• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Tenunan MenggambarkanKepribadian dan Identitas 3. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 3.1.Asal-usul nama desa Tunua - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tenunan sebagai Media Menarasikan Kepribadian Perempuan dan Identitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III Tenunan MenggambarkanKepribadian dan Identitas 3. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 3.1.Asal-usul nama desa Tunua - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tenunan sebagai Media Menarasikan Kepribadian Perempuan dan Identitas "

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

37

BAB III

Tenunan MenggambarkanKepribadian dan Identitas

3. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

3.1.Asal-usul nama desa Tunua

Menurut cerita pada zaman dahulu ada seorang anak laki-laki bernama

Balan.Suatu hari ketika dia berjalan menuju hutan dia menemukan sebuah batu yang sangat besar dan di samping batu itu dia melihat 2 (dua) buah batu dengan ciri berwarna merah dan berbentuk bulat.Kedua batu itu berbeda

dengan batu-batu yang ada di sekitarnya, sehingga anak laki-laki tersebut beranggapan bahwa kedua batu itu memiliki kekuatan.Pada saat itu

masyarakat belum mengenal agama, jadi kegiatan seperti penyembahan terhadap batu, gunung, pohon dan lain-lain masih dilakukan masyarakat. Oleh sebab itu ketika 2 (dua) batu itu ditemukan, maka kegiatan penyembahan pun

dilakukan oleh Balan yang kemudian diikuti oleh masyarakat yang ada di sana. Penyembahan terhadap batu-batu itu dipercaya dapat memberikan kemakmuran, sebaliknya akan ada malapetaka jika batu itu tidak disembah.

Kesimpulannya 2 (dua) batu itu yang tahu akan kapan terjadi kelaparan dan kapan terjadinya kemakmuran. Adapun batu-batu itu ketika disembah dia

(2)

38

datang untuk menyembah karena dengan melakukan demikian mereka dapat

memperoleh kesuburan.Setiap tahun penyembahan itu dilakukan terus-menerus, sampai pada akhirnya Agama Kristen masuk pada tahun

1924.Agama Kristen masuk memberi dampak yang baik bagi masyarakat saat itu.Waktu demi waktu penyembahan itu semakin dilupakan oleh mereka yang pada akhirnya batu-batu itu dihancurkan oleh orang yang tidak dikenal. Dari

tempat diletakan 2 (dua) buah batu itulah nama Desa Tunua berasal.1 Nama desa Tunua berasal dari dua katayakni Tunaf yang berarti tungku2 dan nua

yang berarti dua. Jika digabungkan Tunua artinya ”dua tungku”. Melihat cerita di atas duatungku itu berasal dari 2 buah batu yang ditemukan oleh

Balan dan dipakai untuk kegiatan penyembahan.Adapun sebuah batu yang merupakan pintu masuk untuk menuju dua batu yang dipakai untuk kegiatan penyembahan tersebut.3 Dalam hal ini tunaf atau tungku dalam cerita di atas berarti 3 (tiga) buah batu yang ditemukan oleh Balan, yakni batu pertama dipercaya sebagai

pintu masuk dan 2 (dua) batu yang lain digunakan untuk kegiatan penyembahan.

Seiring berjalannya waktu setelah tahun 1924 ketika agama masuk proses penyembahan itu hilang sampai sekarang

1

NS (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Senin, 26Juni 2017, Pukul 10:30 WITA. 2

Tungku adalah batu yang dipasang untuk keran (dapur) atau tumpuan periuk.Tungku juga merupakan tiga buah batu yang disusun dengan bentuk segitiga yang digunakan oleh masyarakat tertentu dalam proses memasak.

3

(3)

39

3.2.Letak Geografis dan Keadaan Iklim

Secara geografis Desa Tunua terletak di Kecamatan Molo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dengan luas wilayah 180 ha.4 Untuk sampai di desa Tunua jarak yang ditempuh dari pusat Kecamatan 7 km2 dan jarak tempuh dari kota Kabupaten 27 km2.5Batas-batas wilayahnya sebagai berikut:

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bijaepunu

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tutein

 Sebelah Barat berbatasan dengan Nunmolo

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Ajaobaki.

Kondisi alam desa ini perbukitan yang mengelilingi desa Tunua dengan ketinggian 1500 m dari permukaan laut.Tekstur tanah di wilayah ini hitam dan berbatu sehingga sangat subur khususnya dalam pertanian dan

berkebun.Dan karena itu dalam hubungan dengan menenun, masyarakat dulu khususnya para perempuan banyak yang menanam kapas di kebun-kebun

mereka sebagai bahan dasar dalam membuat benang untuk ditenun.Iklim daerah ini sama seperti wilayah NTT pada umumnya, yaitu beriklim tropis dengan dua jenis musim. Pada musim kemarau (April-November)para petani

menyiapkan ladang atau kebun untuk menanam.Sedangkan pada musim hujan

4WA (Sek desa), Wawancara, Tunua: Selasa, 27 Juni 2017, Pukul 09:50 WITA.

5

(4)

40

(Desember-Maret) mereka menanam, menyiangi tanaman dari rumput dan

memanen hasil kebun.

3.3.Pemerintahan dan Kependudukan

Struktur pemerintahan Desa Tunua dipimpin oleh 1 (satu) Kepala Desa, 1 (satu) Sekretaris Desa, 6 (enam) Kepala Urusan, 4 (empat) Kepala Dusun, 11 (sebelas) Rukun Warga (RW), 23 (dua puluh tiga) Rukun Tetangga (RT) dan

lembaga lainnya yang saling bekerja sama dalam membangun desa.Berdasarkan data statistik tahun 2015, penduduk Desa Tunua terdiri dari

455 kepala keluarga (KK), yang terhimpun dalam 4 (empat) Dusun, dengan jumlah penduduk sebanyak 1009 jiwa, jumlah itu terdiri dari laki-laki 488 jiwa dan perempuan 521 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Tunua adalah suku

Molo dan selebihnya merupakan orang-orang pendatang yang terdiri dari suku Rote, Sabu, Amanatun, Alor dan Amanuban.Penduduk Desa Tunua

bermayoritas Kristen Protestan, sebagian kecilnya beragama Katolik dan Islam.

3.4.Mata pencaharian

Masyarakat Desa Tunua dalam kehidupan sehari-hari lebih menggantungkan diri pada usaha berkebun dan bertani yang sumber utamanya

terdiri dari tanaman umur panjang dan tanaman umur pendek. Yang termasuk golongan tanaman umur panjang seperti: jeruk, mangga, kopi, kemiri, dll.

(5)

41

wortel, bawang merah, bawang putih, sayur-sayuran, kacang-kacangan,

kentang dan berbagai jenis ubi-ubian.Sebagian masyarakat juga menjual hasil kebun mereka di pasar untuk memenuhi kebutuhan.Sedangkan bagi sebagian

perempuan desa Tunua pekerjaan menenun juga menjadi sumber mata pencaharian mereka di era globalisasi ini.6Selain bertani sebagian kecil masyarakat desa ada juga yang bekerja sebagai PNS/Guru, pedagang dan

wiraswasta serta pelajar.

3.5.Struktur Sosial

Sistem sosial masyarakat di NTT memiliki keterikatan dengan sistem sosial yang dimiliki oleh suku-suku yang ada di NTT pada zaman dahulu.Sistem sosial dan pemerintahan suku-suku di NTT pada zaman dahulu

umumnya adalah sistem kerajaan.Sekelompok masyarakat diperintah oleh raja yang dipilih oleh masyarakat.Namun adapula berdasarkan keturunan

(dinasti).Contohnya di suku Timor yang mendiami TTS.Pada zaman dahulu ada tiga kerajaan besar di daerah TTS, yaitu kerajaan Amanuban, Amanatun dan kerajaan Mollo. Kerajaan Amanuban diperintahi oleh dinasti

kanaf(marga) Nope, kerajaan Amanatun diperintahi oleh dinasti kanaf

6

(6)

42

Banunaek, dan Mollo diperintahi oleh dinasti kanaf Oematan. Setiap orang

yang berasal dari kanaf-kanaf raja ini sangat dihormati di masyarakat.7

Menurut seorang tokoh adat8 ia mengatakan bahwa masyarakat Meto di Desa Tunua secara struktural terdiri dari golongan bangsawan atau raja (Usif), tuan tanah (Pah Tuaf), juru bicara (Mafefa), bapak negeri atau pejabat (Amaf), panglima perang (Meo/Meob) dan rakyat biasa (Tob/To Ana). Keturunan Amaf

dapat mengemban tugas fungsional sebagai prajurit perang (Meob) atau pemimpin upacara adat (Ana a’Tobe).

Struktur Tradisional Masyarakat Mollo

Usif

Pah Tuaf

Mafefa

Meo Amaf

To Ana/To Tafa

Penjelasan bagan di atas:

7A. D. M Parera, Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor; Suatu Kajian Atas Peta Politik Pemerintahan Kerajaan-kerajaan di Timur Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan 1994) 6.

8

(7)

43

1. Usif adalah raja atau peguasa wilayah tertentu. Ia berkedudukan di

sonaf (istana raja). Yang berperan sebagai raja atau Usif di wilayah itu adalah marga Oematan. Usif juga sering disebut sebagai Pah Tuaf

adalah penguasa atau sering disebut sebagai tuan tanah.

2. Pah tuaf berfungsi sebagai pemberi laporan kepada Usif (raja) tentang keberadaan kehidupan masyarakat di wilayah kekuasaannya.

Yang berperan sebagai Pah Tuaf di wilayah itu marga Tanu, Balan, Sa’u, Boko dan Bay.

3. Mafefa adalah juru bicara yang berfungsi sebagai “penerang” artinya

ia sebagai perantara dan penyampaikan perintah Usif atau raja

kepada rakyat. Yang berperan sebagai Mafefa atau juru bicara di wilayah itu adalah anak-anak dari Pah Tuaf.

4. Meob/meo sebagai panglima perang yang mempunyai fungsi untuk

menjaga keamanan dan ketertiban di seluruh wilayah kekuasaan. Yang berperan sebagai meob/meo atau panglima perang di wilayah itu adalah marga Sabneno, Poli, Nahas dan Uki.

5. Amaf artinya bapak. Ia merupakan orang yang dituakan dalam kanaf

(nama keluarga atau marga) serta mewarisi benda-benda keramat

milik nenek moyang dan berfungsi sebagai pemimpin spiritual. Amaf

mempunyai tugas untuk mengangkat dan memberikan hasil keputusan kepada raja, dan juga berperan sebagai pemimpin spiritual.

(8)

44

6. Tob/To Ana/ To Tafa adalah kalangan rakyat biasa yang wajib

memberikan upeti kepada Pah Tuaf atau Usif / Raja.

Namun dalam perkembangan zaman sistem di atas berubah dengan

terbentuknya struktur organisasi yang diturunkan oleh pemerintah, tetapi dalam acara-acara adat sistem sosial (Usif) masih sangat

dihormati oleh masyarakat.9

3.6.Persiapan Menenun

Pada masa sekarang, ada banyak pakaian produk modern yang

memudahkan masyarakat untuk menggunakannya tanpa menghabiskan waktu yang lama untuk menenun sehelai kain.Namun zaman dahulu orang-orang lebih mengenal sarung/selimut untuk menutup tubuh mereka. Oleh karena itu

ada beberapa pengertian mengenai sarung/selimut, antara lain sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga

berbentuk seperti pipa atau tabung. Sarung juga berarti sepotong kain lebar yang dililitkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah). Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan katun, poliester

atau sutera, dan benang.Pengunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada pengunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan.Pada

umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi sebagai pelengkap baju

9

(9)

45

daerah tertentu.Sedangkan motif merupakan pola, corak.Bisa juga berarti

hiasan atau pola yang indah pada kain.

3.6.1. Peralatan Tenun

Alat-alat yang digunakan dalam proses menenun adalah sebagai berikut:  Puat : lidi yang digunakan untuk melilit benang.

puat

Senu :pisau/pedang yang terbuat dari kayu yang berfungsi untuk

memadatkan tiap benang yang dipintal.

senu

Sial : kayu-kayu kecil yang berada di antara benang-benang selama

proses penenunan. Berfungsi membantu penenun menaikan dan

menurunkan benang.

sial

Pamaf : pemintal benang yang terbuat dari kayu.

(10)

46

abinis pamaf

Paus niun :ikat pinggang besar penenun. Masyarakat dulu membuat

ikatpinggang tersebut dari kulit sapi, sekarang adapula yang memakai karung.

paus niun

Natika : kayu alas yang dipakai untuk menenun.

natika

Uf : tali atau sabuk pintal yang berfungsi sebagai penarik

(11)

47

Nekan : penyangga benang dalam proses penenunan.

Atis : alat yang terbuat dari kayu berfungsi sebagai penjepit

tenunan.

nekan dan atis

Sifo : alat yang digunakan untuk membuka gumpalan kapas.

Ike suti : proses membentuk kapas menjadi benang.

(12)

48

3.6.2. Bahan-bahan

Menenun yang dilakukan oleh para perempuan di desa Tunua tidak terlepas dari persiapan-persiapan yakni peralatan-peralatan yang sudah

disebutkan di atas kemudian juga bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses menenun. Setelah peralatan-peralatan sudah disiapkan maka hal yang berikut yang harus diperhatikan oleh para perempuan yakni

menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan seperti benang yang sudah dalam bentuk gulungan-gulungan, tanaman-tanaman yang digunakan

dalam proses pewarnaan seperti: akar-akar, kulit dan daun-daun dari pohon, periuk tanah, dan lain sebagainya. Adapun persiapan wadah-wadah

yang dipakai untuk proses pencelupan yakni dengan menggunakan periuk tanah bahwa wadah tersebut sangatlah cocok dalam proses pewarnaan dibandingkan dengan wadah yang bertekstur plastik. Dengan melihat hal

di atas kebanyakan bahan-bahan yang digunakan diambil dari hasil alam seperti di kebun, di hutan dan juga yang ditanam di pekarangan rumah. Kesimpulannya dalam persiapan-persiapan ini mau menunjukan bahwa

para perempuan memiliki pengetahuan yang sangat luas,seorang perempuan dia dapat mengetahui tanah yang baik atau yang cocok ketika

ia menanam bahan-bahan untuk pewarnaan tersebut dan bukan saja itu dia juga mampu mengetahui akar, daun atau kulit pohon yang cocok dengan warna hitam, kuning, merah maupun warna yang lain untuk pewarnaan

(13)

49

para perempuan merupakan sosok yang dekat dengan alam.Oleh karena

itu perempuan juga sendiri adalah wujud dari pencinta lingkungan, lewat ini dia juga berusaha untuk menjaga dan melestarikan alam.

3.7.Proses dalam menenun

3.7.1. Membuat benang dari kapas (abbas ab meto)

Mencari dan memetik kapas (siu abas) yang sudah matang artinya yang sudah tua dan pada permukaan buahnya sudah pecah kemudian dari buahnya muncul kapas.Tahap selanjutnya menjemurnya (taoi abas) di

panas matahari sesudah itu kapas yang telah dijemur tadi ditaruh di atas tikar untuk dipisahkan dari bijinya (nak ebi abas). Dalam proses

penjemuran kapas, cuaca yang baik menjadi salah satu faktor pendukung karena proses penjemuran yang lama dapat mempermudah pemisahan antara kapas dari bijinya. Oleh karena itu persiapan dan tenaga dari para

perempuan menjadi hal yang harus diperhatikan dalam mengelola kapas menjadi benang tersebut.Terlepas dari itu agar serat benang teratur dan

(14)

50

dan dipukul dengan tali atau busur untuk memperoleh kapas yang mudah

diputar jadi benang. Kapas yang diputar (a nasu abas) untuk menjadi benang menggunakan alat yang disebut sifo, sedangkan pekerjaan itu

disebut na siof abas. Jika tahap pertama sudah selesai, mulailah tahap membuat benang atau na’ sun abas.10Kadang dalam mendapatkan satu gulungan benang saja para perempuan membutuhkan kerja keras dalam

mengambil kapas dari kebun yang kemudian diolah menjadi beberapa gulungan benang. Alat yang dipakai untuk membuat kapas menjadi benang

disebut ike suti. Untuk memperoleh benang dalam jumlah yang cukup bagi pembuatan sebuah selimut atau sarung besar dibutuhkan waktu kira-kira

dua bulan.

3.7.2. Pembentangan Benang (non bet ana/non abas)

Mula-mula membentangkan benang secara berjejer di atas dua buah

balok atau bambu yang disebut at none.Panjang rentangan benang antara 1–2 meter dengan lebar 50 – 60 cm. Panjang benang itu kemudian dilipat dua untuk keperluan membuat motif ikat.Ini disebabkan karena motif

10

(15)

51

dalam satu selimut biasanya dibuat simetris antara ujung atas dan bawah

serta bagian kiri dan kanan. Dalam proses ini ketelitian sangat dibutuhkan bagi para perempuan karena ia harus menghitung dengan benar panjang

dan lebar dari sebuah kain yang ingin ditenun. Biasanya untuk membuat sebuah selimut ukuran yang dipakai 40-60 cm lebarnya dan panjangnya dua meter ada yang sampai dua setengah meter. Sedangkan untuk membuat

sarung lebarnya 50-60 cm dan panjangnya berkisar satu sampai dua meter.Adapun dalam pembentangan benang dalam membuat selendang

biasanya 30 cm lebarnya dan panjangnya bisa 1 meter.11Selendang sendiri ditenun dengan fungsinya menjadi pelengkap antara kedua kain tenunan

yakni sarung dan selimut.Perlu diketahui juga bahwa ada perbedaan antara tenunan yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan.Bahwa perempuan biasanya menggunakan sarung sedangkan laki-laki menggunakan selimut.

Ada sekitar 1000-1500 baris benang yang dibentangkan di atas alat bernama loki. 12

3.7.3. Pengaturan Motif (ta toma abas)

11

DS (Penenun), Wawancara, Tunua:Jumad 30 Juni 2017, Pukul 09.00 WITA. 12

(16)

52

Benang dibentangkan dan diikat dalam bentuk kumparan-kumparan.

Ikatan-ikatan ini akan membentuk motif-motif sesuai gambaran yang ada dalam benak si penenun. Pada waktu dulu, dalam membentuk motif juga bisa

menggunakan daun gewang muda untuk mengikat benang.Karena diperlukan variasi warna maka ikatan-ikatan ini diberi tanda khusus sehingga mempermudah mereka mengingatnya pada saat pewarnaan nanti.13Dewasa ini, umumnya para penenun sudah menggunakan tali rafia ini lebih mempermudah mereka karena mempunyai banyak warna sehingga bisa

membedakan motif dan pewarnaan. Dalam pengaturan motif ketelitian dan perhitungan sangatlah dibutuhkan bagi para perempuan karena ketika seorang

perempuan ingin mengatur motif yang ada dalam benaknya ia harus pandai mengatur jumlah benang yang akan diikat dan kemudian dibentuk menjadi sebuah motif. Bukan saja itu ketelitian juga menjadi salah satu dasar dalam

membentuk motif karena perhitungan jumlah ikatan benang akan terbentuk dengan baik jika perempuan bisa teliti dalam mengatur dan menghitung jumlah benang yang diikat dan yang kemudian dibentuk menjadi sebuah motif

dalam kain tenunan.

Terdapat 5 (lima) jenis motif yang dikenal di desa Tunua antara lain:

motif namkelas (garis-garis berwarna hitam putih), motif paukolo (kepala burung), motif tuasufa (bunga lontar), motifmanoe (garis-garis sejajar)dan motif lulsial (belah ketupat). Motif-motif yang ada di desa Tunua dibentuk

dengan 2 (dua) cara yakni Lotis dan Pauf.Lotismerupakan cara menenun dan

13

(17)

53

membentuk hiasan dengan menambah pakan tambahanpada tenunan dasar

sehingga membentuk dekorasi timbul dengan menggunakan Sia (semacam kayu yang berbentuk lidi-lidi yang gunanya sebagai alat pemisah benang atas

dan benang bawah). Sedangkan Paufmerupakan tenunan yang dibuat dengan cara mengikatbenangmenggunakan tangan agar motif yang dibuat tampak timbul dengan beraneka ragam warnanya.14 Kelima motif yang ada di desa Tunua sudah sejak dulu dikenal oleh masyarakat dan karena itu bagi para perempuan dalam membentuk motif tenunan memang sudah terpola dari sejak

ia kecil dan hal itu dilakukan mereka secara berulang-ulang sampai sekarang.15

3.7.4. Pewarnaan (tak sola abas)

Tahap mengikat disusul dengan mencelup benang yang ada sesuai

warna yang diinginkan yaitu merah, putih dan hitam.Teknik pewarnaan pada benang dibutuhkan waktu satu sampai dua bulan bergantung dari

kombinasi serta kualitas warna. Benang yang akan diwarnai terlebih dahulu direndam dengan cairan buah Nitas. Proses ini bertujuan agar benang siap

14

YB (Penenun), Wawancara, Tunua: Senin 03 Juli 2017, Pukul 13.00 WITA. 15

(18)

54

untuk diwarnai. Perendaman ini dipercaya membantu penyerapan warna

pada benang. Selanjutnya, dimulailah proses pewarnaan.

Proses pewarnaan tidak terlepas dari usaha perempuan dalam mencari

bahan-bahan untuk mewarnai kain yang akan ditenun. Para perempuan di desa Tunua biasanya mencari bahan-bahan yang sudah ditanam di kebun mereka masing-masing adapun yang mencarinya sampai di hutan jikalau

bahan yang dicari tidak ada.16Kerja keras dalam mencari sampai meramu bahan-bahan tersebut membuat mereka harus kreatif dalam mencampur

bahan-bahan yang sudah didapat tadi agar warna yang dihasilkan baik. Berbeda dengan sekarang sudah banyak benang-benang yang dijual di

toko-toko ataupun di pasar-pasar dan karena itu menjadi alasan bagi para perempuan yang menenun di desa Tunua yang sebagian besar lebih memilih membelinya di toko atau pasar karena proses pewarnaan yang

lama itulah yang menjadi alasan mereka lebih memilih untuk membelinya langsung. Ketika sampai disana untuk membelinya juga terjadi penawaran-penawaran agar harga yang didapat lebih murah.Jadi bukan saja mampu

memilih warna yang baik tetapi seorang perempuan juga harus pintar dalam menghitung biaya pengeluaran. Kombinasi warna dalam kain tenun

Desa Tunua hanya terdiri dari tiga warna yaitu: putih (muti), hitam (metan), dan merah (me).17

16

YA (Penenun), Wawancara, Tunua:Minggu 02 Juli 2017, Pukul 15.00 WITA. 17

(19)

55

 Putih : merupakan warna asli benang itu sendiri. Ada pula proses

pewarnaan yang dikenal masyarakat Desa Tunua untuk mendapatkan warna putih yang lebih baik, yakni dengan

menggunakan air rendaman biji jagung putih yang dimasak. Tujuannya agar benang putih yang ada menjadi lebih kuat.

 Hitam : untuk menghitamkan benang, para penenun menggunakan

daun tarum (taum). Caranya daun ini direndam dalam air selama 1 malam, tiriskan. Kemudian, daun ini diperas

sehingga menghasilkan air daun tarum. Air daun tarum tersebut lalu dicampur dengan kapur sirih. Sesudah itu, para penenun

memasukan benang ke dalam campuran tersebut. Perendaman ini juga bisa dilakukan secara berulang-ulang dalamjangka waktu tertentu bergantung pada kualitas dan jenis warna yang

diinginkan.18

 Merah : untuk warna merah, digunakan kulit/akar pohon mengkudu.

Kulit/akar pohon ini dicampur dengan kapur sirih kemudian

ditumbuk sampai halus.Hasilnya direndam 1-2 hari kemudian digunakan untuk mewarnai bagian-bagian yang dikhususkan

untuk warna merah. Pada saat pewarnaan, kumpulan benang-benang yang telah ditandai untuk warna merah, dibuka ikatannya lalu dibasahi dengan cairan pewarna berulang-ulang

18

(20)

56

sambil diremas-remas hingga diperoleh warna yang diinginkan.

Cara lain dengan merebus akar/kulit mengkudu hingga air berwarna merah. Air rebusan tersebut dituangkan ke dalam

wadah dan benang dicelupkan ke campuran air hingga mendapatkan warna merah.19

3.7.5. Penenunan (a teun)

Proses akhir dari pembuatan kain tenun ini dimulai dengan benang yang sudah diatur dibentangkan pada alat tenun. Alat-alat yang digunakan

dalam proses ini yakni menggunakan dua buah balok yang disusun secara horisontal dengan jarak ± 1,5-2 meter. Balok di ujung yang pertama, biasanya

menggunakan kayu berbentuk bulat atau bambu. Sedangkan pada ujung yang lain terdapat dua balok persegi empat. Benang yang telah diatur diuraikan pada kedua balok ini dengan lebar antara 60-90 cm. Untuk menjaga

ketegangan benang di atas alat tenun itu diikat pada dua buah tiang. Selama

19

(21)

57

proses menenun ada dua buah kayu yang selalu ditarik masuk dan keluar

diantara sela-sela benang.20

Dalam proses penenunan banyak hal yang harus diperhatikan oleh

seorang perempuan ketika ia ingin menenun antara lain perempuan yang dalam kondisi datang bulan (haid) tidak diperbolehkan untuk menenun karena yang dihasilkan nanti kurang baik dan itu terlihat dari motif yang tak

beraturan, warna kain yang mudah luntur dan juga kualitas dari kain tenunan yang mudah rusak.21 Pantangan yang lain benang dan peralatan setelah dipakai menenun tidak boleh dilanggar karena bagi mereka alat yang dipakai untuk menenun mereupakan sumber ekonomi dalam mencukupi kebutuhan

mereka dan karena itu bahan serta alat-alat untuk menenun tersebut harus dihargai.22 Di desa Tunua juga tidak diperkenakan untuk mengerjakan kain tenunan bila ada kematian karena akan mengakibatkan anggota keluarga dari

si penenun sakit yang berkepanjangan dan juga hasil kebun yang kurang baik. Serta dalam menenun para perempuan harus merasa senang dan juga ketelitian dibutuhkannya karena dengan begitu mereka dapat menghasilkan

kain tenunan yang baik dan juga indah ketika ada yang melihat dan menggunakannya.23

20

RN(Penenun), Wawancara, Tunua: Sabtu 01 Juli 2017, Pukul 19.00 WITA. 21

YT (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017, Pukul 14.00 WITA. 22

MB (Penenun), Wawancara, Tunua: Minggu 02 Juli 2017, Pukul 14.00 WITA. 23

(22)

58

3.8.Identitas dalam Tenunan Perempuan Timor

Menenun merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh para perempuan Timor pada umumnya, sedangkan laki-laki lebih kepada pekerjaan di luar rumah seperti

berburu dan berkebun untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak.Hal ini sudah dipaparkan dalam Filosofi masyarakat Timor tentang pembagian kerja “Ike Suti

dan Suni Auni” (Bab I).Sejak dahulu pekerjaan menenun merupakan kewajiban

bagi setiap perempuan Timor di wilayah NTT, begitu pula di desa Tunua. Sejak kecil para perempuan sudah diajarkan untuk melakukan pekerjaan menenun

sampai ia mendapatkan selembar kain yang disebut tenunan (ada yang berupa sarung, selimut dan juga selendang). Hal ini dilakukan setiap hari ketika si anak perempuan sudah menyelesaikan pekerjaan di sekolah maupun di rumah. Ketika

mereka dewasa banyaknya kain tenunan merupakan pengukur bahwa ia sudah siap untuk dinikahi.24 Sebaliknya jika belum dan masih sedikit tenunannya ia belum diperkenankan untuk menikah, meskipun si calon suami sudah memperkenalkan dirinya pada kedua orang tua si calon istri. Maksimal 10-12 kain tenunan merupakan ukuran yang harus disediakan oleh seorang perempuan ketika

ia ingin menikah.25 Oleh karena itu kedewaasaan perempuan dihitung dari banyaknya tenunan yang ia miliki.

Dalam melakukan pekerjaan menenun para perempuan dahulu selalu memakai bahan-bahan dari alam untuk membuat benang, sekarang saja yang

24

DS(Penenun), Wawancara, Tunua: Selasa 04 Juli 2017, Pukul 18.00 WITA. 25

(23)

59

sudah menggunakan benang yang dibeli dari toko-toko atau pasar. Adapun ketika

penenun memakai bahan dari alam sangat baik untuk proses pewarnaan kain karena warna yang dihasilkan lebih tahan lama dan tidak mudah luntur.26 Menenun sampai menghasilkan kain tenunan membutuhkan waktu dan tenaga yang sangat banyak karena seorang perempuan ketika dia menyiapkan bahan-bahan seperti kapas yang akan diolah menjadi benang itu membutuhkan waktu

kurang lebih satu minggu untuk memintalnya menjadi sebuah benang, cuaca yang baik juga menjadi hal yang terpenting dalam proses pembuatan benang. Adapun

dalam kegiatan menenun para perempuan di desa Tunua sekarang sebagian besar yang lebih memilih benang yang berada di toko-toko atau dipasar, sedangkan

sebagian kecil yang masih menggunakan bahan-bahan alam dengan menanam kapas di kebun atau pekarangan rumah.Hal ini yang menyebabkan waktu untuk menenun menjadi lama karena kalau menenun dengan mengambil kapas dari

kebun sendiri harus menunggu berbulan-bulan kadang sampai setahun hingga cukup untuk selembar kain.27 Tidak sampai disitu para perempuan juga harus mengumpulkan bahan-bahan untuk pewarnaan pada setiap kain yang akan

ditenun. Itu tergambar dalam setiap motif-motif bahwa ketekunan dan ketelitian menjadi hal mendasar bagi para perempuan di desa Tunua dalam menghasilkan

warna yang baik dan juga motif yang baik dalam setiap kain tenunannya.

26

AB (Penenun) Wawancara, Tunua: Selasa 04 Juli 2017, Pukul 09.00 WITA. 27

(24)

60

Perempuan di desa Tunua memiliki daya imajinasi yang sangat tinggi dalam

menentukan warna pada kain tenunan dan juga pada motif-motif tenunan mereka. Dikatakan demikian karena semuanya sudah terpola sejak kecil, ketika ia

diajarkan untuk menenun sehingga ketika dia remaja sampai menginjak dewasa para perempuan di desa ini sudah mahir dalam menentukan warna yang baik dalam setiap kain yang ditenunnya. Tenunan yang dihasilkan perempuan Timor

khususnya di desa Tunua menunjukan identitas bagi si pemakai, sebab dalam pemakaian kain tenunan setiap warna dan juga motif yang digunakan

menceritakan akan identitasnya, status sosialnya dan juga kepercayaannya akan pencipta. Oleh karena itu di bawah ini terdapat beberapa motif-motif yang ada di

desa Tunua.

1. Motif Namkelas (garis-garis berwarna hitam putih)

Pada masa dahulu masyarakat Tunua mengenal motif namkelas.Motif ini

bercorak garis-garis vertikal dengan warna putih dan hitam.Biasanya kaum pria yang menggunakan motif berwarna hitam sedangkan kaum perempuan memakai tenunan dengan warna putih polos (Tai Muti) dan hitam polos (Tai

Meta).Karena perkembangan pemikiran dan juga kreatifitas yang ditunjukan para perempuan dahulu maka kain yang semula berwarna hitam dan putih

polos ditenun lagi dengan motif garis-garis antara kedua warna tersebut.Warna hitam memiliki makna bahaya atau kematian sedangkan warna

(25)

61

manusia ada yang dinamakan kelahiran baru dan juga kematian.28 Adapun makna lain warna hitam yakni tidak mudah terlihat kotor jika dibandingkan dengan warna putih.Pemakaian motif ini sangatlah sederhana karena para

perempuan dulu belum mengenal bahan-bahan alam yang sudah terkenal sekarang ini.Pengetahuan perempuan dahulu hanya sekedar pada benang putih yang diambil dari olahan kapas dan juga warna hitam yang diambil dari

olahan daun taru.Pada motif ini penulis tidak mencantumkan gambar karena kesulitan mendapatkan tenunan dengan motif namkelas karena sudah tidak

ditenun lagi.Semakin majunya perkembangan maka perempuan di desa ini juga sudah mengenal warna lain yang diaplikasikan dalam berbagai motif

seperti motif-motif di bawah ini. 2. Motif Paukolo (kepala burung)

Motif ini pada zaman dahulu dikhususkan bagi kaum keturunan Usif (raja)

saja. Motif ini memiliki bentuk yang menyerupai kepala burung.Makna motif ini berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan.Jadi seorang raja dituntut untuk mampu melindungi rakyatnya, menyelesaikan masalah dengan baik, adil

dalam mengambil keputusan.

Motif Paukolo pada zaman dahulu jika dipakai oleh rakyat biasa maka akan

terkena sanksi denda berupa hewan kerbau atau babi, beras, dan uang logam.29Pada masa sekarang motif Paukolo juga sudah dikenakan oleh rakyat biasa.

28

MT (Tokoh adat), Wawancara, Tunua: Kamis 29 Juni 2017, Pukul 16.00 WITA. 29

(26)

62

(Paukolo)

Dalam motif ini bagian tengah dari motif Paukolo terdapat garis pemisah yang menggambarkan pusat kekuasaan itu dibuat model pagar yang

menggambarkan tentang batas wilayah kekuasaan raja dan masyarakat.Desain motif tradisional pada kain tenunan ini merupakan warisan budaya masa lalu yang ditinggalkan oleh penciptanya baik motif dan juga desainnya.Dalam

motif ini sebenarnya memiliki warna dasar putih pada umumnya.Garis-garis pemisah dalam tenunan di atas selain sebagai batas wilayah, garis-garis itu

juga menggambarkan hubungan mereka dengan kepercayaan mereka saat itu. Bahasa berpasang-pasangan serta pemahaman mereka dengan dunia lain di sekitar mereka diungkapkan dalam simbol-simbol kembar dalam motif-motif

tenunan.30Warna-warna terang dalam motif ini mau menunjukan letak atau batas wilayah yang ada dalam struktur tradisonal masyarakat Mollo yang di

dalamnya terdapat desa Tunua.

30

(27)

63 3. Motif Tuasufa (Bunga Lontar).

Motif Paukolo dikelilingi oleh motif Tuasufa (bunga lontar).Motif Tuasufa

melambangkan rakyat yang ada di sekitar wilayah pemerintahan raja.Arti dari

motif ini menggambarkan rakyat (bunga lontar) harus taat dan patuh pada raja serta ketergantungan rakyat kepada raja yang memberikan kemakmuran dan kesejahtraan.Kedatangan raja di tengah-tengah masyarakat dapat dilihat dari

motif ini yang ditenun secara tegak disekitar motif Paukolo menandakan rakyat yang berdiri menyambut kedatangan raja.

(Tuasufa) (Tuasufa)

Unsur-unsur lain dalam motif ini juga terlihat dalam berbagai macam, warna yang digunakan di dalamnya sebagai gambaran tatanan kepemimpinan waktu

itu dimana dalam gambar di atas tengah dari motif belah ketupat merupakan letak kepemimpinan usif atau raja yakni dengan warna hijau dan dia dibantu oleh amaf sedangkan warna merah muda merupakan kaum bangsawan,

kuning mafefa atau juru bicara raja dan warna biru yang menggambarkan rakyat biasa. Dari motif ini perempuan di desa Tunua berusaha untuk

(28)

64

untuk mengerti setiap motif para perempuan menggunakan warna-warna yang

terang agar mempermudah kejelasan dari motif yang ada dalam kain tenunan di desa Tunua dan kecamatan Molo Utara pada umumnya.

4. Motif Manoe (Garis-garis sejajar)

Dalam sebuah tenunan selalu terdapat motif manoe. Motif ini berupa garis-garis sejajar dengan ukuran yang sama besar antara satu dan yang lainnya.

Makna dari motif Manoe tidak ada halangan yang dibuat rakyat pada saat raja memimpin suatu daerah. Pada masa sekarang manoe juga diartikan

kedudukan seseorang yang setara, seimbang satu dengan yang lain.31

(Manoe)

Seperti yang sudah dikatakan diatas bahwa dalam motif ini juga terdapat garis

pemisah antara daerah kekuasaan raja dan juga masyarakat.Adapun warna yang dipakai dalam motif tersebut adalah warna merah yang menggambarkan kepemimpinan dan keberanian, putih yang berarti suci, kuning sendiri

merupakan arti dari tempat si penenun tersebut dalam bahasa setempat molo

yang berarti kuning.Desa Tunua sendiri berada dalam kawasan Molo Utara

Kabupaten TTS.Adapun arti lain dalam pemakaian garis-garis sejajar dalam

31

(29)

65

kain tenunan masyarakat Mollo termasuk desa Tunua bahwa masyarakat

Timor pada umumnya percaya akan dunia dan kenyataan-kenyataan yang ada di sekitar orang atoni (orang Timor) itu terdiri dari unsur yang berbeda-beda.

Yang perlu dibuat oleh orang atoni ialah mengembangkan kemampuan dalam dirinya untuk membangun relasi yang harmonis, bulat dan utuh antara kejamakan realitas yang terjadi.32Hal itu diekspresikan dalam setiap tenunan yang ditenun oleh para perempuan di desa ini yang menggambarkan hubungan mereka dengan sang Pencipta dan itu terlihat dalam motif-motif

yang bercorak garis-garis sejajar,belah ketupat, dan juga warna yang mempunyai arti tersendiri.

5. Motif Lulsial

Motif ini berbentuk ketupat yang bagian depan tenunannya timbul sedangkan bagian belakangnya tidak. Menurut kepercayaan orang Timor dan pemahaman

dari buku-buku bahwa gambaran belah ketupat berasosiasi ke tubuh dan kepala buaya yang merupakan legenda bagi masyarakat Timor dan juga kepercayaan mereka terhadap buaya.Dalam bagian ini mau mengatakan

bahwa sejak dahulu para perempuan sudah berpikir simbolis dalam menentukan motif.Adapun arti lain dalam motif ini bahwa zaman dahulu

setiap orang yang akan bepergian selalu membawa bekal berupa ketupat. Oleh karena itu hal ini menjadi simbol dalam motif tenunan masyarakat Tunua yang menyerupai ketupat. Ada juga bagian dari Lulsial yang disebut Puanua

32

(30)

66

(pinang kembar) motif berbentuk ketupat namun bagian depan dan bagian

belakang tenunan memiliki motif yang sama. Motif Puanua ini baru dikembangkan sekarang oleh masyarakat Tunua.33Gambaran motif di bawah ini juga tidak terlepas dari unsur-unsur yang membentuk motif Puanua dan motif Lulsialyakni terdapat garis lingkaran, datar dan juga putus-putus yang menggambarkan hubungan erat dari raja dan rakyatnya.serta terdapat

campuran warna yakni merah, kuning, biru, hijau semuanya itu mau menggambarkan tentang keindahan yang tercermin juga dalam penambahan

motif bunga dalam puanua.

Kedua motif tenunan inikhususnya Lulsial identik dengan belah ketupat yang berarti juga sebagian dari batas wilayah yang didalamnya peran amaf (bapak)

sangat penting karena dia juga menjadi penjaga dari wilayah kekuasaan itu. Belah ketupat berwarna kuning yang melambangkan aliran sungai dan

keadaan topografi yang penuh bukitdan lembah.Sedangkan warna biru dalam motif lulsialmenggambarkan pertahanan dari para prajuritserta dalam motif

33

(31)

67

ini terdapat garis sejajar dan motif berpasangan yang mengungkapkan

kepercayaan masyarakat bahwa ada roh-roh leluhur yang harus dihormati dan mereka ikut ambil bagian dalam kehidupan mereka.Hal itu dipercantik dalam

berbagai warna yang dipersiapkan oleh para perempuan saat itu.Dalam motif

lulsialitu terlihat warna biru pada gambar di atas.Pada zaman dahulu dalam tradisi masyarakat Tunua Raja yang berhak menentukkan motif yang

dipakai.34

Kesimpulannya dalam tenunan masyarakat Tunua dikenal 5 (lima) motif yang

di dalamnya juga terdapat garis sejajar atau be4rhadapan, belah ketupat, adapun yang melengkung dan berbentuk bulatan-bulatan kecil dan lain

sebagainya. Semuanya memiliki makna tersendiri yang menggambarkan identitas si pemakai, status sosial, kepercayaan dan lain-lainnya. Semunya itu juga tidak terlepas dari persiapan dan proses yang dilalui oleh para perempuan

untuk menghasilkan suatu karya yang sangat indah. Meskipun banyak hal yang harus ia lewati misalnya dalam menenun ia harus bertanggung jawab juga bagi suami dan juga anak-anaknya. Pembagian waktu dan tenaga menjadi

hal yang penting dan harus diperhatikan bagi seorang perempuan ketika ia hendak menenun. Kain tenunan masayarakat desa Tunua menjadi bukti bahwa

para perempuan masih memelihara identitasnya yang dikenal dalam kain tenunan yang merupakan hasil dari kegiatan menenun tersebut.

Kesimpulannya persiapan sangat dibutuhkan bagi seorang perempuan dalam

mengerjakan kain tenunan kemudian proses selanjutnya adalah menenun.

34

(32)

68

Desa Tunua memiliki letak geografis yang sangat strategis sehingga mudah

bagi para perempuan untuk menanam berbagai bahan-bahan yang digunakan dalam proses pewarnan kain tenunan. Desa ini juga memiliki beberapa

motif-motif yang dipelihara turun-temurun sampai sekarang yakni terdapat berbagai motif yang sejajar, garis-garis lurus, titik-titik, bunga dan lainnya sebagainya. Dari semua hal di atas mau mengatakan bahwa perempuan memiliki

pengetahuan yang luas tentang tanaman, pewarnaan,ia seorang yang dekat dengan alam, ia sabar, tekun dalam setiap proses penenunan dan lain

Referensi

Dokumen terkait