1
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tenunan merupakan salah satu bentuk yang paling utama dari ekspresi
kebudayaan di Asia Tenggara.1 Arti dari tenunan sendiri adalah hasil dari proses menenun yang dilakukan oleh beberapa orang perempuan dan hasil itu bisa berupa
kain sarung atau selimut dengan ukuran 1-2 meter, adapun dalam bentuk selendang.
Tenunan juga merupakan salah satu aspek yang penting dari bentuk fisik kebudayaan
dan memiliki fungsi yang beragam baik dalam hal-hal yang bersifat sekuler maupun
sakral. Tenunan juga dihubungkan dengan sistem-sistem keagamaan, organisasi
politik, perkawinan, status sosial dan pertukaran.2
Tenunan dihargai dan diakui sebagai komoditas di semua kalangan strata sosial,
mulai dari para penguasa hingga para petani kecil, dan dengan demikian digunakan
sebagai benda berharga penanda status sosial dan sebagai alat tukar. Teknik
pembuatan tenunan di wilayah Indonesia Timur tidaklah jauh berbeda dengan
teknologi tenun yang ditemukan di wilayah lainnya mulai dari pemintalan dan
pencelupan seperti yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara lainnya. Namun setiap
wilayah di Indonesia Timur memiliki motif-motif individual dan penataan motif yang
1
R Maxwell, Textiles of Southeast Asia; Tradition, Trade and Transformation (Hongkong: 2003), 224.
2
2
bersatu dengan yang lainnya yang menjadi ciri khas tersendiri dari setiap daerah.3 Di bawah ini beberapa alasan yang menjelaskan pentingnya tenunan bagi sebuah
komunitas.
1. Tenunan khususnya yang ada di wilayah Asia Tenggara memiliki
simbol-simbol yang merefleksikan identitas dan keturunan. Di sini tenunan-tenunan
biasanya dijiwai dengan motif yang telah diwariskan dari generasi ke
generasi.
2. Produksi tenunan di seluruh wilayah dengan menggunakan berbagai alat
tenunan, pencelupan, pencetakan dan teknik jahitan, membentuk rutinitas dan
ritme kehidupan pedesaan sehari-hari.
3. Tekstil menciptakan hubungan antara dunia fana dan dunia supranatural atau
leluhur. Tenunan dianggap sebagai pusaka, benda yang digunakan dalam
kehidupan ritual siklus kehidupan dan sebagai persembahan atau sebagai
objek turun-temurun yang mengandung kualitas suci.
Di Timor ada sebuah desa yang dikenal dengan kegiatan menenunnya. Desa
Tunua adalah nama desa tersebut terletak di Kecamatan Molo utara Kabupaten Timor
Tengah Selatan. Kondisi alam desa ini perbukitan dan memiliki tekstur tanah yang
subur sehingga baik untuk pertanian dan perkebunan. Hal inilah yang menjadi salah
satu faktor masyarakat desa ini khususnya para perempuan bisa menanam kapas yang
diolah menjadi benang untuk ditenun. Pada umumnya pulau Timor yang di dalamnya
3
3
desa Tunua para perempuan sudah diajarkan menenun sejak kecil.4 Kain tenunan menjadi hasil akhir dari pekerjaan menenun oleh karena itu dengan melihat akan hal
ini semuanya tidak terlepas dari proses atau langkah-langkah yang dilakukan oleh
para perempuan untuk menghasilkan tenunan sebab dalam proses tersebut yakni dari
pengambilan kapas, membuatnya menjadi benang, menenunnya dan hasil akhirnya
kain tenunan semuanya terkandung makna tersendiri.
Pada umumnya, menenun merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan.
Filosofinya bahwa dalam sejarah masyarakat Timor dikenal tentang ike-suti dan
suni-auni. Ike-suti adalah benda kembar yang berguna bagi setiap perempuan dewasa suku
meto/timor dalam proses pembuatan tenunan. Dua benda ini masing-masing adalah
alat pemintal benang. Ike berupa sebuah tongkat kecil berukuran 15 cm dan di bagian
ujung atas diameter kira-kira 0,5 cm ada kaitan seperti gasing. Sedangkan suti berupa
sebuah tempurung atau kulit kerang yang berfungsi sebagai mangkuk dalam mana ike
diputar untuk membuat benang. Sedangkan suni-auni adalah benda kembar yang
berguna bagi setiap laki-laki meto yakni parang dan tombak yang dipakai untuk
berkebun dan berburu. Dua perkakas di atas menunjukan pandangan dan keyakinan
iman masyarakat suku meto mengenai kesetaraan gender, etos kerja, kepekaan
ekologis serta pandangan mengenai hidup sesudah mati.5 Dengan sendirinya peran perempuan dan laki-laki sudah jelas dalam status sosial suku meto. Dalam hal
menenun ketelitian dan kesabaran sangat diperlukan saat proses menenun dan juga
terdapat berbagai pantangan yang harus diperhatikan oleh penenun, seperti sakit yang
4
Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah Dalam Budaya (Maumere: Ledalero, 2009), 05
5
4
berkepanjangan. Jikalau pantangan itu dilanggar maka ada akibat yang akan terjadi.
Menenun menghasilkan kain tenunan yang di dalamnya terggambar motif-motif pada
kain tenunan. Motif dalam kain tenunan memiliki makna dan nilai bagi kehidupan
bermasyarakat. Dari tangan-tangan perempuan menghasilkan suatu karya yang sangat
indah, bukan saja itu menenun menghasilkan sebuah identitas dalam sebuah struktur
sosial masyarakat, identitas diri, pengenalan akan Allah dan juga sebagai penopang
bagi kehidupan.6 Identitas, secara epistimologi, kata identitas berasal dara kata idendity, yang berarti kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu
keadaan yang mirip satu sama lain. Identitas umumnya dimengerti sebagai suatu
kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik; kesatuan
dan kesinambungan yang mengintegrasikan semua gambaran diri baik yang diterima
dari orang lain maupun yang diimajinasikan sendiri tentang apa dan siapa dirinya
serta apa yang dapat dibuatnya dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain.7 Menenun merupakan suatu kesatuan yang unik yang ada dalam diri perempuan
karena dapat menceritakan identitasnya.
Budaya masyarakat Timor yang masih memegang sistem patriarki menempatkan
laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral. Fenomena tradisional tersebut
yang membuat peran perempuan menjadi pribadi yang memfokuskan dirinya hanya
mengurus keluarga dan tempatnya hanya di rumah saja. Maka dengan adanya tenunan
perempuan mau memperkenalkan dirinya bahwa mereka mampu dikenal oleh
6
Jes A, Therik 1994, Nusa Tenun Tangan- Nusa Tenggara Timur, (Kupang: Bappeda Propinsi NTT, 2003), 11.
7
5
masyarakat dan mereka juga mampu menunjukan identitasnya. Tenunan sebenarnya
bisa dilakukan juga oleh laki-laki tetapi karena dalam menenun membutuhkan
kesabaran dan kesetiaan serta waktu yang cukup lama membuat para laki-laki lebih
memilih untuk bekerja dalam bidang yang lain, oleh karena itu perempuanlah yang
mampu untuk menekuni pekerjaan menenun tersebut. Hal inilah yang menjadi suatu
titik yang menarik yang membuat penulis ingin mengkaji apa kualitas unik dalam diri
dan kepribadian perempuan Timor sehingga masih bertahan dalam pekerjaan
menenun.
Dengan gambaran diatas maka penulis akan memakai teori Kepribadian untuk
melihat bagaimana perempuan Timor yang menenun menceritakan/mengisahkan
kepribadiannya lewat setiap proses menenun yang hasil akhirnya memperoleh
selembar kain tenunan. Teori kepribadian menyatakan bahwa kepribadian adalah pola
dari perilaku khas, yang menentukan penyesuaian diri individu terhadapap
lingkungan. Menurut Kimmel kepribadian merefleksikan keunikan dari individu
sebagai person, termasuk dalam lingkungan tempat tinggalnya dan budaya.8 Kain tenunan yang dihasilkan oleh para perempuan selain sebagai suatu identitas si
pemakai, terkandung juga nilai dan makna dalam setiap motif-motif kain tenun.
Perempuan berjuang agar ia mampu dikenal, tenunan merupakan jembatan dalam
eksistensinya di tengah-tengah masyarakat.
8
6
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah bagi penulis
yakni:
1. Bagaimana proses menenun yang dilakukan oleh perempuan Timor dalam
masyarakat desa Tunua Kabupaten Molo Utara?
2. Apa saja identitas dan kepribadian perempuan yang ditampilkan dalam
proses dan hasil tenunan?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan dan menganalisa proses menenun yang dilakukan oleh para
perempuan khususnya di desa Tunua.
2. Menjelaskan dan menganalisa identitas dan kepribadian perempuan yang
terkandung dalam hasil tenunan di desa Tunua.
1.4. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam jenis penelitian ini adalah deskriptif9 dengan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang secara langsung
mengamati dan mencatat orang-orang dalam penataan ilmiah untuk jangka
waktu yang lama. Data yang dihasilkan dalam metode penelitian ini berasal
dari berbagai macam bentuk antara lain foto, wawancara terbuka, observasi,
9
7
dokumen .10 Dengan menggunakan pendekatan ini penulis mau menjelaskan kepribadian perempuan dan juga motif tenunan yang menggambarkan
identitas.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS), Kecamatan Molo Utara Desa Tunua.
3. Teknik Pengumpulan data.
3.1. Data Primer
Dalam penelitian penulis menggunakan teknik pengumpulan data yaitu
observasi dan wawancara.
3.2. Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan narasumber penenun sebanyak 15
orang, 2 kelompok tenun, tokoh masyarakat sebanyak 5 orang dan pihak
pemerintah yang ada dalam wilayah tersebut. Selanjutnya, penulis
melakukan tanya jawab secara lisan maupun tertulis.
3.3. Observasi
Dalam penelitian ini penulis juga melakukan observasi dengan tujuan
mengumpulkan data yang diperlukan. Penulis terlibat langsung dalam
subjek yang diteliti (observasi partisipasi).11 Pada tahap ini penulis melakukan pengamatan langsung dalam melengkapi wawancara, dimana
proses ini penulis hadir di lingkungan masayarakat desa Tunua yang
10
W. Lawrence Neuman, Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
(Jakarta Barat: PT Indeks Permata Puri Media, 2016), 57.
11
8
masih memelihara pekerjaan menenun selama satu bulan. Disitu juga
penulis terlibat langsung dalam mengamati dan membantu para penenun
agar penulis bisa merasakan bagaimana membuat sebuah karya tenun.
Penulis juga mengamati proses yang dilakukan oleh dua kelompok tenun
yang ada di wilayah tersebut.
3.4. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung
berupa data tidak langsung dan arsip-arsip resmi misalnya buku-buku
penunjang penelitian, data-data statistik dari lembaga-lembaga tertentu
dan buku-buku yang memuat tentang teori-teori yang berkaitan dengan
tulisan penulis.12 Menurut Lofland sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya seperti dokumen, foto,
data statistik. 13 3.5. Signifikansi
Setiap tulisan tentunya mempunyai kekhasannya, sudut pandang dan
tujuannya sendiri. Untuk itu dalam melengkapinya penulis akan
menggunakan teori yang tentunya berkaitan dengan kajian yang diangkat
oleh penulis dengan melihat aspek studi sosiologis yang sedang penulis
tekuni. Banyak penelitian tentang tenunan termasuk Penulisan ini, namun
penelitian ini berbeda dengan penulisan lainya karena penting untuk
diteliti baik secara teori maupun praktisnya. Artinya bahwa dalam meneliti
12
Zaifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 36.
13
9
tentang tenunan kita juga bisa menemukan berbagai makna yang ada
dalam yakni kain tenunan tersebut. Adapun hal lain dalam tulisan ini
yakni mengingat karya tenunan sudah menjadi trend atau gaya masa kini
di berbagai kalangan masyarakat maka penulis ingin menekankan agar
setiap pemakai dan penikmat kain tenunan menyadari kerja keras di balik
selembar kain tenunan. Tidak hanya mengagumi karya tenunan, namun
juga mengapresiasi sosok perempuan yang berjuang demi menghasilkan
tenunan tersebut.
3.6. Kajian Pustaka
Dalam penulisan ini ingin melihat kepribadian perempuan dalam setiap
proses dan hasilnya merupakan gambaran identitas masyarakat Timor
yang selama ini tidak diperhatikan.
1.5. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan garis besar penelitian.
Bab II Teori Identitas, teori kepribadian dan warna.
Dalam bab ini penulis menguraikan teori identitas yang dipakai untuk menganalisa
tentang motif-motif yang menggambarkan identitas sedangkan teori kepribadian
10
persiapan dan proses dalam menenun serta konsep warna dalam melengkapi kedua
teori ini.
Bab III Tenunan Menggambarkan Kepribadian dan Identitas
Dalam bab ini penulis menguraikan secara terinci hasil-hasil penelitian di desa Tunua
berupa gambaran umum wilayah penelitian yakni menjelaskan tentang desa Tunua
yakni asal-usulnya, letak geografis, keadaan iklim dan sosial masyarakat. Bab ini juga
penulis memaparkan tahap persiapan sampai menghasilkan sebuah kain tenunan.
Penulis juga menyampaikan identitas yang terkandung dalam motif tenunan di desa
Tunua.
Bab IV
Dalam bab ini penulis menganalisis dua hal yakni kepribadian perempuan dilihat dari
persiapan dan proses dalam menenun. Kedua penulis menganalisis tenunan sebagai
simbol identitas yang dilihat dari motif-motif tenun.
Bab V Kesimpulan
Dalam bab terakhir ini penulis akan memaparkan kesimpulan yang di dalamnya
menggambarkan refleksi penulis dalam menuliskan tulisan ini dan juga saran bagi