• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum Awal Waktu Shalat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dasar Hukum Awal Waktu Shalat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

GEOMETRI WAKTU SHALAT

(Studi Posisi Matahari Saat Awal Waktu Shalat) Muhajir, SHI, MSI.

A. Pendahuluan

Matahari merupakan sumber utama dalam kehidupan manusia, sinar cahayanya yang dikeluarkan telah memberikan kehidupan pada manusia dibumi, disamping ia memberikan manfaat secara biologis bagi kehidupan makhluk di bumi, ia juga dijadikan sebagai penanda waktu bagi tata kehidupan makhluk, karena pergerakannya yang relatif tetap maka dapat diperhitungkan melalui rumus-rumus yang diciptakan oleh pakarnya,

Setelah kita amati, matahari terbit di ufuk timur kemudian perlahan merambat naik sampai pada pertengahan hari Matahari mencapai perjalanan yang paling tinggi di tempat kita dan untuk selanjutnya turun perlahan ke arah barat dan pada petang harinya terbenam di ufuk sebelah barat.1 Jika malam cerah tampak bintang gemintang seakan-akan menempel di langit dan membentuk kelompok-kelompok tertentu yang tetap dan membentuk gambaran seperti hewan, manusia dan lainnya seperti bintang Waluku, Biduk, Lei, Scorpion, dan lain-lain2. Bintang-bintang itu bergerak dari timur ke barat. Untuk mengamati gerak Matahari, kita tidak terlalu sulit kerena ia termasuk benda langit yang sangat jelas untuk diamati baik dari bentuknya, geraknya maupun posisinya, akan tetapi untuk mengetahui benda-benda langit lainnya yang letaknya sangat jauh tidaklah semudah seperti mengetahui Matahari, dari semua kejadian alam ini, kemudian para pakar merumuskan sebuah teori yang dapat dijadikan pedoman peneiitian-penelitian selanjutnya, beberapa teori yang telah disusun oleh para pakar diantaranya adalah : Geometri, Trigonometri, Trigonometri bola, geogafi dan lain-lain

1. Selamet Hambali, Ilmu Falak 1, penentuan awal watu shalat dan Arah kiblat seluruh dunia,

Program pascasarjana IAIN Walisongo, Semarang, 2011, hal. 49.

2

(2)

2

Khusus untuk fenomena matahari, ia mendapat perlakuan khusus dari manusia, dari sejak zaman peradaban mesir kuno, babilonia, yanani ia jadikan penanda waktu dalam bercocok tanam, dan juga sebagai penanda waktu pergantian musim, sampaik kemudian islam datang dengan mambawa syariat yang diantara syari’atnya adalah mengatur kewajiban shalat bagi ummatnya.

Shalat yang diwajibkan oleh Islam pada ummatnya telah dikaitkan juga dengan pergerakan matahari3, dari begitu pentingnya matahari sehingga Allah bersumpah dalam firmannya demi matahari. Dalam shalat, Islam telah mengambil lima kejadian dari fenomena matahari harian, artinya ummat Islam wajib melakukan shalat sedikitnya 5 waktu dalam sehari semalam dalam waktu yang telah ditentukan dimana waktu itu berkaitan dengan pergerakan matahari.

Waktu – waktu shalat itu telah diisyaratkan oleh Allah SWT dalam ayat – ayat al-Qur’an yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah dengan amal perbuatanya sebagaimana tersurat dalam haditsnya, waktu – waktu itu ditunjukan oleh al-Qur’an maupun Hadits semua berupa fenomena alam yakni tergelincirnya matahari (untuk waktu salat Zuhur), panjang bayangan sesuatu (untuk waktu salat Asar), matahari terbenam (untuk waktu salat Maghrib), hilangnya mega merah (untuk waktu salat isya), terbit fajar (untuk waktu subuh), sebagai konsekuensi logis dari dalil syar’i ini bahwa waktu shalat tidak dapat dilakukan pada sembarang waktu, akan tetapi harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah ditentukan oleh syar’i4.

Semua fenomena alam (matahari) ini akan berjalan lancar, dan normal dan mudah dilaksanakan dalam memenuhi suatu kewajiban bagi penggunanya manakala suasana alam semesta ini dalam keadaan normal, cuaca bagus walaupun pada hakikatnya matahari tidak berhenti dan tetap berjalan sebagaimana jadwalnya dalam keadaan apapun karena pengaruh alam. Namun bagaimana jika suasana alam sedang dalam keadaan tidak normal semisal mendung, hujan, atau hal lain yang dapat menyulitkan untuk selalu melihat

3. Tim Penyusun, , Alamanak Hisab Rukyat, Diktis Kemenag RI, Jakarta, 2010, Hal 142 4

(3)

3

keadaan matahari saat melaksanakan kewajiban?, tentu kesulitan ini juga akan terasa bagi ummat jika setiap akan melakukan kewajiban harus melihat kedudukan matahari apakah sudah kulmunasi atau tidak dan seterusnya, dalam makalah ini akan menjelaskan bagaimana waktu matahari itu disederhanakan dalam bentuk jam yang kita gunakan setiap hari, sehingga kita dapat dengan mudah dalam melaksanakan kegiatan wajib yang telah dikaitkan dengan perjalanan matahari tentu dengan melihat jam yang sudah kita pakai sesuai dengan jadwal shalat yang telah disusun5.

B. Dasar Hukum Awal Waktu Shalat

Dalam kajian fikih, waktu salat didefinisikan berdasarkan panjang bayangan, muncul dan terbenamnya fajar (pancaran cahaya langit ketika matahari berada di bawah horizon6, terutama ketika petang/malam).

Dalil Al Quran tentang Waktu Salat

Ayat-ayat Al Quran yang menyatakan bahwa waktu shalat punya limit dan ketentuan (awal dan akhir) dalam prakteknya, yang berarti shalat tidak bisa dilakukan dalam sembarang waktu, tetapi harus mengikuti atau berdasarkan dalil-dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadis terkait, berikut adalah ayat qur’an yang menjelaskan tentang waktu shalat.:

ْاﻮ ُﻤﻴِﻗَﺄَﻓ ْﻢُﺘﻨَﻧْﺄ َﻤْﻃا اَذِﺈَﻓ ْﻢُﻜِﺑﻮُﻨ ُﺟ ﻰَﻠَﻋَو ا ًدﻮُﻌُـﻗ

َو ﺎ ًﻣﺎ َ ﻴِﻗ َّا ْاو ُﺮُﻛْذﺎَﻓ َةَﻼﱠﺼﻟا ُﻢُﺘ ْـﻴَﻀَﻗ اَذِﺈَﻓ

ًﻮُﻗ ْﻮﱠﻣ ًﺎَﺘِﻛ َﲔِﻨ ِﻣْﺆ ُﻤْﻟا ﻰَﻠ َﻋ ْﺖَﻧﺎَﻛ َةَﻼﱠﺼﻟا ﱠنِإ َةَﻼﱠﺼﻟا

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah

5

. Pedoman Hisab Muhammadiyah, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Yogyakarta, 2009, hal 52.

6

Biasa diterjemahkan dengan kakilangit, ufuk, atau cakrawala. Ufuk ada tiga macam, yait: ufuk hakiki (ufuk sejati/true horizon), ufuk h{issi (horizon semu/horizontal astronomy), dan ufuk mar’I

(4)

4

merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. Al-Nisa’ 103)

ُ

ز َو ِرﺎ َﻬﱠـﻨﻟا َِﰲَﺮَﻃ َة َﻼﱠﺼﻟا ِﻢِﻗَأ َو

ِﻞْﻴﱠﻠﻟا َﻦِﻣ ﺎًﻔَﻟ

Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam (QS. Hud: 114)

Ayat tersebut tentang waktu shalat, akan tetapi sifat umum dan tidak terperinci, akan tetapi Nabi Muhammad kemudian merinci dalam haditsnya, kemudian dari al-qur’an dan hadits tersebut ulama menafsirkan dalam berbagai perspektif. Untuk mempermudah dalam memahami perintah syari’at.

C. Geometri Waktu Shalat

Pada dasarnya, cara menentukan waktu shalat adalah dengan melakukan observasi / pengamatan posisi matahari7. Namun dengan kemajuan kemajuan ilmu pengetahuan, tanpa melihat posisi matahari, manusia dapat mengetahui kapan datangnya waktu shalat, tentu setelah dilakukan penelitian-penelitian yang menghasilkan sebuah rumusan penentuan waktu shalat.

Dari hukum asal yang telah dinyatakan dalam beberapa nash al-Qur’an dan Hadits, dan dengan pengamatan terhadap kedudukan matahari, maka kemudian ahli-ahli falak Islam menentukan kedudukan matahari yang sepadan dengan dengan waktu-waktu yang dijelaskan dalam nash atau penjelasan para ulama fikih klasik.

Kedudukan matahari tersebut dapat dinyatakan dalam istilah-istilah falak untuk mempermudah dalam melakukan penentuan perhtungan waktu yang diinginkan, dalam hal ini yang dimaksud adalah Istilah-Istilah yang digunakan dalam perhitungan awal waktu shalat

Berikut adalah beberapa istilah yang digunakan dalam perhitungan waktu sholat.

7

(5)

5

1. Tinggi Matahari, adalah Jarak busur sepanjang lingkaran vertikal dihitung dihitung dari ufuk sampai matahari, tinggi matahari bernilai positif apabila berada di atas ufuk dan bernilai negatif apabila berada dibawah ufuk, berikut adalah gambar tinggi matahari saat waktu shalat :

Dari hasil observasi para pa-kar, ilmuwan falak menentu-kan tinggi matahari sebagai berikut8: Dzuhur = 0°

Asar = cotg h = tan zm + 1 Maghrib = -1

Isyak = - 18 Subuh = - 20 Dluha = 3.5

Tinggi waktu dzuhur adalah 90°, karena sudut waktu dalam menghitung waktu shalat menggunakan rumus cosinus, maka cos 90° adalah 0°, sehingga tinggi matahari dzuhur selalu ditulis 0°, dan Maghrib, Isyak dan Subuh memiliki ketinggi minus, kareka pada waktu-waktu tersebut matahari berada dibawah ufuk, masing-masing adalah -1°, -18°, 20°. Untuk ketinggian waktu asar ia memiliki rumus tersendiri dalam menentukan tinggi matahari, maksud dari rumus tersebut adalah waktu asar akan tiba saat suatu benda memiliki panjang yang sama dengan bendanya ditambah bayangan yang dimiliki benda tersebut saat matahari kulminasi.

2. Sudut Waktu Matahari (SWM), adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. Harga nilai SWM adalah berkisar 0° sampai 180°. Nilai 0° adalah ketika matahari berada pada titik kulminasi atas (titik Zenit), sedangkan nilai 180° ketika matahari berada pada titik kulminasi bawah (titik Nadlir), apabila matahari

8

(6)

6

berada disebelah belahan langit barat titik meridian, maka nilai SWM positif, sedang apabila matahari berada disebelah belahan langit timur titik meridian, maka nilai SWM Negatif. SWM dalam perhitungan waktu shalat biasa menggunakan simbul “t” atau sudut t, ia dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Rumus = Cos t = - tan  x tan δ + Sin h .

cos  x cos δ

gambar sudut waktu :

3. Lintang tempat, Ardlul Balad atau Latitude dengan symbol . Yaitu tempat yang diukur dari khatulistiwa kearah utara dan selatan, berkisar 0° sampai 90°. Jika posisinya berada di utara khatulistiwa maka disebut Lintang Utara (LU) dan diberi tanda (+). Sedangkan jika posisinya berada di selatan khatulistiwa maka disebut Lintang Selatan (LS) dan diberi tanda (-).

4. Bujur tempat, Thulul Balad, Longitude dengan symbol  (lamda). Yaitu tempat yang diukur dari kota Greenwich London Inggris (terletak 97 km /20 mil ke arah tenggara dari kota London) kearah timur dan barat, berkisar 0° sampai 180°. Jika posisinya berada di sebelah timur kota Greenwich maka disebut Bujur Timur (BT) dan diberi tanda (+). Sedangkan jika

(7)

7

posisinya berada sebelah barat kota Greenwich maka disebut Bujur Barat (BB) dan diberi tanda (-).

5. Time Zone, Farqus Sa’ah, pembagian waktu secara politik diukur dari kota Greenwich sebagai patokan jam 00:00. Jika di sebelah timurnya ditandai dengan (+). Secara umum time zone dibagi dalam setiap 15° yakni per 1 jam, akan tetapi ada sebagian wilayah yang hanya 7.5° yakni ½ Jam.

6. Deklinasi matahari, Mailusy Syamsi, Declination of the Sun, dengan

symbol δ (delta). Yakni jarak matahari dari Equator. Nilai deklinasi plus (+) jika matahari di utara Equator dan mines (-) jika di selatan Equator. Pada tanggal 21 Juni matahari berada paling jauh di utara equator dengan harga deklinasi 23° 27' dan pada tanggal 22 Desember matahari berada paling jauh di selatan equator dengan nilai deklinasi -23° 27'. Pada tanggal 21 Maret dan 23 September matahari berada persis di equator dengan harga deklinasi 0°.

7. Zenith, garis tegak lurus ditarik ke atas dari tempat kita berdiri.

8. Semi Diameter Matahari, Nisfu Qotrisy Syams, dengan simbol sd. Yaitu lebar separo piringan matahari, biasanya diperlukan dalam menghitung waktu maghrib dan thuluk. Garis tengah matahari kurang lebih 32' jadi nilai separo lingkaran matahari adalah 16'.

9. Refraksi, pembiasan cahaya yakni pembelokan cahaya karena posisi piringan matahari berasa di garis ufuk. Harga refraksi benda-benda langit saat berada di ufuk -+ 34' 30". Jadi pada saat piringan atas matahari terlihat terbenam maka sebenarnya piringan atas matahari tersebut sudah berada di posisi 34' 30" di bawah ufuk dan titik tengah matahari berada di 34' 30" + 16' = 50' 30" di bawah ufuk.

(8)

8

maghrib ketika kita berada di ketinggian 0° matahari terlihat sudah terbenam akan tetapi jika kita naik ke atas dengan ketinggian tertentu maka matahari masih terlihat diatas ufuk. Dip = (1.76 / 60 ) x  tinggi tempat.

(9)

9 D. Praktek Perhitungan Waktu Shalat

Perhitungan yang dimaksud dalam waktu shalat ini adalah perhitungan waktu matahari, sehingga apabila kedudukan matahari sudah diketahui maka waktu yang kita inginkan akan juga dapat diketahui, karena perhitungan ini dipautkan dengan pergerakan matahari yang diukur dengan kesatuan waktu maka waktu ini disebut dengan Waktu Matahari Pertengahan9, yaitu yang dapat dibaca pada jam kita.

Waktu pertengahan adalah Waktu matahari hakiki10 yang dibuat rata-rata dengan cara menambah atau mengurangi waktu matahari hakiki dengan perata waktu (Equation of Time). Dari waktu pertengahan ini biasanya disesuaikan lagi dengan waktu Daerah (Zone mean Time) yaitu waktu yang ditetapkan menurut bujurnya, untuk daerah yang berada disebelah timur bujur yang dijadikan pedoman maka disesuaikan dengan mengurangi selisih waktu menurut bujurnya, dan yang berada disebelah barat disesuaikan dengan menambah selisih waktu menurut bujurnya, untuk satu tempat tertentu yang telah disesuaikan waktunya dengan waktu daerah maka ia disebut dengan (local mean Time) atau waktu local setempat, waktu ini yang digunakan dalam perhitungan waktu shalat.

Disamping itu masih pula dikenal dengan waktu internasional (International Civil Time ) , karena yang dijadikan pedoman dalam waktu internasional ini adalah kota Greenwich, maka waktu ini dikenal dengan Greenwich mean Time.

Waktu inilah yang digunakan para ahli sebagai kesatuan waktu mengukur kedudukan benda-benda langit. Berikut adalah gambaran bola langit tentang waktu matahari Hakiki dan waktu matahari pertengahan :

9 . waktu pertengahan adalah waktu yang beracuan pada pergerakan matahari melalui koordinat

equator, walaupun pergerakannya adalah semu, karena matahari tidak bergerak melalui garis equator.

10

(10)

10 1. Trigonometri Sudut Waktu.

Dalam beberapa buku falak telah ditulis rumus mencari sudut waktu. Berikut adalah rumus turunan terkait rumus waktu shalat11.

Rumus = Cos t = - tan  x tan δ + Sin h .

. Selamet Hambali, ilmu falak…..hal.37

(11)

11

rumus ini merupakan rumus turunan dari teori trigomotri dasar yang kemudian dapat dikembangkan menjadi beberapa rumus termasuk juga rumus menghitung Azimuth Qiblat sebagaimana telah lalu dibahas.

2. Contoh perhitungan Waktu shalat

Sebagai contoh kita menghitung waktu sholat dengan markas Semarang, lintang -6° 59' 13", bujur 110° 21' 34" dengan ketinggian tempat 30 meter. Pada tanggal 12 Oktober 2016. Contoh perhitungan di bawah ini menggunakan kalkulator scientific.

Lintang tempat (  ) = -6° 59' 13" Bujur tempat (  ) = 110° 21' 34" Time zone ( tz ) = 7

Koreksi waktu daerah (kwd) = (( tz x 15 ) -  )/15

= ((7 x 15) - 110° 21' 34")/15 = - 0:21:26 Deklinasi (  ) = -7° 33’ 11”

Equation of time ( e ) = 0:13:34 Semi Diameter ( sd ) = 0° 16’ 01” Tinggi tempat ( t ) = 30 meter Algoritmanya sebagai berikut :

Dip = (1.76 / 60 ) x  t

= (1.76 / 60 ) x  30 = 0° 9’ 38” F = -tan  x tan 

= -tan -6° 59' 13" x tan -7° 33’ 11” = -0° 55’ 52” G = cos  x cos 

= cos -6° 59' 13" x cos -7° 33’ 11” = 56° 22’ 37” WAKTU DHUHUR

Dz = 12 – e + kwd

= 12 - 0:13:34 + - 0:21:26= 11° 25’ 00” LT Maka Dz (istiwak) = 12:00:00

(12)

12

Hasil Dz ini selanjutnya akan dipergunakan untuk menghitung waktu sholat lainnya. Dalam mengambil hasil Dz yang akan diinputkan ke waktu sholat yang lainnya, maka apabila Dz yang digunakan adalah Dz istiwak maka waktu sholat tersebut adalah waktu istiwak dan jika Dz yang diambil adalah Dz LT maka waktu sholat tersebut adalah waktu local time yakni waktu daerah seperti WIB, WITA dan WIT.

(13)

13

Jadi Hasil perhitungan perhitungan waktu shalat untuk daerah semarang taggal 12 Oktober 2016 adalah :

NO Waktu Local Time (WIB) Istiwak

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui awal waktu shalat tetaplah berpedoman pada pergerakan matahari yang relatif tetap. Namun untuk mempermudah aktifitas harian kita, maka pergerakan matahari tersebut diformulasikan dalam beberapa rumus dan dapat diperhitungkan kedudukannya, sehingga kita akan mudah menentukan jam berapa kita akan melaksanakan kewajiban kita sehari-hari

(14)

14

DAFTAR PUSTAKA

Hambali,Selamet, Ilmu Falak 1, penentuan awal watu shalat dan Arah kiblat seluruh dunia, Program pascasarjana IAIN Walisongo, Semarang, 2011.

Khazin, Muhyidin, Ilmu Falak dalam teori dan praktik, Buana Pustaka, Yogyakarta, 2008,

Tim Penyusun, , Alamanak Hisab Rukyat, Diktis Kemenag RI, Jakarta, 2010.

Azhari, Susiknan, Ilmu Falak perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 2007,

Pedoman Hisab Muhammadiyah, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Yogyakarta, 2009.

Baharrudin Zainal, Ilmu Falak Edisi kedua, Dawama, Selangor Malaysia, 2004. Jamil, Drs. A,. Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi) Awal Qiblat, Awal Waktu, dan Awal

Gambar

gambar sudut waktu :

Referensi

Dokumen terkait

Apabila probabilitas signifikan lebih lebih 5%, maka hipotesis nol ditolak, yang menyatakan variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

Kegiatan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 akan terus meningkat, dan berpotensi Kegiatan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 akan terus meningkat, dan berpotensi Kegiatan

Ghasani A.Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun kelor ( Moringa oleifera Lam ).. Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa dan Diameter Tubulus Semineferus

Prosentase ini memperlihatkan ketika dilakukan proses pembelajaran haji dengan metode modeling siswa masih kurang antusias mendengarkan dengan seksama penjelasan

(5) Apabila dokumen laporan pertanggungjawaban dan bukti-bukti pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lengkap dan sah serta perhitungannya telah benar dan pengenaan

Erosi alur pada jalan di perkebunan kelapa sawit terjadi karena hujan jatuh bebas pada tanah di permukaan jalan disebabkan tidak adanya vegetasi yang

Penginderaan jauh dapat digunakan untuk memperoleh parameter peneybab degradasi lahan seperti tekstur tanah, kemiringan, erosi dan teknik konservasi mekanik.. Citra yang

UPZ UJUNGBATU adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf