ABSTRACT
Head injury poten! ally endanger the pa! ent. Incident in male is greater than in female. Brain dam-age that is caused by this incidence include primary and secondary brain damage. Management of head injury in ICU should include prevent another complica! on such as hypernatremia caused by osmo! c over treatment. Hyper-natremia could induce metabolic alkalosis and compen-satory hypoven! la! on.
Keywords: Head injury, hypernatremia, metabolic alkalo-sis, compensatory hyperven! la! on.
ABSTRAK
Cedera kepala berpotensi untuk membahayakan sang penderita. Cedera kepala lebih sering terjadi pada laki-laki. Kerusakan otak yang terjadi bisa merupakan kerusakan otak primer dan sekuder. Penatalaksanaan cedera kepala di ICU dimaksudkan untuk mencegah kom-plikasi lain yang terjadi, termasuk kemungkinan hiperna-tremia yang terjadi saat dilakukan terapi osmo! k. Hiper-natremia dapat menyebabkan alkalosis metabolik dan hipoven! lasi kompesatori.
Kata kunci: Cedera kepala, hipernatremia, alkalosis me-tabolik, hipoven! lasi kompensasi.
PENDAHULUAN
Cedera Kepala
Se! ap tahun, insidens cedera kepala di Amerika berkisar 1:1000 dengan kelompok usia ter! nggi 15-24 tahun dan diatas 75 tahun. Cedera kepala dua kali lipat lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Ham-pir setengah kejadian cedera kepala terjadi karena ke-celakaan sepeda motor, sepeda, dan pejalan kaki. Pada kelompok usia lanjut atau yang sangat muda, cedera ke-pala umumnya terjadi akibat terjatuh. Angka mortalitas cedera kepala pada 1992 sebesar 19,3 per seribu orang per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan akut mencapai 9-10 milyar dolar per tahunnya.
Pada cedera kepala, kerusakan otak primer
ja-rang dapat dilakukan ! ndakan apapun. Perawatan ICU di-tujukan untuk mencegah dan meminimalisasi kerusakan akibat cedera sekunder. Berbagai usaha dapat dilakukan, baik farmakologik maupun nonfarmakologik. Tujuan per-awatan ICU adalah untuk mengurangi morbiditas dan memperbaiki hasil pengobatan (outcome).1
Patofi siologi
Trauma pada kepala dapat menimbulkan cedera primer dan sekunder. Cedera primer merupakan keru-sakan pada otak yang diakibatkan langsung oleh ben-turan pada kepala dan tekanan akselerasi-deselerasi yang di! mbulkannya, sehingga menyebabkan fraktur tu-lang tengkorak dan lesi intrakranial. Lesi intrakranial yang terjadi dapat berupa cedera difus maupun cedera fokal (kontusio serebri, hematoma epidural, hematoma sub-dural, dan hematoma intra serebral, perdarahan subara-khnoid). Beberapa saat, jam, atau beberapa hari setelah kejadian, dapat ! mbul cedera sekunder, yang mungkin merupakan penentu prognosis neurologik pasien. Cedera sekunder terutama ! mbul akibat hipoksia dan iskemia serebral. Penyebabnya antara lain gangguan respirasi, instabilitas kardiovaskular, peningkatan tekanan intrakra-nial (TIK), dan gangguan metabolik.1,2
Perdarahan Subarakhnoid Trauma! k
Perdarahan subarakhnoid trauma! k dihubungkan den-gan robeknya pembuluh darah kecil yang melintas dalam ruang subarakhnoid yang meregang saat fase akselerasi atau deselerasi. Selain itu, terkumpulnya darah di ruang subarakhnoid dapat disebabkan oleh darah akibat kon-tusio serebral dan perluasan perdarahan intraventrikel ke ruang subarakhnoid. Akibat keadaan tersebut, dapat terjadi kenaikan awal tekanan intrakranial yang dapat mendeka! nilai tekanan diastolik. Kenaikan tekanan
in-Gangguan Asam-Basa karena Hipernatremia pada Cedera Kepala
Acid-Base Disorder due to Hypernatremia in Head Injury
Yulius T
Yulius T Alumnus Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi
trakranial (TIK) menyebabkan penurunan tekanan perfusi ke otak secara mendadak sejalan dengan penurunan ali-ran darah ke otak.1,3
Perdarahan subarakhnoid trauma! k dapat menyebabkan komplikasi berupa vasospasme, kejang, atau hidrosefalus. Dalam 24 jam pertama, hidrosefalusmungkin terjadi aki-bat obstruksi aliran cairan serebrospinal di sisterna ven-trikel oleh darah yang membeku akibat perdarahan sub-arakhnoid. Sementara, vasospasme pada pasien dengan perdarahan subarakhnoid dapat terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-14, dengan puncak pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-10.1,2,3
Gambar 1.Patofi sologi cedera kepala Tatalaksana4
Prinsip-prinsip umum penatalaksanaan trauma kepala adalah sebagai berikut:
- Tatalaksana ABC (Airway, Breathing & Circula-! on) dan resusitasi
- Hindari hipotensi dan pertahankan tekanan da-rah sistolik lebih dari 90 mmHg. Kadang perlu mempertahankan MAP yang lebih ! nggi.
- Pertahankan oksigenasi yang adekuat. Hipokse-mia harus dihindari.
- Pertahankan posisi kepada dan leher sedemikan rupa untuk mencegah kompresi pada vena jugu-laris.
- Pertahankan elevasi kepala 300-450 kecuali jika
pasien dalam kondisi syok. Elevasi kepala akan
menjaga aliran balik darah dan cairan serebro-spinal.
- Pertahankan PaCO2 35-40 mmHg.
- Hindari cairan yang hanya mengandung dekstrose, kecuali bila pasien mengalami hipo-glikemia. Demikan pula halnya dengan cairan hipotonik.
- Atasi demam dan pertahankan suhu tubuh nor-mal
- Sedasi mungkin diperlukan untuk mencegah efek buruk agitasi
- Pertahankan hemostasis elektrolit dan gula da-rah
- Nilai dan perbaiki gangguan koagulasi - Nutrisi yang adekuat
- Profi laksis an! kejang, namun hal ini ! dak diin-dikasikan untuk mencegah kejang pascatrauma fase lanjut.
- Manitol (0,25-1 g/kg IV) harus diberikan bila ada tanda-tanda herniasi atau jika terjadi gangguan neurologik yang bukan disebabkan faktor lain. - Steroid dikontraindikasikan pada pasien cedera
kepala.
- Monitor tekanan intrakranial dilakukan pada:
o GCS 3-8 setelah resusitasi dan ada ke-lainan pada CT scan otak.
o CT scan otak normal tetapi terdapat
minimal 2 faktor berikut:
§ Usia >40 tahun
§ Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
§ Deselebrasi atau dekor! kasi unilateral atau bilateral.
- Induksi koma dengan pentobarbital hanya di-lakukan bila tekanan intrakranial ! dak dapat dia-tasi dengan maneuver-manuver lain.
- Pertahankan CPP 50-70 mmHg. CPP yang ideal adalah tekanan yang menjamin perfusi dan ok-sigenasi selebral dangan mengusahakan TIK dibawah 20 mmHg.
Hipernatremia5
Secara defi ni! f, hipernatremia adalah konsentrasi natrium melebihi 145 mmol/L, yang dapat disertai serum osmolaritas yang lebih dari 300 mosm/ kg. Angka kejadian hipernatremia sekitar 1%, dengan kema! an akibat hipernatremia sekitar 40%-70%. Koreksi hipernatremia ! dak boleh terlalu cepat, terutama pada keadaan kronik, karena dapat menyebabkan edema serebri, kejang, koma, hingga kema! an. Oleh karena itu koreksi natrium ! dak boleh lebih cepat dari 0,5 mEq/L se! ap jamnya.
terlalu pekat, atau pemberian berulang enema salin hipertonik. Pemberian manitol juga akan meningkatkan pengeluaran air, sehingga harus dipantau agar osmolaritas serum ! dak melebihi 320 mOsml/kg.
Sebelum dilakukan penatalaksanaan hipernatre-mia, volume ekstraseluler harus dievaluasi terlebih da-hulu. Bila volume ekstravaskular rendah, maka resusitasi cairan intravaskular harus dilakukan, kemudian defi sit air digan! secara perlahan. Pada volume ekstravaskular yang berlebih, diuresis perlu dilakukan dan cairan digan! dengan cairan hipotonik. Hipernatremia bila ! dak dikore-ksi dapat menimbulkan hipoven! lasi kompensasi yang memerlukan intubasi endotrakea dan ven! lasi mekanik seper! pada kasus ini.
ILUSTRASI KASUS
Hasil laboratorium selama perawatan di RS Mediros tampak pada tabel sebagai berikut:
Tgl Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Ruju-kan trofi l Batang/Neutrofi l Segmen/ Limfosit/
SGOT/SGPT 655/315 <37 /<42
(U/L)
Ur/Cr 33/0,8 10-50 /
0,6-1,4 (mg/dl)
Asam Urat 6,5 2,4-5,7 (mg/
dl)
GDS 276 <140 (mg/dl)
17-05-GD jam 05/09/11/16 342/394/424/480 70-110 mg/
dl
20-05-2009
GDS 541 <140 mg/dl
Pasien, wanita umur 65 tahun, BB 70 kg, dirujuk ke RSCM dengan keluhan kesadaran menurun. Empat hari sebelumnya pasien tertabrak bajaj. Pasien pingsan sekitar 10 menit, muntah, keluar darah dari telinga dan hidung, serta ! dak mengingat kejadian. Pasien lalu dibawa ke RS Mediros. Saat masuk RS, pasien dalam keadaan sadar. Hasil CT scan menunjukkan perdarahan di lobus frontalis kiri dan kanan. Selama perawatan, pasien mendapatkan terapi sefotaksim, asam traneksamat, manitol, rani! din, insulin, dan neurobion. Pada perawatan hari ke 3, kes-adaran semakin menurun. Karena fasilitas yang kurang dan permintaan keluarga, pasien dirujuk ke RSCM. Pasien diketahui menderita kencing manis sejak 5 tahun yang lalu. Pasien juga menderita tekanan darah ! nggi, dengan tekanan darah berkisar 140-180 mmHg.
Saat masuk IGD RSCM (tanggal 20-05-2009 jam 14.00), hasil pemeriksaan fi sik didapatkan sebagai beri-kut. Tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 135x/ menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu 38,40C, ! ngkat
kesadaran GCS E2M4V2, pupil isokor, diameter 3mm, re-fl eks cahaya posi! f, terdapat kaku kuduk. Pada pemerik-saan jantung, bunyi jantung I-II normal, ! dak ditemukan murmur dan gallop. Pada paru ditemukan rhonki di ked-ua lapang paru. Refl eks patologis nega! f. Pemeriksaan funduskopi didapatkan pupil bulat, rasio A/V 2/3, ! dak ditemukan perdarahan. Hasil CT scan ulang ditemukan perdarahan intraselebral lobus frontalis bilateral, perda-rahan subarachnoid, dan edema serebri. Hasil laborato-rium sebagai berikut:
DPL 13,8/42/19.300/356.000
PT/APTT/Fibrinogen/D-dimer 12,5/22,9/366/0,3 (K 11,7/34,5/200-400/<0,3)
Ur/Cr 102/1,7
SGOT/SGPT 21/80
Albumin 4,1
Na/K/Cl 172/3,3/113
AGD (O2 10-12 L/menit) 7,286/70,5/70,4/33,9/7,1/90,8%
GDS 178
Keton 3-Hidroksi Bu! rat 0
Pasien diputuskan untuk diintubasi dan dirawat di ICU. Pasien masuk ICU jam 17.30 (20-05-2009).
PEMBAHASAN
scan dilakukan pada awal-awal kejadian (kurang dari 2 jam) sehingga perdarahan subarakhnoid belum terlihat, atau mungkin perdarahan subarakhnoid pada pasien ini terjadi saat perawatan.
Setelah perawatan hari ke-3, kesadaran pasien menurun. Penyebab penurunan kesadaran tersebut se-harusnya dinilai ulang, baik faktor intrakranial maupun ekstrakranial. Karena pasien dirawat di RS luar, maka ! -dak diperoleh data lengkap, hanya ada data nilai gula da-rah yang cukup ! nggi.
Saat masuk IGD RSCM, ! ngkat kesadaran pasien ber-dasarkan skala koma Glascow adalah E2M4V2. Penyebab penurunan kesadaran pada kasus ini mungkin disebab-kan oleh hal-hal berikut:
- Faktor intrakranial
Pada pemeriksaan fi sik ditemukan kaku kuduk dan CT scan menunjukkan perdarahan subarakhnoid. Bila dilihat hasil CT scan awal, perdarahan intraserebral terjadi di daerah frontal, yang merupakan tempat yang ! dak memengaruhi ! ngkat kesadaran. Selain itu, selama perawatan pasien mendapat terapi manitol untuk mengurangi edema serebri. Dengan demikian, seharusnya
! dak terjadi penurunan kesadaran.
Perlu dibedakan juga apakah perdarahan subarakhnoid (subarachnoid hemorrhage atau SAH) ini terjadi saat kecelakaan atau karena terapi osmo! k dalam rangka menurunkan edema serebri selama perawatan. Bila SAH terjadi saat kecelakaan, maka faktor intrakranial juga berperan dalam penurunan kesadaran. Hal itu dikarenakan vasospasme dan peningkatan TIK (hidrosefalus) dapat menjadi komplikasi SAH. Pada pasien, gambaran CT scan ! dak menunjukkan hidrosefalus. Untuk mengetahui terjadinya vasospasme, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan, antara lain angiografi atau transcranial doppler, terlebih pada kasus ini ditemukan faktor ekstrakranial yang dapat menjadi penyebab penurunan kesadaran. Setelah itu pada kasus perdarahan subarakhnoid trauma! k, harus dibedakan apakah perdarahan yang terjadi murni karena trauma atau memang pasien sudah ada aneurisma sebelumnya, apalagi pada pasien ini terdapat riwayat hipertensi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah MRI atau angiografi . Ini sangat pen! ng dilakukan untuk menentukan tatalaksana yang akan diberikan.
Hari Subjec! ve, Objec! ve, Assesment Planning Keterangan
1 S:
-O:
CNS: Sopor,
GCS E2M4Vtube CVP 9-11
Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36-38,50C
Sistem kardiovaskular: TD 110-155/70-90 mmHg HR 90-110x/mnt
EKG : Sinus Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki -/-, wheezing -, slam +
(A)PC 12-14, PEEP 5 FiO2 50 RR 12x/menit, TV 375-520ml Saturasi 96-100%
GIT:
Distensi -, BU +, Residu NGT 100 GUT:
Diuresis 25-65cc/jam (urin 675/14) Balans cairan + 400
A: Gagal nafas ! pe II Penurunan Kesadaran
- TBI (ICH, SAH, edema serebri) - Hipernatremia
Hiperglikemia AKI (risk)
Cefi rome 2x1g IV OMZ 1x40mg IV Vit C 3x1g IV Ci! colin 2x500mg Morfi n: midazolam ! trasi Insulin ! trasi (1-4 unit/jam) Sistenol 4X500mg (K/P) Fluimucyl 3X1 sach set
KCl 25 meq (koreksi) N4 500/8 jam (1100 ml à 220 Kkal)
MC 40-90cc/jam (260Kkal)
Kultur sputum, darah dan urin Pewarnaan gram sputum Elektrolit serial
GD serial AGD
AGD 7,585/34,1/90,2/+10/32,1/97,7 (jam 19.00)
7,568/36,6/110,4/+10,4/33,4/97,9
Beta hidroksi bu! rat 1,4 (< 0,6 mmol/L)
GD 216/287/368/415/433/405/306/ 250/205
Elektrolit
2 S: -O:
CNS: Sopor (Pengaruh obat) GCS E3M4Vtube Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36,1-38,10C
Sistem kardiovaskular: TD 105-145/60-85 mmHg HR 75-105x/mnt
CVP 9-10
EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki /, wheezing (P)SIMV 14, PEEP 5, RR 10, PS 14 FiO2 40%
Saturasi 96-100% GIT:
Distensi , BU +, Residu NGT -GUT:
Diuresis 80-200cc/jam (urin 2350) Balans cairan +2370
A: Penurunan Kesadaran - Hipernatremia
- SAH
- ICH, edema serebri Hiperglikemia
AKI (Risk)
Cefi rome 2x1g IV OMZ 1x40mg IV Vit C 3x1g IV Ci! colin 2x500mg
Metylprednisolon 2X62,5mg Morfi n: midazolam ! trasi Insulin ! trasi (2-5 unit/jam)
Sistenol 4X500mg (K/P) Flumucyl 3X1 sach set
KCl total 75 meg (koreksi) Asering pro resusitasi (Total 2500cc)
2A 500/8 jam (1500 ml à 150 Kkal)
MC Target 1800 Kkal, protein 70g à
90cc/jam (1700 Kkal)
(Total intake kalori 1850)
Bil D/I 0,26/0,62
Fibrinogen 232,2 mg/dl D-dimer 1500 ng/ml
Na/K/Cl
156/3,1/106 (jam 08.00) 152/2,9/104 (jam 19.30)
GD 363/415/335/507/322/228/129/ 349/411/383/429/461
AGD Arteri
7,457/45,7/129,2/7,4/31,8/98,2% Saturasi AGD CVC 83,1%
Laktat 2,7 (<2,0)
3 S:
-O:
CNS: Somnolen sopor (pengaruh obat)
GCS E3M4Vtube Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36,9-37,40C
Sistem kardiovaskular: TD 100-140/50-90 mmHg HR 65-105x/mnt CVP 9-12
EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki +/+, wheezing (P)SIMV 14, PEEP 5, RR 8-10, PS 14 FiO2 50%
Saturasi 96-100% GIT:
Distensi -, BU +, Residu NGT 120 cc GUT:
Diuresis 35-115cc/jam (urin 1750) Balans cairan +1663,5
A: Penurunan Kesadaran
- SAH
- ICH, edema serebri
Hiperglikemia Pneumonia
Cefi rome 2x1g IV Levofl oksasin 1x750mg Esmoperazol 2x40mg IV Vit C 1x1g IV
Ci! colin 2x500mg Morfi n: midazolam ! trasi Insulin ! trasi (2,5-7 unit/jam) Norepinefrin 0,05-01 µg/kg/ menit
Nimotop 2mg/jam
Sistenol 4X500mg (K/P) Flumucyl 3X1 sach set Lycoxy 1x1
Asering 2000 cc
Gelofusin pro resusitasi (500cc)
MC Target 1800 Kkal, protein 70g à
90-75cc/jam (1530 Kkal)
(Total intake kalori 1530)
Target
MAP >90 mmHg PCO2 35-45 CVP 12-15 cmH2O GD 90-150
Foto thorak
DPL 10,0/30,9/11,2/182 Baso/Eosi/Neutro /limfo/mono 0/0/75/23/2
Na/K/Cl 146/3,6/101
Ur/Cr 59/0,9
Alb/Glb 3,3/2,60
HbA1C 9,7
GD 456/449/411/476/299/187/203/273 /183/163/283/224
AGD 7,440/48,1/107,9/7,4/32,1/98,1 Saturasi AGD CVC 79,8%
Prokalsitonin 0,447
4 S: -O:
CNS: Somnolen (pengaruh obat)
GCS E3-4M4Vtube Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36,5-38,60C
Sistem kardiovaskular: TD 110-160/ 60-80 mmHg HR 60-80x/mnt
CVP 10-14 EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki +/+, wheezing (P)SIMV 14, PEEP 5, RR 8, PS 14 FiO2 50%
Saturasi 96-98% GIT:
Distensi -, BU +, Residu NGT 50 cc GUT:
Diuresis 135-300cc/jam (urin 5610) Balans cairan -2388
A: Penurunan Kesadaran
- SAH
- ICH, edema serebri
Pneumonia Hiperglikemia Poliuria
Cefi rome 2x1g IV Levofl oksasin 1x750mg Esmoperazol 2x40mg IV Vit C 1x1g IV
Ci! colin 2x500mg Morfi n: midazolam ! trasi Insulin ! trasi (2,5-6,5 unit/jam) Norepinefrin 0,05-0,3µg/kg/ menit
Nimotop 2mg/jam KCl 50 meg (koreksi) Sistenol 4X500mg (K/P) Flumucyl 3X1 sach set Lycoxy 1x1
Asering 2000 cc NaCl 0,9% 500 cc
MC Target 1800 Kkal, protein 70g à
90-100/jam (1880 Kkal)
(Total intake kalori 1880)
Target
MAP >90-100 mmHg PCO2 35-45
CVP 12-15 cmH2O GD 90-150
AGD 7,405/45,9/137,4/8,1/32,6/98,3
Na/K/Cl 142/2,7/97 141/3,0/9,6
GD 188/205/177/103/142/154/201/25 9/310/309
5 S:
-O:
CNS: Apa! s
GCS E4M5Vtube Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 37-38,60C
Sistem kardiovaskular: TD 120-160/ 60-80 mmHg HR 60-100x/mnt
CVP 9-11
EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki +/+, wheezing PS 14-8, PEEP 8, FiO2 40%
Saturasi 94-98% GIT:
Distensi , BU +, Residu NGT -GUT:
Diuresis 135-470cc/jam (urin 6150)
Balans cairan +500 A: SAH
Pneumonia Hiperglikemia Poliuria
Cefi rome 2x1g IV Levofl oksasin 1x750mg Esmoperazol 2x40mg IV Vit C 1x1g IV
Ci! colin 2x500mg Insulin ! trasi (0,5-5 u/jam) Norepinefrin 0,2-0,3µg/kg/ menit
Nimotop 2mg/jam Dexametason 10 mg iv
Sistenol 4X500mg (K/P) Flumucyl 3X1 sach set Lycoxy 1x1
Asering 1000 cc NaCl 0,9% 500 cc Gela! n 1000 cc Sterch 1000 cc
MC Target 1800 Kkal, protein 70g à
100/jam (1800 Kkal)
(Total intake kalori 1800)
Target
MAP >90-100 mmHg PCO2 35-45
CVP 8-12 cmH2O GD 90-150
Na/K/Cl 143/3,9/94 140/2,9/95 141/5,3/95
PT 12,5 (K 12,2) APTT 12,2 (K 33,1)
AGD 7,493/45,4/87,3/9,3/33,3/97,1% SvcO2 79,1%
6 S: -O:
CNS: Somnolen (pengaruh obat)
GCS E4M5Vtube Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36,8-37,80C
Sistem kardiovaskular: TD 130-170/ 60-80 mmHg HR 80-100x/mnt
CVP 7,5-13,5 EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki +/+, wheezing PS 8, PEEP 8-5, FiO2 40% à SBT 6L/menit (RR 26-38, TV 250) à kembali ke pola nafas sebelumnya Saturasi 92-98%
GIT:
Distensi , BU +, Residu NGT -GUT:
Diuresis 135-500cc/jam (urin 4680)
Balans cairan -524 A: SAH
Pneumonia Hiperglikemia
Cefi rome 2x1g IV Levofl oksasin 1x750mg Fluconazol 2x200mg iv Esmoperazol 2x40mg IV Vit C 1x1g IV
Ci! colin 2x500mg
Insulin ! trasi (2,5-6,5 u/jam) Norepinefrin 0,1-0,2µg/kg/ menit
Nimotop 2mg/jam Ritalin 1x0,5 tab Sistenol 4X500mg (K/P) Flumucyl 3X1 sach set Lycoxy 1x1
Aspar K 3x1
Asering 1000 cc NaCl 0,9% 500 cc Gela! n 1000 cc Sterch 500 cc
MC Target 1800 Kkal, protein 70g à
100/jam (1200 Kkal) (Total intake kalori 1200)
Kultur sputum ulang
Target
MAP >90-100 mmHg CVP 8-12 cmH2O GD 90-150
Kultur sputum: Candida albikan
SGOT/SGPT 16/21
Na/K/Cl/Ca/Mg 140/3,1/96/8,4/1,5 144/3,8/102
AGD 7,498/42,7/109,8/9,0/32,8/98,2 (Pola nafas PS)
7,501/40,3/79,2/+7,6/31,2/96,8 (SBT 6l/menit)
GD
218/156/123/297/361/425/388/237/2 98/290/243
7 S:
-O:
CNS: Apa! s - CM GCS E4M6V5
Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36,1-36,80C
Sistem kardiovaskular: TD 120-150/ 55-90 mmHg HR 70-110x/mnt
CVP 9-10,5 EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki +/+, wheezing PS 8, PEEP 5, FiO2 40% à
SBT 6L/menit (RR 24-32, TV 350) à Ekstubasi à FM 8l/menit Saturasi 92-98%
GIT:
Distensi , BU +, Residu NGT -GUT:
Diuresis 100-150cc/jam (urin 2100)
Balans cairan +900 A: SAH
Pneumonia Hiperglikemia Poliuria
Cefi rome 2x1g IV Levofl oksasin 1x750mg Fluconazol 2x200mg iv Esmoperazol 1x40mg IV Vit C 1x1g IV
Ci! colin 2x500mg
Insulin ! trasi (2,5-6,5 u/jam) Norepinefrin 0,08-0,15µg/kg/ menit
Nimotop 6x60mg (po) Ritalin 1x0,5 tab Sistenol 4X500mg (K/P) Flumucyl 3X1 sach set Lycoxy 1x1
Aspar K 3x1
Asering 1000 cc
NaCl 0,9% 1000 cc Gela! n 1000 cc
MC Target 1800 Kkal, protein 70g à
100/jam (1600 Kkal)
(Total intake kalori 1600) Target
MAP >90-100 mmHg CVP 8-12 cmH2O GD 90-150
DPL 10,2/32,8/23.000/319.000
Na/K/Cl 146/3,7/104 140/3,5/97
AGD
7,479/33,5/94/+1,7/24,6/27,9 (post ekstubasi)
GD 256/237/336/390/401/435/259/373 /263/239/249/284
8 S : Suara serak, O:
CNS: CM
GCS E4M6V5
Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36,5-370C
Sistem kardiovaskular: TD 130-155/ 75-95 mmHg HR 70-95x/mnt
CVP 9-10,5 EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki /, wheezing Nasal Kanul 3l/menit
Saturasi 94-99% GIT:
Distensi , BU +, Residu NGT -GUT:
Diuresis 120-435cc/jam (urin 4440)
Balans cairan -540 A: SAH
Hiperglikemia Poliuria
Cefi rome 2x1g IV Levofl oksasin 1x750mg Fluconazol 2x200mg iv Esmoperazol 1x40mg IV Vit C 1x1g IV
Ci! colin 2x500mg Insulin ! trasi (4,5-8 u/jam) Norepinefrin 0,20µg/kg/menit
Nimotop 4x60mg (po) Ritalin 1x0,5 tab Flumucyl 3X1 sach set Lycoxy 1x1
Aspar K 3x1
Asering 1500 cc
NaCl 0,9% 1000 cc
MC Target 1800 Kkal, protein 70g à
100/jam (1800 Kkal)
(Total intake kalori 1800)
Target
MAP >80-90 mmHg CVP 8-12 cmH2O GD 90-150
7,522/32,1/144,5/+3,8/26,2/98,3
GD 269/309/179/154/105/169/68/High
PT/APTT 12,4/29 (12,4/35) Fibrinogen 490,8
D-dimer 1600
Urinalisis:
BJ 1030. Protein 3+, Glukosa +, Eritrosit 3+, Leukosit 25, Jamur +, Bakteri
-Kultur darah steril
9 S : Suara serak -
O: CNS: CM
GCS E4M6V5
Pupil 2/2, R. Cahaya +/+ T 36-37,30C
Sistem kardiovaskular: TD 120-160/ 50-90 mmHg HR 70-85x/mnt
CVP 6,5-10 EKG : Sinus rithme Sistem respirasi:
Vesikuler+/+, Rhonki /, wheezing Nasal Kanul 3l/menit
Saturasi 97-99% GIT:
Distensi , BU +, Residu NGT -GUT:
Diuresis 85-180cc/jam A: SAH
Poliuria
Cefi rome 2x1g IV Levofl oksasin 1x750mg Fluconazol 1x200mg iv Esmoperazol 1x40mg IV Vit C 1x1g IV
Ci! colin 2x500mg Insulin ! trasi (4-6 u/jam) Norepinefrin 0,20µg/kg/menit - stop
Koreksi KCl 25 meq
Nimotop 4x60mg (po) Ritalin 1x0,5 tab Flumucyl 3X1 sach set Lycoxy 1x1
Aspar K 3x1
Asering 1000 cc
NaCl 0,9% 1000 cc
MC Target 1800 kkal, protein 70g à
100/jam
Target
CVP 8-12 cmH2O GD 90-150
Pasien pindah ke HCU Neurologi AGD
7,536/30/117,7/+3,4/25,3/98,3% 7,527/32,9/102,7/+4,7/27,2/98,2
GD 241/374/244/170/186/75
Na/K/Cl 139/3,2/95 141/3,3/97
Urin:
Osmolaritas 558 (541-926) Na Urin 260 (30-220) K urin 42 (25-100) Cl urin 224 (120-250)
Kultur sputum: E. coli
- Faktor Ekstrakranial
Pemeriksaan AGD menunjukkan gagal napas ! pe II. Kadar PaCO2 70,5 mmHg menunjukan hipoven! lasi, tetapi gambaran klinis pasien menunjukkan takipnea. Hal ini menunjukkan volume ! dal pasien kecil sehingga ven! lasi ! dak adekuat. Dengan pemberian oksigen yang cukup ! nggi, hanya tercapai PaO2 sebesar 70,4 mmHg. Bila dihitung, gradien A-a PO2 meningkat cukup ! nggi. Dengan demikian, selain terjadi hipoven! lasi alveolar, ditemukan pula ke! dakseimbangan ven! lasi perfusi (lihat gambar 2).
Foto toraks menunjukkan infl iltrat minimal di parahiler kanan bawah. Di samping itu, ditemukan pula adanya leukositosis dan demam, namun perlu diingat kondisi dehidrasi juga dapat menyebabkan hal tersebut. Oleh sebab itu, pada awal masuk ICU hendaknya dilakukan kultur sputum dan pewarnaan gram. Pewarnaan gram pada sputum pasien menunjukkan batang gram nega! f dan kokus gram posi! f yang jumlahnya sedikit. Hasil kultur sputum menunjukkan Candida albicans. Pemeriksaan kultur sputum dengan memperhitungkan koloni unit seharusnya dilakukan untuk membedakan apakah hasil kultur kandida ini hanya kolonisasi atau sudah infeksi. Hasilnya akan lebih baik lagi bila diambil dengan BAL atau sikatan protek! f secara steril. Pada kasus ini, pasien memang mempunyai faktor risiko untuk terinfeksi jamur, karena gula darahnya yang sangat sulit terkontrol dan pemakaian an! bio! k spektrum luas. Oleh sebab itu pada pasien ini diberikan an! jamur setelah didapatkan hasil kultur.
Penilaian skor clinical pulmonary infec! on score (CPIS) memperoleh hasil di bawah 6, yaitu:
– Temperatur: 38,50C => 1
– Leukosit : 19.300 => 1
– Sekresi trakeal: nonpurulen => 1
– Indeks oksigenasi: 180-220 => 2
– Foto toraks: infi ltrat => 0
– Progresivitas infi ltrat pulmonal: ! dak => 0
– Kultur aspirat trakeal: hanya kultur kualita! f
Pada pasien usia lanjut dan imunokompromais, komponen di atas ! dak selalu muncul.
Gambar 2. Diagram evaluasi hipoksemia
Setelah resusitasi cairan di ICU, demam mulai turun. Akan tetapi, pada hari ke! ga, mulai ditemukan adanya rhonki dan penambahan infi ltrat pada foto toraks. Slem juga bertambah namun ! dak purulen. Keesokan harinya, demam muncul kembali. Pada pasien diberikan an! bio! k kombinasi dengan levofl oksasin dan diambil kultur ulang. Bila dinilai ulang skor CPIS (total 6), pasien dapat didiagnosis sebagai VAP, yaitu:
– Temperatur: 38,60C => 1
– Leukosit : 11.200 => 1
– Sekresi trakeal: non-purulen => 1
– Indeks oksigenasi: 218-274 => 0
– Foto toraks: infi ltrat lokal => 2
– Progresivitas infi ltrat pulmonal : ya => 1
– Kultur aspirat trakeal: hanya kultur kualita! f
Hasil kultur ulang menununjukkan E. coli yang sensi! f terhadap meropenem dan imipenem.
Pada hari ke-7, pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis tetapi ! dak ditemukan tanda infeksi secara klinis. Oleh sebab itu, an! bio! k ! dak distop dan dicari kemungkinan sumber infeksi yang lain, misalnya urin. Bila dalam 3 hari ! dak ditemukan tanda infeksi dan pemeriksaan leukosit menunjukkan penurunan, maka an! bio! k dapat dihen! kan.
Pemeriksaan elektrolit awal masuk ICU menunjukkan hipernatremia. Pada kondisi hipernatremia, harus dinilai kondisi cairan ekstraseluler. Secara klinis, pasien tampak dehirasi, sehingga dapat dianggap saat itu cairan ekstraseluler kurang. Jika dilihat dari perjalanan penyakit, kemungkinan besar kondisi tersebut disebabkan oleh terapi manitol di RS luar. Dalam terapi manitol, osmolaritas darah seharusnya dipantau agar ! dak terjadi deplesi cairan ekstraseluler. Pada kasus ini, resusitasi cairan seharusnya dilakukan dengan kristaloid isotonik dan setelah itu diperiksa kembali kadar elektrolit serta diperhitungkan jenis dan jumlah cairan yang akan diberikan selanjutnya. Koreksi hipernatremia ! dak boleh terlalu cepat. Koreksi yang terlalu cepat akan menyebabkan demielinolisis dan edema serebri.
Pasien menunjukkan alkalosis metabolik. Berdasarkan pendekatan Stewart, alkalosis dapat disebabkan oleh kurang cairan (alkalosis restriksi). Pada kondisi alkalosis metabolik, sistem pernapasan akan cenderung mengkompensasi keadaan tersebut dengan menahan CO2. Hal itu menjelaskan hiperkapnia pada pasien sebelum diintubasi (hipoven! lasi kompensatori).
Gangguan elektrolit, asam basa dan respirasi pada kasus ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
• AGD 7,286/70,5/70,4/33,9/7,1/90,8%. Na/K/Cl 172/3,3/113. Alb 4,1
• } pH = 0,08 x } PCO2/10 = 0,08 x (40-70,5)/10 = -0,244. Jadi, pH darah yang seharusnya akibat pengaruh peningkatan CO2 adalaH 7,40 + (-0,244) = 7,156
• Kompensasi HCO3 karena peningkatan PCO2
PCO2 ↑ 10mmHg => ↑ HCO3 1 (akut) atau 4 (kronik) (70,5-40)/10 => HCO3 karena peningkatan PCO2 = 24+3,05 = 27,05
Nilai pH dan HCO3 ! dak sesuai dengan hasil AGD yang didapatkan sehingga ada gangguan lain selain asi-dosis respiratorik. Untuk mengevaluasi komponen me-tabolik dilakukan dengan pendekanan Fencl- Steward sebagai berikut:
• Efek Na – Cl = Na – Cl – 38 = 172 -113 -38 = 21
• Efek albumin = 0,25 x (42-Alb) = 0,25 X (42 – 41) = 0,25
• UA = SBE – (efek Na-Cl) – efek Alb = 7,1 – 21 – 0,25 = -14,15
Hasil di atas menunjukkan komponen
hiperna-tremia (alkalinisasi) lebih dominan dibandingkan anion yang ! dak terukur (asidosis). Hal ini menjelaskan men-gapa pada AGD didapatkan pH yang lebih alkali diband-ingkan efek PaCO2. Selain itu, didapatkan anion tak teru-kur yang cukup ! nggi. Anion-anion yang ! dak teruteru-kur ini seharusnya dicari sumbernya. Hasil keton hiroksibu! rat nega! f. Kadar laktat sebagai anion tak terukur mungkin cukup ! nggi pada kasus ini, namun sayangnya ! dak di-periksa.
Peningkatan laktat disebabkan oleh ke! dak-seimbangan kebutuhan dan suplai oksigen. Pada kasus ini didapatkan kebutuhan oksigen yang ! nggi karena pasien demam, takikardi, takipnea, serta suplai oksigen yang menurun. Suplai oksigen ditentukan oleh kandun-gan oksigen di darah dan curah jantung. Kandunkandun-gan oksi-gen dipengaruhi Hb, saturasi O2 dan PaO2. Pada kasus ini penurunan suplai oksigen dikarenakan:
- Saturasi oksigen dan PaO2 menurun - Curah jantung
Pada pasien ditemukan CAD pada EKG. Curah jantung ! dak diukur pada kasus ini. Peningkatan frekuensi nadi merupakan kompensasi fi siologis untuk mencukupi kebutuhan yang meningkat. Kompensasi ini akan meningkatkan kerja jantung sehingga akan membawa efek yang buruk pada jantung yang sudah ada gangguan (CAD). Harusnya dilakukan pemeriksaan saturasi mixed vein. Sebelum mendapat dukungan ven! lasi, pasien dalam kondisi asidosis sehingga pelepasan oksigen ke jaringan akan lebih mudah. Dalam kondisi kebutuhan oksigen meningkat dan suplai menurun, ekstrasi oksigen akan meningkat. Dalam kondisi yang masih dikompensa-si, laktat belum terbentuk. Bila rasio ekstrasi telah mele-wat ! ! k kri! s, barulah laktat mulai meningkat yang dapat diperhitungan dengan peningkatan anion ! dak terukur. Setelah diintubasi, AGD dan elektrolit kembali diperiksa yang menunjukkan penurunan anion yang tak terukur. Dukungan ven! lasi dan sedasi, selain dapat menurunkan kebutuhan oksigen, juga dapat meningkatkan suplai oksi-gen karena saturasi dan PaO2 dapat di! ngkatkan. Kadar laktat serial seharusnya diperiksa untuk mengevaluasi hasil terapi.
AGD 7,585/34,1/90,2/+10/32,1/97,7, Na/K/Cl 163/3,5/113, Alb 4,1, beta hidroksi bu! rat 1,4
• Efek Na-Cl = Na – Cl – 38 = 163 -113 -38 = 12
• Efek albumin = 0,25 x (42-Alb) = 0,25 X (42 – 41) = 0,25
• UA = SBE – (Efek Na-Cl) – efek alb = 10 – 12 – 0,5 = -1,5
Seharusnya langsung dilakukan pemeriksaan angiografi pada perdarahan subarakhnoid pada kasus ini, dengan tujuan sebagai berikut:
- Mengetahui apakah perdarahan subarakhnoid trauma! k ini berhubungan dengan aneurisma karena pasien mempunyai riwayat hipertensi - Mengetahui apakah terjadi vasospasme
- Menentukan langkah tatalaksana yang akan diambil. Pada angiografi bila ditemukan aneurisma dan vaskularnya dapat dicapai, dapat dilakukan coiling. Pada kasus vasospasme tertentu dapat dilakukan angioplas! .
Pada kasus ini terapi dan pencegahan vaso-spasme ! dak langsung diberikan karena pada hari 1-2 dilakukan rehidrasi dan koreksi hipernatremia secara perlahan. Setelah itu pasien diberikan nimotop dan tat-alaksana dengan tripel H (hipertensi, hipervolemia dan hemodilusi). Tatalaksana tripel H pada kasus ini memang ! dak agresif karena ada gambaran CAD dari hasil EKG. Nimotop intravena dilanjutkan di HCU dan ruang rawat selama 21 hari. Dalam tatalaksana tripel H pada kasus ini, terjadi poliuria.
Selain karena terapi triple H menyebabkan po-liuria, penyebab lain juga harus disingkirkan dengan melakukan pemeriksaan osmolaritas dan elektrolit urin. Pada perdarahan subarakhnoid, terjadi renggangan pada ventrikel, yang akan memicu pengeluaran natriure! k pep! da sehingga terjadi poliuria dan natriuresis. Pada kasus ini, osmolaritas urin masih normal tetapi kadar na-trium urin agak meningkat.
Gula darah sangat sulit terkontrol pada pasien ini. Pasien mempunyai riwayat diabetes yang selama ini gula darahnya ! dak terkontrol. Hal ini dapat dilihat den-gan meningkatnya kadar HbA1c. Di samping itu, pada perdarahan subaraknoid juga dapat terjadi gangguan sistem endokrin.
AKI pada pasien ini dikarenakan kondisi pre-re-nal. Setelah resusitasi cairan terpenuhi, maka kada ure-um dan krea! nin kembali normal.
Pasien ini mendapat sedasi. Untuk menyingkir-kan penyebab penurunan kesadaran seharusnya sedasi dihen! kan setelah faktor-faktor penyebab penurunan kesadaran ekstrakranial telah teratasi. Pemilihan sedasi yang durasinya pendek lebih dianjurkan karena penilaian ! ngkat kesadaran akan lebih cepat kita lakukan.
Pemeriksaan faal hemostasis menunjukkan ka-dar D-dimer yang cukup ! nggi 2 hari setelah kejadian dan kadarnya menurun saat pasien di IGD RSCM. Profi l he-mostasis yang lain dalam kisaran normal. Peningkatan D-dimer ini menunjukkan adanya proses fi brinolisis. Trom-boplas! n yang dilepaskan oleh otak akan memicu proses fi brinolisis di daerah yang mengalami perdarahan. Tetapi kadar D-dimer kembali meningkat pada perawatan hari ke-2 di ICU dan tetap ! nggi selama pasien dirawat. Perlu menjadi perha! an, apakah ada proses fi brinolisis yang dipicu koagulasi di tempat lain. Pasien ini ! dak mendapat profi laksis DVT. Dengan kadar D-dimer yang tetap ! nggi, seharusnya dicari adakah kemungkinan trombosis.
Ke-jadian DVT tersering berlokasi di tungkai bawah. Pemer-iksaan untuk mendeteksi hal ini perlu dilakukan, antara lain venografi atau dengan USG Doppler yang non-invasif. Karena pasien mempunyai faktor risiko, seharusnya pada kasus ini dilakukan pencegahan DVT dengan mekanik. Bila diketahui dengan pas! bahwa SAH trauma! k pada kasus ini ! dak bersifat ko-insidens dengan aneurisma dan CT scan serial ! dak menunjukkan adanya perdarahan baru, pencegahan DVT farmakologi baru dapat dimulai dengan pengawasan yang sangat ketat.
Pasien menunjukkan perbaikan GCS. Pada hari ke-6 sedasi dihen! kan dan dilakukan uji napas spontan (spontaneous breathing trial), akan tetapi gagal dan di-coba lagi keesokan harinya. Akhirnya pasien dapat dieks-tubasi dengan menghitung RSBI <105. Vasopresor dihen-! kan perlahan dan pasien dipindahkan ke HCU dengan kesadaran kompos men! s.
SIMPULAN
- Penatalaksanaan cedera kepala di ICU ditujukan untuk mencegah terjadinya cedera kepala sekunder.
- Faktor ektrakranial harus dijaga seop! mal mungkin untuk mencegah terjadinya cedera kepala sekunder.
- Hipernatremia dapat terjadi pada terapi osmo! k. Sebelum melakukan tatalaksana hipernatremia, kondisi cairan ekstraseluler harus ditentukan terlebih dulu. Koreksi hipernatremia harus dilakukan secara perlahan.
- Hipernatremia bila ! dak dicegah atau dikoreksi dapat menimbulkan alkalosis metabolik dan hipoven! lasi kompensatori yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutcliff e AJ. Trauma! c brain injury: cri! cal care management. In: Wilson WC, Grande CM, Hoyt DB, editors. Trauma cri! cal care. New York; 2007. p. 201-19.
2. Myburg JA. Severe head injury. In: Oh TE, Bersten AD, Soni N, editors. Oh’s intensive care manual. Philadelphia; 2003. p 689-709.
3. Yao KC, Bederson JB. Subarakhnoid hemorrhage. In: Brian TC, Andrews, editors. Intensive care in neurosurgery. New York: Thieme; 2003. p 161-72.
4. McLean B, Zimmerman JL, editors. Fundamental cri! cal care support. 4th ed. USA; 2007. p 8-1 –
8-16.