• Tidak ada hasil yang ditemukan

JANJI SEBATANG ROKOK SEJATI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JANJI SEBATANG ROKOK SEJATI (1)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

JANJI SEBATANG ROKOK SEJATI

Pengalaman adalah guru yang sejati. Sejatinya selalu menemani memori-memori kita. Sejatinya membuat membuat seseorang menjadi sukses. Sejatinya membuah seseorang untuk berharap dirinya pikun. Sejatinya sehingga membuatku hanya mampu terduduk meneliti setiap inci hamparan rerumputan luas di depanku. Sejatinya, membuatku tidak tau harus menangis, atau tertawa dengan bangganya. Sejatinya bagaikan pukulan-pukulan semu yang menulusuri rongga-rongga Qalbuku ini.

“Akh… Bapak tahu apa dengan dunia?. Wajar jika Bapak tidak tahu, karena bapak berasal di jaman purba. Ini hanya sebuah rokok, semua teman-temanku mengisapnya. Hanya banci di sekolahku yang tidak tahu, dan mungkin bapakku juga banci.” Kesal Rahmad, ketika kakaknya melarangnya mengisap rokok.

Rahmad pergi begitu saja setelah meluapkan kekesalannya. Dulu saat memberi nama itu untuknya aku berharap dia hadir membawa rahmad di keluargaku. Tapi ternyata nama hanya sebuah nama. Hati ini selalu pilu setiap kali mendengar setiap kata yang mengalir darinya. Bukan karena kata-kata itu. Tapi Karena lukaku sendiri. Siapa aku dulu, dan seperti apa aku dulu.

“Doni, Lihatlah Bapak membuat kamu tongkat baru.” Kata Bapak yang menghampiriku di beranda belakang dengan dengan wajah cerianya. Tampak butiran-butiran keringat di wajahnya. Ku perhatikan tongkat yang dia bawah, yang dia buat dengan penuh cinta. Beliau membuat aku bepikir kalau betapa bodohnya beliau. Apa lagi yang dia harapkan dariku, aku anak yang tak berguna. Tiada satupun yang dapat beliau banggakan dariku, aku bahkan tidak pernah bermimpi untuk berjalan normal lagi. “Maaf bapak belum bisa membelikanmu yang baru.”

Ku lihat wajah ibanya pada anaknya ini. Aku tahu betul ekonomi keluargaku. “Tidak mengapa pak, ini sudah cukup. Yang pentingkan Doni bisa berjalan.” Ku sambut tongkat baruku dengan senyum. Melihatku menerima dengan senang guratan keriput di wajahnya mulai berkurang. Aku mencoba berdiri dengan tongkat itu.

Bapak manatap dengan miris saat aku mencoba berdiri “Palan-pelan saja anakku.”

“Biar Femi bantu ya kak.” Kata Femi datang bersama Mia, ibu dan Nenek

“Mia juga.” Mia berjalan mendahului Femi

Bruuuuk

“A…a…a…a.a..” Jeritku kesakitan, aku terjatuh sebelum Femi dan Mia sempat membantuku. Bapak membantuku berdiri. Sedang yang lain hanya menatapku dengan Iba. Betapa buruknya diriku saat ini padahal waktu yang silam aku adalah pria terkeren. Kenapa tidak, sejak menduduki bangku SD kelas 5 aku sudah mengenggam rokok. Itulah masa-masa kejayaanku.

(2)

“Iya.” Tidak mau mengecewakan beliau yang kesekian kalinya, aku turuti saja keinginannya itu. Dan aku cukup berhasil untuk semua permulaan. Semuanya tampak senang, mereka menemukan sebuah harapan di gerak-gerak pelanku. Membuat aku percaya akan diriku sendiri dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi karena akibatnya aku yang rasakan sendiri.

Sekian lama ku lenyapkan diriku dari bangku sekolah, akhirnya aku memutuskan kembali ke sekolah. Walau masih menggunakan tongkat. Aku bertekad untuk merubah diriku. Pagi-pagi dengan Ojek, yang masih tetanggaku sendiri. Dengan semangat yang baru aku melangkah masuk ke gerbang sekolah, tak peduli jika semua menatapku dengan iba atau mungkin tanda Tanya. Tiba di kelas aku siap untuk menerima materi, jika jam istirahat tiba aku tidak perlu ke kantin. Sebab ibu menyediakan bekal untukku. Teringat masa SD ku saat Ibu dengan penuh cinta membuat bekal untukku, dan itu masih beliau lakukan sampai sekarang.

6 bulan kemudian aku sudah bisa berjalan tanpa menggunakan tongkat, walau agak pincang. “Man jadda wa jadda.” Siapa besungguh-sungguh memang akan sukses. Aku sukses menghilangkan perbedaan dengan teman-teman yang lain, walau tidak aku pungkiri kalau aku masih pincang. Kini aku sudah berada di bangku SMP kelas VII, dengan suasana yang baru. Aku tidak membawa bekal lagi, karena bapak mau memberi sedikit keringatnya untuk mengisi kantongku, yang cukup untuk membeli roti dan minuman di kantin.

“Hei Doni, apa kabar? lama kita tidak berjumpa. Ternyata kita di SMP yang sama juga.” Sapa seorang kawan lamaku, melihat wajahnya tercermin semua masa laluku. Dengan senyum ku balas, aku rasa dia tahu sendiri keadaanku sekarang. Dia memperhatikan roti yang ku pegang. “Gimana rasanya?”

Pertanyaanya membuatku bingung “Roti ini?” tanyaku memastikan arah pertanyaanya itu “Nikmat.” Jawabku yakin, dan tidak tahu arah pertanyaanya itu. Masa dia belum pernah merasakan roti ini, bohong jika dia tidak punya uang untuk membelinya.

Ku lihat tangannya masuk ke sakunya, mungkin terpengaruh dengan jawabanku dan ingin membelinya “Lebih enak mana dengan ini.” Sebatang rokok kini berada di depanku. Ku perhatikan keadaan sekeliling berharap tidak ada yang memperhatikan kita.

“Sebaiknya kamu ambil kembali rokok itu, aku sudah lama tidak merokok lagi.” Tolak diriku “lagi pula ini sekolah, kamu tidak takut di hukum oleh guru.” Kataku dan berdiri meninggalkannya. Aku tidak ingin terpengaruh lagi sebab bekas dulu masih tersisah sampai sekarang, kaki ini korbannya. Korban karena pergaulanku yang dulu.

Sepulang sekolah kawanku itu sudah menungguku di gerbang. Apa lagi yang dia inginkan dariku “Hei kawan, sudah mau pulang?” Tanya dia “Mampirlah sebentar, tidak serulah kalau pria berkurung diri di rumah, kamu bukan bancikan? ” katanya, membuatku bagai hipnotis. Kuturuti dirinya.

(3)

mengambil langkah, seharusnya aku pulang ke rumah, dan berkumpul bersama Femi dan Mia serta lainnya. Karena saat tanganku menggenggam sebatang rokok kembali, tentu temanku yang lain aku berpura-pura memintanya dan yang lainnya malah menawarkan pemantik. Merasa memiliki sebatang itu dan tidak mau direbut yang lain tentu aku akan mengkonsumsinya. Dan tentu itu sebuah nikmat yang tiada tara, walau awalnya aku harus batuk-batuk dan di tertawakan yang lain.

“Rokok itu bukan barang haram di dunia ini, jadi jangan kamu hindari kawanku.” Kata kawanku itu yang mengenalkan dirinya sebagai kawan. Ya kawan. “merekok itu kewajiban setiap pria, kenikmatan setiap pria. Seperti halnya wanita yang menikmati fesion dan shopping.” Sambungnya “yang jadi kejaran polisi itu Narkotika bukan rokok. Kita malah membantu pendapatan Negara.” Celotehnya makin panjang dan makin hari makin membuatku yakin kalau merokok di usiaku itu di perbolehkan.

Sejak saat itu pergaulanku makin bebas, bapak dan yang lainnya kembali miris melihat diriku. Walau aku tahu perbuatanku salah, tapi aku tidak dapat menghentikannya. Aku memang malu di hadapan keluargaku, tapi Malu-ku hilang saat kawan setiaku itu sudah menyodorkan sebatang rokok. Berkali-kali aku berjanji pada diriku, berkali-kali aku ingkari. Suatu hari temanku menawarkan aku ganja dan semacamnya, untuk yang satu itu aku bisa mengatasinya. Hatiku enggan untuk menggunakannya, walau berkali-kali hatiku betanya-tanya saat menggenggamnya. Ternyata sedikit bekas iman masih tersimpan di paling dasar hatiku.

Setelah lulus SMP Aku mencoba untuk berubah, entah ini yang ke berapa kalinya Aku bertekat untuk berubah. Aku ingin dapat berkerja dengan baik. Aku sadar kalau kakiku pincang, dan tidak banyak tempat bekerja yang membutuhkanku. Hingga akhirnya Aku tertarik dengan sebuah yayasan. Aku memutuskan masuk ke sebuah Yayasan yang berbasis ilmu pengetahuan dan Agama. Tapi lagi-lagi itu bukan sebuah jaminan untuk aku dapat berubah lebih baik, sebab walaupun cacat dirku bisa membentuk sebuah genk baru yang kita beri nama “The King Of Brother” terdiri dari aku sendiri Muhammad Romdani, dan kawan-kawanku Mamba Usul, Aji al-Bukhori, Ajun & Ilham Azizi. Dengan bangga aku berkelana di penjuru Yayasan itu dengan menyandang predikit pembuat onar.

Hidupku terus berjalan dengan janji-janji akan perubahan pada diriku. Hingga ku temukan seorang wanita Sholeha, aku berjanji berubah untuknya. Ternyata begitu banyak pria-pria terbaik yang menyaingiku untuk mendapatkan cintanya. Perjuanganku pasang surut untuk memperolah cintanya. Di tambah lagi bapaknya yang menganggap aku berandalan. Tapi akhirnya aku bisa memperlihatkan dirku yang terbaik kepada dia dan keluarganya di bandingkan pria lagi. Karena dia aku berubah.

(4)

“mas jagalah anak-anak kita, ijinkan aku membawa sebatang rokokmu itu untuk pergi bersamaku. Jadilah bapak dan ibu terbaik bagi mereka.” Pesannya di sela-sela nafas terakhirnya, air mataku tidak terbendung mendengar ucapannya itu. Air mataku mengalir dengan derasnya melihatnya yang terbujur kaku. Jika aku punya kesempatan untuk berjanji lagi aku ingin berjanji padanya, kalau tiada rokok lagi.

“Bapak…Bapak…” panggilan Rahmi menyadarkan aku dari lamunanku, aku hapus air mataku “Bapak menangis? Karena ulah Rahmad? Bapak tidak perlu pikirkan dia, dia akan mendapatkan karmanya. Kita doakan dia supaya sadar saja bapak.” Kata Rahmi, sekarang sudah beranjak dewasa, dia menuruni sifat ibunya yang baik hati. Sedangkan Rahmad mungkin menuruni sifatku, tapi aku tidak berharap dia akan sepertiku. “Kita masuk Bapak perlu minum obat, biar bapak cepat sembuh.” Lanjutnya mangajakku masuk.

Dengan langkah pelan aku dan Rahmi masuk, apa yang di harapkan dari aku lagi. Aku tidak butuh obat, sebab yang sakit itu hatiku. Yang aku inginkan agar Rahmad bisa menjadi pria terbaik tidak sepertiku. Aku sangat berharap tiada lagi yang seperti diriku.

*Sekian*

Referensi

Dokumen terkait

Time International, promosi jabatan yang terjadi di dalamnya, gambaran umum responden terhadap beban kerja yang ada di perusahaan tersebut dan analisis hasil

Dalam kehidupannnya anak dituntut untuk mampu hidup secara mandiri sekaligus memiliki karakter yang berbudi pekerti luhur. Dalam hal ini sudah barang tentu anak memiliki

 Membuat tabel sederhana hasil pengukuran berat dengan 3.3 Mengenal teks buku harian tentang kegiatan anggota keluarga dan dokumen milik keluarga dengan bantuan guru

Kegiatan ini meliputi sistem organisasi pemupukan, aplikasi pemupukan mulai dari penguntilan pupuk, pengangkutan dan pengeceran pupuk, ketepatan jenis dan dosis

Van De Vot menyatakan bahwa izin adalah apabila sikap batin si pembuat undang-undang terhadap perbuatan atau tingkah laku yang diatur dalam undang- undang itu sendiri

Penolakan grasi yang dilakukan presiden Joko Widodo merupakan sejarah baru dalam penegakan hukum atas tindak pidana narkoba pada tahun 2015, saat ini narkoba merupakan jenis

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami penurunan yang ekstrim pada tahun 2017, sehingga mendapatkan predikat CCC dengan skor sebesar 35,36 yang menunjukkan

$eperti yang sudah kita ketahui dari tin#auan pustaka, ru#ukan "ertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila