• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Tirta Indah Abadi Mela (PT. TIAM) Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Tirta Indah Abadi Mela (PT. TIAM) Sibolga"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 KEPEMEMIMPINAN 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah

manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk

mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang

mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa

kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia

selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.

Kepemimpinan secara harfian berasal dari kata pimpin. Kata pimpin

mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga

menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik

secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang

dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang

mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya. Tanpa

kepemimpinan, organisasi hanyalah merupakan kumpulan orang-orang yang tidak

teratur dan kacau balau. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dan

bagaimana caranya seseorang memimpin hingga dapat membawa kelompok kerja

kearah keberhasilan yang maksimal. (Anoraga, 2000) menyatakan bahwa

(2)

kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui

komunikasi, baik individual maupun kelompok, ke arah pencapaian tujuan.

Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam

menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,

mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga

mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya,

pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara

hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari

orang-orang diluar kelompok atau organisasi. Kepemimpinan sebagai suatu alat,

sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara

sukarela/sukacita.

Ada beberapa faktor yang dapat menggerakkan orang yaitu karena ancaman,

penghargaan, otoritas dan bujukan. Sedangkan Dalam buku yang berjudul

Kepemimpinan: Dasar – dasar dan pengembangan, mengatakan bahwa menurut

Bernadine R.Wirjana dan Susilo Supardo, (2006,hal 3): “ Kepemimpinan adalah

suatu proses yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk

mencapai misi,tugas atau sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang

membuatanya lebih kohesif dan masuk akal.

Sedangkan faktor keberhasilan seorang pemimpin salah satunya tergantung

dengan teknik kepemimpinan yang dilakukan dalam menciptakan situasi sehingga

(3)

yang dikehendaki. Dengan kata lain, efektif atau tidaknya seorang pemimpin

tergantung dari bagaimana kemampuannya dalam mengelola dan menerapkan pola

kepemimpinannya sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi tersebut.

Berdasarkan definisi yang sudah dijelaskan diatas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas seseorang untuk

mempengaruhi individu, kelompok, dan organisasi sebagai satu kesatuan sehingga

kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota

kelompok dan organisasi agar bersedia melakukan kegiatan atau bekerja untuk

mencapai tujuan kelompok dan organisasi itu sendiri.

2.1.2. Teori-teori Kepemimpinan 1. Teori Sifat

Teori ini memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang

tampak dari pemimpin. Asumsi dasar dari teori ini adalah keberhasilan pemimpin

disebabkan karena sifat atau karakteristik dan kemampuan yang luar biasa yang

dimiliki seorang pemimpin, dan oleh sebab itu seseorang dirasa layak untuk

memimpin. Adapun sifat atau karakteristik, dan kemampuan yang luar biasa yang

dimiliki seorang pemimpin, antara lain:

a. Inteligensia

Seorang pemimpin memiliki kecerdasan diatas para bawahannya. Pemimpin

(4)

dengan cepat mengetahui permasalahan apa yang timbul dalam organisasi,

menganalisis setiap permasalahan, dan dapat memberikan solusi yang efektif, serta

dapat diterima semua pihak.

b. Kepribadian

Seorang pemimpin memiliki kepribadian yang menonjol yang dapat dilihat

dan dirasakan bawahannya, seperti:

1. Memiliki sifat percaya diri, dan rasa ingin tau yang besar.

2. Memiliki daya ingat yang kuat.

3. Sederhana, dan dapat berkomunikasi dengan baik kepada semua pihak.

4. Mau mendengarkan masukan (ide), dan kritikan dari bawahan.

5. Peka terhadap perubahan globalisasi, baik itu perubahan lingkungan, teknologi,

dan prosedur kerja.

6. Mampu beadaptasi dengan perubahan-perubahan yang timbul.

7. Berani dan tegas dalam melaksanakan tugas pokoknya, dan dalam mengambil

sikap, serta mengambil keputusan bagi kepentingan organisasi dan pegawainya.

8. Mampu menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada dalam organisasi.

c. Karakteristik fisik

Seorang pemimpin dikatakan layak menjadi pemimpin dengan melihat

(5)

2. Teori kepribadian perilaku

Dalam teori ini perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang bisa dipelajari.

Jadi seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan meraih keefektifan

dalam memimpin. Teori ini memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku

kepemimpinan, yaitu: fungsi kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan. Terdapat dua

fungsi kepemimpinan, yaitu:

a. Fungsi yang berorientasi tugas.

b. Fungsi yang berorientasi orang atau pemeliharan kelompok (sosial).

(Suprayetno dan Brahmasari, 2008) menyebutkan beberapa tugas pemimpin

adalah sebagai berikut:

1. Peranan yang bersifat interpersonal. Maskudnya adalah seorang pemimpin

dalam organisasi adalah simbol akan keberadaan organisasi, bertanggung

jawab untuk memotivasi dan mengarahkan bawahannya.

2. Peranan yang bersifat informasional. Maksudnya yaitu seorang pemimpin

dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima, dan

penganalisis informasi.

3. Peranan pengambilan keputusan. Maksudnya ialah seorang pemimpin

mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa

startegi-strategi untuk mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau

(6)

3. Teori kepemimpinan situasional

Merupakan suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan

bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum

menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ataupun teori ini

mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku

manusia.

(Sholeha dan Suzy, 1996) mengemukakan bahwa dalam teori ini

kepemimpinan dipengaruhi oleh berbagai faktor situasi dalam organisasi dan faktor

situasi diluar organisasi, antara lain:

a) Faktor situasi diluar organisasi: sosial dan budaya yang berkembang, perubahan

globalisasi, dan kondisi perekonomian.

b) Faktor situasi dalam organisasi: kepribadian dan latar belakang

pemimpin,pengharapan dan perilaku atasan, tingkatan organisasi dan besarnya

kelompok, pengharapan dan perilaku bawahan.

4. Pendekatan terbaru dalam kepemimpinan

Menutup tinjauan mengenai teori kepemimpinan yaitu dengan menyajikan

tiga pendekatan lebih baru terhadap persoalan suatu teori atribusi kepemimpinan,

(7)

1. Teori Atribut kepemimpinan

Teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan semata – mata suatu atribusi yang

dibuat orang mengenai individu – individu lain.

2. Teori kepemimpinan karismatik

Teori ini merupakan suatu perpanjangan dari teori-teori atribusi. Teori ini

mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi (penghubungan) dari

kemampuan kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka mengamati

perilaku- perilaku tertentu.

3. Kepemimpinan Transaksional lawan Transformasional

1) Pemimpin transaksional, pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut

mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan

tuntutan tugas.

2) Pemimpin transformasional, pemimpin yang memberikan pertimbangan dan

rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma.

2.1.3. Fungsi kepemimpinan

Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau digunakan sesuatu hal

atau kerja suatu bagian tubuh.sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan

(8)

masing-masing,yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam dan bukan

diluar situasi itu. Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi seperti :

a) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam

tindakan atau aktivitas pemimpin.

b) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang

yang dipimpin dalam melaksanakan tugas –tugas pokok kelompok/organisasi.

Sedangkan secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok

kepemimpinan, adalah sebagai berikut :

A. Fungsi Instrusi

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator

merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah

itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang

efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain

agar mau melaksanakan perintah.

B. Fungsi Konsultasi

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha

menetapkan keputusan,pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan,yang

mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai

mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan.

(9)

dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu

dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik untuk memperbaiki

dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan

pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga

kepemimpinan berlangsung efektif.

C. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengatifkan orang-orang

yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam

melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan

secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau

mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi

sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

D. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang

membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan dari pimpinan. Fungsi

delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus

diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi

(10)

E. Fungsi pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif

mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang

efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi

pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi

dan pengawasan. Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam

aktivitas kepemimpinan secara integral. Pelaksanaannya berlangsung sebagai berikut:

a) Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja

b) Pemimpin harus mampu memberikan petunjuk yang jelas

c) Pemimpin harus berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan

pendapat

d) Pemimpin harus mengembangkan kerjasama yang harmonis

e) Pemimpin harus mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan

masalah sesuai batas tanggung jawab masing- maing.

Sedangkan menurut Henry Mintzberg (Luthans, 1995 dalam Alimuddin,

2002), berdasarkan studi observasi yang ia lakukan secara langsung, membagi tiga

jenis fungsi pemimpin atau manajer :

1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)

Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh

seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi interpersonal

(11)

a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam

menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi,seperti

menjamu makan siang pelanggan.

b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsinya dengan

menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong karyawannya

untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai

penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus dapat

berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan

bawahannya.

2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)

Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan

menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin disini yaitu :

a) Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid,

pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu

terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin

hubungan dengan pihak luar.

b) Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan

informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya.

c) Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi

(12)

3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)

Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan yaitu :

a) Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai

pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Oleh karena

itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif.

b) Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai

penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi.

c) Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin harus

dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan

kebagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang,waktu, perbekalan,

tenaga kerja dan reputasi.

d) Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu

melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun

pihak luar.

Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu memenuhi

tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajernya

(pimpinannya). Apabila pemimpin (manajer) mampu melaksanakan fungsi-fungsinya

dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya.

Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai

(13)

2.1.4. Tipe - tipe kepimpinan

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berlangsung

aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, akan terlihat gaya

kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut

merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Adapun tipe

kepemimpinan itu sendiri adalah sebagai berikut :

1) Tipe kepemimpinan otoriter

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan satu orang.

Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak buah

semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak

pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan

dengan bawahanya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga

dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah. Pemimpin merasa dirinya

mempunyai hak istimewa, harus diistimewakan oleh bawahannya. Bawahan tidak

boleh dan tidak diberi kesempatan berinisiatif, mengeluarkan pendapat dan

menyampaikan kreativitasnya: inisiatif, pendapat, dan kreativitas dalam

melaksanakan tugas atau perintah, dipandang sebagai penyimpangan dan

pembangkangan. Pandangan seperti itu merupakan hak pimpinan, meskipun tidak

mustahil bahwa dengan inisiatif, pendapat, atau kreativitas bawahannya itu,

kegiatan-kegiatan yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efesien, daripada jika sepenuhnya

dilakukan sebagaimana diperintahkankan atasan. Akibat-akibat negative yang dapat

(14)

a. Anggota kelompok/organisasi menjadi manusia penurut, yang tidak berani

mengambil keputusan, sehingga sangat tergantung pada pimpinan.

b. Kesediaan anggota bekerja keras bersifat terpaksa dan berpura-pura, karena hanya

dilakukan bila diawasi. Disiplin dan kepatuhan bersifat palsu, karena didasari rasa

tertekan, takut dan ketengangan bahwa apabila terjadi kekeliruan akan mendapat

sanksi atau hukuman yang merugikan.

c. Organisasi menjadi bersifat statis, karena pemimpin sering kehabisan kreativitas

dan inisiatif, sedangkan bawahan tidak diberi kesempatan untuk itu.

Kepemimpinan dengan tipe otoriter seperti diuraikan diatas, banyak ditemui

dalam pemerintahan kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai

undang-undang atau ketentuan hokum yang mengikat. Disamping itu sering pula terlihat tipe

ini dalam kepemimpinan pemerintahan diktator, sebagaimana terjadi dimasa Nazi

jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.

2) Tipe kepemimpinan kendali bebas

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter.

Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan

memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil

keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan

masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya

memfungsikan dirinya sebagai penasihat,yang dilakukan dengan memberikan

(15)

memerlukan. Kesempatan itu diberikan, baik sebelum maupun sesudah anggota yang

bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan sesuatu kegiatan.

3) Tipe kepemimpinan Demokratis

Tipe kepimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan

terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan

menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki

kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak,

kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreativitas, inisiatif yang berbeda-beda dan di

hargai disalurkan secara wajar. Tipe kepemimpinan ini selalu berusaha untuk

memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Berdasarkan prinsip tersebut, dalam tipe

kepemimpinan ini selalu terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang

dipimpin.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan demokratis adalah

kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian

dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab. Pembagian tugas-tugas yang

disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, memungkinkan setiap

anggota mengetahui secara pasti sumbangan yang dapat diberikannya untuk mencapai

tujuan kelompok/organisasinya. Disamping itu mengetahui pula bagaimana

(16)

mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada

setiap jenjang dan didalam unit masing-masing.

Sedangkan menurut (Siagian, 1997) tipe-tipe kepemimpinan adalah sebagai

berikut :

1. Tipe Otokratis

Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau

ciri sebagai berikut:

1. Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;

2. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;

3. menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;

4. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;

5. Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya;

6. Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang

mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

2. Tipe Militeristis

Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang

pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer.

Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki

(17)

a. Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;

b. Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan

jabatannya;

c. Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan;

d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;

e. Sukar menerima kritikan dari bawahannya;

f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

3. Tipe Paternalistis

Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah

seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :

a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu

melindungi (overly protective);

b. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil

keputusan;

c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif;

d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya

kreasi dan fantasinya;

(18)

4. Tipe Karismatik

Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab

mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa

pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada

umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para

pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut

pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang

menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin

yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan,

umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.

5. Tipe Demokratis

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin

yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena

tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa

manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;

b. Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan

kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya;

(19)

d. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai

tujuan;

e. Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk

berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat

kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;

f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya;

g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis

bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang

paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang

pemimpin yang demokratis.

2.2. GAYA KEPEMIMPINAN

2.2.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan

dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan

oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya artinya

sikap, gerakan , tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus, kekuatan,

kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan norma

perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan

(20)

kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan

menghasilkan produktivitas yang tinggi.

Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang

pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil

manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau

para pengikutnya. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang

sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan

karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Menurut Prasetyo, gaya

kepemimpinan adalah cara yang digunakan dalam proses kepemimpinan yang

diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan seseorang untuk mempengaruhi

orang lain untuk bertindak sesuai dengan apa yang dia inginkan.

Selain itu menurut (Flippo, 1987),

didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan

tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya

terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti

kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya

memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka

miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi

para pengikutnya .

(21)

2.2.2. Faktor –faktor yang mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Menurut studi tannenbaum dan Schmid menunjukan bahwa gaya dan

efektifitas gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh :

1. Diri pemimpin; Kepribadian, pengalaman masa lampau, latar belakang dan

harapan pemimpin sangat mempengaruhi efektifitas kepemimpinan disamping

mempengaruhi gaya kepemimpinan yang dipilihnya.

2. Ciri atasan; Gaya kepemimpinan atasan dari manager sangat mempengaruhi

orientasi kepemimpinan menejer.

3. Ciri Bawahan; Respon yang diberikan oleh bawahan akan menentukan efektifitas

kepemimpinan manajer. Latar belakang pendidikan bawahan juga sangat

menentukan pula cara manajer menentukan gaya kepemimpinannya.

4. Persyaratan tugas; Tuntutan tanggung jawab pekerjaan bawahan akan

mempengaruhi gaya kepemimpinan manajer.

5. Iklim organisasi dan kebijakan; Ini akan mempengaruhi harapan dan perilaku

anggota kelompok serta gaya kepemimpinan yang dipilih oleh manajer.

6. Perilaku dan harapan rekan; Rekan sekerja manajer merupakan kelompok acuan

penting. segala pendapat yang diberikan oleh rekan-rekan manajer sangat

mempengaruhi efektivitas hasil kerja manajer.

2.2.3. Peran penting gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin

(22)

diterapkan kepada bawahan sesuai dengan kedewasaan/kematangan bawahan

merupakan persyaratan mutlak keefektifan kepemimpinan dalam keberhasilan

organisasi. Dengan demikian kepemimpinan seorang pemimpin harus dapat menjalin

hubungan pribadi yang baik antara yang dipimpin dengan yang memimpin.

2.2.4. Jenis –jenis gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah,

ketrampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Adapun jenis – jenis

gaya kepemimpinan adalah

1. Gaya eksploitati- otoritatif

Gaya eksploitatif-otoritatif ini ditandai dengan sikap yang cenderung :

a) Memeras tenaga bawahan sedemikian sehingga mengabaikan hak-hak pegawai,

misalnya istirahat, cuti, upah lembur, penghargaan, upah yang tidak memadai

dengan usaha yang telah dikeluarkan pegawai serta hak-hak lain yang bersifat

manusiawi.

b) Tidak menghargai pendapat atau saran bawahan. Dengan kata lain bawahan tidak

diberi kesempatan untuk mengajukan pendapat atau saran dalam pelaksanaan

pekerjaan. karyawan seakan-akan sebagai alat mati (robot) yang bergerak atas

(23)

c) Semua keputusan dilakukan sendiri oleh atasan, tidak dilimpahkan kepada

bawahan. Bahkan sampai pada masalah-masalah kecil ditangani sendiri oleh

atasan.

d) Mengutamakan sangsi hukuman sebagai usaha untuk menegakkan disiplin. Sama

sekali tidak ada pendekatan pendisplinan ini dari segi pendidikan dan kesadaran.

Rasa takut menjadi barometer bagi disiplin karyawan. Masalah keteladanan,

penggunaan cara-cara yang halus dan manusiawi tidak mendapatkan tempat

dalam usaha mendisiplinkan karyawan.

2. Gaya otoritatif

Gaya ini lebih lunak daripada gaya eksploitatif-otoritatif, namun mengenai

pengambilan keputusan masih tetap berada ditangan pemimpin secara keseluruhan.

Adapun ciri-ciri lebih lanjut dari gaya otoritatif ini adalah sebagai berikut :

a) Sedikit memberikan kelonggaran kepada bawahan untuk mengajukan saran dan

pendapat kepada pemimpin. Meskipun saran atau pendapat itu kemungkinan

diterima adalah 5 : 1, akan tetapi hal itu dirasakan oleh bawahan sebagai suatu

pengakuan atas hak bersuara bagi bawahan. Memenga dalam masalah

saran-pendapat dari bawahan kepada atasan tidak mungkin secara keseluruhan dapat

diterima begitu saja oleh atasan. Apabila hal ini terjadi, terasa adanya

‘kelemahan’ pada atasan itu atau ‘kekuatan’ pada bawahan.

b) Pengambilan keputusan berada ditangan pemimpin, hanya sedikit sekali

(24)

gaya kepemimpin ini sebagai rangkaian dari sentralistis pengambilan keputusan.

Kebebasan penuh orang- orang dalam menyelenggarakan pekerjaan, belum

tercermin.

c) Penerapan sanksi hukuman masih menonjol sebagai usaha menegakkan disiplin

orang- orang dalam organisasi. Dengan demikian motivasi kerja mereka adalah

rasa takut terhadap sanksi, sehingga hal demikian itu mengakibatkan tumbuhnya

perasaan was-was atau ragu-ragu, inisiatif tidak dapat berkembang, sehingga maju

mundurnya organisasi masih terngantung pada pemimpin seorang. Memang dari

segi kualitas sanksi hukuman barang kali lebih ringan daripada gaya

kepemimpinan jenis pertama. Tetapi meskipun demikian masih dirasakan sebagai

hal yang menakutkan.

d) Kurang adanya penghargaan terhadap hasil karya yang telah dilakukan oleh

orang-orang. Baik penghargaan yang bersifat moral-psilologis maupun yang

bersifat fisik-fasilitas, apalagi yang bersifat seremonial. Hal ini tidak sejalan

dengan sifat dasar manusia yang dihargai hasil karya yang telah dicapai

betapapun kecilnya, untuk kepuasan hati dan dapat membangkitkan rasa bangga

pada dirinya. Dengan begitu terangsang kegairahan dan kegembiraan dalam

menjalankan pekerjaan berikutnya.

3. Gaya konsultatif

Gaya ini lebih lanjut dirasakan oleh bawahan daripada gaya otoritatif, oleh

(25)

dalam melaksanakan tugas pekerjaan. Kelonggaran-kelonggaran itu sekaligus sebagai

ciri dari kepemimpinan yang bergaya konsultatif ini adalah :

Pemimpin memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan

pendapat dan saran berkenaan dengan pekerjaan. Tidak saja pada tugas atau

pekerjaan dalam lingkungannya sendiri melainkan dapat lebih luas lagi. Kesempatan

demikian akan dapat mengembangkan kemampuan berfikir bawahan, tidak hanya

secara sektoral (berkotak- kotak) melainkan global dalam kaitan organisasi sistem.

a) Dalam hal pembuatan keputusan menejer sudah memperhatikan pendapat

bawahan serta memberikan kesempatan kepada bawahan ikut serta dalam proses

pembuatan keputusan. Bawahan sudah diberikan kebebasan dalam mengambil

keputusan sendiri atas tanggung jawabnya.

b) Pendisplinan kerja tidak lagi dilakukan semata-mata melalui motivasi negative

yaitu dengan ancaman sanksi, menakuti, tetapi sudah menggunakan motivasi

positif seperti pemberian perangsang, sistem penggajian progresif, pemberian

kemudahan-kemudahan terhadap pejabat-petugas tertentu, sistem bonus dan

premi.

c) Sanksi hukuman terhadap kesalahan masih tetap diperlakukan tetapi dengan

metode yang lebih bersifat edukatif dan secara bertingkat melalui

peringatan-peringatan. Hal ini didasari oleh rasa kemanusiaan dan sifat manusiawi yaitu

adanya kelemahan-kelemahan bawaan, lupa, sembrono (lalai), terburu-buru dan

lain sebagainya yang sama sekali tidak disertai unsur kesengajaan dengan

(26)

kesadaran atas kekeliruan dan membangkitkan semangat untuk memperbaiki

serta tidak mengulangi lagi kesalahan serupa dimasa mendatang.

4. Gaya partisipatif

Gaya ini merupakan tingkatan gaya yang paling tinggi dan terbaik dalam situasi

yang wajar dari ke 3 rangkaian urutan gaya kepemimpinan. Dengan demikian

masalah-masalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab termasuk pembuatan

keputusan telah dilaksanakan kepada pimpinan bawah. Gaya partisipatif ini memang

merupakan gaya yang amat didambakan meskipun sulit karena diperlukan sarana

pendukung yang tidak mudah yaitu, watak kepribadian pemimpin itu sendiri dan

lingkungan sekitarnya baik dalam bentuk sisitem (organisasi, manajemen dan

administrasi dengan dampak masing-masing) maupun dalam bentuk fisik kelompok

orang meliputi budaya, tradisi dan kepribadian kelompok yang dianut. Namun hal ini

tidak berarti bahwa gaya ini tidak mungkin hidup dan tumbuh dalam organisasi.

2.3. KEPUASAN KERJA 2.3.1. Definisi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual

setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda–beda sesuai dengan sistem

nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan

(27)

sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan

yang di rasakan. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang

ia jalankan sesuai dengan yang diharapkannya.

Kepuasan kerja merupakan salah satu komponen yang mendukung

tercapainya produktivitas yang dimaksud. (Davis, 1985) mendefinisikan kepuasan

kerja sebagai sekumpulan perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan

terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja dipandang sebagai perasaan senang atau

tidak senang yang relative, berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku.

Karena perasaan terkait dengan sikap seseorang, maka kepuasan kerja dapat

didefinisikan sebagi sebuah sikap karyawan yang timbul berdasrkan penilaian

terhadap situasi dimana mereka bekerja. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.

kepuasan juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Karyawan yang merasa

terpenuhi kebutuhannya akan mempersepsikan diri mereka sebagai karyawan yang

memiliki kepuasan atas pekerjaanya. Sebaliknya ketidakpuasan muncul apabila salah

satu atau sebagian dari kebutuhannya tidak dapat terpenuhi.

Sedangkan, menurut (Handoko, 2000:84) kepuasan kerja adalah keadaan

emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, dengan mana para

karyawan memandang pekerjaan mereka. Karyawan yang tidak memperoleh

kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada

gilirannya akan menjadi frustasi. (Siagian, 2006:295) berpendapat bahwa kepuasan

(28)

bersifat negatif tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian

dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Apabila dalam pekerjaannya seseorang

mempunyai otonomi atau bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting

dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil

pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program

pengenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seseorang sebagai anggota

kelompok kerja. Situasi lingkungan berbuntut pada tingkat kepuasa kerja yang tinggi,

pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis

tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, dan besar kecilnya organisasi.

2.3.2. Indikator Kepuasan Kerja

Ada 6 faktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan

adalah sebagai berikut :

2.3.2.1. Komponen upah dan gaji

Gaji diartikan sebagai imbalan keuangan yang diterima karyawan seperti

upah, premi bonus, atau tunjangan-tunjangan keuangan lainnya. Dalam menetapkan

tingkat upah atau gaji, perusahaan dapat membuat keputusan dengan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Tingkat upah umum dalam masyarakat

b. Kebutuhan pokok tenaga kerja (karyawan) dan tingkat biaya hidup fisik

(29)

c. Kualitas karyawan

d. Persaingan antar organisasi

e. Kemampuan perusahaan untuk membanyar upah dan gaji yang cukup untuk

dapat menarik dan mempertahankan karyawan yang dibutuhkan.

Seseorang bekerja dalam organisasi mungkin mempunyai perbedaan

keterampilan, pengalaman, pendidikan dan senioritas. Mereka mengharapkan imbalan

keuangan yang diterima mencerminkan perbedaan tanggung jawab, pengalaman,

kecakapan ataupun senioritas. sehingga apabila kebutuhan gaji atau upah dapat

terpenuhi, maka karyawan akan memperoleh kepuasan dari apa yang mereka

harapkan.

2.3.2.2. Pekerjaan

Komponen pekerjaan sangat berperan dalam menentukan kepuasan kerja. Ada

dua aspek penting yang mempengaruhi kepuasan kerja yang berasal dari pekerjaan itu

sendiri (Arnold and Felman, 1986), yaitu variasi pekerjaan dan control atas metode

dan langkah-langkah kerja. Secara umum, pekerjaaan dengan jumlah variasi yang

noderat akan menghasilkan kepuasan kerja yang relatif besar. Pekerjaaan yang sangat

kecil variasinya akan menyebabkan pekerja merasa jenuh dan keletihan, dan

sebaliknya pekerjaan yang terlalu banyak variasinya dan terlalu cepat menyebabkan

(30)

2.3.2.3. Pengawasan

Tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan tugas kepemimpinan, yaitu

usaha mempengaruhi kegiatan pengikut melalui proses komunikasi untuk tujuan

tertentu. Beberapa pedoman pengawasan yang perlu diperhatikan adalah sebagai

berikut :

a) Pengawasan hendaknya lebih menekankan pada usaha-usaha yang bersifat

prefentif

b) Pengawasan tidak ditujukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi kepada

hal-hal yang perlu disempurnakan dalam sistem kerja organisasi

c) Jika terjadi penyimpangan, tindakan korektif yang dilakukan seyogianya

bersifat edukatif.

d) Objektifitas dalam melakukan pengawasan dan pengendalian hanya dapat

dipertahankan apabila standar, prosedur kerja dan kreatifitas prestasi jelas

diketahui oleh yang diawasi atau yang mengawasi.

2.3.2.4. Promosi Karir

Promosi adalah perencanaan karir seseorang pada pekerjaan yang lebih dalam

bentuk tanggung jawab yang lebih besar, status yang lebih, skill yang lebih besar, dan

khususnya meningkatnya upah dan gaji. Dalam era manajemen modern, promosi

telah dianggap sebagai imbalan yang cukup efektif untuk meningkatkan morar

pekerja dan mempertinggi loyalitas terhadap organisasi. Selain itu, promosi berfungsi

(31)

Dengan demikian, usaha-usaha menciptakan kepuasan atas komponen promosi dapat

mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik dimasa-masa yang akan datang.

Ada beberapa alasan mengapa promosi harus diprogramkan dengan baik oleh

organisasi, yaitu :

a. Promosi adalah jenjang kenaikan karyawan yang dapat menimbulkan kepuasan

pribadi dan kebanggan, disamping itu adanya harapan perbaikan dalam

penghasilan.

b. Promosi dapat mengurangi angka permintaan berhenti karyawan,karena karyawan

mempunyai harapan positif ditempat kerja lain.

c. Promosi dapat membangkitkan semangat kerja karyawan dalam rangka

pencapaian tujuan organisasi yang mereka juga berkepentingan.

d. Adanya peluang promosi dapat membangkitkan kemauan untuk maju pada

karyawan itu sendiri dan juga menimbulkan kesungguhan dalam mengikuti

pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh organisasi.

2.3.2.5. Kelompok kerja

Pengembangan keefektifan kelompok kerja adalah signifikan terhadap

kesuksesan program personel perusahaan dan terhadap pencapaian keberhasilan

karyawan.Di dalam kelompok, karyawan dapat menemukan pemahaman, pergaulan

dan kesetiakawanan dalam pekerjaan. seorang karyawan dapat mendiskusikan

masalah pekerjaan dan sering bahkan permasalahan-permasalahan personel dalam

(32)

rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat

keeratan hubungan mempunyai dampak terhadap mutu dan intensitas interaksi yang

terjadi dalam satu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang

tinggi cenderung menyebabkan para karyawan puas berada dalam kelompok tersebut.

2.3.2.6. Kondisi kerja

Pengertian kondisi kerja disini adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan

kerja karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas, seperti

temperature, kelembaban, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan tempat kerja,

kondisi alat-alat kerja, dan ketidakjelasan tugas dan tanggung jawab.Dalam

pengertian sederhana, karyawan menginginkan kondisi kondisi disekitar

pekerjaannya baik karena kondisi tersebut mengarah kepada kenikmatan atau

kesenangan secara fisik. Ketidak jelasan mengenai tugas dan status menyebabkan

karyawan merasa acuh terhadap setiap pekerjaan yang harus dilakukannya,dan

seringkali menunggu untuk ditegur.

Selain itu, Harold E. Burt mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

A. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain:

a) Hubungan langsung antar manajer dengan karyawan

b) Faktor psikis dan kondisi kerja

(33)

d) Sugesti dari teman sekerja

e) Emosi dan situasi kerja

B. Faktor – faktor individual yaitu yang berhubungan dengan:

a) Sikap

b) Umur

c) Jenis kelamin

C. Faktor-faktor luar yaitu hal-hal yang berhubungan dengan:

a) Keadaan keluarga karyawan

b) Rekreasi

c) Pendidikan

2.3.3. Teori Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan yulk bahwa teori-teori tentang kepuasan kerja dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu yang disebut sebagai : Discrepancy

theory, Equity theory ,Two factor theory. Masing- masing tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut :

1. Teori perbedaan ( Discrepancy theory )

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur kepuasan kerja

(34)

yang dirasakan. (Locke, 1969) juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang

bergantung pada apa yang menurut perasaanya atau persepsinya telah dicapai atau

diperoleh melalui pekerjaannya.Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak

ada perbedaan yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas

minimum yang diinginkan telah tercapai.

Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang

akan menjadi puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy

yang positif. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar

minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka akan semakin besar pula

ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

2. Teori keseimbangan ( Equity theiri )

Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung

apakah ia akan merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi,

diperoleh orang dengan cara membandingkang dirinya dengan orang lain yang

sekelas, sekantor maupun tempat lain. Menurut teori ini equity terdiri dari tiga

elemen, yaitu :

a) Input yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan

sebagai sumbangan atas pekerjaannya.

b) Out Comes yaitu segala sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh

(35)

c) Comparison Persons yaitu Kepada atau dengan siapa karyawan

membandingkan rasio input-outcomes yang dimilikinya. Comparisons

Persons ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat

lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.

3. Teori dua faktor ( Two factor theory )

Yang dimaksud dengan dua faktor tentang motivasi yang dikemukakan oleh

Herzberg adalah faktor yang membuat orang merasa puas dan faktor yang membuat

orang tidak puas. Dalam pandangan lain, dua faktor yang dimaksud dalam teori

motivasi Herzberg adalad adanya dua rangkaian kondisi. Kondisi pertama dimana

orang merasa sehat dan faktor yang memotivasi dan faktor ekstrinsik dan intrinsic,

sesuai dengan bagaimana cara pandang orang membahasnya. Menurut Herzberg, ada

serangkaian kondisi yang menyebabkan orang merasa tidak puas. Jika kondisi itu ada

dan tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi, faktor-faktor itu

meliputi :

a) Kondisi kerja

b) Status

c) Keamanan kerja

d) Mutu dari penyedia

e) Upah

f) Prosedur perusahaan

(36)

Kondisi kedua yang di gambarkan Herzberg adalah serangkaian kondisi

intrinsik, kepuasan kerja yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan

tingkat motivasi kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang

baik.apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi tersebut ternyata tidak

menimbulkan rasa ketidak puasan yang berlebihan. Serangkaian kondisi itu biasa

disebut sebagai satisfiers atau motivator. Agar terdapat sifat kerja yang positif pada

para bawahan, maka menurut gagasan Herzberg, para manajer atau pemimpin harus

member perhatian yang sungguh-sungguh terhadap faktor-faktor motivator kepada

bawahan. Faktor itu adalah sebagai berikut :

a) Keberhasilan pelaksanaan (achievement)

Manajer harus dapat mempelajari dan memahami bawahan dan pekerjaannya,

dengan memberikan kesempatan kepadanya agar dapat berusaha mencapai hasil.

b) Tanggung jawab (responsibilities)

Menghindari pengawasan yang ketat merupakan salah satu cara agar tanggung

jawab benar-benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, yaitu dengan membiarkan

bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan

prinsip partisipasi.

c) Pengakuan (recognition)

Apabila bawahan telah melaksanakn pekerjaaanya dengan berhasil, maka

manajer harus memberikan pernyataan pengakuan atau keberhasilan tersebut.

(37)

yaitu langsung menyatakan keberhasilan ditempat pekerjaanya, memberikan

penghargaan, memberikan hadiah, dan memberikan kenaikan pangkat atau promosi.

d) Pengembangan (advancement)

Supaya faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator maka

manajer dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk mengerjakan pekerjan

yang lebih bertanggung jawab.

e) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

Manajer harus membuat langkah-langkah yang rill dan menyakinkan,

sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan

berusaha menghindari kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar

setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.

2.3.3.1. Komponen - komponen pendekatan kepuasan kerja

Menurut smither (1998) menyebutkan beberapa pendekatan yang dapat

menjelaskan tentang kepuasan kerja yaitu :

a. Need fulfilmend (pemenuhan kebutuhan)

Pendekatan ini berbicara tentang pemenuhan kebutuhan merupakan jawaban dari

ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja terngantung pada berapa banyak

kebutuhan-kebutuhan individu yang telah terpenuhi pekerjaannya.

(38)

b. Expectancies (harapan)

Bahwa kepuasan adalah hasil dari apa yang diharapkan pekerja dari hasil usaha

dibandingkan apa yang sesungguhnya mereka dapat.

Sedangkan menurut Yudha kepuasan kerja merupakan kombinasi dari beberapa

komponen pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Psikologi Sosial (the social psychological approach), Berkaitan

dengan bagaimana persepsi individu terhadap pekerjaan itu sendiri.

2. Pendekatan Ekonomi neo-klasik (neo -classical economic approach),

Berhubungan dengan berapa jumlah kompensasi yang diperoleh melalui

pekerjaan tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya (termasuk

keluarganya).

3. Pendekatan Sosiologi (sociological approach),Menekankan bagaimana

kondisi hubungan interpersonal dalam konteks lingkungan sosial.

2.3.3.2.Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Ketidakpuasan kerja yang dirasakan karyawan tentu akan memberikan

konsekuensi logis bagi organisasi. Sebagai konsekuensi dari perilaku tidakpuas

(dampak ketidakpuasan kerja) dapat disebutkan sebagai berikut:

a) Keterlibatan dalam pekerjaan yang rendah

b) Ketidakhadiran yang tinggi

(39)

d) Munculnya penyakit dan gejala stress

e) Prestasi kerja menurun.

Selain itu dampak kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah sebagai berikut:

1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)

Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan

peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa

ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan

wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak

mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk

kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan

dalam kepuasan kerja.

2. Ketidakhadiran dan Turn Over

Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja

merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih

bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan

ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan,

lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.

Menurut (Robbins, 1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan

(40)

pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik

organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

Sedangkan ada 4 cara yang biasa dilakukan karyawan dalam mengungkapkan

ketidakpuasan kerjanya yaitu sebagai berikut :

a. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan

pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.

b. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha

aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran

perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.

c. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap

membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen

atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin

banyak.

d. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan

menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk

membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi

(41)

2.4. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian ini memiliki referensi dari berbagai sumber yang telah digabungkan

untuk mendukung penyusunan penelitian,termaksud dari penelitian-penelitian

terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

Tabel 2.1 Tabel penelitian terdahulu

N

o

Peneliti Sumber Judul penelitian Hasil penelitian

1 Nova

Hasil penelitian uji regresi

berganda menunjukkan bahwa

gaya kepemimpinan dan

kepuasan kerja berpengaruh

terhadap kinerja karyawan di

RSUD Rokan Hulu.

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel

gaya kepemimpinan memiliki

(42)

Karyawan (Studi

FISE UNY, dengan koefisien

sebesar 1.587 dan signifikan

pada 0,000.

kuantitatif dan haisl

analisisnya bahwa adanya

Pengaruh yang signifikan

antara Gaya Kepemimpinan

Dan Motivasi kerja terhadap

Kepuasan Kerja Amggota

Detasemen C satuan III

(43)

4 Ramlan

Koefisien regresi (ß2) X2

sebesar 0,355.

2.5 KERANGKA BERFIKIR

2.5.1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja

Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai

kelompok dalam suatu organisasi tertentu sangat tergantung pada mutu

kepemimpinan yang tepat dalam organisai yang bersangkutan.Perilaku pemimpin

merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

Menurut (Miller et al, 1991) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai

hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para karyawan, Sedangkan Hani

(44)

pemimpin dapat dengan tepat mengarahkan tujuan perseorangan dan tujuan

organisasi.

Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang individu terhadap

pekerjaannya. Semakin banyak aspek yang sesuai dengan keinginan individu tersebut

maka semakin tinggi kepuasan kerjannya. Salah satu faktor yang menyebabkan

ketidakpuasan kerja ialah sifat penyelia yang tidak mau mendengar keluhan dan

pandangan pekerja dan mau membantu apabila diperlukan. Hal ini dibuktikan oleh

(Blakely, 1993) dimana pekerja yang menerima penghargaan dari penyelia yang lebih

tinggi dibandingkan dengan penilaian mereka sendiri akan lebih puas, akan tetapi

penyeliaan yang terlalu ketat akan menyebabkan tingkat kepuasan yang rendah.

Dari pengertian tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa apabila

gaya kepemimpinan yang diterapkan dapat dengan tepat mengarahkan tujuan

organisasi dengan aspek-aspek/tujuan yang diharapkan individu atas pekerjaannya

maka semakin tinggi kepuasan kerjanya.

Gambar 2.1 Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan KEPUASAN KERJA

Gambar

Tabel 2.1 Tabel penelitian terdahulu
Gambar 2.1 Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen yaitu dengan memberikan perlakuan kepada kelompok kasus berupa terapi non farmakologis meliputi

Berkenaan dengan hal tersebut dalam memenuhi dokumen perencanaan kerja Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kota Palembang, maka disusunlah Dokumen Rencana Kerja Tahun

Ketika melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber, peneliti menggunakan berbagai macam teknik seperti wawancara, observassi dan dokumentasi (triangulasi

Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas maka akan disusun rumusan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini yaitu bagaimana merancang suatu sistem yang

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul

PAUD Terpadu adalah suatu program layanan pendidikan bagi anak usia dini yang menyelenggarakan lebih dari satu program PAUD, minimal 2 layanan (TK, KB, TPA, SPS) yang dalam

penyusunan makalah ini, antara lain membantu agar teman-teman mahasiswa agar dapat.. memahami lebih dalam mengenai hukum-hukum

[r]