PERAN PENTING ASIA AFRICA SMART CITY SUMMIT (AASCS) 2015 TERHADAP PERKEMBANGAN PARADIPLOMASI KOTA BANDUNG
Irsyaad Suharyadi Universitas Padjadjaran Email: irsyaadyadi@gmail.com
Abstrak
Bandung has implemented the concept of Smart City to face the problems in the city.
However, the city government does not have enough funds and technology for the
implementation of the concept. Therefore, Ridwan Kamil, the city mayor of Bandung,
has regularly conducted paradiplomacy activities for promoting the concept of Bandung
Smart City, such as 'Lighthouse' program as Asia Africa Smart City Summit (AASCS).
The Asia Africa Smart City Summit (AASCS) attended by 26 mayors throughout Asia and
Africa, and delegates from 39 countries. In this study, the author will assess the benefits
and role AASCS in Bandung paradiplomacy activities by using paradiplomacy theory,
which has been popularized by Ivo Duchachek (1990). Afterward, the authors will also
compared AASCS similar program in Amsterdam and Bogota. This study indicates that
international conferences such as AASCS were able to significantly increase the
popularity of a city, and also open up opportunities for further cooperation.
Kata kunci
Paradiplomacy, Bandung, Asia Africa Smart City Summit, Cooperation, Global
Network
Pendahuluan
Kota Bandung adalah salah satu kota yang telah menerapkan model
pembangunan kota Smart City di Indonesia. Model ini diharapkan dapat menyelesaikan
masalah perkotaan yang ada di Kota Bandung, seperti kemacetan, pencemaran
lingkungan, dan reformasi birokrasi. Konsep Bandung Smart City sudah mulai dikaji di
kalangan akademisi sejak tahun 2013. Di tahun ini, Lembaga Pengembangan Inovasi dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung menyusun Rencana Induk Bandung
Smart City.1
Gagasan Bandung Smart City semakin populer setelah Ridwan Kamil terpilih
sebagai Walikota Bandung periode 2013-2018. Konsep Smart City menjadi fokus
Ridwan Kamil dalam menangani permasalahan kota. Pada tahun 2015, Pemerintah Kota
Bandung telah melakukan perbaikan fasilitas internet bagi seluruh kantor dinas, dan
membentuk Dewan Smart City untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Selain itu,
Pemerintah Kota Bandung juga telah membangun fasilitas untuk memonitor harga
komoditas barang di pasar, proyek-proyek pembangunan yang ada di kota, serta
pengawasan titik-titik kemacetan melalui pembangunan Bandung Command Center.2
Akan tetapi, upaya pengembangan kota dengan konsep Smart City tersebut masih
terkendala dari ketersediaan dana dan teknologi.3 Ridwan Kamil sendiri memprediksi
bahwa Kota Bandung memerlukan suntikan dana sebesar Rp.85 triliun untuk
meningkatkan infrastruktur, dan 1000 aplikasi untuk mewujudkan Bandung Smart City.
Menurutnya, hal ini tidak cukup mengandalkan dana APBD saja.4 Oleh karena itu,
Ridwan Kamil selaku kepala pemerintahan kota Bandung sering melakukan kerja sama
luar negeri untuk mencari dukungan bagi pelaksanaan Bandung Smart City. Sehingga,
saat ini Kota Bandung selalu mengedepankan Bandung Smart City dalam berbagai
aktivitas paradiplomasi. Contohnya, Kota Bandung telah berhasil mengadakan kegiatan
‘mercusuar’ bernama Asia Africa Smart City Summit (selanjutnya disingkat dengan
AASCS) dalam peringatan Konferensi Asia Afrika Ke-60 yang dihadiri oleh 26 wali
kota se-Asia Afrika, dan delegasi dari 39 negara.
Dalam kajian Hubungan Internasional, pelaksanaan kerja sama luar negeri antara
satu kota dengan kota lainnya ini disebut paradiplomasi. Upaya paradiplomasi
merupakan salah satu alternatif program pengembangan kota melalui kerja sama dengan
kota lainnya di luar negeri. Sayangnya, beberapa upaya paradiplomasi yang telah
dilaksanakan kota Bandung dalam kepemimpinan sebelumnya dinilai masih kurang
efektif dan kurang menjadi prioritas antara kota Bandung maupun kota yang tertarik
untuk melakukan kerja sama.5 Apakah dengan adanya konferensi AASCS ini mampu
Paradiplomasi sebagai Alternatif Pengembangan Kota
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, keterlibatan pemerintahan daerah
dalam aktivitas diplomasi tersebut dikenal dengan konsep paradiplomasi.6 Konsep
paradiplomasi, yang dipopulerkan oleh Ivo Duchachek pada tahun 1990, menjelaskan
bahwa kota atau sub-nasional dapat berperan sebagai pelaku diplomasi. Aktivitas
paradiplomasi sebuah kota dapat bersifat negatif, positif, ataupun sebagai komplementer
dari kebijakan nasional. Hal ini sejalan dengan penjelasan Morgenthau mengenai
kualitas diplomasi sebagai pelaksanaan politik luar negeri suatu negara, dari tingkat
pusat sampai daerah.7
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan diplomasi tidak hanya
dilakukan pemerintah pusat yang mewakili kepentingan negara, namun juga
memberikan ruang bagi pemerintah di daerah untuk melakukan upaya-upaya diplomasi.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi menjadi salah satu faktor penting
yang memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah (sebagai aktor sub-nasional)
untuk mempromosikan perdagangan, investasi, dan menjalin berbagai kerja sama
dengan pihak-pihak yang berada di luar batas yuridiksi negara dengan lebih mudah.8
Beberapa isu yang sering diangkat oleh aktor sub-nasional adalag ekonomi, sosial,
lingkungan, dan isu budaya.9
Menurut Duchachek, terdapat empat pola yang mendukung aktivitas aktor
sub-nasional dalam lingkup intersub-nasional. Pola pertama adalah tindakan gubernur atau
sebutan lainnya bagi pemerintah sub-nasional yang masuk sebagai aktor internasional
karena kebijakan legislatif dan aktifitas lobi yang menyebabkan ketertarikan aktor
ekstra-nasional dan menimbulkan aksi-reaksi secara tidak langsung. Pola kedua,
memiliki keterkaitan dengan tipe pertama, di mana pemerintah sub-nasional menjadi
target campur tangan luar negeri seperti melalui lobi dan potensi suap. Sebagai contoh
pola kedua ini adalah upaya suap dari perusahaan multinasional untuk kepentingan
tertentu di sebuah kota. Pola ketiga adalah upaya sub-nasional yang di dukung pendanaan
oleh perusahaan trans-nasional dalam membuat publikasi dan kampanye. Contohnya
adalah dukungan pendanaan dari perusahaan Jepang ke pemerintahan California untuk
menghapuskan pajak tertentu. Dan, pola keempat dibentuk oleh jumlah media yang
meliput pemberitaan mengenai aktivitas sub-nasional di dalam dan luar negeri.
Keterlibatan media massa ini berkontribusi membangun kesadaran dan perhatian
Dalam tulisan ini, penulis akan menyajikan analisis mengenai faktor-faktor
pendukung, serta bagaimana manfaat aktivitas paradiplomasi kota Bandung. Latar
belakang, faktor pendukung, dan hasil pertemuan AASCS akan ditinjau menggunakan
teori paradiplomasi yang dikemukakan Ivo Duchachek untuk menilai seberapa besar
pengaruh konferensi AASCS terhadap upaya paradiplomasi kota Bandung, khususnya
dalam penerapan konsep Smart City.
Peran Penting Asia-African Smart City Summit (AASCS)
Dalam rangka memperingati semangat KAA 1955, pemerintah Republik
Indonesia telah melaksanakan KTT Asia Afrika di Jakarta dan Peringatan KAA ke-60 di
Bandung pada 22-24 April 2015.11 Dalam kesempatan yang sama, pemerintah Kota
Bandung mengadakan pertemuan AASCS 2015 di Grand Ballroom Trans Luxury Hotel,
Bandung, pada 22 April 2015. Acara tersebut dihadiri oleh 446 peserta, 25 walikota dan
sejumlah partisipan yang datang dari 69 kota dari 36 negara di Asia Afrika.12
Menurut Ridwan Kamil, Walikota Bandung, konsep Smart City adalah
pendekatan baru yang relevan untuk mengikat Asia Afrika agar lebih kompak. AASCS
sendiri berhasil mendeklarasikan lima syarat untuk mendukung pengembangan tata
kelola Kota berbasis teknologi di benua Asia dan Afrika bernama The Bandung
Declaration on Smart Cities, Adapun poin-poin yang diserukan dalam deklarasi ini
antara lain,13 pertama komitmen pengembangan dan pembangunan kota yang
berkelanjutan, membangun jaringan pengetahuan mengenai model Smart City, berbagi
pengetahuan mengenai pengelolaan dan teknologi, terutama di antara pemimpin daerah,
akademisi, pebisnis, industri, dan komunitas di Asia-Afrika.
Komitmen kedua meliputi upaya menuju terciptanya kota yang ramah
lingkungan, pelayanan publik yang cerdas, khususnya di bidang transportasi yang
berkelanjutan, sumber energi terbarukan, serta pencegahan dan mitigasi bencana alam di
Asia-Afrika. Komitmen ketiga adalah melakukan investasi dalam pengembangan
masyarakat yang cerdas melalui pendidikan yang lebih baik dan kesehatan dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Komitmen keempat adalah mempromosikan
pemanfaatan sistem ekonomi yang cerdas dan memberikan dukungan bagi generasi
muda yang cerdas untuk meningkatkan kreativitas dan kewirausahaan untuk
pertumbuhan yang berkelanjutan dan kota yang cerdas. Dan, komitmen kelima terkait
pembangunan Smart City, melalui pembentukan Asia Africa Smart City
Forum/jaringan/aliansi yang akan meningkatkan kehidupan warga di Asia dan Afrika.
Dalam pertemuan tersebut, kota Bandung terpilih secara aklamasi sebagai ketua
Asia-Africa Smart City Forum yang pertama. Kerja sama AASCS merupakan salah satu
wujud paradiplomasi yang didorong oleh kebutuhan pembangunan dan ekonomi yang di
inisiasi kota Bandung dalam mensukseskan program Bandung Smart City (BSC). Hal ini
sesuai dengan pendapat Lachapelle dalam buku Mastering Globalization, yang
menyebutkan bahwa “there is a clear practical reasoning to explain the international
game plan of sub-governmental units: developmental needs and economic growth.”14
Artinya, alasan sebuah kota (sub-state) terjun ke dalam kancah internasional adalah
kebutuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Keberhasilan kota Bandung dalam menyelenggarakan AASCS tidak bisa
dilepaskan dari nilai historis kota ini sebagai tuan rumah penyelenggaraan Konferensi
Asia Afrika tahun 1955. Dukungan solidaritas yang didasari landasan historis tersebut
yang menjadi keunggulan tersendiri terhadap keberhasilan kota Bandung dalam
menyelenggarakan kegiatan AASCS dibandingkan kota lainnya di kawasan Asia-Afrika.
Dalam momentum yang tepat tersebut, kota Bandung berhasil memanfaatkannya untuk
mempromosikan perkembangan Bandung Smart City.
Pasca pertemuan AASCS, Kota Bandung dikenal lebih luas dalam kancah
internasional, khususnya dalam bidang Smart City. Puncaknya pada 1 Juni 2015, Kota
Bandung ditunjuk untuk mewakili kawasan Asia mendirikan Global Smart City and
Community Coalition (GSCCC) dalam acara Global Smart City Challenge di
Washington DC, Amerika Serikat bersama 7 kota lainnya (Amsterdam, Austin,
Eindhoven, Genowa, the Haque, Charlotte, dan Chichago). GSCCC bertujuan
mempromosikan kerja sama internasional dalam mengembangkan komunitas
berkelanjutan dan jaringan Internet of Things (IoT). Koalisi ini sendiri merupakan kerja
sama untuk saling berbagi pengetahuan tentang program inovatif yang dilakukan oleh
masing-masing kota yang terlibat.15
Melalui koalisi ini diharapkan setiap kota dapat bertukar pengetahuan tentang
cara terbaik penerapan smart city, bukan hanya dari segi teknologi melainkan juga dari
sisi strategi pelaksanaannya. Hasil pertemuan forum GSCCC sendiri disepakati akan
dilakukan pertemuan kembali pada tahun 2016 di Kota Bandung. Terpilihnya Kota
Bandung dilatarbelakangi oleh keberhasilannya mengadakan pertemuan AASCS di
peran yang lebih strategis di masa depan dan menjadi kota penghubung dalam
penyebarluasan konsep dan pelaksanaan konsep smart city di kawasan Asia.16
Berdasarkan empat faktor pendukung kesuksesan paradiplomasi yang
disampaikan Duchachek, terdapat dua faktor utama pendukung kesuksesan
paradiplomasi Kota Bandung yaitu jumlah media yang memberitakan aktivitas Kota
Bandung di dalam dan luar negeri dan kecakapan Ridwan Kamil selaku Walikota dalam
mengadakan kegiatan yang mampu mengundang ketertarikan aktor ektra-nasional. Salah
satu gagasan Ridwan Kamil yang berhasil adalah pelaksanaan AASCS. Berdasarkan data
Diskominfo Kota Bandung, terdapat kurang lebih 19 kunjungan duta besar maupun
perwakilan kota dari luar negeri ke Bandung selama tahun 2013-2015.17
Kapasitas pemimpin sub-nasional memiliki peranan penting dalam
paradiplomasi karena dapat menentukan sikap pemerintahan daerah terhadap kerja sama
luar negeri. Menurut Dadang, kepala sub-bagian Kerja Sama Luar Negeri Kota Bandung,
pengalaman Ridwan Kamil selama di luar negeri membuatnya memiliki jaringan dan
kemampuan bahasa yang baik. Sehingga, banyak investor yang tertarik bekerja sama
dengan kota Bandung. Selain itu, Ridwan Kamil mampu menarik perhatian masyarakat
melalui sosial media. Di sisi lain, kunjungan luar negeri yang dilakukan Ridwan Kamil
sangat efektif karena beliau umumnya hanya keluar negeri untuk memenuhi undangan
dan penandatanganan MoU kerja sama untuk kota Bandung.18
Ridwan Kamil telah memiliki pengalaman dalam melakukan kerja sama dengan
berbagai pihak di luar negeri sejak berkarir di Amerika Serikat, dan sejak membuat
perusahaan konsultan sendiri bernama Urbane di 2004 yang telah beroperasi di lebih dari
7 negara (Singapura, Thailand, Bahrain, Cina, Vietnam, Uni Emirat Arab dan
Indonesia).19 Pengalaman dan jaringan internasional tersebut menjadi modal Ridwan
Kamil menangkap peluang kerja sama dan bantuan hibah di luar negeri. Oleh karena itu,
kapasitas seorang pemimpin kota atau kawasan sub-nasional lainnya memiliki peran
penting bagi keberhasilan visi paradiplomasi sebuah kota.
Faktor kedua, keterlibatan media massa dalam AASCS berperan dalam
membangun kesadaran dan perhatian terhadap aktivitas sub-nasional di skala
internasional. Sehingga, pesan-pesan yang dibawa dalam aktivitas sub-nasional tersebut
dapat diketahui secara luas. Selain itu, peran media juga mampu meningkatkan
popularitas sebuah kota yang berdampak positif bagi kota tersebut. Dalam
Terpilihnya Kota Bandung sebagai perwakilan Asia dalam deklarasi GSCCC
menunjukkan manfaat langsung popularitas kota Bandung pasca- AASCS. Hal ini
menunjukkan bahwa AASCS mampu menarik perhatian berbagai pihak di dunia.
Pemilihan waktu yang bersamaan dengan penyelenggaraan peringatan Konferensi Asia
Afrika ke-60 membantu penyebarluasan informasi mengenai AASCS dan Bandung
Smart City karena banyak kantor berita dari seluruh dunia yang melakukan peliputan ke
Bandung.
Ketua penyelenggara AASCS, Prof. Suhono Harso Suprapto, sepakat bahwa
acara AASCS mampu meningkatkan popularitas kota Bandung. Menurut Prof Suhono, “dari segi politik, Bandung setelah Asia Africa Smart City menjadi populer. Intinya, memberi manfaat bagi Bandung jadi lebih dikenal dunia, itu kan Diplomasi juga, khususnya City Branding.”20 Pencapaian ‘city branding’ kota Bandung dalam bidang smart city, dapat dilihat melalui data penelusuran informasi di situs pencarian daring.
Saat ini, penggunaan aplikasi ataupun media informasi daring sudah menjadi kebiasaan
umum masyarakat. Faktor kemudahaan dalam mengakses informasi melalui jaringan
daring telah merubah pola hidup bagi masyarakat umum dalam mencari informasi.
Sehingga, data penelusuran di situs pencarian daring dapat menjadi sarana untuk melihat
popularitas berbagai hal di masyarakat.
Grafik 1. Data Penelusuran Berita: Bandung Smart City 2013-2015.21
Berdasarkan data penelusuran daring melalui Google Trends, pencarian informasi mengenai ‘Bandung Smart City’ meningkat signifikan pada bulan April 2015 saat penyelenggaraan AASCS 2015.22 Dalam data tersebut diketahui penelusuran berita
menjadi 306 di bulan April 2015. Sementara, data penelusuran video daring mengenai
Bandung Smart City di rentang waktu yang sama meningkat menjadi 287 kali pencarian
dari 48 kali pencarian. Sementara itu, penelusuran Bandung Smart City melalui web
meningkat namun tidak signifikan. Pada bulan April 2015, peningkatan indeks
penelusuran web mengenai Bandung Smart City dari angka 81 pada bulan Maret menjadi
121 pada bulan April.
Grafik 2. Data Penelusuran Youtube: Bandung Smart City 2013-2015.
Data tersebut menunjukkan bahwa konferensi AASCS mampu meningkatkan minat pencariaan informasi mengenai ‘Bandung Smart City’. Lebih lanjut, peningkatan penelusuran mengenai kegiatan AASCS dan Bandung Smart City lebih banyak
dilakukan melalui penelusuran berita, dan situs youtube. Di sisi lain, penelusuran melalui
web tidak mengalami peningkatan yang berarti. Hal ini disebabkan penyebaran
informasi AASCS melalui halaman berita daring sangat tinggi dibandingkan jumlah
penayangan melalui web non-berita. Sementara, kunjungan youtube meningkat karena
Grafik 3. Data Penelusuran Daring Bandung Smart City.
Fenomena meningkatnya popularitas kota Bandung Smart City setelah
menyelenggarakan konferensi internasional mengenai smart city bukan hanya dialami
kota Bandung, namun juga dialami kota Amsterdam dan Bogota. Diagram di bawah ini
menunjukkan data penelusuran daring kata ‘Smart City Bandung’, ‘Smart City
Amsterdam’, ‘Smart City Bogota’ sejak Januari 2011 sampai Januari 2016. Dalam
diagram tersebut, peningkatan jumlah penelusuran kata kunci ‘Smart City Bandung’
terjadi pada april dan november 2015, ‘Smart CityAmsterdam’ pada juni 2015, dan ‘
Smart City Bogota’ terjadi pada September-Oktober 2013. Pada saat peningkatan
penelusuran mengenai ‘smart city,’ masing-masing kota sedang menyelenggarakan
pertemuan internasional. Pada 22-24 April 2015, Kota Bandung mengadakan Asia
Africa Smart City Summit 2015. Pada 2-5 Juni 2015, Kota Amsterdam mengadakan
Smart City Event 2015. Dan, pada 2-4 Oktober 2015, Kota Bogota mengadakan Smart
City Expo 2013. Data ini menujukkan bahwa konferensi internasional dapat
Grafik 4. Perbandingan Google Trends: Smart City Bandung, Amsterdam, dan Bogota23
Sejalan dengan fakta di atas, AASCS mampu meningkatkan perhatian publik
terhadap Bandung Smart City. Selain itu, konferensi AASCS secara tidak langsung juga
telah meningkatkan daya tawar kota Bandung dalam pergaulan internasional. Setelah
kegiatan AASCS ini kota Bandung menerima banyak kunjungan perwakilan luar negeri
untuk membahas peluang kerja sama dan investasi. Oleh karena itu, penyelenggaraan
AASCS memiliki peran penting dalam kemajuan upaya paradiplomasi kota Bandung.
Kesimpulan
Paradiplomasi Kota Bandung yang dilakukan melalui kegiatan AASCS
merupakan upaya untuk mempromosikan konsep smart city dan menggalang solidaritas
sesama kota di Asia Afrika. Momentum penyelenggaraan AASCS yang bersamaan
dengan kegiatan peringatan KAA ke-60 memberikan manfaat untuk meningkatkan
popularitas Bandung Smart City. Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah besar perwakilan
negara-negara di Asia Afrika dan kantor berita internasional yang datang untuk
melakukan liputan di kota Bandung.
Pasca penyelenggaraan AASCS, Kota Bandung ditunjuk sebagai perwakilan
Asia dalam deklarasi Global Smart City and Community Coalition (GSCCC), setelah
berhasil mengadakan AASCS. Hal ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan kegiatan
AASCS mampu meningkatkan daya tawar Kota Bandung di tingkat internasional. Selain
itu, keberhasilan Kota Bandung tidak lepas dari peran walikota Ridwan Kamil. Sehingga,
dua faktor utama pendukung kesuksesan paradiplomasi Kota Bandung yaitu banyaknya
jumlah media dan kecakapan Ridwan Kamil selaku walikota dalam membangun
Sementara itu, kegiatan AASCS berfungsi meningkatkan daya tawar bagi Kota
Bandung dalam aktivitas paradiplomasinya. Selain itu, kegiatan AASCS juga mampu
meningkatkan popularitas konsep Bandung Smart City. Melalui data penelusuran
informasi daring, konferensi AACSS mampu meningkatkan minat pencariaan informasi
mengenai ‘Bandung Smart City’ secara signifikan. Sehingga, kegiatan AASCS memiliki
peran penting dalam kemajuan upaya paradiplomasi kota Bandung mengenai Bandung
Smart City.
Daftar Pustaka
Ardisasmita, A., ‘Langkah Bandung Dalam Mengimplementasikan Kota Cerdas (Smart
City).’ https://id.techinasia.com/.
Alexander, H., ‘Besok, "Asia Africa Kota Cerdas (Smart City) Summit 2015" Resmi
Digelar.’ http://kompas.com.
Alexander, H., ‘Pesan Para "Singa" Dan "Macan" Asia-Afrika Kepada Dunia.’ http://kompas.com.
Bappeda Kota Bandung, Dokumen Penyusunan Rencana Induk Bandung Kota Cerdas
(Bandung Smart City)(Bandung: Bappeda Kota Bandung, 2013)
Duchacek, I., ‘Perforated Sovereignties and International Relations: Trans-Sovereign
Contacts of Subnational Governments,’dalam Federalism and International
Relations: The Role of Subnational Units, diedit oleh Hans J. Michelmann dan P.
Soldatos (Oxford: Clarendon Press, 1990).
Damayanti, C. ‘Potensi Paradiplomasi Dalam Mendukung Kinerja Diplomasi Indonesia
Menuju Komunitas Asean,’ Jurnal Transformasi XIV (2012).
Diskominfo Kota Bandung, Porta 2013-2015 http://portal.bandung.go.id/.
Hennida, C. ‘Diplomasi Publik Dalam Politik Luar Negeri,’ Jurnal Masyarakat
Kebudayaan dan Politik 22 (2010).
Hanggarin, P. dan R. Hendrowati, R., ‘Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi dalam Diplomasi Indonesia dengan Tiga Negara ASEAN,’ Jurnal
Universitas Airlangga 23(2010).
Jati, A., ‘Apa Hambatan Penerapan Kota Cerdas (Smart City),’ http://detik.com.
Juhaeni, Jojo, ‘Perbandingan Tata Kelola Pemerintahan Antar Kota Lintas Negara (Sister
Lachapelle, G. dan S. Paquin, Mastering Globalization: New Sub'states' Governance and
Strategies (New York: Routladge, 2005).
Neves, Miguel Santos, ‘Paradiplomacy, Knowledge Regions and the Consolidation of
“Soft Power”JANUS.NETe-journal of International Relations 1 (2010).
Penelusuran ‘Bandung Smart City’ https://www.google.com/trends/.
Perbandingan Penelusuran ‘Smart City Bandung’, ‘Smart City Amsterdam’, dan ‘Smart
City Bogota’ https://www.google.Com/trends/.
Setkab RI, ‘Inilah Hasil-Hasil KTT Asia Afrika Ke-60, Di Jakarta, 22-23 April 2015,’
http://setkab.go.id/.
Ullman, Grayson, ‘U.S., Global Cities: From Partner to Smart City Coalition,’
http://statescoop.com/.
Wawancara dengan Drs. Dadang Hermawan, tanggal 3 Maret 2016 di Kantor Sub
Bidang Kerja sama Luar Negeri Pemerintah Kota Bandung.
Wawancara dengan Prof. Suhono Harso Suprapto, tanggal 4 April 2016 di Gedung
Labtek VIII Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung.
Catatan Kaki
1 Bappeda Kota Bandung, Dokumen Penyusunan Rencana Induk Bandung Kota Cerdas (Bandung Smart
City)(Bandung: Bappeda Kota Bandung, 2013).
2 A. Ardisasmita, Langkah Bandung Dalam Mengimplementasikan Kota Cerdas (Smart City) (2015). https://id.techinasia.com/ [diakses pada 2 November 2015].
3 A.Jati, Apa Hambatan Penerapan Kota Cerdas (Smart City)(201) http://detik.com [diakses 8 November 2015]
4 Putra Prima Perdana, Bandung Modern Butuh Rp 85 Triliun, Ridwan Kamil Mau Nyicil. (Tempo, 2016) http://m.tempo.com [diakses 14 April 2016]
5 Jojo Juhaeni, ‘Perbandingan Tata Kelola Pemerintahan Antar Kota Lintas Negara (Sister City) di
Pemerintahan Kota Bandung’, Jurnal Ilmiah Politea. 12(2015), halaman 74-75.
6 C. Hennida, ‘Diplomasi Publik Dalam Politik Luar Negeri’, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan
Politik. Volume 22 (2010), halaman 17-23.
7 C. Damayanti, ‘Potensi Paradiplomasi Dalam Mendukung Kinerja Diplomasi Indonesia Menuju
Komunitas Asean’, Jurnal Transformasi. XIV (2012), halaman 2.
8 P. Hanggarin dan R. Hendrowati, ‘Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam
Diplomasi Indonesia Dengan Tiga Negara Asean’, Jurnal Universitas Airlangga. 23 (2010),
halaman.277-285.
9 I. Duchacek, ‘Perforated Sovereignties and International Relations: Trans-Sovereign Contacts of
Subnational Governments’, dalam Federalism and International Relations: The Role of Subnational
Units, diedit oleh Hans H. J. Michelmann.dan P. Soldato (Oxford: Clarendon Press, 1990), halaman 1-33 (hal. 8).
10Op-Cit. p-11
11 Setkab RI, Inilah Hasil-Hasil KTT Asia Afrika Ke-60, Di Jakarta, 22-23 April 2015. (2015) http://setkab.go.id/ [diakses 29 Maret 2016].
12 H. Alexander, Besok, "Asia Africa Kota Cerdas (Smart City) Summit 2015" Resmi Digelar http://kompas.com [diakses 8 November 2015].
14 G. Lachapelle dan S. Paquin, Mastering Globalization: New Sub'states' Governance and Strategies (New York: Routladge, 2005).
15 G. Ullman, U.S., global cities partner to form smart city coalition (2015) http://statescoop.com/ [diakses 13 Februari 2016].
16 Kamalia Purbani, Smartcity Update Day 4 of the Washington & Amsterdam events. Wawancara oleh Smartcity Update (2015) http://www.youtube.com/ [diakses 15 Februari 2016].
17
Diskominfo Kota Bandung, Porta 2013-2015 http://portal.bandung.go.id/.
18 Wawancara dengan Drs. Dadang Hermawan, tanggal 3 Maret 2016 di Kantor Sub-Bidang Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Kota Bandung.
19Yanto, ‘Ridwan Kamil, Karya Arsitekturnya Ada Di Penjuru Dunia’ (2011) http://bandung.bisnis.com/
[diakses 6 April 2016].
20 Wawancara dengan Prof. Suhono Harso Suprapto, tanggal 4 April 2016 di Gedung Labtek VIII Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung.
21Penelusuran ‘Bandung Smart City’
https://www.google.com/trends/ [diakses 12 April 2016].
22Ibid.
23 Dalam diagram perbandingan ini, garis tren ke bawah menunjukkan popularitas relatif istilah penelusuran menurun. Namun bukan berarti jumlah total penelusuran untuk istilah tersebut menurun. Popularitasnya hanya menurun dibandingkan dengan penelusuran lainnya. Lihat, Perbandingan
penelusuran ‘Smart City Bandung’, ‘Smart City Amsterdam’, ‘Smart City Bogota’