• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Augmented Reality di Museum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Augmented Reality di Museum"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI

AUGMENTED REALITY

DI MUSEUM:

STUDI AWAL PERANCANGAN APLIKASI EDUKASI UNTUK

PENGUNJUNG MUSEUM

Aditya Rizki Yudiantika1 Eko Suripto Pasinggi2

aditya_rizki@mail.ugm.ac.id ekosuripto_s2te12@mail.ugm.ac.id

Irma Permata Sari3 Bimo Sunarfri Hantono4

irma_s2te_12@mail.ugm.ac.id bhe@ugm.ac.id

Abstract

Augmented Reality (AR) dikenal sebagai teknologi interaktif yang mampu memproyeksikan objek maya ke dalam objek nyata secara real time. Perkembangan teknologi AR dewasa ini telah memberikan banyak kontribusi ke dalam berbagai bidang. Salah satu implementasi AR di bidang edukasi dan hiburan yaitu pemanfaatan AR dalam museum. Aplikasi AR yang diujicobakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu AR Desktop dan AR Mobile. Pengujian dilakukan dengan melakukan studi aplikasi dan studi pengguna. Pengunjung diminta untuk menggunakan beberapa aplikasi AR yang disediakan. Kemudian reaksi pengunjung diamati untuk menentukan kebutuhan pengguna. Beberapa pertimbangan dihasilkan dari penelitian ini. Metode pelacakan objek dengan jumlah marker yang terlalu banyak dinilai mengganggu tampilan ruang pamer museum. Aplikasi AR Desktop lebih tepat digunakan untuk menampilkan konten informasi secara detail. Sedangkan aplikasi AR Mobile mempunyai keunggulan karena sifatnya yang mudah berpindah. Penelitian ini juga membahas studi lain mengenai jenis konten, pengaruh pencahayaan, dan kesan pengunjung saat menggunakan aplikasi AR.

Keywords : augmented reality, museum, studi pengguna, edukasi.

1. Pendahuluan

Augmented reality (AR) atau dikenal sebagai ‘realitas tertambah’ merupakan salah satu teknologi baru di bidang multimedia. AR didefinisikan sebagai teknologi yang dapat menggabungkan dunia nyata dengan dunia maya, bersifat interaktif menurut waktu nyata (real time), serta berbentuk animasi 3D (Azuma, 1997). Dengan kata lain, AR merupakan teknologi yang mampu menggabungkan objek maya dalam dua dimensi (2D) atau tiga dimensi (3D) ke dalam sebuah lingkungan nyata, kemudian memproyeksikan objek-objek tersebut secara real time.

1

e-Systems Lab, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, FakultasTeknik, Universitas Gadjah Mada

2 e-Systems Lab, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, FakultasTeknik, Universitas Gadjah Mada 3

e-Systems Lab, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, FakultasTeknik, Universitas Gadjah Mada

(2)

Perkembangan teknologi AR saat ini telah memberikan banyak kontribusi ke dalam berbagai bidang. Bidang-bidang tersebut meliputi periklanan dan pemasaran, arsitektur dan konstruksi, hiburan, medis, militer, dan perjalanan wisata. Dalam bidang pendidikan, AR juga telah dikembangkan ke dalam beberapa bentuk aplikasi seperti AR Books, AR Gaming, Discovery-based Learning, Objects Modelling, dan Skills Training (S. C.-Y. Yuen, 2011). Salah satu implementasi AR di bidang edukasi dan hiburan yaitu pemanfaatan AR dalam museum.

Museum diartikan sebagai sebuah gedung yang digunakan sebagai tempat untuk memamerkan benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu. Di Indonesia, wisata museum memiliki jumlah pengunjung rata-rata per bulan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan wisata alam, misalnya pantai. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kunjungan tersebut adalah stigma masyarakat yang masih menganggap bahwa museum merupakan sebuah ruang pamer yang hanya digunakan untuk menyimpan benda-benda bersejarah dan kuno. Aktivitas pengunjung dalam museum cenderung pasif, yaitu melihat benda-benda dalam museum.

Apabila museum dieksplorasi secara lebih mendalam, informasi tentang benda-benda bersejarah dalam museum dapat disampaikan secara lengkap. Namun, selama ini pengunjung museum hanya memperoleh informasi melalui tulisan atau penjelasan yang diperoleh di sekitar objek, misalnya dari papan informasi, pemandu museum, buku, dan selebaran (brosur).

AR dalam konsep e-museum dapat dipahami sebagai istilah untuk menjelaskan pemanfaatan teknologi beserta perangkatnya di dalam museum, yaitu menyediakan informasi dalam bentuk digital dan multimedia. Beberapa museum yang ada saat ini masih menggunakan teknologi populer di beberapa ruang koleksinya, misalnya ketersediaan komputer multimedia dan backsound yang bersifat digital.

Pemanfaatan AR dalam museum atau pameran museum dapat dijadikan momen yang tepat untuk meningkatkan ketertarikan pengunjung dalam mengeksplorasi benda-benda museum, karena sifat AR yang interaktif. Pada acara Festival Museum Goes To Campus 2013, teknologi AR mulai diperkenalkan kepada pengunjung pameran dan masyarakat pada umumnya. Studi penggunaan aplikasi AR terhadap pengunjung telah dilakukan pada kesempatan tersebut. Studi ini merupakan langkah awal untuk mengamati pengalaman dan kebutuhan pengguna saat mencoba teknologi AR.

2. Kajian Pustaka

Penelitian mengenai AR dalam museum telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Studi pengalaman pengguna saat menggunakan panduan museum berbasis AR (AR museum guide) pernah dilakukan. Metode dan perangkat yang digunakan adalah markerless tracking, hybrid tracking, serta menggunakan sebuah PC Ultra Mobile (Miyashita, 2008). Sistem AR tersebut dapat disajikan ke dalam lingkungan museum dengan baik dan pengunjung sepakat dengan penggunaan AR dalam museum.

Sebuah sistem pemandu museum berbasis AR untuk pemilihan lukisan juga pernah dikembangkan. Sistem yang dibuat memberikan informasi lokasi pameran selanjutnya melalui informasi multimedia. Sistem tersebut sangat bermanfaat dan mengakibatkan pengguna dapat belajar lebih banyak tentang seni lukisan (Lee, 2007).

Museum merupakan tempat yang menarik untuk memperkenalkan AR kepada pengunjung atau masyarakat umum. Pengamatan interaksi antara pengunjung museum dan perangkat yang digunakan bermanfaat untuk mengidentifikasi situasi ketika aplikasi AR berguna dan relevan. Tantangan aplikasi AR adalah untuk memperkaya aktivitas manusia, bukan hanya realitas. AR lebih berguna ketika teknologi tersebut dapat mengurangi realitas yang terlalu kompleks untuk ditampilkan (Tillon, 2011). Studi lain tentang kunjungan museum menyatakan bahwa kebergunaan (usefulness) dan kenikmatan (fun) adalah faktor penting saat menggunakan aplikasi AR mobile (Haugstvedt, 2012).

(3)

dibandingkan dengan media yang lain seperti buku, video, maupun penggunaan komputer biasa (Radu, 2012). Selain itu, pembelajaran bergerak (mobile learning) dengan AR termasuk pembelajaran berbasis konteks. Dalam hal ini, ketika seorang pengunjung masuk ke dalam sebuah museum, maka ia dapat dengan mudah mendapatkan informasi tambahan mengenai karya seni museum yang sedang diamati. Aplikasi AR tersebut terpasang dan dapat digunakan melalui ponsel cerdasnya (smartphone) dengan mudah.

Untuk memproyeksikan sebuah objek maya ke dalam objek nyata dalam aplikasi AR diperlukan suatu metode pelacakan. Augmented reality dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan ada tidaknya penggunaan marker yaitu: marker dan markerless (Geroimenko, 2012). Marker dapat berupa foto sebuah objek nyata atau gambar buatan dengan pola unik. Marker AR erat kaitannya dengan pengenalan pola yang mengkalkulasikan posisi, orientasi, dan skala dari objek AR. Sedangkan metode markerless yaitu metode pelacakan AR yang menggunakan objek di dunia nyata sebagai marker atau menemukan kecocokan dengan hasil identifikasi marker, baik melalui pelacakan

marker-based maupun markerless. Dengan demikian, aplikasi dapat melakukan aksi tertentu. Sebagai contoh, jika aplikasi mengenali sebuah marker tertentu, maka aplikasi AR akan menampilkan informasi berlapis (overlay) di atas citra marker yang diidentifikasi. Selanjutnya, aplikasi AR tersebut dapat menampilkan berbagai macam jenis informasi, seperti memainkan klip audio atau video yang berhubungan dengan

marker, menampilkan teks informasi, fakta-fakta historis yang terkait dengan lokasi, model 3D, dan sebagainya.

3. Kebutuhan Sistem

3.1. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Perangkat keras yang digunakan pada pengujian ini yaitu laptop dan ponsel cerdas. Laptop yang digunakan dalam pengujian dilengkapi dengan sebuah webcam yang berfungsi untuk mengenali citra marker. Ponsel cerdas dengan sistem operasi Android OS digunakan untuk pengujian AR Mobile. Kamera belakang ponsel belakang dibutuhkan untuk menangkap citra marker.

Perangkat lunak yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi AR ini yaitu Metaio Creator, Unity, dan Vuforia SDK. Metaio Creator merupakan perangkat yang digunakan untuk membangun skenario AR (drag and drop) berdasarkan teknik pelacakan gambar. Pengembang cukup mempersiapkan beberapa marker dan jenis konten yang akan ditampilkan untuk membuat sebuah aplikasi AR. Unity merupakan sebuah game engine yang digunakan untuk membangun visualisasi game, skenario, dan berbagai macam pemodelan multimedia interaktif lainnya. Sedangkan Vuforia dikenal sebagai platform pengenalan gambar berbasis visi komputer dengan berbagai fitur. Vuforia mendukung berbagai macam platform seperti iOS, Android, dan Unity 3D untuk beragam aplikasi native pada perangkat ponsel cerdas maupun tablet.

(4)

Gambar 1. Beberapa contoh pengenalan feature.

Alur kerja aplikasi AR (Gambar 2) secara umum dimulai dari pengambilan gambar marker dengan kamera atau webcam. Marker tersebut dikenali berdasarkan feature yang dimiliki, kemudian masuk ke dalam object tracker yang disediakan oleh Software Development Kit (SDK). Di sisi lain, marker tersebut telah didaftarkan dan disimpan ke dalam database. Object tracker selanjutnya akan melacak dan mencocokkan marker tersebut agar dapat menampilkan informasi yang sesuai. Hasil keluaran pelacakan marker segera ditampilkan ke dalam layar komputer dan layar ponsel cerdas. Informasi yang ditampilkan melekat pada marker bersangkutan secara real time.

Gambar 2. Alur kerja aplikasi AR.

3.3. Konten

Implementasi teknologi AR diujikan kepada pengunjung di acara Festival Museum Goes to Campus 2013, sebuah acara festival museum yang terdiri dari stan museum-museum yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengujian aplikasi AR ini bekerja sama dengan Museum Sonobudoyo. Dalam festival tersebut, Museum Sonobudoyo mengangkat tema alat transportasi air. Benda museum yang dipamerkan berupa beberapa jenis model perahu kuno. Untuk itu, konten yang dimuat pada aplikasi AR dalam pengujian ini berhubungan dengan perahu dan Museum Sonobudoyo.

(5)

(a)

(b)

Gambar 3. Jenis perangkat, marker, dan konten yang digunakan pada

(a) AR Desktop dan (b) AR Mobile.

Marker atau reference image yang digunakan dalam pengujian menggunakan marker khusus dan marker image (Gambar 4). Brosur pameran Museum Sonobudoyo juga digunakan sebagai salah satu bentuk marker image. Untuk aplikasi AR yang dikembangkan dengan perangkat lunak Unity dan Vuforia SDK, marker yang digunakan harus didaftarkan terlebih dahulu.

(a) (b) (c)

Gambar 4. Bentuk marker yang digunakan:

(6)

3.4. Metode

Pengujian dilakukan dengan melakukan studi aplikasi dan studi pengguna. Pengunjung diminta untuk menggunakan beberapa aplikasi AR yang disediakan. Kemudian reaksi pengunjung diamati untuk melakukan studi pengguna. Saran dan umpan balik dari pengunjung ditampung sebagai kebutuhan pengguna.

Pengunjung festival terdiri dari masyarakat umum. Dalam paper ini, pengunjung festival dikategorikan menjadi dua yaitu pengunjung usia muda dan dewasa. Pengunjung usia muda terdiri dari pengunjung yang masih duduk di jenjang sekolah SD hingga SMA. Sedangkan pengunjung usia dewasa terdiri dari selain pengunjung usia muda.

Cara penggunaan aplikasi AR cukup sederhana. Untuk AR Desktop, sebuah laptop diletakkan di atas meja yang tingginya sekitar satu meter. Meja diletakkan di depan stan Museum Sonobudoyo sehingga mudah dijangkau dan terlihat oleh beberapa pengunjung. Posisi dan bentuk meja yang tidak terlalu tinggi dan rendah akan memudahkan pengunjung saat mencoba menggunakan aplikasi AR Desktop. Pengguna diminta untuk mengarahkan marker tersebut ke arah webcam laptop. Kemudian marker dan objek maya AR yang bersesuaian akan tertampil ke dalam layar laptop. Sedangkan untuk penggunaan AR Mobile, pengunjung dapat menggunakan aplikasi AR Mobile yang telah disediakan sambil berkeliling di sekitar stan.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Pengujian AR Desktop

Pengujian AR Desktop yang pertama (Gambar 5a) adalah menggunakan brosur pameran sebagai marker. Marker yang digunakan adalah marker 2D yang merupakan dua sisi brosur. Kedua marker tersebut masing-masing bergambar perahu (Gambar 4a) dan peta lokasi museum (Gambar 4b).

Ketika marker perahu diarahkan, muncul sebuah gambar yang berisi informasi tentang perahu tersebut. Informasi tersebut disampaikan dalam bentuk gambar yang berisi tulisan berlatar belakang (background) transparan. Latar belakang transparan berfungsi sebagai overlay, yang berfungsi agar objek nyata yang ada dibelakangnya masih tampak oleh pandangan mata manusia.

Ketika marker bergambar peta diarahkan, informasi yang muncul berupa video singkat tentang Museum Sonobudoyo yang berdurasi 30 detik. Apabila pembacaan marker oleh webcam kurang sempurna, maka video akan tampak patah-patah. Namun, saat pembacaan gagal, video tidak dimulai dari awal lagi, tetapi melanjutkan video dari waktu terakhir saat video berhenti.

Aplikasi AR Desktop hanya dapat melacak satu marker ketika marker diarahkan ke arah webcam. Jarak optimal antara marker dan webcam agar dapat saling mengenali yaitu sekitar 30 cm. Faktor pencahayaan dan kemiringan marker di sekitar webcam juga mempengaruhi pengenalan marker.

Pencahayaan yang kurang (gelap), terlalu terang (sangat terang), dan adanya pantulan cahaya yang berlebihan terhadap marker menyebabkan webcam tidak dapat mengenali marker, sehingga objek maya tidak tertampil. Posisi marker yang terlalu miring atau terlalu dekat juga mengakibatkan pelacakan marker sulit dijangkau oleh penglihatan webcam. Dengan demikian, ketika pelacakan marker gagal, maka layar komputer tidak akan menampilkan informasi atau objek tertambah.

(7)

(a) (b)

Gambar 5. Pengujian aplikasi AR Desktop dengan

(a) marker brosur (menampilkan konten video) dan (b) marker khusus (menampilkan konten model 3D perahu)

Aplikasi AR pada desktop lebih tepat untuk menyampaikan informasi detail objek maya yang besar. Misalnya ketika mengamati objek model perahu 3D. Tekstur dan bentuk detail model perahu 3D memerlukan layar besar agar tampak oleh pandangan mata.

Spesifikasi komputer desktop maupun laptop saat ini yang dilengkapi webcam sudah sangat ideal untuk menjalankan aplikasi AR. Namun demikian, aplikasi AR berbasis desktop mempunyai kelemahan yaitu tidak portabel seperti smartphone ataupun tablet.

4.2. AR Mobile

Pada umumnya, aplikasi AR menggunakan sebuah objek referensi berupa marker. Marker berupa gambar yang dicetak pada permukaan datar (2D). Ide awal aplikasi ini adalah menggunakan marker yang tidak berupa permukaan datar (2D), melainkan berupa benda nyata 3D yang dipajang. Agar dapat dijadikan sebagai objek referensi, benda tersebut harus diambil gambarnya dari beberapa sudut pandang menurut beberapa kemungkinan arah pengguna ketika menggunakan aplikasi. Dengan demikian, aplikasi ini seolah-olah tampak tanpa memanfaatkan marker.

Hasil yang diperoleh dari percobaan menunjukkan bahwa metode tersebut kurang efektif. Dari 20 objek yang diinputkan, hanya 4 yang dapat dikenali oleh aplikasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kualitas foto yang diambil, feature gambar, dan perubahan pencahayaan. Kualitas foto yang digunakan dipengaruhi oleh kualitas kamera serta cara pengambilan gambar. Gambar yang buram akan menurunkan feature gambar. Perubahan pencahayaan (siang dan malam) juga dapat menyebabkan suatu gambar tidak terdeteksi. Faktor bentuk dan tekstur permukaan benda juga secara langsung mempengaruhi feature foto yang diambil. Untuk menghindari kekurangan tersebut, penggunaan referensi objek 3D diganti dengan referensi 2D (marker) pada percobaan selanjutnya.

Aplikasi pertama (Gambar 6a) AR Mobile memunculkan video pada permukaan marker. Aplikasi ini dapat mengenali beberapa marker secara bergantian dan memutar video sesuai dengan bentuk marker yang dilacak. Sama seperti aplikasi sebelumnya, faktor spesifikasi perangkat ponsel cerdas cukup berpengaruh. Perangkat yang tidak mendukung pemutaran video pada permukaan marker hanya dapat memutar video pada moda layar penuh (tidak tampak melekat di atas marker).

(8)

.mp4 dan .m4v. Sedangkan format lain seperti .vlc, .avi, dan .mkv belum mendukung secara penuh.

Aplikasi kedua (Gambar 6b) berupa sebuah aplikasi AR Mobile yang dapat menampilkan teks informasi tertambah mengenai suatu objek pameran (dalam hal ini objek perahu). Marker diletakkan di sekitar objek nyata agar bersesuaian dengan ruang pamer. Teks ditampilkan dengan latar belakang yang mempunyai tingkat transparansi 70%. Hal tersebut dimaksudkan agar tulisan mudah terbaca serta objek yang disorot juga tetap tampak. Aplikasi ini dapat mengenali marker dengan baik. Namun, kekurangan aplikasi ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk memuat teks pada perangkat dengan spesifikasi menengah (mid-end) ke bawah (low-end) mencapai lebih dari 1 detik.

Aplikasi ketiga (Gambar 7) berupa aplikasi yang digunakan untuk menampilkan model 3D berbentuk bangunan-bangunan museum. Model 3D tersebut dimunculkan ke dalam sebuah peta Yogyakarta berukuran 2m x 2m untuk merepresentasikan titik lokasi masing-masing museum. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, ditemukan beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk pengembangan aplikasi sejenis lebih lanjut. Dari sisi perangkat, ukuran layar ponsel cerdas yang cenderung kecil (rata-rata tidak lebih dari 7 inci) mengurangi kenyamanan untuk melihat objek 3D yang tampak kecil dan jauh. Spesifikasi perangkat juga berpengaruh pada kemampuan untuk memuat objek 3D terutama untuk memuat banyak model 3D. Sedangkan dari sisi SDK, marker harus termuat seluruhnya pada layar agar dapat dikenali.

(a) (b)

Gambar 6. Pengujian aplikasi AR Mobile menggunakan marker khusus dengan

konten (a) video dan (b) teks.

Gambar 7. Pengujian aplikasi AR Mobile dengan marker peta dan menampilkan

(9)

4.3. Studi Pengguna

Sebagian besar pengunjung baru pertama kali mengalami pengalaman menggunakan aplikasi AR. Secara umum pengunjung tampak terkesan dengan pengalaman menggunakan AR. Salah satu hal yang mengesankan bagi pengunjung adalah objek maya AR yang terus menempel di atas marker saat digerakkan. Beberapa pengunjung mencoba untuk menggerakkan marker atau perangkat mobile tersebut ke berbagai arah.

Ketika sebuah video dan teks informasi tiba-tiba muncul di atas marker, beberapa pengunjung terkejut. Video dan teks informasi tersebut seolah-olah berasal dari marker. Tingkat ketertarikan pengunjung pada berbagai aplikasi tersebut berbeda-beda. Pengunjung paling tertarik dengan konten berupa video, dan kurang tertarik dengan informasi yang hanya berupa teks.

Pengunjung usia muda terkesan dengan teknologi AR yang disampaikan, tetapi tidak terlalu berfokus pada konten yang disampaikan. Hal ini berbeda dengan pengamatan terhadap pengunjung usia dewasa. Selain terkesan dengan bagaimana aplikasi AR tersebut menampilkan informasi, pengunjung juga ingin mengetahui konten atau informasi yang disematkan di atas marker. Misalnya ketika marker menampilkan video, pengunjung dewasa cenderung menyaksikan video tersebut dari awal sampai akhir. Beberapa pengunjung juga mencoba mengarahkan dua marker lebih ke webcam. Akan tetapi, aplikasi tetap mengenali salah satu marker dan hanya menampilkan satu objek maya AR.

Metode pelacakan objek dengan marker dinilai mengganggu tampilan ruang pamer museum. Selain itu, hal tersebut juga akan mengganggu fokus pengunjung saat mengamati benda-benda dalam museum. Jika setiap objek dalam museum mempunyai satu marker, maka akan sangat tidak efektif. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah menggunakan benda-benda yang sudah tersedia di sekitar museum sebagai marker atau penggunaan brosur sebagai reference image.

Pengunjung museum lebih tertarik menggunakan AR sebagai media edukasi sekaligus hiburan. Pemanfaatan AR sebagai sarana edukasi untuk berbagai jenjang usia maupun kategori pengunjung juga perlu mendapat perhatian. Eksplorasi berbagai macam objek-objek dalam museum tidak hanya dapat dilakukan secara interaktif melalui komputer, tetapi juga dapat diakses melalui ponsel cerdas yang dimiliki pengguna dengan performa yang baik.

5. Kesimpulan

Studi ini merupakan studi awal untuk merancang aplikasi AR yang dapat dimanfaatkan pengunjung saat mengunjungi museum. Berbagai macam pertimbangan telah dipaparkan dalam paper ini untuk menghasilkan aplikasi AR yang dapat diterima oleh pengguna. Selain itu, aplikasi AR museum juga diharapkan dapat menambah pengetahuan pengguna tentang benda-benda yang dipamerkan di museum secara lebih mendalam melalui penyediaan konten-konten yang menarik.

(10)

Daftar Pustaka

Azuma, R. T. (1997). A survey of augmented reality. Presence, 355-385.

Geroimenko, V. (2012). Augmented Reality Technology and Art: The Analysis and Visualization of Evolving Conceptual Models. Information Visualisation (IV), 2012 16th International Conference (pp. 445-453). IEEE.

Haugstvedt, A. C. (2012). Mobile augmented reality for cultural heritage: A technology acceptance study. Mixed and Augmented Reality (ISMAR), 2012 IEEE International Symposium (pp. 247-255). IEEE.

Lee, D. H. (2007). Augmented reality based museum guidance system for selective viewings. Digital Media and its Application in Museum & Heritages (pp. 379-382). IEEE.

Miyashita, T. M. (2008). An augmented reality museum guide. In . Proceedings of the 7th IEEE/ACM International Symposium on Mixed and Augmented Reality (pp. 103-106). IEEE.

Radu, I. (2012). Why should my students use AR? A comparative review of the educational impacts of augmented-reality. Mixed and Augmented Reality (ISMAR), 2012 IEEE International Symposium (pp. 313-314). IEEE.

S. C.-Y. Yuen, G. Y. (2011). Augmented Reality: An Overview and Five Directions for AR in Education. Journal of Educational Technology Development and Exchange, 119-140.

Siltanen, S. (2012). Theory and applications of marker-based augmented reality. Finland.

Tillon, A. B. (2011). Mobile augmented reality in the museum: Can a lace-like technology take you closer to works of art? Mixed and Augmented Reality-Arts, Media, and Humanities (ISMAR-AMH), 2011 IEEE International Symposium (pp. 41-47). IEEE.

Yin, C. D. (2009). Use your mobile computing devices to learn-Contextual mobile learning system design and case studies. Computer Science and Information Technology, 2009. ICCSIT 2009. . IEEE.

Gambar

Gambar 1. Beberapa contoh pengenalan feature.
Gambar 4. (a) marker imageBentuk marker yang digunakan:   (brosur), (b) marker image (brosur), dan (c) marker khusus
Gambar 5. (b) marker(a) Pengujian aplikasi AR Desktop dengan  marker brosur (menampilkan konten video) dan   khusus (menampilkan konten model 3D perahu)
Gambar 6. Pengujian aplikasi AR Mobile menggunakan marker khusus dengan konten (a) video dan (b) teks

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan radiasi dengan sinar gamma pada varietas Seratus Malam dan Bicol pada dosis 0,1 ; 0,2 dan 0,3 kGy memberikan kemungkinan yang lebih baik untuk mendapatkan mutan tanaman

Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa ragam spesies vegetasi alam yang tumbuh di perkebunan jambu mente pada tanaman muda (umur 3- 8 tahun) dan tanaman berproduksi (umur

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara,

It will certainly despite if they invest money as well as spend even more e-books to finish reading, so does this publication Second Front: Censorship And Propaganda In The 1991

kombinasi ekstrak air sambiloto (Andrographis paniculata) dan ekstrak air daun salam (Syzygium polianthum) sebagai inhibitor dipeptidyl peptidase IV dan

Pengujian cut off USB bertujuan untuk mengetahui Arduino Promicro dapat di- shutdown perangkat PC yang terhubung dengan terminal PATEN dengan cara ketika kapasitas

Tingginya sensitivitas, rendahnya spesivisitas dari skor DECAF dan skor BAP-65 dan dijumpainya berbagai keterbatasan pada penelitian ini, menyebabkan kedua skor

Banyaknya buku terjemahan dari bahasa Arab pada era itu juga tidak lepas dari peran penerbit buku Islam yang pada era tahun 1980-an semakin banyak, dan tidak sedikit