• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis TS-1 Mesopori Menggunakan Prekusor Nanocluster Dengan Variasi Waktu Hidrotermal Zeni Rahmawati , Didik Prasetyoko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sintesis TS-1 Mesopori Menggunakan Prekusor Nanocluster Dengan Variasi Waktu Hidrotermal Zeni Rahmawati , Didik Prasetyoko"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Sintesis TS-1 Mesopori Menggunakan Prekusor Nanocluster Dengan Variasi Waktu Hidrotermal

Zeni Rahmawati *, Didik Prasetyoko1

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ABSTRAK

Katalis TS-1 Mesopori telah disintesis menggunakan metode Eimer dkk dengan variasi waktu hidrotermal.Variasi waktu yang digunakan adalah 0,5 ; 1; 2 dan 3 hari. Cetil trimetil amonium bromida (CTAB) digunakan sebagai templat pengarah meso. Padatan hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan XRD, Adsorpsi Desorpsi Nitrogen, dan FTIR. Difraktogram XRD menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal menyebabkan peningkatan kristalinitas. Melalui analisa adsorpsi desorpsi nitrogen diperoleh data bahwa semua sampel mempunyai diameter pori sekitar 3,05 – 3,08 nm. Uji aktivitas katalitik dilakukan dengan mengaplikasikan sampel pada reaksi oksidasi fenol. Kromatrogram hasil produk oksidasi fenol mengindikasikan bahwa sampel katalis TS-1 selektif terhadap benzokuinon.

Kata Kunci: TS-1 Mesopori, Waktu hidrotermal , Hidroksilasi Fenol

ABSTRACT

Mesoporous TS-1 catalyst have been successfully synthesized with variation of hydrothermal time. The variation was 0.5, 1,2 and 3 days, while the temperatur for hydrothermal prosess was

800C. Mesoporous phase of TS-1 was synthesized using template cetyltrimethylammonium

bromide (CTAB). Various techniques including XRD, nitrogen adsorption-desorption, and FTIR were employed for the material characterization.The results of diffactogram peaks showed that crystalinity increased as the hydrothermal time increased, while nitrogen adsorption – desorption showed that all samples have pore size between 3.04-3.08 nm.The samples were catalytically tested in the hydroxylation of phenol.Chromatogram of the product indicated that the TS-1 sample were selective to benzoquinon.

Keywords:TS-1 Mesoporous, Hydrotermal Time , Hidroxilation of Phenol

*Corresponding author Phone : +6285732966498

e-mail : zeni@chem.its.ac.id

1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak MIPA,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

I. PENDAHULUAN

Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi. Katalis telah digunakan secara luas untuk produksi berbagai macam produk seperti produk dalam industri perminyakan, farmasi, dan

fine chemicals, yang sukar didapat atau

mahal harganya. Katalis dibedakan menjadi dua golongan yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Pengembangan katalis

(2)

(Tang dkk, 2006). Salah satu contoh katalis heterogen adalah TS-1.

TS-1 adalah material katalis yang bersifat hidrofobik (Grieneisen dkk, 2000). Beberapa contoh penggunaan katalis TS-1

antara lain epoksidasi propilen,

meningkatkan aktivitas katalitik oksidasi α

-pinena dan hidroksilasi fenol (Wilkenhoner dkk, 2001). Lin dkk (2004) menyatakan bahwa katalis dengan ukuran mikropori tidak terlalu efektif mengkatalisis molekul dengan

ukuran besar (bulky molecules), sedangkan

katalis mesopori dengan ukuran pori yang

lebih besar dari mikropori, lebih

memungkinkan mengkatalisis material

dengan ukuran besar, sehingga dengan kata lain TS-1 mikropori kurang efektif untuk molekul ukuran besar. Beberapa katalis dikembangkan menjadi berukuran mesopori, antara lain MCM-41 dan MCM-48. Namun katalis–katalis tersebut tidak memiliki stabilitas hidrotermal yang tinggi, sehingga

dikembangkan TS-1 Mesopori yang

mempunyai stabilitas hidrotermal yang tinggi.

Sintesis TS-1 mesopori dilakukan secara hidrotermal yang melibatkan air sebagai pelarut, sumber silika, sumber titanium, agen pengarah struktur, dan substansi pengarah mesopori. Sintesis secara hidrotermal melibatkan air dan panas, dimana larutan prekursor dipanaskan pada temperatur relatif tinggi dalam wadah tertutup. Fasa mesopori dibentuk melalui pembentukan

silika dengan template misel diikuti

pemindahan template melalui kalsinasi (Vinu

dkk, 2006). Adanya template menyebabkan

volume pori menjadi lebih besar.

Widati (2009) telah melakukan sintesis TS-1 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal 2, 4, dan 8 hari. Hasil yang didapatkan yaitu terbentuk fase mesopori pada waktu hidrotermal 2 hari, namun pada waktu hidrotermal 4 hari fase mesopori berkurang drastis dan berubah menjadi fase mikropori, sehingga diperlukan variasi waktu hidrotermal yang lebih kecil untuk mengamati fase mesopori pada sintesis TS-1. Oleh karena itu, dalam percobaan ini dipelajari pengaruh waktu hidrotermal terhadap pembentukan fase mesopori TS-1, yang dilakukan dengan waktu hidrotermal yang lebih pendek yaitu 0,5; 1, 2, dan 3 hari.

II. METODE

A. Sintesis ZSM-5 Mesopori

Katalis mesopori TS-1 disintesis dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Eimera dkk (2008). Bahan yang digunakan sebagai sumber silika adalah tetraetilortosilikat (TEOS) dan sumber

Titanium adalah tetrabutilortotitanat

(TBOT). Templat yang digunakan sebagai pengarah struktur MFI adalah TPAOH, sedangkan Cetil trimetil amonium bromida (CTAB) digunakan sebagai templat pengarah meso Sejumlah TEOS ditambah dengan TBOT dan diaduk selama 30 menit pada suhu kamar. Tetrapropilamonium hidroksida 40% dan natrium hidroksida ditambahkan ke dalam campuran, kemudian diaduk selama 15 jam, sehingga campuran yang diperoleh mempunyai perbandingan mol 1 TEOS : 0,017 TiO2 : 0,24 TPAOH : 21,2 H2O : 0,004 Na2O. Campuran yang terbentuk didiamkan pada suhu 80ºC selama 0,5; 1 ; 2 dan 3 hari. Sejumlah CTAB ditambahkan ke dalam campuran hingga diperoleh rasio molar CTAB/Si = 0,306. Selanjutnya, campuran didiamkan selama 3 jam. Padatan yang terbentuk kemudian disaring, dicuci dengan aquades, dikeringkan pada temperatur 60ºC selama 1 hari, dan dikalsinasi dengan dialiri N2 pada suhu 550ºC selama 1 jam, dilanjutkan kalsinasi tanpa N2 selama 6 jam.

B. Karakterisasi

Padatan yang dihasilkan

dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi

sinar-X (X-Ray Diffraction Phillips Expert)

menggunakan radiasi CuKα pada panjang

gelombang λ = 1,541 Å, voltase 40 kV, dan

arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 3-50°.

Selanjutnya, padatan yang dihasilkan

dikarakterisasi dengan spektroskopi

inframerah (SHIMADZU) untuk mengetahui ikatan yang terbentuk pada bilangan

gelombang 1400 cm-1 sampai 400 cm-1.

(3)

Katalis yang dihasilkan diuji aktivitasnya pada reaksi hidroksilasi phenol, menggunakan oksidator H2O2 dan pelarut air. Reaksi dilakukan selama 2 jam dan pada

suhu 70oC.

III. HASILPENELITIAN

A. Sintesis Katalis TS-1 Mesopori

TS-1 merupakan salah satu katalis heterogen yang biasanya disintesis dengan menggunakan metode sol gel, dalam penelitian ini TS- 1 mesopori dibuat menggunakan metode yang telah dilakukan oleh Eimer,dkk (2008). TS-1 tersusun atas rangkaian Si-O-Ti yang membentuk struktur MFI. Bahan baku yang digunakan sebagai sumber silika adalah silikon alkoksida (Si(OR)

4) yaitu tetraetilortosilikat (TEOS).

Alkoksida logam banyak dimanfaatkan karena adanya gugus OR yang sangat

elektronegatif, sehingga mampu

menstabilkan logam pada tingkat oksidasi paling tinggi. Tetra butil orto titanat (TBOT)

digunakan sebagai sumber titanium,

sedangkan untuk pengarah struktur MFI digunakan tetrapropilamonium hidroksida (TPAOH) dan surfaktan setiltrimetilamonium bromida (CTAB) digunakan sebagi agen pengarah struktur meso.

Tahap awal dari penelitian adalah dengan mencampurkan TEOS dengan TBOT. Tertra butil orto titanat dilarutkan ke dalam isopropanol sebelum dicampur dengan tetra etil orto silikat. Penambahan isopropanol bertujuan untuk mencegah hidrolisis TBOT menjadi TiO2, karena jika sudah terhidrolisis maka Ti tidak dapat lagi membentuk rangkaian bersama Si untuk membentuk struktur MFI. TBOT dimasukkan ke dalam beker glass yang berisi TEOS sambil diaduk. Campuran TEOS dan TBOT diaduk selama 30 menit, selanjutnya ditambah dengan

pengarah struktur TPAOH dan di aging

selama 15 jam.

Setelah pengadukan selesai, maka

campuran didiamkan dalam suhu 80oC agar

terjadi proses hidrotermal untuk membentuk kristal TS-1. Proses hidrotermal ini melibatkan prekusor, agen pengarah yang dipanaskan dalam ruang tertutup agar terjadi reaksi kondensasi yang memungkinkan adanya pemutusan dan pembentukan ikatan baru Si, T-O-Si Ti (Cundy dan Cox, 2005).

Variasi waktu hidrotermal dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu hidrotermal dalam membentuk mesopori pada TS-1, yaitu 0,5; 1; 2 dan 3 hari Tahap selanjutnya adalah pemberian surfaktan CTAB sebagai agen pengarah struktur meso. CTAB ditambahkan sampai mencapai rasio molar CTAB/Si 0,306 sehingga sistem surfaktan yang terjadi dalam penelitian ini adalah heksagonal sepertihalnya MCM-41.

Pendiaman selama 3 jam dilakukan untuk mengendapkan padatan yang terbentuk dan kemudian di sentifuge. Padatan dicuci dengan aquades hingga pH nya netral untuk menghilangkan sisa – sisa bahan yang tidak ikut bereaksi misalnya TPAOH. Sedangkan untuk menghilangkan kandungan airnya maka proses selanjutnya adalah padatan yang terbentuk dipanaskan pada 60ºC suhu selama 1 hari.

Tahap akhir dari sintesis TS-1 adalah

kalsinasi yang bertujuan untuk

menghilangkan template organik yang berada dalam pori – pori padatan. Metode kalsinasi umumnya dilakukan pada suhu ±550ºC dengan dialiri gas N2 selama 1 jam dan dilanjutkan kalsinasi dengan udara selama 6 jam (Kresge, 1992).

Selanjutnya TS-1 yang terbentuk dikarakterisasi dengan difraksi sinar X (XRD), spektroskopi inframerah, adsorpsi-desorpsi nitrogen dan diuji kaktivitasnya pada reaksi hidroksilasi fenol.

B. Karakterisasi Padatan 1. Difraksi Sinar X (XRD)

Difaktogram XRD digunakan untuk mengetahui fase dan struktur kristal, serta kristalinitas. Pada pengukuran difraksi sinar X dipelajari hubungan pertumbuhan kristal dengan lama waktu hidrotermal dengan menggunakan variasi waktu hidrotermal 0,5 hari, 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Gambar 4.1 menunjukkan difaktogram dari sampel l dengan waktu hidrotermal (kode WH) yang berbeda – beda. Angka 0,5 menunjukkan lama waktu hidrotermal dalam satuan hari.

(4)

( Treacy dkk, 2001). Struktur MFI didapatkan karena menggunakan pengarah

struktur TPAOH. Penggunaan templat TPA+

memberikan pengaruh pada pembentukan ikatan Si,Ti-O-Si,Ti dan juga memberikan suasana basa yang membantu melarutkan silika. TPAOH mempengaruhi struktur produk akhir, sebagaimana biasanya ukuran

kristal bertambah dengan dimulainya

penambahan TPAOH pada gel prekusor.

Gambar 1 Pola difraksi sinar X sampel sampel a. WH-0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3 e. Sampel TS-1 mikropori

Pada sudut 24,1o terdapat puncak

yang mengindikasikan perubahan struktur material dari simetri ortorombik (silikalit -1 ) menjadi simetri ortorombik (TS-1) seperti yang dilaporkan oleh Li Xu dkk (2002). Perubahan struktur material ini dikarenakan masuknya Ti ke dalam kerangka TS-1. Masuknya Ti ke dalam kerangka MFI memberikan efek yang signifikan pada struktur, (Marra, 2000).

Pengaruh waktu hidrotermal pada struktur TS-1 dapat dilihat pada gambar 4.1, semua sampel mempunyai puncak pada sudut

– sudut tersebut mengindikasikan

pembentukan dan pertumbuhan kristalinitas. Pada sampel WH-0,5 terlihat bahwa tidak terdapat garis difraksi yang jelas, tidak terdapat puncak namun terdapat gundukan

pada sudut 15-30o. Hal ini menunjukkan

bahwa sampel WH-0,5 merupakan padatan amorf, begitu juga dengan sampel WH-1. Untuk sampel WH-2 sudah mulai terbentuk

sedikit puncak kecil pada 7,9o; 8,9o, dan 23o ,

namun belum begitu jelas. Sedangkan pada sampel dengan variasi waktu hidrotermal 3 hari sudah mulai terlihat puncak yang jelas

dan tajam, yaitu pada 7,9o; 8,9o; 23,2o dan

24,1o. Hal ini mengindikasikan bahwa kristal

sudah terbentuk. Evolusi pola XRD mendukung transformasi dari amorf menjadi kristal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal maka semakin tinggi kristalinitasnya. Hasil ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh Fraile dkk ( 2003) dan Parvulescu dkk, (2003). Hal ini disebabkan pada saat proses hidrotermal terjadi reaksi kondensasi yang memungkinkan terjadinya pemutusan dan pembentukan ikatan baru Si,Ti-O-Si,Ti (Cundy dan Cox, 2005), semakin lama waktu hidrotermal, semakin banyak ikatan yang terbentuk, jumlah bidang kristal menjadi lebih banyak dan teratur yang selanjutnya menyebabkan sinar X yang terdifraksikan secara teratur lebih banyak.

Gambar 1 juga memperlihatkan difraktogram TS-1 mikropori. Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan profil difraktogram antara TS-1 mikropori dan TS-1 mesopori. Perbedaan yang ditunjukkan dengan munculnya indikasi

puncak pada 2θ sekitar 3o yang tidak

terdapat pada TS-1 mikropori.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa indikasi

puncak pada 2θ sekitar 3o menunjukkan

adanya pori ukuran meso pada semua sampel.

Karena puncak karakteristik material

mesopori terletak pada 2θ 2,1-2,7º (Eimer

dkk, 2008).

2. Spektroskopi FTIR

Spektroskopi FTIR digunakan untuk

mengidentifikasi material, menentukan

komposisi dari campuran, dan membantu

memberikan informasi dalam

memperkirakan struktur molekul. Analisa dengan metode ini didasarkan pada fakta bahwa molekul memiliki frekuensi spesifik yang dihubungkan dengan vibrasi internal dari atom gugus. Gambar 4.2 menunjukkan spektra dari beberapa sampel dengan waktu hidrotermal yang berbeda – beda.

10 20 30 40 50

a b c d e

In

te

ns

ita

s

(c

ps

)

(5)

Titanium silikalit–1 mempunyai beberapa frekuensi spesifik yang disebabkan oleh vibrasi internal, yaitu pada 1230, 1100,

800, 550 dan 450 cm-1. Spektra tersebut

merupakan spektra vibrasi dari ikatan internal SiO4 atau AlO4 tetrahedral (Flanigen

dkk, 1973). Puncak pada 550 cm-1

menunjukkan adsorpsi spesifik yang

menunjukkan adanya vibrasi kerangka cincin ganda

lima Si-O-T (T=S atau Ti) yang menunjukkan bahwa strukturnya adalah tipe

MFI ( Fang, 2006). Puncak pada 960 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi ikatan Si-O-Ti atau ikatan Si-O yang diganggu oleh kehadiran atom Ti dalam kerangka TS-1, puncak tersebut juga menunjukkan adanya titanium dalam kerangka zeolit (Fang, 2006). Namun tidak demikian untuk TS-1 mesopori. Fraile dkk melaporkan bahwa bilangan

gelombang pada 960 cm-1 tidak bisa

dijadikan sebagai acuan adanya Ti, karena kecenderungan material mesopori yang memiliki sifat amorf. Hal ini menunjukkan

bahwa puncak pada 960 cm-1 juga

mengindikasikan adanya vibrasi silanol dari jaringan amorf (Zhang, 2008). Seperti halnya

Zhang, Goncalves dkk 2008 juga

melaporkan bahwa panjang gelombang 960

cm-1 menunjukkan adanya gugus silanol yang

terdapat pada permukaan dinding mesopori. Puncak pada bilangan gelombang sekitar

1100 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi

asimetri Si-O-Si dan pada 1200 cm-1

merupakan pita karakteristik dari kerangka zeolit MFI (Drago dkk, 1998).

Sampel TS-1 dengan variasi waktu hidrotermal menunjukkan pola yang serupa pada bilangan serapan, namun mempunyai intensitas yantg berbeda – beda. Semua sampel TS–1 mempunyai puncak–puncak yang mengindikasikan gugus – gugus yang terdapat pada TS-1 , yaitu pada 1100, 1200,

960 dan 450 cm-1. Namun pada bilangan

serapan 550 cm-1 tidak semua sampel

mempunyai puncak di bilangan serapan tersebut. Intensitas pada panjang gelombang

550 cm-1 akan bertambah dengan

meningkatnya waktu hidrotermal.Hal ini dapat terlihat dari spektra yaitu sampel WH-1 belum terlihat adanya puncak pada

bilangan gelombang 550 cm-1, namun mulai

terlihat terbentuknya puncak pada WH-1 dan WH-2 dan benar –benar terdapat puncak

pada WH-3. Sampel WH-3 juga mempunyai intensitas paling tinggi pada bilangan serapan yang lain dibandingkan dengan sampel dengan waktu hidrotermal yang berbeda lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sampel WH-3 hari mempunyai struktur MFI yang paling sempurna dan fasanya bukan amorf.

Gambar 2 Spektra inframerah sampel a. WH-0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3

Hubungan antara banyaknya struktur

MFI yang terbentuk dengan waktu

hidrotermal juga dapat dilihat dari rasio

intensitas luas area puncak pada 550 cm-1 dan

880 cm-1. Grafik 4.3 menunjukkan bahwa

semakin tinggi waktu hidrotermal rasio luas area semakin tinggi.

Terdapat korelasi antara data dari spektra FTIR dan difraktogram XRD yang menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal maka semakin banyak struktur MFI yang terbentuk. Korelasi antara FTIR dan XRD diperlihatkan pada gambar 4.4. Pada gambar 4.4 menunjukkan perbandingan intensitas tiap sampel pada sudut 2 sekitar

23o dan perbandingan luas area puncak 550

cm-1/880 cm-1. Adanya puncak pada

bilangan gelombang 550 cm-1 dan 880 cm-1 menunjukkan banyaknya struktur MFI yang terbentuk. Sedangkan pada difraktogram banyaknya struktur MFI yang terbentuk ditunjukkan dengan adanya puncak pada

sudut 2θ sekitar 23o. Baik pada spektra IR

1 4 0 0 1 2 0 0 1 0 0 0 8 0 0 6 0 0 4 0 0

b

c

d

a

%

T

(6)

0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 -0.2

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8

-50 0 50 100 150 200 250 300 350

I

p

ad

a

2

θ

=2

3

o p

ad

a

di

fr

ak

to

gr

am

X

R

D

Waktu Hidrotermal

L

ua

s

A

re

a

55

0

cm

-1

/

88

0

cm

-1

pa

da

sp

ek

tr

a

FT

IR

maupun pada difraktogram menunjukkan pola yang sama, yaitu semakin lama waktu hidrotermal maka semakin banyak struktur MFI yang terbentuk

Gambar 4.4 korelasi data spektra FTIR dan difraktogram XRD pada TS-1 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal

4.3.3 Adsorpsi Desorpsi Nitrogen

Adsorpsi desorpsi nitrogen

digunakan untuk menentukan luas

permukaan suatu padatan, yaitu fisisorbsi suatu gas inert seperti nitrogen atau argon, kemudian ditentukan berapa banyak molekul yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh permukaan membentuk lapisan tunggal. Luas suatu permukaan atau porositas dapat dicapai dengan mengetahui isoterm adsopsinya, ketika kuantitas dari adsorbat (bahan yang diserap) pada permukaan material dapat diukur dalam kisaran tekanan relatif yang lebar pada suhu konstan maka akan mengasilkan sebuah isotherm.

Isoterm adsorpsi desorpsi nitrogen ditunjukkan pada gambar 4.5. Grafik isoterm adsorpsi menggambarkan tipe IV yang merupakan sifat khas pada material mesopori dimana terdapat loop histerisis pada semua sampel yang berbeda variasi waktu hidrotermalnya. Dari grafik dapat dilihat

bahwa pada tekanan P/P0 = 0 gas yang

teradsorp sangat sedikit, dan daerah monolayer belum penuh kemudian pada saat

tekanan dinakkan lebih dari 0.1 mulai terjadi adsorpsi gas yang menjenuhi monolayer. Jumlah gas yang teradsorp adalah kecil, tetapi masih lebih besar dibandingkan dengan material non pori. Perubahan yang tajam

terjadi pada tekanan relatif (P/P0) sekitar 0.1

– 0.3 yang menunjukkan terjadinya pengisian mesopori, kemudian permukaan padatan akan tertutup oleh molekul nitrogen sehingga

membentuk lapisan tunggal (monolayer).

Perubahan ini merupakan karakteristik dari batas distribusi ukuran pori (Eimer, 2006). Semua sampel menunjukkan pola yang sama,

dengan kata lain semua sampel

mengindikasikan adanya mesopori.

Indikasi tersebut diperkuat dengan terjadinya loop histerisis yaitu ketika tekanan diturunkan untuk desorpsi gas di

Gambar 4 Grafik isoterm adsorpsi-desorpsi

N2 dari sampel a. WH-0.5, b.

WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3

mana jumlah gas yang terdesorpsi tidak sama dengan jumlah yang teradsorpsi di awal. Pada tekanan yang sama, jumlah gas yang tertinggal di permukaan material ketika desorpsi masih lebih banyak dibandingkan ketika adsorpsi. Dengan kata lain, jumlah gas yang terdesorpsi lebih kecil daripada yang teradsorpsi. Hal ini disebabkan oleh kondensasi kapiler karena adanya pori dengan ukuran meso. Adanya pori pada permukaan padatan akan memberikan efek

a

b

c

d

V

ol

um

e

N

2

p

er

g

ra

m

s

am

pe

l (

cc

/g

)

P/P

0

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

(7)

pembatasan jumlah lapisan pada adsorbat dan terjadi fenomena kondensasi kapiler ( Adamson,1990).

Isoterm adsorpsi desorpsi nitrogen semua sampel menunjukkan adanya loop

histerisis. Pada Gambar 4.5, Loop histerisis

teramati saat desorpsi pada tekanan relatif

P/P0 0,45-1 pada sampel WH 0.5 WH- 1 ,

WH-2 , WH-3. Loop histerisis yang paling besar terjadi pada sampel dengan waktu hidrotermal 3 hari, hal ini menunjukkan bahwa N2 yang tertingggal pada saat desorpsi paling besar. Sedangkan loop histerisis terkecil terjadi pada sampel dengan waktu hidrotermal 1 hari, hal ini menunjukkan bahwa N2 yang tertinggal pada saat desorpsi paling kecil, dalam arti jumlah materi ukuran mesopori nya paling kecil.

Karakteristik ukuran pori meso juga dapat dilihat dari data grafik distribusi ukuran pori yang menggunakan metode BJH (Barret, Joiner, Halenda). Distribusi ukuran pori masing - masing sampel dengan waktu hidrotermal yang berbeda ditunjukkan pada grafik 4.5.Material mesopori mempunyai distribusi ukuran pori yang bervariasi , dari grafik distribusi ukuran pori terlihat bahwa semua sampel mengalami kenaikan pada daerah 2- 5 nm, yaitu tepatnya pada 3,8 nm dan 3,054 nm. Bentuk grafik distribusi yang teramati merupakan karakteristik mesopori dengan diameter pori 3,8 nm, namun pada sampel dengan waktu hidrotermal 2 hari diameter porinya 3,054 nm.

Hasil analisis permukaan dan struktur pori dengan metode adsorpsi desorpsi nitrogen ditunjukkan pada tabel 1 Pada sampel WH-0,5 fase meso yang besar ditunjukkan dengan diameter yang cukup besar yaitu 3,835 nm dan volume porinya 0,21 cc/g. Sementara sampel WH-1 mempunyai volume 0,17 cc/g dan diameter porinya 3,05 nm. Sedangkan WH-2 memiliki volume pori 0,34 cc/g dan diameter pori 3,8 nm, serta untuk sampel WH-3 volume porinya sebesar 0.21 cc/g dan diameter porinya 3,8 nm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa diameter pori setiap sampel hampir sama yaitu sekitar 3,8 nm kecuali pada WH-1 yaitu sebesar 3,054 nm.

Gambar 6 Distribusi ukuran pori sampel a. WH- 0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3 dimana dV adalah perubahan volume

adsorbat pada tiap-tiap

diameter pori per gram sampel.

Analisis distribusi ukuran pori juga dapat dilakukan dengan metode t-plot. Metode ini didasarkan pada perbandingan data adsorpsi isoterm dari sampel berpori dan sampel nonpori (Storck dkk, 1998). Gambar 4.7 merupakan grafik t-plot dari sampel TS-1 Mesopori yang disintesis dengan variasi waktu hidrotermal. Pada grafik terlihat bahwa setiap sampel memiliki pola yang berbeda. Menurut Storck dkk (1998) plot garis linier yang identik dengan plot grafik sampel merupakan karakteristik dari bentuk padatan nonpori. Plot grafik yang horizontal terhadap plot garis linier adalah ciri dari padatan mikropori, sedangkan plot grafik yang vertikal terhadap plot garis linier merupakan bentuk khas dari padatan mesopori. Kombinasi dari plot horizontal dan vertikal menandakan adanya 2 tipe pori dalam sampel yaitu mikro dan mesopori. Seluruh sampel menunjukkan adanya garis vertikal maupun horizontal terhadap garis linear. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua sampel terdapat pori ukuran meso dan mikro atau dapat dikatakan bahwa ukuran porinya tidak seragam.

m

e

A

ds

or

ps

i

(m

L

/g

)

d

a

b

c

(8)

Gambar 4.7 Grafik t-plot untuk sampel a.

WH- 0.5, b. WH- 1, c. WH-2, dan d. WH-3

L

ua

s

ar

ea m

i-kr op o-ri (m 2 /g ) 98 9, 45 92 5, 55 99 7, 9 55 2, 77 L ua s ar ea m es o-po ri (m 2 /g ) 14 4, 17 10 6, 21 19 4, 5 19 2, 33 R at a-ra ta D ia -m et er Po ri (n m ) 2.

73 2.4

2,

65

2,

76

% Poro - sitas (Vm

e-so po ri / Vto ta l

x 100 %)

31 ,3 27 ,4 42 ,9 8 40 ,7 0 V ol u-m e T ot al Po ri pa da P/ P0 = 0, 99 (c c/ g) 0, 67 1 0, 62 4 0, 79 1 0, 51 6 D ia -m et er Po ri (B JH D e-so rp -si ) (n m ) 3, 83 5 3, 05 4 3, 84 3 3, 8 V ol u-m e M es o-po ri (B JH D e-so rp si ) (c c/ g) 0, 21 0, 17 0, 34 0, 21 V ol u-m e M ik ro -po ri ( t-Pl ot ) (c c/ g) 0, 36 7 0, 37 2 0, 34 6 0, 29 1 L ua s Pe r-m uk a -a n (B E T ) (m

2 /g )

11 33 , 62 10 31 , 76 11 92 , 40 74 5, 0 7 W

ak -tu

H id r ot er m al (h ar i

) 0.5 1 2 3

Sa m -pe l W H -0. 5 W H -1 W H -2 W H -3

2. Spektroskopi Inframerah

Spektra Inframerah dari sampel ditunjukkan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa semua sampel menghasilkan spektra yang sama dengan spektra ZSM-5 komersial yaitu pada bilangan gelombang sekitar 1220, 1110, 800, 550, dan

450 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa pada

semua sampel tersebut terbentuk kristal ZSM-5. Pita absorpsi sekitar 1090, 790, dan

450 cm-1 menunjukkan adanya ikatan internal

dalam tetrahedral SiO4 (atau AlO4), dimana

puncak ini tidak sensitif terhadap perubahan struktur (Goncalves dkk, 2008). Gambar 2

menunjukkan semakin lama waktu aging,

intensitas pita yang terbentuk relatif semakin tinggi. Hal ini menunjukkan semakin terbentuknya Si-O-Si tetrahedral. Pita serapan pada bilangan gelombang sekitar

1100 cm-1 merupakan mode vibrasi asimetris

Si-O-Si, dan pita serapan pada bilangan

gelombang sekitar 800 cm-1 merupakan mode

vibrasi simetri. Sementara itu, pita absorpsi

pada daerah sekitar 1226, dan 544 cm-1

merupakan puncak karakteristik untuk zeolit dengan struktur MFI, yang berhubungan dengan struktur pembangun sekunder zeolit MFI dan sensitif terhadap perubahan struktur (Goncalves dkk, 2008). Pada umumnya, pita ini akan bergeser dengan perubahan rasio silikon terhadap alumunium. Oleh karena itu, puncak ini dijadikan dasar untuk mengetahui pembentukan ZSM-5. Pada pita absorpsi

sekitar 544 cm-1 menunujukkan adanya gugus

pentasil yang merupakan karakteristik dari ZSM-5.

Tabel 2. Bilangan gelombang dalam cm-1 dari

spektra inframerah sampel.

(9)

Gambar 2. Spektra FTIR ZSM-5 komersial mikropori (d) dan ZSM-5 mesopori dengan variasi

waktu aging 24 (a), 12 (b),

dan 6 jam (c)

Dari gambar 2 terlihat lebar pita yang semakin berkurang dengan bertambahnya

waktu aging pada bilangan gelombang antara

600-550 cm-1. Menurut Kirschhock dkk

(1999) lebar pita akan berkurang dengan meningkatnya kristalinitas pada bilangan

gelombang antara 600-550 cm-1, sehingga

dapat dikatakan bahwa kristalinitas sampel akan menurun dengan berkurangnya waktu

aging.

Intensitas pada bilangan gelombang

550 cm-1 mengindikasikan jumlah prekursor

zeolit (Goncalves dkk, 2008). Gambar 2

menunjukkan intensitas pada 550 cm-1 dari

sampel menurun dengan berkurangnya waktu

aging. Hal ini mengindikasikan bahwa

jumlah prekursor zeolit pada sampel semakin berkurang.

Gambar 3. Grafik Rasio Intensitas I550cm-1 /

I450cm-1 pada tiap sampel.

Pada grafik diatas dapat terlihat rasio

intensitas I550cm-1 / I450cm-1 yang semakin

bertambah dengan meningkatnya waktu

aging. Rasio intensitas I550cm-1 / I450cm-1 identik

dengan kristalinitas sampel (Goncalves dkk,

2008). Semakin besar rasio intensitas I560cm-1 /

I450cm-1 maka kristalinitasnya semakin

meningkat.

3. Adsorpsi – Desorpsi Nitrogen

Adsorpsi nitrogen merupakan

adsorpsi fisik yang digunakan dalam metode BET untuk menentukan total luas permukaan dan struktur pori suatu padatan (Haber dkk, 1995). Persamaan BET hanya dapat digunakan untuk adsorpsi isoterm yang mempunyai nilai P/P0 berkisar antara 0.05 sampai 0.3 (Adamson, 1990).

Isoterm linier dari sistem adsorpsi-desorpsi nitrogen untuk masing-masing sampel ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar tersebut merupakan grafik jumlah adsorpsi nitrogen terhadap tekanan relatif P/P0. Pada Gambar 4.4 tersebut, dapat dilihat bahwa isoterm adsorpsi nitrogen semua sampel ZSM-5 menunjukkan pola yang serupa dimana terjadi kenaikan secara cepat pada tekanan relatif (P/P0) rendah, kemudian naik perlahan pada pertengahan dan naik lagi dengan cepat pada P/P0 mendekati satu. Kenaikan pertama terjadi karena molekul gas yang teradsorp berinteraksi dengan daerah yang berenergi pada permukaan padatan. Pada pengisian ini telah terbentuk lapisan tunggal, kemudian pada daerah P/P0 yang lebih tinggi, pertambahan molekul gas terjadi pada permukaan yang telah ditempati molekul gas dimana telah terbentuk lapisan tunggal. Pada pertambahan ini terbentuk lapisan berlapis (multilayer) dan pada akhir pengisian, terjadi kondensasi melekul gas yang teradsorp, selain itu juga terlihat adanya

loop histerisis pada daerah pertengahan.

Isoterm ini merupakan isoterm Tipe IV yaitu jenis adsorpsi dari padatan berpori meso, yang memiliki ukuran pori 2-50 nm (Gregg dan Sing, 1982).

Adanya pori pada permukaan

padatan akan memberikan efek pembatasan jumlah lapisan pada adsorbat dan terjadi fenomena kondensasi kapiler. Kondensasi kapiler ini menyebabkan terjadinya histerisis

(10)

tekanan relatif yang hampir sama dari 0,55 sampai 0,8, yang berarti distribusi ukuran porinya hampir identik pada kisaran 3 – 6 nm

(Choi, et al., 2008). Berdasarkan pola

adsorpsi awal ini telah dapat disimpulkan secara umum bahwa katalis ZSM-5 dengan

waktu aging 6, 12, maupun 24 jam

menunjukkan profil adsorpsi tipe IV

karakteristik padatan berpori meso.

Gambar 4. Grafik isoterm adsorpsi-desorpasi N2 dari ZSM-5 dengan

variasi waktu aging 6, 12,

dan 24 jam.

Selain itu, dari gambar 4 terlihat bahwa loop

histerisis paling besar pada sampel ZSM-5 A-6. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah adsorbat (N2) yang tertinggal dalam pori saat

desorpsi paling banyak, yang

mengindikasikan bahwa jumlah mesopori pada ZSM-5 A-6 paling banyak.

Pembuktian terhadap adanya pori meso pada permukaan padatan dapat dilihat dari data distribusi ukuran pori yang pada Gambar 5.

Gambar 5. Distribusi ukuran pori sampel

katalis ZSM-5 aging 6,12, dan

24 jam.

Berdasarkan Gambar 5, dapat disimpulkan bahwa adanya histeresis pada seluruh sampel ZSM-5 disebabkan adanya pori berukuran meso. Hal ini ditunjukkan oleh grafik

distribusi ukuran pori yang terus

menunjukkan kenaikan pada diameter pori lebih dari 2 nm (sekitar 3,8 nm), sehingga dapat disimpulkan bahwa katalis ZSM-5 A-6, ZSM-5 A-12, dan ZSM-5 A-24 memiliki pori berukuran meso.

Hasil analisis permukaan dan struktur pori dengan adsorpsi-desorpsi nitrogen ditunjukkan pada tabel 3. Dari tabel

tersebut dapat dilihat bahwa waktu aging

berpengaruh pada porositas. Semakin lama

waktu aging maka porositasnya semakin

kecil. Goncalves (2008) menjelaskan

pengaruh waktu aging dalam sintesis ZSM-5

bahwa suatu peningkatan waktu aging akan

menghasilkan suatu perubahan yang cepat dari aluminosilikat mesopori menjadi ZSM-5,

hal ini mengindikasikan bahwa waktu aging

gel yang lebih lama meningkatkan jumlah prekursor ZSM-5 yang terbentuk sehingga

porositasnya berkurang. Waktu aging tidak

memberikan pengaruh pada ukuran diameter pori. Ukuran diameter pori dipengaruhi oleh ukuran templat yang digunakan dalam sintesis.

Evaluasi dstribusi ukuran pori pada

daerah mikropori dibutuhkan untuk

membuktikan adanya mikropori pada suatu katalis yang memiliki grafik isoterm tipe IV. Salah satu metode yang digunakan untuk analisa permukaan mikropori adalah t-plot. Metode ini didasarkan pada perbandingan data adsorpsi isoterm dari sampel berpori dan sampel nonpori (isoterm acuan = tipe II)

(Storck et.al., 1998). Grafik 6 merupakan

grafik t-plot untuk semua sampel. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semua sampel

ZSM-5 yang di-aging selama 6, 12, dan 24

jam memiliki pola yang sama. Garis horisontal dari garis linier mengindikasikan adanya mikropori, sedangkan garis vertikal

menunjukkan adanya mesopori (Storck et.al.,

(11)

ka

re

na

m

en

ga

nd

un

g

po

ri

ya

ng

be

ru

ku

ra

n

m

ik

ro

(<

2

n

m

) d

an

m

es

o (

2-5

0 n

m

).

Luas area mi-

kropo-ri (m2/g)

64,502

51,273

146,37 6 Luas

area meso-pori (m2/g)

208,47 8

90,527

156,65 4

Rata-rata Dia-meter

Pori (nm)

0,0706 7

0,0601 5

0,0532 %

Poro -sitas (V

me-sopori/ Vtotal x 100 72,5 7

70,3 6

61,8 2

Volu-me Total

Pori pada P/P0= 0,99 (cc/g)

0,482 3

0,213 2

0,404 4

Dia-meter Pori (BJH

De-

sorp-si) (nm)

3,833

3,836

3,835

Volu-me

Meso-pori (BJH

De-sorpsi)

(cc/g)

0,35

0,15

0,25

Volu-me Mikro-pori (t-Plot) (cc/g)

0,029

0,022

0,068 Luas

Per-muka

-an (BET

) (m2/g

)

272,9 8

141,8

303,0 3 Wak

-tu A-ging (Jam

)

6

12

24

Sam-pel

ZSM-5 A-6

ZSM-5

A-12

ZSM-5 A-24

(12)

Gambar 6 Grafik t-plot untuk semua sampel

ZSM-5 (aging 6, 12, dan 24

jam).

4. Scanning Electron Microscopy (SEM) Gambar 7 adalah morfologi dari

sampel ZSM-5 dengan variasi waktu aging 6,

12, dan 24 jam. Pada gambar tersebut dapat

dilihat bahwa sampel pada aging 12 jam

memiliki partikel yang lebih seragam dibandingkan dengan sampel pada waktu

aging 6 dan 24 jam.

Gambar 7. Morfologi SEM ZSM-5 mesopori

dengan variasi waktu aging

(a) Perbesaran 5000 kali dan (b) Perbesaran 20000 kali.

Selain itu, dari gambar diatas dapat dilihat bahwa ukuran partikel semakin besar dengan

adanya pengurangan waktu aging. Waktu

aging yang semakin lama mengakibatkan

ukuran partikel yang semakin kecil karena inti ZSM-5 yang terbentuk semakin banyak sehingga pada saat kristalisasi, inti tersebut menjadi kristal yang ukurannya kecil tetapi jumlahnya banyak. Salah satu ukuran partikel dari tiap-tiap sampel yang ditandai dengan lingkaran berwarna merah adalah 1,25 x 0,35

x 1 m (Aging 6 jam), 1,2 x 0,75 x 0,65 m

(Aging 12 jam), dan 1 x 0,85 x 0,5 m (Aging

(13)

Hasil analisa SEM mendukung data analisa XRD. Pada analisa XRD dikatakan bahwa ZSM-5 A-6 merupakan sampel yang paling amorf dibandingkan dengan ZSM-5 A-12 dan ZSM-5 A-24. Fasa amorf dari ZSM-5 A-6 dibuktikan dari gambar SEM. Pada gambar tersebut terlihat bahwa partikel yang terbentuk tidak seragam baik bentuk maupun ukurannya. Bentuk yang paling banyak pada ZSM-5 A-6 adalah lembaran. Banyaknya fasa amorf diakibatkan dari mesopori yang terbentuk. Berdasarkan data adsorpsi-desorpsi nitrogen, ZSM-5 A-6 memiliki mesopori yang paling banyak sehingga fasa amorf yang terbentuk juga semakin banyak.

IV. KESIMPULAN

ZSM-5 mesopori berhasil disintesis dari TEOS sebagai sumber silika, natrium

aluminat sebagai sumber aluminium,

TPAOH sebagai templat pengarah struktur ZSM-5 MFI, dan CTABr sebagai templat

mesopori pada waktu aging 6, 12, dan 24

jam. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa ZSM-5 yang disintesis memiliki pori berukuran mesopori yang ditunjukkan

dengan adanya puncak pada area 2θ kurang

dari 5o. Selain itu kristalinitas ZSM-5

mesopori semakin menurun dengan

berkurangnya waktu aging yang terlihat dari

penurunan intensitas. Hal ini juga didukung oleh data hasil karakterisasi spektroskopi inframerah. Berdasarkan data adsorpsi-desorpsi nitrogen, semua sampel memiliki ukuran pori sekitar 3,8 nm, sedangkan porositas ZSM-5 mesopori berkurang dengan

meningkatnya waktu aging. ZSM-5 mesopori

dengan porositas terbesar dihasilkan pada

waktu aging 6 jam yaitu sebesar 72,57 %.

Selain itu, berdasarkan analisa SEM, waktu

aging juga berpengaruh pada ukuran partikel,

semakin lama waktu aging maka ukuran

partikelnya semakin kecil.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Penelitian Strategis ITS tahun anggaran 2009 yang dibiayai melalui DIPA ITS No : 0172.0/023-04.2/XV/2009 dan kepada Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc atas

bimbingannya sampai terselesainya

penelitian ini.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Adamson, A.W., (1990), Physical Chemistry

of Surfaces, John Wiley & Sons, Inc,

New York.

Choi, J., Kim, J., Yoo, K.S., Lee, T.G., (2008), “Synthesis of mesoporous

TiO2/γ-Al2O3 composite granules

with different sol composition and

calcination temperature”, Powder

Technology 181, hal. 83-88.

Cundy, C.S., Cox, P.A., (2003), “The

Hydrothermal Synthesis of Zeolites: History and Development from the Earliest Days to the Present Time”,

Chemical Review, 103, hal. 663-702.

Cundy, C.S., Cox, P.A., (2005), “The hydrothermal synthesis of zeolites:

Precursors, intermediates and

reaction mechanism”, Microporous

and Mesoporous Materials 82, hal.

1-78.

Goncalves, M.L., Dimitrov, L.D., Jorda,

M.H., Wallau, M.,

Urquieta-Gonzalez, E.A., (2008), ”Synthesis of mesoporous ZSM-5 by crystallization of aged gels in the presence of

cetyltrimethylammonium cations”,

Catalysis Today, Vol. 133-135, hal.

69-79.

Gontier, S. dan Tuel, A. (1996), “Synthesis

of Titanium Silicalite-1

UsingAmorphous SiO2 as Silicon

Source”, Zeolites, Vol. 16, hal.

184-195.

Gregg, S. J. and Sing, K. S. W. (1982), “Adsorption, Surface Area and Porosity”, 2nd Edition, London:

Academic Press.

Haber, J., Block, J. H., Delmon, B. (1995), “Manual of Methods and Procedures

for Catalyst Characterization”, Pure

and Applied Chemistry, Vol. 67, hal

1257-1306.

Huang, L., Guo, W., Deng, P., Xue, Z., Li,

Q., (2000), “Investigation of

Synthesizing MCM-41/ZSM-5

Composites”, Journal of Physical

Chemistry, 104 (13), hal. 2817-2823.

Ismail, A.A., Mohaned, R.M., Fouad, O.A., Ibrahim, I.A., (2006), “Synthesis of Nanosized ZSM-5 Using Different

Alumina Sources”, Crystal Research

(14)

Jacobs, P.A., Martens, J.A., (1991),

Introduction to Zeolite Science and Practice, Study Surface Science and

Catalysis, edited by Van Bekkum, H.; Flanigen, E.M.; Jansen, Elsevier J.C.; Amsterdam, Vol. 58, hal. 445-493.

Kresge, C.T., Leonowicz, M. E. , Roth, W. J. , Vartuli, J. C., Beck, J. S. , (1992), “Ordered mesoporous molecular sieves synthesized by a liquid-crystal

template mechanism”, Nature 359,

hal. 710-712.

Kirschhock, C.E.A., Ravishankar, R., Verspeurt, F., Grobet, P. J., Jacobs, P. A., Martens, J. A., (1999), “Identification of Precursor Species in the Formation of MFI Zeolite in the TPAOH−TEOS−H2O System”,

Journal of Physical Chemistry, 103,

hal. 4965-4971.

Liu, Y., Zhang, W., Pinnavaia, T. J., (2000),

“Steam-Stable Aluminosilicate

Mesostructures Assembled from

Zeolite Type Y Seeds”, Journal

American Chemical Society, 122

(36), hal. 8791-8792.

Liu, Y., Zhang, W., Pinnavaia, T. J., (2001),

“Steam-Stable MSU-S

Aluminosilicate Mesostructures

Assembled from Zeolite ZSM-5 and

Zeolite Beta Seeds”, Angewandte

Chemie 113(7), hal. 1295-1298.

Pérez, P.J., Díaz, I., Agúndez, J., (2005), “Strategies for ordering the network

of mesoporous materials”, C. R.

Chimie 8, 569–578.

Smitha, S., Shajesh, P., Aravind, P.R., Rajesh, K.S., Pillai, P. K., Warrier, K.G.K., (2006), “Effect Of Aging Time And Concentration Of Aging

Solution On The Porosity

Characteristics Of Subcritically

Dried Silica Aerogels”, Microporous

and Mesoporous Materials 91, hal.

286-292.

Storck, S., Bretinger, H., Maier, W. F., (1998), “Characterization of micro-

and mesoporous solids by

physisorption methods and pore-size

analysis”, Applied Catalysis A:

General, Vol 174, hal. 137-146.

Wang, H., Holmberg, B., Yan, Y., (2003), “Direct synthesis of template-free

zeolite nanocrystals within in-situ

thermoreversible polymer

hydrogels”, Journal American

Chemical Society, 125, hal.

9928-9929.

Wang, X.-S., Guo, X.-W., Li, G. (2002), “Synthesis of Titanium Silicalite (TS-1) from the TPABr System and

Its Catalytic Properties for

Epoxidation of Propylene”, Catalysis

Today, Vol. 74, hal. 65-75.

Zhu, H., Liu, Z., Kong, D., Wang, Y., Yuan, X., Xie, Z., (2009), “Synthesis of

ZSM-5 with intracrystal or

intercrystal mesopores by polyvinyl

butyral templating method”, Journal

of Colloid and Interface Science,

Gambar

Gambar 1 Pola difraksi sinar X sampel sampel a. WH-0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3 e
Gambar 2 Spektra inframerah sampel a. WH-0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3
Gambar 4.4 korelasi data spektra FTIR dan  difraktogram XRD pada TS-1 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal
Gambar 6  Distribusi ukuran pori sampel a. WH- 0.5, b. WH-1, c. WH-2, dan d. WH-3 dimana dV adalah perubahan  volume adsorbat pada tiap-tiap diameter pori per gram sampel
+5

Referensi

Dokumen terkait

Konsep dasar akuntansi manajemen terdiri dari konsep pembebanan biaya yang mana menujukkan bagaiamana suatu biaya dibebankan pada suatu produk, konsep definisi biaya produk

Kata kunci: Moluska, gastropoda, bivalvia, Indeks Keanekaragaman, Pantai Segara Indah, Biak Timur, Papua.. Indonesia recorded about 3,400 species

Bentuk tatanan massa bangunan pusat perbelanjaan modern ini di transformasikan sesuai konsep geo-organik yang merupakan merupakan perencanaan dan perancangan dengan

Penulisan lrlfleksi Nomina Maskulinum Singularis Bahasa Sanskerta dengan tujuan untuk: mengetahui khasanah nominq bahasa Sanskerta, afil&lt;s-afila pembentuk nomina

Sedangkan konsumsi susu dan hasil olahnya sebagai sumber utama kalsium sangat rendah, begitu pula dengan konsumsi sayuran berdaun hijau yang merupakan sumber kalsium

Proposisi rasionalitas Homans ini sangat jelas dipengaruhi oleh teori pilihan rasional. Menurut istilah ekonomi, aktor yang bertindak sesuai dengan proposisi rasionalitas

Jumlah HOK di Desa Suntenjaya dalam se- tahun sebanyak 28.440, lalu jumlah tenaga ker- ja yang tersedia adalah 3.960 HOK, sehingga penyerapan tenaga kerja untuk integrasi usaha

Ketiga, sebagai upaya memperbaiki produktivitas tanah dan tanaman di lahan sawah tadah hujan dan sekaligus memberikan kontribusi terhadap emisi metana yang rendah, maka kombinasi