 2 peserta didik atau 10% yang memilih selalu mengulangi

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayahNya skripsi dengan judul “Pengembangan BUDO AKTIF “Buku Dongeng Interaktif” Materi Nasionalisme Pada Tema 8 Subtema

Pola serapan hara daun tanaman kedelai yang dibudidayakan di lahan rawa pasang surut dengan BJA berbeda berbeda dengan penelitian Ghulamahdi (1999) di lahan non-pasang surut,