• Tidak ada hasil yang ditemukan

hubungan pusat dan daerah. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "hubungan pusat dan daerah. docx"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat-Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Repulik Indonesia dalam rangka menjalankan

Otonomi Seluas-luasnya menurut UUD 1945 Oleh:

Abdul Rauf Alauddin Said 14/371881/PHK/08233

PENDAHULUAN

1. Latar belakang.

Sebagai suatu bangsa, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau yang kurang lebih dipersatukan oleh ikatan penjajahan Belanda, yang dihuni oleh berbagai suku bangsa yang berbeda-beda, dengan berbagai kepercayaan dan agama serta hukum adat.1 Konsep-konsep seperti kehendak untuk bersatu atau sebuah negara indonesia sama sekali tidak dikenal di kepulauan ini pada abad-abad yang lalu. Penjajahan oleh Belanda lah yang menimbulkan perasaan nasional, yang semakin tumbuh dengan pergerakan nasional untuk bebas dari penjajahan sehingga terbentuklah menjadi negara Indonesia. Negara sebagai wadah bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan bangsanya, dalam prosesnya dikenal dengan istilah pemerintah, adapun peran pemerintah adalah sebagai ujung tombak dari pada jalannya sebuah roda organisasi kedaulatan yang disebut negara tersebut, untuk mencapai tujuannya pemerintah yang baik menjadi faktor yang sangat menentukan untuk mencapai tujuan tersebut. Istilah “Pemerintahan” dan “Pemerintah” bisa diberi arti secara sempit (meliputi bidang eksekutif) dan dapat diberi secara luas (meliputi semua kekuasaan di dalam negara).

Sondang P. Siagian mengemukakan adanya tiga bentuk negara yang memberikan peranan dan fungsi yang berbeda bagi pemerintah,2 yaitu:

1) bentuk political state (semua kekuasaan dipegang oleh raja sebagai pemerintah), 2) bentuk Legal state (pemerintah hanya sebagai pelaksana peraturan)

3) bentuk Welfare state (tugas pemerintah diperluas untuk menjamin kesejahteraan umum) dengan discretionary power dan freies Ermessen.

1 Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia, PT Intermasa, jakarta, 1995. Hlm. 267.

(2)

Di Negara Kesatuan Republik Indonesia kita mengenal sistem pemerintahan, yang dimana sistem pemerintahannya terdiri dari Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. Jelas diamanatkan Dalam UUD NRI 1945 pasal 18 mengenai Pemerintah Daerah.3 Pada dasarnya Negara Kesatuan hanya mengenal satu sistem pemerintah, yaitu Pemerintah Pusat. Menurut C.F. Strong,4 hakikat negara kesatuan adalah negara yang kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan kata lain, negara yang kekuasaan pemerintah pusatnya tak terbatas karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembuat undang-undang selain badan pembuat undang-undang pusat. Dimana secara gamblang dapat diterjemahkan bahwasanya seluruh urusan negara hanya dilaksanakan oleh satu pemerintahan saja atau dengan kata lain ketidakberadaan Pemerintahan Daerah. Selain itu menurut C.F. Strong Ada dua sifat penting Negara Kesatuan,5 yaitu : (1) Supremasi Parlemen Pusat, dan (2) tidak adanya badan berdaulat tambahan. Lahirnya bentuk pemerintahan pusat-daerah di negara Kesatuan Republik Indonesia secara filosofis dikarenakan: pertama, wilayah negara yang terlalu luas, sehingga sangat tidak memungkinkan adanya kontrol yang baik, pelayanan pemerintah dan lain-lain secara merata keseluruh wilayah negara. Kedua, cita-cita kesejahteraan terhadap seluruh rakyat secara demokratis sangat susah untuk dicapai.6

Dalam ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD NRI 1945 setelah amandemen terhadap pasal 18, 18A, dan 18B.7 Dalam pasal 18A disebutkan secara jelas tentang hubungan wewenang dan keuangan antara pusat dan daerah, adalah sebagai berikut:

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota, atau antara propinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah;

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

sehingga dapat dipahami dan diketahui dengan cara dan proses bagaimanakah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah itu dilaksanakan, meskipun tidak dijelaskan lebih detail mengenai kedua hubungan tersebut. Akan tetapi berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa secara

3 UUD NRI tahun 1945.

4 C.F. Strong, konstitusi-konstitusi Politik Modern, Nusa Media, bandung, 2014. Hlm. 111.

5Ibid,....

6 Kuliah “Hubungan pusat Daerah” tanggal 8 Mei 2015.

(3)

garis besar hubungan antara Pusat dan Daerah, baik yang menyangkut hubungan kewenangan maupun keuangan harus dilaksanakan secara adil, selaras dan memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah serat harus diatur dengan undang-undang.8 Selain itu, kita dapat mengetahui secara pasti bahwa wilayah negara Republik Indonesia akan dibagi dalam bentuk wilayah besar dan wilayah kecil, yang dalam implementasinya, yang dimaksud dengan wilayah besar adalah Provinsi dan wilayh kecil adalah Kabupaten/Kota dan satuan wilayah lainnya yang bersifat khusus dan istimewa.

Negara kesatuan merupakan landasan batas terhadap pengentian otonom. Berdasarkan landasan batas tersebut dikembangkanlah berbagai peraturan (rules)

yang mengatur mekanisme yang akan menjelmakan keseimbangan antara tuntutan kesatuan dan tuntutan otonomi. Di sini pulalah letak kemungkinan spanning yang timbul dari kondisi tarik menarik antara kedua kecenderungan tersebut.9 Oleh karena itu berdasarkan latar belakang yang telah saya paparkan di atas maka sangat menarik untuk di kaji, di bawah ini dapat ditarik sebuah rumusan masalah.

2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam tentang bagaimanakah konsep hubungan kewenangan yang cocok untuk negara kesatuan berdasarkan Otonomi yang seluas-luasnya menurut UUD NRI 1945 ?

PEMBAHASAN

1. Kewenangan Menurut Undang-Undang

8 Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2006, Hlm. 4.

(4)

Dengan adanya Undang-Undang Dasar, maka Negara Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum, sehingga tidak berdasar atas kekuasaan semata. Pemerintah yang berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute. Dengan demikian maka kebijaksanaan pemerintah pusat untuk menyerahkan sebagian urusan-urusannya untuk menjadi kewenangan daerah, diserahkan melalui peraturan perundang-undangan.10

Salah satu bentuk dari kekuasaan adalah kewenangan. Namun, keduanya memiliki perbedaan pada dimensi keabsahan (legitimasi). Jika kekuasaan tidak selalu harus diikuti oleh legitimasi atau keabsahan, maka kewenangan adalah kekuasaan yang harus memiliki keabsahan (legitimate power).11 Artinya,

kewenangan merupakan kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak selalu berupa kewenangan. Apabila kekuasaan politik dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik maka kewenangan merupakan hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik. Sedangkan yang dimaksud dengan urusan adalah segala aktivitas yang dapat dilaksanakan sebagai hasil dari kewenangan yang ada. Manifestasi dari kewenangan adalah adanya hak untuk menjalankan aktivitas-aktivitas. Dengan demikian, urusan baru bisa diberikan ketika seseorang atau sekelompok orang atau sebuah institusi telah diberikan kewenangan sebelumnya.12

2. Mengenai Otonomi

Persoalan Otonomi bukanlah persoalan hukum dan pemerintahan saja, akan tetapi ia menyangkut juga aspek sosial, politik, budaya, ekonomi, dan lain sebagainnya. Sehingga persoalan tersebut tidak mungkin dikaji secara monodisipliner akan tetapi harus secara multi atau interdisipliner.13 Selain itu pengertian terhadap otonomi adalah merupakan suatu konsep yang dinamis yang senantiasa mengikuti dan mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Titik berat otonomi daerah pada dasarnya terletak pada percepatan pembangunan dan pelayanan-pelayanan langsung terhadap masyarakat sehingga tercipta masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat UUD NRI 1945 alinea ke IV.

10 Riwu Kaho, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Di Indonesia, PolGov Fisipol UGM, Yogyakarta, 2012. Hlm. 29.

11 Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1992, Hlm. 57.

12Ibid,.

(5)

Dalam kepustakaan dikenal dua bentuk otonom yaitu otonomi terbatas dan otonomi luas14. Menurut Bagir Manan suatu otonomi dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila, Pertama; urusan-urusan rumah tangga daerah ditentutak secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula,

Kedua; apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, Ketiga; sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah. Sedangkan otonomi luas biasa bertolak dari prinsip semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagi urusan pemerintah pusat.15

3. Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka Otonomi Seluas-luasnya

Hubungan Pusat dan Daerah merupakan sesuatu yang banyak diperbincangkan, karena masalah tersebut dalam praktiknya sering menimbulkan upaya tarik menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan.16 Hubungan Pusat dan daerah terjadi sebagai akibat adanya pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan atau pemancaran kekuasaan ke dalam satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil yang dalam praktiknya dapat diwujudkan dalam berbagai macam bentuk. Masalah hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam rangka otonomi yang seluas-luasnya sebenarnya adalah pembicaraan mengenai isi rumah tangga daerah yang dalam perspektif hukum pemerintahan daerah lazim dinamakan urusan rumah tangga daerah (huishounding).17

Model pemerintahan pusat dan pemerintah daerah mengutip pendapat Clarke dan Stewart dalam buku yang berjudul Pengawaan Pusat terhadap Daerah oleh Ni’matul Huda, dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:18pertama, The Realtive

Authonomy Model, memberikan kebebasan yang relatif besar kepada pemerintah daerah dengan tetap menghormati eksistensi pemerintah pusat. Penekanannya adalah pada pemberian kebebasan bertindak bagi pemerintah daerah dalam kerangka kekuasaan/tugas dan tanggung jawab yang telah dirumuskan oleh peraturan perundang-undangan.

14 Bagir Manan, Menyongsong fajar Otonomi Daerah, PSH fakultas hukum UII, Yogyakarta, 2001. Hlm. 87.

15Ibid,...Hlm. 37.

16 Muhammad Fauzan, Op.Cit...Hlm. 76.

17Ibid....Hlm. 85.

(6)

Kedua, The Agency Model, model dimana pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannya terlihat lebih sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintah pusatnya. Karena pada model ini berbagai mekanisme kontrol sangat menonjol. Pada model ini pendapatan asli daerah bukanlah hal yang penting dalam sistem keuangan daerahnya didominasi oleh bantuan dari pemerintah pusat.

Ketiga, The Interaction Model, merupakan suatu bentuk model dimana keberadaan dan peran pemerintah daerah ditentukan oleh interaksi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, model yang pertama mempunyai konsekuensi yang lebih baik untuk menciptakan suatu pola hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, karena disatu sisi pemerintah pusat masih dalam posisi untuk melakukan pengawasan sekalipun terbatas atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, sementara di pihak lain pemerintahan daerah diberikan keleluasaan atau kemandirian menjalankan fungsinya sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang.19

Berbeda dengan model yang kedua, karena dalam The Agency Model

kewenangan pemerintah daerah hanya terbatas sebagai agen atau perwakilan dari pemerintah pusat atas semua kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah pusat, dan secara otomati kontrol oleh pemerintah pusat terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut sangatlah ketat, dan pemerintah daerah selalu dalam posisi yang hanya sebagai pelaksana kebijakan di lapangan.20 Dan keren itu pula membaut pemerintah daerah tidak mempunyai peluang untuk melakukan kreativitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Sedangkan model yang terakhir yaitu The Interaction Model dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan tarik-menarik (spanning) antara kedua satuan pemerintahan tersebut.21 Sehingga dalam model ini tidak menutup kemungkinan melahirkan potensi terjadinya perebutan kewenangan atas suatu urusan pemerintahan, sebab kedudukan keduanya dalam posisi dapat saling

mempengaruhi .

Dalam organisasi yang besar dan dianut paham demokrasi, sentralisasi, dan dekonsentrasi, diselenggarakan pula asas desentralisasi. Dengan desentralisasi, terjadi pembentukan dan implementasi kebijakan yang tersebar di berbagai jenjang pemerintahan substansional. Asas ini berfungsi untuk

19 Muhammad Fauzan, Op.Cit...Hlm. 84.

(7)

menciptakan keanekaragaman dalam penyelenggaran pemerintahan, sesuai dengan kondisi dan potensi masyarakat. Dengan perkataan lain, bahwa hadirnya desentralisasi tidak lebih untuk mengakomodasi keanekaragaman masyarakat, sehingga terwujud variasi struktur dan politik untuk menyalurkan aspirasi masyarakat setempat.22 Dianutnya asas desentralisasi dalam organisasi negara tidak berarti ditinggalkannya asas sentralisasi, karena kedua asas tersebut tidak bersifat dikotomis, melainkan kontinum. Pada prinsipnya, tidaklah mungkin diselenggarakan desentralisasi tanpa sentralisasi. Sebab desentralisasi tanpa sentralisasi akan menghadirkan disintegrasi. Oleh karena itu otonomi daerah yang pada hakekatnya mengandung kebebasan dan keleluasaan berprakarsa, memerlukan bimbingan dan pengawasan pemerintah, sehingga tidak menjelma menjadi kedaulatan. Otonomi daerah dan daerah otonom adalah ciptaan pemerintah. Walaupun demikian, hubungan antara daerah otonom dan pemerintah adalah hubungan antarorganisasi dan bersifat resiprokal.23

Sejalan dengan hal tersebut, Bagir Manan menyatakan, bahwa hubungan kewenangan antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. 24 penggunaan terminologi “rumah tangga daerah” merupakan suatu hal yang sangat penting, hal ini untuk menunjukkan adanya kemandirian dan keleluasaan daerah mengatur dan mengurus sendiri kepentingan daerahnya.25 Otonomi yang luas biasanya bertolak dari prinsip bahwasanya semua urusan pemerintahan menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Dalam negara modern, lebih-lebih ketika dikaitkan dengan paham negara kesejahteraan, urusan pemerintah tidak dapat dikenali jumlahnya.26

Sistem rumah tangga daerah adalah tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas, dan tanggung jawab mengatur dan mengurus urusan pmerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu penjelmaan pembagian tersebut, yaitu daerah-daerah akan memiliki sejumlah urusan pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan ataupun yang diberikan sebagai urusan rumah tangga daerah.27

Berdasarkan pengertian di atas, Menurut Bagir Manan terdapat beberapa sistem rumah tangga derah, yaitu sistem rumah tangga formal, sistem rumah

22 Ni’matul Huda, Pengawasan...Op.Cit. Hlm. 16

23Ibid,.

24 Bagir Manan, Menyongsong..., Loc.Cit. Hlm. 37.

25 Muhammad Fauzan, Op. Cit. Hlm. 87

26 Bagir Manan, Menyongsong..., Loc.Cit. Hlm. 37.

(8)

tangga material, dan sistem rumah tangga nyata atau riil.28 Selain tiga sistem rumah tangga daerah sebagaimana disebutkan oleh Bagir Manan, menurut Josef Riwu Kaho ada juga sistem rumah tangga sisa (residu) dan sistem rumah tangga nyata, dinamis, dan bertanggungjawab.29

Sebagai suatu fungsi pemerintahan, “urusan rumah tangga daerah” tidak hanya mengenai kepentingan masyarakat (public belang) melainkan juga kepentingan individu (individueel belang) dan kepentingan pemerintah itu sendiri, seperti susunan organisasi, pembagian tugas di antara lingkungan jabatan atau jabatan pemerintahan dan lain sebagainya.30

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa urusan rumah tangga meliputi kepentingan individu, penguasa, dan masyarakat. Dan salah satu tugasnya adalah memadukan antara ketiga kepentingan tersebut, dalam implementasinya atau dalam pemenuhannya supaya tidak terdapat kesenjangan antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya. Artinya antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan penguasa atau pemerintah harus senantiasa selaras, seimbang, dan saling melengkapi.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah saya paparkan di atas, maka saya berkesimpulan bahwasanya konsep hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam negara kesatuan republik indonesia dalam rangka otonomi

28 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945, Sinar Harapan, Jakarta, 1994, Hlm. 26

29 Riwu Kaho, Analisis Hubungan, Op. Cit, Hlm. 19-27.

(9)

yang seluas-luasnya berdasarkan UUD NRI 1945. Bahwa, Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasar sistem konstitusi maka dalam setiap tindakan hukum mengenai konsep hubungan kewenangan antara pusat dan daerah harus dibangun melalui peraturan perundang-undangan, sehingga kewenangan yang merupakan salah satu bentuk kekuasaan memiliki legitimasi (keabsahan), yang nantinya terhadap hubungan kewenangan tersebut memiliki

legitimate power.

(10)

masyarakat (public belang) melainkan juga kepentingan individu (individueel belang) dan kepentingan pemerintah itu sendiri.

(11)

Adnan Buyung Nasution, 1995, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia, PT Intermasa, jakarta.

Abdurrahman, Beberapa pemikiran tentang Otonomi Daerah, PT. Melton Putra, jakarta, 1987.

Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945,

Sinar Harapan, Jakarta.

Bagir Manan, 2001, Menyongsong fajar Otonomi Daerah, PSH fakultas hukum UII, Yogyakarta.

C.F. Strong, 2014, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Nusa Media, bandung.

Muhammad Fauzan, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah, UII Press, Yogyakarta.

Ni’matul Huda, 2007, “Pengawasan Pusat terhadap daerah”, FH UII Press, Yogyakarta.

Ramlan Subakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta.

Riwu Kaho, 2012, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Di Indonesia, PolGov Fisipol UGM, Yogyakarta.

Sondang P. Siagian, “Administrasi Pembangunan”, PT. Gunung Agung, Jakarta,

UUD NRI 1945

Referensi

Dokumen terkait

Efek menyusut pada PEDOT:PSS yang diiringi dengan memendeknya substrat ketika diberi suhu yang lebih tinggi menyebabkan panjang l yang terukur sangat kecil dan tidak

Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif maka penelitian ini akan menggunakan perhitungan secara matematik yang sudah disederhanakan menggunakan aplikasi minitab

DePorter dan Hernacki (2002) menyatakan bahwa gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari bagaimana cara menyerap informasi dengan mudah dan mengatur,

18 HERMAWAN ADI SUSANTO KLATEN, 5 JUNI 1993 24 L WIRASWASTA TEBON CILIK RT 01 RW 01 KRAJAN KALIKOTES. 19 JUMARDI KLATEN, 1 AGUSTUS 1963 54 L WIRASWASTA SAWO RT 02 RW 03 JIMBUNG

Namun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang USU Medan dapat meyakinkan calon nasabah karena penerapan prinsip Mengenal Nasabah membawa dampak positif yang sangat

Tujuan kegiatan pengabdian yang diikuti oleh para guru-guru yang tergabung dalam MGMP Bahasa Jawa SMP ini adalah untuk: (1) meningkatkan kecakapan dalam bidang

Dari gambar 22 terlihat bahwa tanah dengan kondisi tanpa akar memiiki nilai sudut geser dalam yang rendah yaitu 37,95 o , tapi tanah yang mengandung akar tanaman nilai sudut

PerubahanStrukturSosialEkonomidariEkonomiPertanisankeEkonomiIndustr ipadaMasyarakatDesaKubangwunguKecamatanKetangguganKabupatenBr ebesTahun 1969-2010 .Jurnal: Journal of