60
HUBUNGAN PANDANGAN BUDAYA DAN KEPERCAYAAN DALAM
MENYUSUI DENGAN MOTIVASI IBU DALAM PEMBERIAN ASI
EKSKLUSIF DI RUANG PERINATOLOGI RSUD CIBABAT CIMAHI
Chatarina Suryaningsih
STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi
E-mail: Chatarina.surya@yahoo.com
ABSTRAK
Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif disebabkan kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya ASI bagi bayinya. Ibu bayi kurang termotivasi untuk
memberikan ASI pada bayinya secara eksklusif. Faktor lain yang dapat
berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif adalah budaya dan kepercayaan.
Ibu yang mempunyai pandangan budaya dan kepercayaan yang baik dalam
menyusui akan lebih termotivasi dalam memberikan ASI. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui
“Bagaima
nakah Hubungan Pandangan Budaya dan Kepercayaan
dalam Menyusui Dengan Motivasi Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif”
. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional, dengan jenis pendekatan
penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive
Sampling sebanyak 34 responden. Pengumpulan data menggunakan Kuesioner
berisi lembar isian yang berhubungan dengan motivasi ibu untuk memberikan ASI
Eksklusif, serta pandangan budaya dan kepercayaan dalam menyusui. Hasil
penelitian adalah sebagian responden mempunyai pandangan budaya dan
kepercayaan yang kurang baik dalam menyusui; sebagian responden mempunyai
motivasi yang kurang dalam pemberian ASI Eksklusif; Nilai p value 0,041 terdapat
hubungan antara pandangan budaya dan kepercayaan dalam menyusui dengan
motivasi ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Diharapkan pihak rumah sakit ada
peningkatan pelaksanaan program tetap dalam pemberian pendidikan kesehatan
mengenai ASI eksklusif kepada ibu-ibu post partum.
61
PENDAHULUAN
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh
WHO pada tahun 2001, yaitu
mengenai makanan yang diperlukan
oleh bayi adalah inisiasi menyusu dini
pada awal kelahiran bayi yaitu satu
jam pertama bayi lahir, kemudian
memberikan ASI secara eksklusif
selama 6 bulan, selanjutnya boleh
memberikan makanan pendamping
ASI sesudah bayi lebih dari 6 bulan
dengan tetap memberikan ASI sampai
usia bayi 2 tahun atau lebih.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2010 Indonesia
tetap mempunyai angka yang sangat
memperihatinkan dalam pemberian
ASI eksklusif pada bayi, yaitu bayi
yang diberikan ASI sampai usia 6
bulan
sekitar
15,3%.
Hal
ini
disebabkan karena masih rendahnya
kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
ASI
bagi
bayinya,
sehingga masyarakat terutama ibu
bayi
kurang
termotivasi
untuk
memberikan ASI pada bayinya secara
eksklusif
(BPPSDMK_DEPKES,
2012).
Faktor lain yang dapat berpengaruh
terhadap pemberian ASI eksklusif
adalah budaya ibu. Ludin (2008) juga
menyatakan bahwa budaya yang
dianut
seorang
ibu
dalam
memberikan ASI akan berpengaruh
terhadap
keputusannya
dalam
menyusui. Ibu yang mempunyai
pandangan budaya dan kepercayaan
yang baik dalam menyusui akan lebih
termotivasi dalam memberikan ASI.
Maas (2004); serta Sidi, dkk. (2010),
menjelaskan bahwa kepercayaan dan
budaya lingkungan merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi kesehatan
anak. Budaya dan kepercayaan
lainnya yang dianut oleh masyarakat
tradisional dalam pemberian ASI
adalah: pemberian bubur tepung,
bubur nasi, pisang, madu, teh manis
dan lain-lain pada bayi baru lahir,
pembuangan colostrum (susu jolong)
dipercaya sebagai air susu yang sudah
rusak dan tidak baik diberikan pada
bayi karena berwarna
kekuning-kuningan, ada juga yang beranggapan
ketika susu jolong ini diberikan maka
bayi akan diare, masuk angin, muntah
(Maas, 2004; serta Sidi, dkk., 2010).
Berdasarkan hasil wawancara terhadap dua orang perawat ruang Perinatologi RSUD Cibabat Cimahi, diidentifikasi bahwa rata-rata ibu mempunyai motivasi yang kurang untuk melakukan pemberian ASI pada bayinya, hal ini disebabkan karena mereka menganggap susu formula akan lebih membuat anaknya pintar dan cepat gemuk, ibu juga tampak malas untuk menyusui anaknya dengan alasan luka post partum masih terasa sakit. Hasil wawancara kepada 10 orang ibu yang datang ke Ruang perinatologi untuk menyusui bayinya, didapatkan data bahwa 8 orang ibu berasal dari suku sunda, 2 orang dari suku Jawa. Ibu mengatakan bahwa ASI nya sedikit jadi kurang termotivasi untuk menyusui bayinya, pada saat pertama ASI keluar ASI itu harus dibuang karena ibu menganggap ASI itu kotor, ibu mengatakan tidak ada masalah ketika bayinya baru lahir diberikan air putih dan bubur.
METODE PENELITIAN
62 Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah consecutive sampling.
Instrumen penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner berisi motivasi
ibu untuk memberikan ASI Eksklusif,
serta
pandangan
budaya
dan
kepercayaan dalam menyusui.
HASIL DAN BAHASAN
Hasil penelitian disajikan dalam
bentuk analisis univariat dan bivariat.
1. Sebagian responden mempunyai pandangan budaya dan kepercayaan yang kurang baik dalam menyusui sebanyak 16 responden (47%).
Ketika nilai yang dianut dalam masyarakat tersebut memberi dukungan dalam pemberian ASI, maka ibu yang sedang menyusui di tempat tersebut akan tetap memberikan ASI bagi bayinya. Sebagian besar responden yang telah dilakukan penelitian menganut budaya sunda dimana terdapat pandangan budaya dan kepercayaan menyusui yang kurang baik, misalnya berdasarkan jawaban pada kuesioner tentang Air susu yang keluar pertama kali sesudah ibu melahirkan dan berwarna kekuningan (susu jolong) harus dibuang terlebih dahulu, sebagian besar responden menjawab iya, yang artinya budaya tentang menyusui kurang tepat.
Permasalahan dalam pemberian ASI selain berhubungan dengan budaya dalam memberikan makanan pada bayi baru lahir, juga berhubungan dengan kualitas ASI yang kurang. Ibu menyusui dengan kualitas ASI yang kurang biasanya disebabkan banyaknya pantangan atau larangan dalam mengkonsumsi makan pada ibu hamil dan menyusui, misalnya tidak boleh mengkonsumsi makan makanan yang dinging, bayam, ikan, sayuran hijau, telur.
2. Sebagian responden mempunyai motivasi yang kurang dalam pemberian ASI Eksklusif sebanyak 18 responden (53%).
Faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi motivasi adalah pemberian informasi dan pengetahuan untuk menyusui, sedang faktor ekstrinsik adalah dukungan keluarga dan petugas kesehatan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, bahwa informasi mengenai pemberian ASI Ekskusif sudah banyak diberikan oleh petugas kesehatan sehingga pengetahuan tentang ASI eksklusif setiap responden sudah cukup baik, faktor instrinsik yang dimiliki responden adalah baik. Faktor ekstrinsik yang dimiliki setiap responden merupakan faktor yang menyebabkan motivasi yang kurang yaitu dari faktor dukungan keluarga. Dukungan keluarga yang diberikan pada responden adalah kurang dalam pemberian ASI eksklusif, keluarga terutama suami memberikan saran supaya bayi diberikan susu formula dengan alasan ASI dari ibu tidak memenuhi kebutuhan bayi, hal tersebut membuat ibu menyusui menjadi tidak percaya diri sehingga keinginan untuk memberikan ASI secara eksklusif menjadi terhenti.
3.
Terdapat
hubungan
antara
pandangan
budaya
dan
kepercayaan dalam menyusui
dengan motivasi ibu dalam
pemberian ASI eksklusif.
63
sebagian mempunyai pandangan
budaya dan kepercayaan yang
kurang baik dan baik dalam
menyusui,
serta
mempunyai
motivasi yang baik serta kurang.
Responden
sebagian
besar
mempunyai budaya sundayang
dalam kehidupan masyarakat
terdapat beberapa kepercayaan
yang
kurang
baik
dalam
menyusui, sehingga ibu kurang
termotivasi dalam memberikan
ASI eksklusif pada bayinya.
Sebagian responden dalam wawancara ketika studi pendahuluan memilih memberikan susu formula pada bayinya hal ini disebabkan karena merasa tidak ada dukungan dari keluarga, ibu juga menganggap bahwa memberikan ASI akan menyebabkan payudara akan melorot. Orang tua dari responden juga menyatakan bayi berusia 0 sampai 6 bulan sudah boleh diberikan makanan lain seperti pisang dan lain-lain.KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Sebagian responden mempunyai
pandangan
budaya
dan
kepercayaan yang kurang baik
dalam menyusui.
2.
Sebagian responden mempunyai
motivasi yang kurang dalam
pemberian ASI Eksklusif.
3.
Sebagian besar ibu yang
mempunyai pandangan budaya
dan kepercayaan yang baik
dalam menyusui, mempunyai
motivasi yang kurang baik dalam
pemberian ASI Eksklusif ,
dengan nilai p value 0,041.
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah langkah untuk mencapai target MDGs ke empat yaitu mengurangi angka kematian anak. Oleh karena itu perlu di sosialisasikan dengan lebih baik lagi mengenai teori-teori terkini tentang ASI eksklusif. Dalam mengoptimalkan
pemberian informasi tersebut diperlukan penambahan buku-buku terkait ASI eksklusif yang dari segi bahasa lebih mudah di fahami dan lebih bisa di aplikasikan oleh ibu-ibu menyusui. Selain itu diperlukan adanya pelatihan-pelatihan bagi tenaga kesehatan agar bisa lebih mendalami megenai informasi yang terkait dengan ASI eksklusif
REFERENSI
Afifah, D.N. (2007). Faktor yang
berperan
dalam
kegagalan
praktik pemberian ASI Eksklusif.
Februari
22,
2012.
http://www.eprints.undip.ac.id/1
034/1/ ARTIKEL_ASI.pdf
Balitbangkes. (2010). Riset kesehatan
dasar 2010. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Kementerian
Kesehatan RI.
BAPPENAS.
(2010).
Laporan
pencapaian tujuan pembangunan
milenium di indonesia 2010.
Jakarta: BAPPENAS.
BPPSDMK_DEPKES.
(2012,
Februari 18). Banyak sekali
Similac. (August, 2011). Helpful tips
for breastfeeding your baby.
Abbot Nutrition, 24.
Depkes.
(2007).
Buku
saku:
pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
64 .id/wpcontent/uploads/downloads/2
011/01/Materi-Advokasi-BBL.pdf
Dewey, K. (2001, Desember 10-13 ). Guiding principles for complementary feeding of the breastfeed child. Washington: Pan American Health Orghanization World Health Organization.
Edmond, K.M., Zandoh, C., Quigley, M.A., Amenga-Etego, S., Owusu-Agyei, S., Kirkwood, B.R. (2006, April 24). Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal mortality. Journal of the American Academy of Pediatrics, 117: 380-386.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Profil kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Hukum & HAM. (2012). RPP-ASI Eksklusif. Jakarta: Bahan harmonisasi Kementerian Hukum dan HAM.
Khairunniyah. (2004). Pemberian air susu ibu eksklusif ditinjau dari faktor motivasi, persepsi, emosi, dan sikap pada ibu yang melahirkan, Tesis. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Kramer, M., & Kakuma, R. (2002). The optimal duration of exclusive breasfeeding: A systematic review. Switzerland: WHO.
Linkages. (2002). Pemberian ASI eksklusif atau ASI saja: Satu-satunya sumber cairan yang dibutuhkan bayi usia dini. Jakarta: Linkages.
Man Ku, C., & Chow, S.K.Y. (2010). Factors influencing the practice of exclusive breastfeeding among congkong Chinese women: A questionnaire survey. Journal of Clinical Nursing, 19: 2434–2445.
Nurmiati., & Besral. (2008). Pengaruh durasi pemberian ASI terhadap ketahanan hidup bayi di Indonesia. Makara Kesehatan, 12(2): 47-52.
Saleh, A., Nurachmah, E., As’ad, S., & Hadju, V. (2009). Pengaruh pendidikan kesehatan dengan pendekatan modelling terhadap pengetahuan, kemampuan praktek dan percaya diri ibu dalam menstimulasi tumbuh kembang bayi 0-6 bulan di kabupaten Maros. Februari 19, 2012. pasca.unhas.ac.id/jurnal/4dfd694e7 da095c426fa76ffbdf2b3ea.pdf
Siregar, A. (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu yang melahirkan. USU: Digital library.
SUSENAS. (2001). Survey sosial ekonomi nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Stalker, P. (2008). Millennium development goals. Jakarta: WHO.
Tomey & Aligood. (2006). Nursing theory and their work. Sixth edition. Philadelphia: Elsevier.
Wong, D., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.
65 Chan, M. (2011). Breastfeeding: a vital
emergency response. Geneva: WHO.
Ahmed, A,H. (2008). Breastfeeding preterm infants: an educational program to support mothers of preterm infants in cairo, egypt. Pediatric Nursing, Vol 34, No 2.
Hatfield, N.T. (2008). Broadribb’s introductory pediatric nursing. 7thedition. China: Wolters
Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins.
WHO. (2008). Breastfeeding counselling a training course, trainer’s guide , part one: 1-9. World Health Organization CDC Programme UNICEF.
The Northern Ireland Breastfeeding Strategy Group. (2012). Breastfeeding strategy for northern ireland. Northern Ireland: Department of Health and Social Services (DHSS).
WHO. (2011, Januari 15). Exclusive breastfeeding for six months best for babies everywhere. 2 Maret, 2012. http://www.who.int/nutrition/topics
/exclusive breastfeeding
forsixmonths best for babies everywhere /en/
Blincoe, A.J. (Juni, 2005). The health benefits of breastfeeding for mothers. British Journal Of Midwifery, 13: 6.
Clark, S.G.J., & Bungum, T.J. (2003). The benefits of breastfeeding: An introduction for health educators. Californian Journal of Health Promotion, 3(1): 158-163.
Roesli,U. (2000). Mengenal ASI Eksklusif. Seri I. Jakarta: Niaga Swadaya.
Riordan, J., & Wambach, K. (2010). Breastfeeding and human lactation. Fourth edition. Sudburry,
Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers.
WHO.(1993). Panduan konseling menyusui. Jakarta: Sentra Laktasi Indonesia
Ali M, (2003). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Ibu tidak Bekerja Tentang Imunisasi. Medan : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Arikunto, S., (2006). Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipt
Azwar, S., ( 2000). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Behrman, dkk, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Budiarto E, Anggraeni D, (2001). Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan RI, (2000). Pedoman Pelatihan Pengelolaan Pengerakkan Peran Serta Masyarakat Bagi Penyelenggaraan Posyandu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
---, (2004). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departeme Kesehatan RI.
66 Dogun M S, (2005). Kamus Besar Ilmu
Pengetahuan. Jakarta: Golo Riwu.
Entjang I, (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti
Hastono, S P., (2001). Analisa Data. Jakarta : Universitas Indonesia, Fakultass Kesehatan Masyarakat