• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMA

Oleh: Idarahma Ibrahim

Abstrak:

Mata pelajaran matematika diberikan kepada peserta didik SMA agar peserta didik memiliki kemampuan: memahami konsep, penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mengimplementasikan pendekatan saintifik (scientific approach). Pendekatan ini menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pelaksanaannya memuat langkah-langkah lima langkah-langkah: (1) mengamati, (2) menanya, (3) menalar, (4) mencoba, dan (5) membentuk jejaring (mengkomunikasikan dalam kelompok)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu lembaga satuan pendidikan formal yang memiliki peranan sangat besar dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada satuan pendidikan ini diberikan kurikulum yang memuat mata pelajaran Matematika.

(2)

Mata pelajaran matematika diberikan kepada peserta didik SMA agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: memahami konsep, penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Ketercapaian tujuan mata pelajaran matematika dapat diraih jika semua unsur pendukung dapat bekerja dengan maksimal. Unsur pendukung tersebut diantaranya adalah unsur pendidik. Selain itu, model, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran yang digunakan guru juga sangat mendukung.

Realita yang ada di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi matematika, serta minat belajar matematika belum memperlihatkan hasil yang maksimal. Nilai hasil belajar matematika yang tinggi diperoleh peserta didik jika soal yang digunakan masih bersifat operasi biasa. Jika diberikan soal yang menuntut daya nalar atau berpikir tingkat tinggi (high ordered thingk) misalnya soal pemecahan masalah atau aplikasi konsep matematika, peserta didik mengalami kesulitan.

Sebagian besar peserta didik masih merasa takut dan kurang percaya diri terhadap pelajaran matematika. Hal ini menjadi tantangan bagi pendidik. Seorang pendidik harus berupaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran sehingga peserta didik memiliki motivasi dan pandangan positif terhadap matematika. Pada proses pembelajaran matematika seyogyanya pendidik mencoba mengimplementasikan berbagai model, strategi, dan pendekatan belajar yang kreatif dan inovatif.

(3)

Pada pendekatan saintifik, proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Oleh karena itu, pendekatan saintifik dipandang dapat diimplementasikan pada pembelajaran matematika SMA.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pembelajaran matematika di SMA?

2. Bagaimanakah esensi dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik?

3. Bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran matematika?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Makalah ini disusun untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai karakterstik salah satu jenis pendekatan dalam pembelajaran yaitu pendekatan saintifik dan implementasinya dalam pembelajaran matematika.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Agar pembaca dapat memahami hakikat dan tujuan pembelajaran Matematika di SMA

2. Agar pembaca dapat memahami pendekatan saintifik/ilmiah yang sedang dilaksanakan pada kurikulum 2013

(4)

II. PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Matematika di SMA 1. Karakteristik peserta didik di SMA

Usia peserta didik anak SMA secara umum berada pada rentang 15/16-18/19 tahun, yang kerap disebut sebagai usia remaja, adolescent, atau strom and drunk. Fase ini disebut sebagai masa merindu puja-puja yang ditandai dengan ciri-ciri berikut:

1. Anak merasa kesepian dan menderita. Dia menganggap tidak ada orang yang mengerti, memahami dirinya, dan menjelaskan hal-hal yang dirasakannya. 2. Memerlukan teman yang dapat memahami, menolong, dan turut merasakan

suka-duka yang dialaminya.

3. Mulai tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja

4. Merasa tidak tenang, banyak kontradiksi dalam dirinya. Dia merasa mampu, tetapi tidak tahu bagaimana mewujudkannya.

Salah satu implikasi dari karakteristik peserta didik SMA tersebut terhadap pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Remaja memerlukan orang yang dapat membantunya mengatasi kesukaran yang dihadapi.

2. Pribadi pendidik (sebagai pendukung nilai) berpengaruh langsung terhadap perkembangan pendirian hidup remaja. Karena itu, segala sikap dan perilaku pendidik harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi pendidikan.

3. Pendidik hendaknya:

a. Berdiri ‘disamping’ mereka, tidak di depannya melalui dikte dan instruksi; b. Menunjukkan simpati bukan otoritas, sehingga dapat memperoleh

kepercayaan dari remaja dan memberinya mereka bimbingan; serta

c. Menanamkan semangat patriotik dan semangat luhur lainnya karena ini memang masanya.

(5)

dapat menghadapi situasi hipotetikal dan proses berpikir mereka tidak lagi tergantung pada hal-hal yang langsung dan riil. Pemikiran anak sudah mulai logis dan canggih sehingga mereka dapat menangani problema-problema yang ada.

Sejalan dengan hal di atas, Piaget

( http://coretanpembelajaranku.blogspot.com/2013/01/piaget-tahap-operasional-formal.html) mengemukakan bahwa ciri pokok perkembangan tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola piker “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat:

1. Bekerja secara efektif dan sistematis, 2. Menganalisis secara kombinasi, 3. Berpikir secara proporsional,

4. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi

Berdasarkan hal diatas, seorang pendidik yang mengajar di SMA harus mampu mngamati dan memahami karakteristik masing-masing peserta didiknya sehingga model, strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak mengintimidasi peserta didik.

2. Pembelajaran Matematika

(6)

Fungsi mata pelajaran matematika dan sekaligus dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika sekolah adalah sebagai berikut:

a. Sebagai Alat

Matematika sebagai alat berfungsi untuk memecahkan masalah yang dihadapi, baik itu masalah dalam mata pelajaran yang lain maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari dan dalam dunia kerja. Peserta didik diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

Secara ringkasnya, matematika sebagai alat, berfungsi sebagai : (a) Alat komunikasi (yaitu penggunaan bahasa matematika), (b) Alat penyelesaian masalah, dan (c) Alat bantu untuk pengembangan ilmu lain, contohnya teknik, ekonomi, kimia, fisika, dan sebagainya.

b. Sebagai Pola Pikir

Pelajaran matematika yang berfungsi sebagai alat pola pikir, yaitu pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, peserta didik dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh dan bukan contoh diharapkan peserta didik mampu menangkap pengertian suatu konsep.

Kemudian, peserta didik dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan, atau kecenderungan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi). Di dalam proses penalarannya dikembangkan pola pikir induktif dan deduktif.

c. Sebagai Ilmu

(7)

selalu mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

Tujuan pembelajaran matematika sekolah terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.

2. Mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Tujuan umum pertama pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap peserta didik. Tujuan umum kedua adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

Tujuan khusus pembelajaran matematika di SMA/MA adalah agar:

a. Peserta didik memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.

b. Peserta didik memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan matematika Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang lebih luas (di dunia kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari.

c. Peserta didik memiliki pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif, kreatif, serta inovatif.

(8)

Matematika sekolah mempunyai peranan sangat penting baik bagi peserta didik supaya mempunyai bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pol pikirnya, warga negara pada umumnya supaya dapat hidup layak, untuk kemajuan negaranya, dan matematika itu sendiri dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya.

Matematika merupakan suatu bidang studi yang penting peranannya dalam usaha meningkatkan kesejahteraan umat manusia, sehingga manusia dianggap perlu menguasai dan memahami matematika. Matematika juga dikenal tidak hanya berhubungan dengan bilangan dan operasi-operasinya, melainkan juga berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang diatur menurut aturan yang logis.

Menurut Hudoyo (1990:3- 4) bahwa “Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Pola tingkah laku manusia yang tersusun menjadi suatu prinsip-prinsip belajar, diaplikasikan ke dalam matematika. Sebagai misal, mempelajari konsep B yang berdasarkan kepada konsep A, seseorang perlu memahami terlebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta didasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu.

Mempelajari matematika memerlukan kemampuan berpikir abstrak, kemampuan menganalisis persoalan (permasalahan). Oleh karena itu, individu yang ingin mempelajari matematika harus senantiasa aktif dalam proses belajar matematika. Agar proses pembelajaran matematika berjalan sebagaimana mestinya, maka guru dan peserta didik harus berkemampuan dasar, peserta didik harus memiliki pengetahuan dasar sebagai prasyarat. Sedangkan guru harus memiliki pengetahuan tentang keadaan peserta didik, pengelolaan kelas, penggunaan model pembelajaran, dan keterampilan mengadakan variasi serta teknik penilaian, baik proses maupun penilaian hasil belajar.

(9)

mempelajari lambang tersebut yang kompleks menjadi sederhana berdasarkan asumsi dasar aksioma, dalil-dalil, dan teorema yang dibuktikan sebelumnya”. Menurut Agung (Mardiana, 2002:7) bahwa “Belajar matematika adalah suatu aktivitas untuk memahami arti hubungan-hubungan, simbol-simbol kemudian menerapkan konsep-konsep yang dihasilkan dalam situasinya”. Dienes (Hudoyo, 2003:83) menyatakan bahwa “belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya.

Dari uraian diatas, dapat diartikan bahwa belajar matematika adalah tentang konsep-konsep dan struktur matematika sehingga dapat menimbulkan suatu perubahan tingkah laku dan pola pikir sebagai hasil pengalaman individu dalam mempelajari matematika.

Apabila terjadinya proses belajar matematika itu baik, dapat diharapkan hasil belajar peserta didik akan baik pula, subyek yang belajar akan memahami matematika dengan baik pula dan ia dengan mudah mempelajari matematika selanjutnya serta dengan mudah pula mengaplikasikannya ke situasi baru, yaitu dapat menyelesaikan masalah baik dalam matematika itu sendiri maupun ilmu lainnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Mengajar itu suatu kegiatan yang melibatkan pengajar dan peserta didik. Peserta didik diharapkan belajar karena adanya intervensi pengajar. Dengan intervensi ini, diharapkan peserta didik menjadi terbiasa belajar sehingga ini mempunyai kebiasaan belajar. Mengajar adalah menciptakan situasi yang mampu merangsang peserta didik untuk belajar. Mengajar dapat pula diartikan sebagai memberi pelajaran atau melatih.

Hudoyo (Nurhasana, 2003:8) mengemukakan bahwa “Mengajar adalah suatu kegiatan di mana pengajar menyampaikan pengetahuan/pengalaman yang dimiliki peserta didik. Tujuan pengajaran adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik karena mengajar yang baik hanya jika hasil peserta didik baik”.

(10)

menguasai bahan matematika yang diajarkan. Namun penguasaan terhadap bahan saja belumlah cukup agar peserta didik berpartisipasi intektual dalam belajar. Pengajar juga harus memahami teori belajar sehingga belajar matematika menjadi lebih bermakna bagi peserta didik. Peristiwa belajar akan terlihat bila dalam mengajar terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik. Belajar dan mengajar itu dua kegiatan yang saling mempengaruhi yang dapat menentukan hasil belajar. Dapat dikatakan pula bahwa belajar dan mengajar adalah hubungan timbal balik antara sesama murid dalam proses pembelajaran matematika. Dengan kata lain belajar dan mengajar dapat dipandang merupakan suatu proses yang komprehensif yang harus diarahkan untuk kepentingan peserta didik, yaitu belajar.

Berdasarkan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran matematika serta karakter peserta didik di SMA, maka pembelajaran matematika di SMA harus berbeda dengan pembelajaran matematika pada jenjang dasar. Peserta didik harus dibimbing untuk menyelesaikan masalah matematika, difasilitasi untuk mampu menggunakan daa nalar dan analisa yang tinggi.

B. Pendekatan Saintifik

1. Esensi Pendekatan Saintifik

(11)

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis

2. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi

(12)

mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pelaksanaan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran meliputi:

1. Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

(13)

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.

a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi

b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi

c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder

d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi

e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar

f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.

2. Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.

(14)

 Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

 Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.

 Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

 Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.

 Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

 Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi,

 Berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.  Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima

pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.

 Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

 Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

b. Kriteria pertanyaan yang baik  Singkat dan jelas,

 Menginspirasi jawaban,  Memiliki focus,

 Bersifat probing atau divergen,  Bersifat validatif atau penguatan,

 Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang. Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.

(15)

3. Menalar a. Esensi Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.

Meningkatkan daya nalar pesera didik dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut:

 Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.

 Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.

(16)

 Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamai  Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki

 Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.

 Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik. 4. Mencoba

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

(17)

hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.

5. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif

Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.

Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.

(18)

b. Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.

c. Guru sebagai mediator. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.

d. Kelompok peserta didik yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi, serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik.

C. Implementasi Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Matematika SMA

Sesuai dengan teori tahap perkembangan anak yang dikemukakan oleh Piaget yang menyatakan bahwa anak usia 11 tahun ke atas berada pada tahap operasional formal, maka usia peserta didik di SMA termasuk dalam kategori tahap tersebut. Peserta didik di SMA yang berada pada tahap operasional formal telah memiliki kemampuan berpikir sistematis dan proporsional, menganalisis, dan menyusun hipotesis bahkan mengambil suatu keputusan.

(19)

berpikir tingkat tinggi. Pada Buku Siswa Kurikulum 2013 dieksplorasikan materi-materi yang menuntut daya nalar peserta didik. Setiap awal pembelajaran dituntut adanya pemberian masalah otentik untuk menggiring peserta didik menuju model matematika dan memahami konsep. Setelah memahami konsep melalui analisis, peserta didik dituntut mengkomunikasikannya kepada orang lain serta mengaplikasikannya dalam penyelesaian masalah.

Pendekatan saintifik memuat langkah-langkah pembelajaran ilmiah meliputi: Mengamati, menanya, menganalisis, mencoba, dan mengkomikasikan (membuat jaringan). Pendekatan ini dapat diterapkan dalam pembelajaran Matematika. Pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Berikut diberikan contoh langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik/ilmiah:

1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)

-Menyiapkan peserta didik untuk belajar

-Memberikan motivasi dan apersepsi baik berupa contoh aplikasi penerapan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari, permainan matematika, maupu berupa soal kuis atau soal tantangan

-Menyampaikan tujuan pembelajaran serta judul materi yang akan dilaksanakan.

2. Kegiatan Inti

-Membagi peserta didik menjadi 6 kelompok kecil yang masing-masing terdiri dari 4 peserta didik,

-Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk mengamati contoh masalah otentik yang diberikan guru untuk menemukan pengertian dan bentuk umum Sistem persamaan linear dua variable. (Mengamati)

(20)

-Guru memberikan penjelasan singkat mengenai materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan memberikan petunjuk cara menetukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

-Peserta didik memperhatikan dan menganalisis petunjuk guru tentang langkah-langkah menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (Menganalisis)

-Peserta didik menyelesaikan soal-soal yang ada di buku siswa (Mencoba), guru memberikan bimbingan pada peserta didik secara scaffolding.

-Setelah selesai, peserta didik mengkomunikasikan baik di dalam kelompok maupun di depan kelas (Mengkomunikasikan/membuat Jaringan). Guru memberikan penguatan dan penghargaan kepada kelompok yang tampil prsentase.

3. Kegiatan Akhir (Penutup)

-Mengecek sejauhmana pemahaman peserta didik tentang materi melalui satu soal kuis. Memberi penghargaan bagi yang menjawab benar dan penguatan bagi yang menjawab salah.

-Merefleksi proses pembelajaran -Memberikan tugas mandiri (PR)

-Menyampaikan materi selanjutnya diserta pesan moral/amanat

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran di atas berbeda dengan langkah-langkah kegiatan pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional memulai kegiatan dengan memberikan penjelasan materi secara runut dan terperinci lengkap dengan contoh-contoh penyelesaian soal. Setelah selesai menjelaskan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk latihan soal-soal secara mandiri. Dengan teknik seperti ini, tidak dapat dijamin bahwa ada konsep yang diahami oleh peserta didik. Mereka hanya terbiasa dengan latihan-latihan soal secara hafalan tanpa mengetahui maknanya.

(21)

III.PENUTUP A. Kesimpulan

Ciri pokok perkembangan peserta didik di SMA adalah sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesa. Bekerja secara efektif dan sistematis, menganalisis secara kombinasi, dan berpikir secara proporsional telah dapat dilakukan pada tahap perkembangan operasional formal.

Pembelajaran matematika di SMA memiliki ciri yaitu mempunyai objek kajian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten. Pelaksanaannnya berbeda dengan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang masih pada tahap operasionan kongkrit. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang efektif dalam membantu peserta didik memahami matematika baik dari segi sikap, pengetahuan, dan keterampilan matematika.

Pendekatan saintifik (scientific approach) merupakan pendekatan yang menyentuh tiga ranah, yaitu ranah sikap, ranah pengetahuan, dan keterampilan. Adapun langkah-langkahnya adalah : (1) Mengamati, (2) Menanya, (3) Menalar, (4) Menganalisis, (5) Mencoba, dan (6) Mengomunikasikan. Pendekatan ini sangat cocok untuk pembelajaran matematika di SMA.

B. Saran

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hudoyo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.

Jusnidar. 2003. Meningkatkan Hasil belajar Matematika Melalui Pemberian Tugas Pekerjaan Rumah Disertai Umpan Balik Siswa Kelas IV SDN 303 Tondo Tangnga. Skripsi FMIPA Universitas Negeri Makassar: Tidak diterbitkan.

http://anna-w--fpsi09.web.unair.ac.id

http://coretanpembelajaranku.blogspot.com/2013/01/piaget-tahap-operasional-formal.html

http://m.rapendik.com/program/wandira/konseling-remaja/2231-perkembangan-karakteristik-peserta didik-sma\

Gambar

Gambar 2.1. Tiga ranah pengetahuan yang disentuh pendekatan
Gambar 2.2. Langkah-langkah pemeblajaran pada pendekatan saintifik

Referensi

Dokumen terkait

a. Terdapat perbedaan antara individu yang berada dalam kondisi terdapat elemen Pengendalian Internal maupun tidak terdapat elemen Pengendalian Internal dalam

lembaga perwakilan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Kehadiran rakyat secara langsung dalam mengendalikan dan melaksanakan roda pemerintahan sangat sulit dalam sistem

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh pengirim (komunikator) kepada penerima (komunikan). Pesan merupakan isyarat atau simbol yang disampaikan oleh seseorang untuk

Berkenaan dengan hal tersebut, agar Saudara dapat membawa dokumen asli atau rekaman yang sudah dilegalisir oleh pihak yang berwenang dan jaminan penawaran asli untuk setiap data

Dan setelah permukiman di Pulau seribu semakin meluas, maka penyebaran penduduk dan budayanya berlangsung dari satu pulau ke pulau lain, seperti Pulau

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk memberikan bukti empiris bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi pada

Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih detail tentang kesulitan belajar matematis siswa, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Diagnosis Kesulitan Belajar

Kawasan wisata Gunung Galunggung sangat memiliki potensi berwisata tetapi sangat disayangkan wisata tersebut promosi yang dilakukan dari objek wisata ini masih sangat