• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KARAKTERISTIK LULUR DENGAN SED

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN KARAKTERISTIK LULUR DENGAN SED"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KARAKTERISTIK LULUR DENGAN SEDIAAN LULUR BASAH DAN KERING BERBAHAN DASAR RIMPANG TEMUGIRING (Curcuma heyneana)

Amalia Dyah Arumsari*, Bella Puspita*, Wahyu Sintya Kumala*, Eka wulandari*, Risma Suryadinata*, Desi Eva Eriska*

*Fakulas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Jember, 68121, Jember, Indonesia

ABSTRAK

Temugiring (Curcuma heyneana Val.) adalah satu bahan alam yang banyak digunakan dalam ramuan tradisional untuk kesehatan kulit. Rimpang temugiring mengandung flavonoid dengan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi yang diandalkan sebagai penetral radikal bebas dan mengurangi kerusakan sel dalam tubuh. Temugiring dapat dijadikan bahan untuk kosmetik seperti lulur untuk perawatan badan (body spa). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan karakteristik lulur dengan sediaan lulur basah dan kering berbahan dasar rimpang temugiring (Curcuma heyneana Val.). Pemberian ranking dilakukan secara keseluruhan atau terhadap atribut tertentu seperti warna, aroma, tekstur dan kekentalan. Pada uji ranking panelis diminta memberi urutan sampel yang diberikan dengan kode sampel lulur sediaan basah (431) dan lulur sediaan kering (215). Nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis pada parameter warna lulur sediaan basah dan kering adalah 2,5 dan 2,1; pada aroma sebanyak 2,35 dan untuk sediaan kering sebanyak 2,2; pada tekstur sebanyak 2,55 dan 1,55; dan pada kekentalan didapatkan 2,6 dan sediaan kering sebanyak 1,7. Dari hasil penelitian, hasil lulur terbaik secara sensori yang meliputi warna, tekstur, aroma dan kekentalan terdapat pada lulur sediaan basah. Panelis lebih menyukai lulur sediaan basah dikarenakan tersedia dalam bentuk pasta yang mudah digunakan, lebih beraroma khas, tekstur halus, dan lebih nyaman saat digunakan.

Keywords: Temugiring, Lulur sediaan basah, Lulur sediaan kering

PENDAHULUAN

(2)

rempah-rempah yang berasal dari tanaman toga yang ramah lingkungan, temugiring dapat dijadikan bahan untuk kosmetik seperti lulur untuk perawatan badan (body spa).

Lulur adalah salah satu produk perawatan tubuh yang berguna untuk mengangkat kotoran serta bahan-bahan lainnya yang difungsikan untuk menghaluskan, memutihkan, mencerahkan, dan menyehatkan kulit. Lulur dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu lulur tradisional dan lulur modern. Lulur tradisional terbuat dari rempah-rempah dan tepung yang teksturnya kasar yang digunakan dengan cara dioleskan dan digosok perlahan-lahan ke seluruh tubuh untuk membersihkan badan dari kotoran serta sel-sel kulit mati pada tubuh sehingga kulit terlihat lebih bersih dan halus. Lulur modern,terbuat dari butiran scrub yang dilengkapi lotion yang rata-rata terbuat dari susu. Lulur modern menggunakan campuran bahan alami yang berupa ekstrak agar lulur lebih tahan lama dan penggunaaanya dirancang lebih praktis sehingga mudah dalam penggunaaannya.

Lulur sediaan basah merupakan lulur yang digunakan saat tubuh dalam keadaan kering. Cara pemakaian lulur ini dengan dioles dan digosok hingga lulur berjatuhan bersama kotoran (daki), kemudian dibilas dengan air. Lulur temugiring sediaan basah lebih disukai karena tersedia dalam bentuk pasta yang mudah digunakan, lebih beraroma khas, tekstur halus, dan lebih nyaman saat digunakan (Haryani, dkk, 2013). Berbeda dengan lulur bubuk yang merupakan lulur tradisional. Lulur ini berupa serbuk kering yang penggunaannya dengan mengencerkan terlebih dahulu dengan air. Cara pemakaiannya dengan cara dioles dan digosok, kemudian ditunggu beberapa menit lalu dibilas dengan air tanpa sabun. Lulur jenis ini lebih praktis karena kemasannya tidak memakan tempat sehingga dapat dibawa kemanapun, namun pemakaian kurang parktis karena harus melarutkan dulu sebelum digunakan (Haryani, dkk, 2013). Sebelumnya, Haryani, dkk (2013) telah melakukan penelitian tentang analisis antioksidan pada sediaan lulur kering dan basah berbahan dasar rimpang temugiring yang dihasilkan bahwa lulur sediaan kering memiliki kemampuan senyawa yang lebih baik sebagai antioksidan atau antiradikal bebas dibandingkan lulur sediaan basah.

(3)

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa baskom, pisau, telenan, kain saring, blender, sendok plastik, loyang, mortar, wajan, kompor, spatula, saringan, oven, neraca analitik, dan wadah plastik. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain 4 kg temugiring, 100 gram tepung beras, 2 liter air, 1 kg kunyit, 10 gram daun kemuning, 10 gram kayu mesoyi, 10 gram akar kelembak, dan plastik.

Prosedur Kerja

Pembuatan Pati Temugiring dan Kunyit a. Pati Temugiring

Sebanyak 3 kg temugiring dikupas dan dicuci hingga bersih. Kemudian, dihancurkan dengan blender hingga menjadi bubur. Bubur temugiring tersebut ditambahkan air dengan perbandingan antara temugiring dan air 1:2, lalu disaring dengan kain saring hingga filtratnya teripisah dengan ampas. Filtrat kemudian didiamkan selama 24 jam agar pati mengendap di dasar wadah, sedangkan ampas temugiring dibuang. Pati temugiring diperoleh dengan membuang air yang terdapat diatas endapan pati.

b. Pati Kunyit

Kunyit yang digunakan sebanyak 0,5 kg. Kunyit dikupas kemudian dicuci hingga bersih. Kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender hingga menjadi bubur. Kunyit yang telah menjadi bubur kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 1:2. Bubur kunyit tersebut kemudian disaring untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Ampas kunyit dibuang dan filtrat atau sari pati kunyit didiamkan selama 24 jam agar pati kunyit mengendap didasar wadah. Pati kunyit diambil dengan memisahkan air yang terbentuk diatas endapan pati.

Pembuatan Lulur Temugiring a. Lulur sediaan basah

Sebanyak 0,5 kg pati temugiring dan 0,125 kg pati kunyit yang dihasilkan dicampur dan ditambahkan 5 gram daun kemuning yang telah ditumbuk, 5 gram kayu mesoyi dan 5 gram akar kelembak yang telah disangrai selama 5 menit dan dihaluskan, 50 gram tepung beras. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur hingga homogen.

b. Lulur sediaan kering

(4)

Temugiring dan kunyit yang telah kering lalu dihaluskan dengan menggunakan blender. Bubuk temugiring dan kunyit diayak dengan saringan dan dihasilkan bubuk yang halus. Kemudian ditambahkan 5 gram daun kemuning yang telah ditumbuk dan dikeringkan, 5 gram akar kelembak, 5 gram kayu mesoyi yang telah disangrai selama 5 menit dan telah ditumbuk halus, dan 50 gram tepung beras. Bahan-bahan tersebut dicampur hingga merata.

Penentuan Uji Ranking

Uji ranking merupakan uji sensori yang dilakukan dengan cara meminta panelis untuk merangking sampel-sampel berkode sesuai urutannya untuk suatu sifat sensori tertentu (Koswara, 2006). Pemberian ranking dilakukan secara keseluruhan atau terhadap atribut tertentu seperti warna, aroma, tekstur dan kekentalan. Pada uji ranking panelis diminta memberi urutan sampel yang diberikan dengan kode sampel lulur sediaan basah (431) dan lulur sediaan kering (215). Nilai 3 adalah nilai ranking terbaik. Kemudian dihitung menggunakan rumus :

x²r ¿ 12

Nxk(k+1)x(∑r²) – k x N (k+1)

N adalah jumlah panelis dan k adalah jumlah sampel yang kemudian dibandingankan dengan tabel 12 (Chisquare distribution).

HASIL DAN PEMBAHASAN.

Evaluasi Sensori

(5)

Warna

Aroma

Tekstur

Kekentalan 0

2 4

Sediaan Basah Sediaan Kering

Gambar 1: Hasil Evaluasi Sensori Lulur Temugiring Sediaan Basah dan Kering.

Warna

(6)

memiliki warna yang paling disukai oleh panelis. Hal ini tampaknya dikarenakan bahan dari lulur tersebut.. Perbedaan warna tersebut dikarenakan bahan temugiring yang digunakan juga berbeda. Pada lulur sediaan basah menggunakan temugiring yang diambil patinya dengan cara diblender, sedangkan lulur sediaan kering menggunakan temugiring yang dikeringkan selama 24 jam.

Warna kuning pada lulur disebabkan oleh pigmen kurkumin pada temugiring maupun kunyit. Kurkumin berperan sebagai zat warna kuning tanaman kunyit, adanya warna kuning ini disebabkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi dalam jumlah yang cukup banyak pada struktur kurkumin seperti halnya pada karotenoid (Wulaningsih, 2008). Namun, pada lulur sediaan basah didapatkan warna kuning kecoklatan. Hal ini dapat disebabkan pigmen kuning atau kurkumin telah terdegradasi oleh cahaya pada saat pendiaman sari pati temugiring yang menggunakan wadah bening selama 24 jam sehingga warna berubah menjadi kecoklatan. Menurut Wulaningsih (2008), kurkumin stabil terhadap temperatur yang tinggi tetapi senyawa ini tidak stabil terhadap cahaya. Menurut Sudarso dan Agus (1996), bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin atau terjadi degradasi struktur. Salah satu hasil degradasi, yaitu feruloihnetan mempunyai warna kuning coklat.

Pada lulur sediaan kering, dihasilkan warna lulur kuning cerah, hal ini juga disebabkan oleh kurkumin. Namun, pada warna lulur sediaan kering, tidak terjadi perubahan warna menjadi coklat walaupun rimpang mengalami pengeringan oven selama 24 jam. Hal ini disebabkan kurkumin stabil terhadap pH asam dan suhu tinggi, sehingga kurkumin tidak mengalami dekompisisi struktur yang dapat mempengaruhi warna lulur yan dihasilkan. Menurut Wulaningsih (2008), kurkumin merupakan pigmen atau zat pemberi warna yang tidak larut dalam air pada pH asam atau netral, tetapi larut di air jika pHnya bersifat basa. Kurkumin stabil terhadap temepratur yang tinggi tetapi senyawa ini tidak stabil terhadap cahaya.

Aroma

(7)

mengeluarkan aroma sedap atau bau tajam menusuk yang disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri (Hartini, 2001). Aroma dari masing-masing lulur berbeda walaupun sama-sama disukai panelis. Perbedaan aroma tersebut dikarenakan bahan temugiring yang digunakan juga berbeda. Aroma lulur yang kurang khas dan menyengat pada lulur sediaan kering dapat disebabkan oleh menguapnya zat-zat volatil pada bahan akbiat pemanasan. Menurut Desrosier (1988), proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya dapat mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur dan penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan pada pembuatan lulur.

Tekstur

Untuk parameter tekstur, nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan basah sebanyak 2,55 dan untuk nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan kering sebanyak 1,55. Pada uji ini rangking 3 merupakan rangking tertinggi. Dari data yang didapat tampak bahwa lulur sediaan basah memiliki tekstur yang paling disukai oleh panelis. Hal ini tampaknya dikarenakan bahan dari lulur tersebut. Dari hasil perhitungan yang mencari nilai x²r dan dibandingkan dengan tabel 12, didapatkan hasil bahwa bahwa dari kedua sampel berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari lulur sediaan basah dan sediaan kering sangat berbeda dalam hal tekstur. Menurut panelis, tekstur dari lulur sediaan basah lebih halus dibandingkan dengan lulur sediaan kering. Namun, menurut Dian (2013), karena teksturnya yang kasar, lulur berbentuk krim ini mampu mengangkat sel-sel kulit mati, sedangkan lulur berbentuk bubuk memliki butiran yang sangat halus dan lebih bermanfaat untuk menutrisi kulit. Pada lulur sediaan kering. Dapat disebabkan pada lulur sediaan kering, kurang adanya penambahan air pada pengujian sensori. Sehingga air yang ditambahan pada lulur bubuk dapat mempengaruhi tekstur lulur. Selain itu, proses pengayakan juga berkontribusi pada penentuan tekstur lulur.

Kekentalan

(8)

dengan tabel 12, didapatkan hasil bahwa bahwa dari kedua sampel berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari lulur sediaan basah dan sediaan kering sangat berbeda dalam hal kekentalan. Tekstur dari lulur sediaan basah lebih kental dibandingkan dengan lulur sediaan kering. Hal tersebut dikarenakan lulur sediaan kering cara penggunaanya harus diencerkan dengan air terlebih dahulu sehingga sangat mempengaruhi kekentalan dari lulur sediaan kering yang dihasilkan (Haryani, dkk, 2013).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil lulur terbaik secara sensori yang meliputi warna, tekstur, aroma dan kekentalan terdapat pada lulur sediaan basah. Panelis lebih menyukai lulur sediaan basah dikarenakan tersedia dalam bentuk pasta yang mudah digunakan, lebih beraroma khas, tekstur halus, dan lebih nyaman saat digunakan.

REFERENSI

Desrosier, N.W, (1988), Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Dian. 2013. Kulit Halus dengan Lulur. Tabloid Online [Online]. http://nyata.co.id/tips/cantik/kulit-halus-dengan-lulur/. Diakses tanggal 19 Maret. 2015.

Fatmawati, Aisyah, E. Pakki, Mufidah, dan Sartini. 2006. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Temugiring (Curcuma heyneana Val.) sebagai Bahan Tabir Surya. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.

Hartini, Sri. 2001. Konservasi Ex-Situ Temu Ireng (Curcuma Aeruginosa) di Kebun Raya Bogor. Bogor : UPT Balai Pengembangan Kebun Raya.

Haryani, R. Yanuarti, dan Ibnul Fadli. 2013. PKM Penelitian Analisis Antioksidan pada Sediaan Lulur Kering dan Basah Berbahan Dasar Rimpang Temugiring (Curcuma Heyneana) sebagai Alternatif Lulur Alami [online]. Tersedia : http://fmipa.uny.ac.id/printpdf/berita/mahasiswa-uny-buat-lulur-dari-rimpang-temu-giring-yang-aman-bagi-kulit.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015.

Koswara. 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) dalam Industri Pangan. Ebookpangan.com [Online]. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Pengujian-Organoleptik-dalam-Industri-Pangan.pdf. Diakses tanggal 19 Maret 2015.

(9)

Wulaningsih, Fitria Sari. 2008. Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Campuran Derivat Kurkumin dan Katekin Hasil Isolasi dari Daun Teh. Depok : Universitas Indonesia

LAMPIRAN Warna

No Panelis Sampel

431 215

1 Claudya 3 2

2 Ely 2 3

3 Nimas 2 3

4 Ali 3 2

5 trisna 3 2

6 erna 3 2

7 yuli 3 2

8 riri 3 1

9 lina 2 3

10 zainia 3 2

11 alif 3 2

12 ihsan 3 2

13 eris 2 1

14 siti amina 2 1

15 anis 3 2

16 niken 3 2

17 desi 3 2

18 kiki 1 2

19 wulan 1 3

20 herninda 2 3

total

(rata-rata) 2.5 2.1

Jumlah sampel (k)

(10)
(11)
(12)

no panelis sampel

431 215

1 claudya 2 3

2 ely 3 1

3 nimas 2 3

4 ali 3 2

5 trisna 3 2

6 erna 3 2

7 yuli 3 2

8 riri 2 3

9 lina 3 1

10 zainia 2 1

11 alif 3 1

12 ihsan 2 2

13 eris 3 2

14 siti amina 3 1

15 anis 3 2

16 niken 3 1

17 desi 3 2

18 kiki 2 1

19 wulan 2 1

20 herninda 2 1

total

(rata-rata) 2.6 1.7

x²r ¿ 12

20x2(2+1)x(52

2

+34 ²) – 2x20 (2+1)

= 266

Dari table 12, df = 2-1 = 1 dengan A= 0,05 yaitu 3,84

(13)

Gambar

Gambar 1: Hasil Evaluasi Sensori Lulur Temugiring Sediaan Basah dan Kering.

Referensi

Dokumen terkait

Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa gejala klinis dan komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) berhubungan dengan tipe bakteri dan perubahan pola

Daya Dukung Pondasi dengan Perkuatan Dari hasil uji pembebanan model tanah pasir dengan perkuatan dengan penerapan variasi panjang pondasi dan jarak antar lapis

Tipe pengairan pada kolam pada dasarnya ada 3 tipe pengairan pada kolam, yaitu Kolam Air Deras dengan air mengalir cukup deras dengan debit lebih dari 5 liter/detik,

Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang

Pengembangan apotek bersama dengan praktek dokter yang akan dilakukan oleh Apotek Arafah sangat beresiko jika dilihat dari hasil studi kelayakan, tetapi jika

Aplikasi Pseudomonas berfluoresen ke lapangan dengan kebutuhan yang lebih banyak sulit dilakukan, karena harus menunggu diperbanyak terlebih dahulu dalam cawan

Berdasarkan hasil penelitian dalam pengujian secara regresi sederhana dapat dilihat dari hasil persamaan Y = 39,268 + 0,378X ini menunjukan bebas pada penelitian ini berpengaruh