• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Head Injury docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Head Injury docx"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan Keperawatan Head Injury

A.Pengertian

Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).

Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).

B. Etiologi

Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

b. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Etiologi lainnya:

a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

c. Cedera akibat kekerasan.

C. Patofisiologi

Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.

(2)

Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.

Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.

Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.

Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.

Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 1990:226).

Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak (Price and Wilson, 1995:1010).

D. Manifestasi Klinik Berdasarkan anatomis

1. Gegar otak (comutio selebri)

a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit

c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah d. Kadang amnesia retrogard

2. Edema serebri

a. Pingsan lebih dari 10 menit b. Tidak ada kerusakan jaringan otak c. Nyeri kepala, vertigo, muntah 3. Memar otak (kontusio selebri)

(3)

b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)

d. Penekanan batang otak e. Penurunan kesadaran f. Edema jaringan otak g. Defisit neurologis h. Herniasi

4. Laserasi

a. Hematoma Epidural

“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):

1). kacau mental → koma

2). gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi 3). pupil isokhor → anisokhor

b. Hematoma subdural

1). Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.

2). Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura

3). Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan 4). Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)

5). perluasan massa lesi 6). peningkatan TIK

7). sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang 8). disfasia

c. Perdarahan sub arachnoid 1). Nyeri kepala hebat

2). Kaku kuduk

Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) 1. Cidera kepala Ringan (CKR)

a. GCS 13-15

b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit c. Tidak ada fraktur tengkorak

(4)

2. Cidera Kepala Sedang (CKS) a. GCS 9-12

b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam c. Dapat mengalami fraktur tengkorak

3. Cidera Kepala Berat (CKB) a. GCS 3-8

b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam

c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo, 1996:226)

F.Klasifikasi

Menurut Jenis CederaCedera Kepala terbuka

Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak

Cedera kepala tertutup

Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas

b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

- Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

- Tak ada fraktur tengkorak

- Tak ada contusio serebral (hematom)

- Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

- Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

Cedera kepala sedang

- GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

- Dapat mengalami fraktur tengkorak

- Amnesia pasca trauma

- Muntah

- Kejang

(5)

- GCS 3-8 (koma)

- Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

- Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

- Tanda neurologist fokal

- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

c. Menurut morfologi  Fraktur tengkorak

- Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup

- Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII

- Fokal: epidural, subdural, intraserebral

- Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus

d. Menurut patofisiologi  Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi : - Gegar kepala ringan

- Memar otak

- Laserasi

 Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : - Hipotensi sistemik

- Hipoksia

- Hiperkapnea

- Udema otak

- Komplikasi pernapasan

- Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

G. Komplikasi

1. Epilepsi Pasca Trauma

(6)

beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.

2. Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

3. Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.

4. Agnosis

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.

5. Amnesia

(7)

hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap.

Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia

yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff.

Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama.

Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut.

6. Fistel Karotis-kavernosus

Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan yang permanent.

7. Diabetes Insipidus

Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.

8. Kejang pasca trauma

Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan.

9. Kebocoran cairan serebrospinal

(8)

controversial. Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan indikasi untuk reparative.

10. Edema serebral dan herniasi

Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 Jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus & cairan otak bergeser. Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah / lateral dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES. Mekanisme kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.

11. Defisit Neurologis dan Psikologis

Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala hebat, Mual / muntah proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret

c. Mempertahankan sirkulasi stabil

d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital

e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus

(9)

a. Oksigenasi dan IVFD

b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema) Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya: 1). 5 mg/6 jam untuk hari I dan II

2). 5 mg/8 jam untuk hari III 3). 5 mg/12 jam untuk hari IV 4). 5 mg/24 jam untuk hari V

c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam d. Terapi anti perdarahan bila perlu

e. Terapi antibiotik untuk profilaksis f. Terapi antipeuretik bila demam g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang

h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari I. Pemeriksaan Diagnostik

1. X Ray tengkorak 2. CT Scan

3. Angiografi

4. Pemeriksaan neurologist

J. Asuhan Keperawatan CKS 1. Pengkajian

Data fokus yang perlu dikaji:

a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga. b. Pemeriksaan fisik

1). Keadaan umum

(10)

a). Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)

b). Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat)

c). Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas) d). Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi)

e). Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum, peristaltik, eliminasi)

f). Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi) g). Sistem reproduksi

h). Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k) c. Pola fungsi kesehatan

1). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan)

2). Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan kelemahan otot) 3). Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)

4). Pola eliminasi

5). Pola tidur dan istirahat 6). Pola kognitif dan perceptual 7). Persepsi diri dan konsep diri 8). Pola toleransi dan koping stress 9). Pola seksual dan reproduktif 10). Pola hubungan dan peran 11). Pola nilai dan keyakinan 2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai berikut:

1) Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau vena terputus.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.

3) Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang otak) 4) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi

(11)

6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan afektif.

7) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri.

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan afektif.

9) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.

10) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik. 11) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala

12) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.

13) PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di dalam otak.

3. Rencana Perawatan

No Diagnosa

Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi 1 Perfusi jaringan tak efektif

(spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karak-teristik:

1. Status sirkulasi

2. Perfusi jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai : 1. Status sirkulasi dengan indikator:

· Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan

· Tidak ada ortostatik hipotensi

· Tidak ada tanda tan-da PTIK

2. Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :

· Klien mampu

berko-Monitor Tekanan Intra Kranial

1. Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus / rangsangan

2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas

3. Monitor intake dan output 4. Pasang restrain, jika perlu 5. Monitor suhu dan angka kepala elevasi 30-40O dengan

(12)

munikasi dengan je-las dan sesuai ke-mampuan

· Klien menunjukkan perhatian, konsen-trasi, dan orientasi

· Klien mampu mem-proses informasi

· Klien mampu mem-buat keputusan de-ngan benar · Tingkat kesadaran klien membaik

9. Minimalkan stimulus dari lingkungan

10. Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk

meminimalkan peningkatan TIK

11. Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik

Monitoring Neurologis (2620) 1. Monitor ukuran,

kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil

2. Monitor tingkat kesadaran klien

3. Monitor tanda-tanda vital 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah 5. Monitor respon klien terhadap pengobatan

6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat

7. Observasi kondisi fisik klien

Terapi Oksigen (3320) 1. Bersihkan jalan nafas dari secret

2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif

3. Berikan oksigen sesuai instruksi

(13)

5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen

6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi

7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur

2 Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik, dengan batasan karakteristik: – Laporan nyeri ke-pala secara verbal atau non verbal

– Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil) (mata sayu, menye-ringai, dll)

NOC:

1. Nyeri terkontrol 2. Tingkat Nyeri 3. Tingkat kenyamanan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam, klien dapat :

1. Mengontrol nyeri, de-ngan indikator: gejala nyeri kepada tim kesehatan.

– Nyeri terkontrol

2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:

– Melaporkan nyeri – Frekuensi nyeri

Manajemen nyeri (1400) 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.

2. Observasi respon

ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.

3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat. 4. Gunakan strategi

komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan klien terhadap nyeri.

5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.

7. Sediakan lingkungan yang nyaman.

(14)

– Lamanya episode nyeri – Ekspresi nyeri; wa-jah – Perubahan respirasi rate – Perubahan tekanan darah

– Kehilangan nafsu makan

3. Tingkat kenyamanan, dengan indicator :

– Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi

9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.

10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.

11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.

Manajemen pengobatan (2380)

1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.

2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.

3. Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.

4. Monitor interaksi obat. 5. Ajarkan pada klien / keluarga cara mengatasi efek samping pengobatan.

6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat mempengaruhi gaya hidup klien.

Pengelolaan analgetik (2210) 1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi obat analgetik.

(15)

klien.

3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.

4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.

5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian

analgetik.

6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai.

7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek samping, misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.

8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yg diindikasikan. 9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum

pengobatan.

10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar

11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan

3 Defisit self care b.d de-ngan kelelahan, nyeri

NOC:

Perawatan diri :

(mandi, Makan Toiletting, berpakaian)

Setelah diberi motivasi

NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi dan toiletting

Aktifitas:

(16)

perawatan selama ….x24 jam, ps mengerti cara memenuhi ADL secara bertahap sesuai kemam-puan, dengan kriteria : · Mengerti secara seder-hana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian serta mau mencoba se-cara aman tanpa cemas

· Klien mau berpartisipasi dengan senang hati tanpa keluhan dalam memenuhi ADL

dan mudah dijangkau klien 2. Libatkan klien dan dampingi

3. Berikan bantuan selama klien masih mampu

mengerjakan sendiri NIC: ADL Berpakaian

Aktifitas:

1. Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawatan

2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah dijangkau

3. Bantu berpakaian yang sesuai

4. Jaga privcy klien

5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai

NIC: ADL Makan 1. Anjurkan duduk dan berdo’a bersama teman 2. Dampingi saat makan 3. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh 4. Beri rasa nyaman saat makan

4 PK: peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999) Batasan karakteristik : – Penurunan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :

· Kesadaran stabil (orien-asi baik)

1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK

§ Kaji respon membuka mata, respon motorik, dan verbal, (GCS)

§ Kaji perubahan tanda-tanda vital

(17)

kesadar-an (gelisah, disori-entasi)

– Perubahan motorik dan persepsi sensasi – Perubahan tanda vi-tal (TD meningkat, nadi kuat dan lambat) – Pupil melebar, re-pandangan kabur dan diplopia

· Pupil isokor, diameter 1mm · Reflek baik

· Tidak mual · Tidak muntah

§ Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental

2. Tinggikan kepala 30-40O

jika tidak ada kontra indikasi 3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut: § Masase karotis

§ Fleksi dan rotasi leher berlebihan

§ Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas, dan mengejan § Perubahan posisi yang cepat 4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi

5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-lunak faeces, jika perlu

6. Pertahankan lingkungan yang tenang

7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk, penghisapan,

pengubahan posisi, meman-dikan)

8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik

(18)

hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan 10. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum

penghisapan

11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur

12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:

13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)

14. Antikonvulsan (mencegah kejang)

15. Diuretik osmotik

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) SecondEdition. Mosby. Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. Mosby.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar alkaloida mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung substituen yang tidak terlalu

Praktisi Wing Chun dan Pendiri Jeet Kune Do (Intercepting Fist). Beliau adalah aktor sekaligus seniman bela diri yang berangkat dari hobi perkelahian jalanan bahkan dengan

Dalam perkara ini Terdakwa melanggar Pasal 372 KUHP dan diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun karena Terdakwa telah melakukan tindak pidana

Di Kabupaten Tabanan ditemukan 15 jenis dan sub jenis buah langka yaitu: buah belimbing wuluh, boni, buah es, genitu, duwet, rukem, leci, lempeni, markisa kuning, trijata,

Tehnik analisa data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu cara pembahasan dengan menggambarkan dan menguraikan secara jelas

Sejauh ini indeks keanekaragaman bakteri d i lahan gambut belum banyak dipelajari, akan tetapi nilai indeks keanekaragaman mikroba dari tanah mineral dan perairan telah banyak

Ulama farodliyun (ahli faraid) setelah mengadakan penelitian tentang khuntsa, menyimpulkan bahwa khuntsa musykil selamanya tidak mungkin atau bukan terdiri dari ayah, ibu,

Bagi semua kejadian sentinel yang sesuai dengan definisi dilakukan evaluasi dengan cara melakukan RCA. Jika RCA menghasilkan bahwa perbaikan sistem atau tindakan dapat mencegah