BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006).
Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan yang begitu luas bagi daerah. Hal ini di satu sisi merupakan berkat, namun disisi lain sekaligus merupakan beban yang pada saatnya nanti akan menuntut kesiapan daerah untuk dapat melaksanakannya. Dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat, maka beberapa aspek harus dipersiapkan, antara lain sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan prasarana, serta organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).
Ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar (Susantih dan Saftiana, 2008).
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, setiap Pemerintah Daerah diberi Kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, dan kewenangan lain yang diyeyapkan Peraturan pemerintah. Sebagai konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas, setiap pemerintahdaerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi daerah yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan potensi sumber daya keuangan secara optimal (Suprapto, 2006).
Selanjutnya berkaitan dengan hakekat otonomi daerah yaitu yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat, maka peranan data atau informasi keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Informasi keuangan yang dimaksud adalah berupa penyajian laporan keuangan yang disusun oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan, sebagai salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik. Laporan Keuangan tersebut setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah (Susantih dan Saftiana, 2008).
Susantih dan Saftiana (2008) melakukan penelitian tentang perbandingan indikator kinerja keuangan pemerintah Propinsi Se-Sumatera Bagian Selatan. Penelitian ini menemukan bukti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kinerja keuangan pemerintah daerah pada lima Propinsi Sumatera Bagian Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa ke-lima propinsi se-Sumatera Bagian Selatan mempunyai kebijakan keuangan yang hampir serupa antar satu dengan yang lain.
Azhar (2008) melakukan penelitian tentang analisis kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota sebelum dan setelah otonomi daerah. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam bentuk desentralisasi fiskal, upaya fiskal, kemampuan pembiayaan dan efisiensi penggunaan anggaran pada era sebelum dan setelah otonomi daerah.
Suprapto (2006) meneliti tentang analisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam masa otonomi daerah tahun 2000 – 2004. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Sleman yang diukur melalui Pendapatan Asli Daerah hanya mencapai rata-rata 11,99% untuk setiap tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun anggaran sebesar 0,28%. Rasio efektivitas pendapatan daerah Kabupaten Sleman selama lima tahun anggaran (tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun 2004) rata-rata sebesar 117,65% dengan peningkatan setiap
tahunnya sebesar 4,16% setiap tahunnya. Rasio Efisiensi pemungutan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman selama lima tahun anggaran yaitu dari tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun anggaran 2004 rata-rata sebesar 6,7% dan setiap tahun anggaran mengalami penurunan sebesar 1,384%.
Febriyanti (2010) melakukan penelitian tentang pebandingan kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Bengkulu. Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat kemandirian keuangan daerah pada sembilan Kabupaten/Kota di Propinsi Bengkulu.
Kelima kabupaten yang tergabung dalam Barlingmascakeb memiliki sumber pendapatan yang berbeda-beda, misalnya Kabupaten Cilacap memiliki pendapatan besar dari sektor industri. Kabupaten Banyumas dari sektor properti dan perbelanjaan. Berdasarkan perbedaan sumber pendapatan akan menimbulkan perbedaan kemandirian daerah dalam kinerja keuangannya.
Penggunaan analisis rasio laporan keuangan sebagai alat analisis keuangan secara luas sudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan pada lembaga publik, khususnya pemda masih sangat terbatas. Padahal dari analisis rasio laporan keuangan pemda dapat diketahui bagaimana kinerja pemda yang bersangkutan dan juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk lebih meningkatkan kinerja pemda sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul :
Perbandingan Indikator Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Barlingmascakeb.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten Banyumas dan Cilacap?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banyumas dan Kebumen?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banyumas dan Banjarnegara?
4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banyumas dan Purbalingga?
5. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Cilacap dan Kebumen?
6. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Cilacap dan Banjarnegara?
7. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Cilacap dan Purbalingga?
8. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Kebumen dan Banjarnegara?
9. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Kebumen dan Purbalingga?
10. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banjarnegara dan Purbalingga?
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada perbedaan rata-rata kinerja keuangan yang dilihat dari analisis kemandirian, efektifitas, keserasian dan debt service
coverage ratio pemerintah Kabupaten Barlingmascakeb.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banyumas dan Cilacap?
2. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banyumas dan Kebumen?
3. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banyumas dan Banjarnegara?
4. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banyumas dan Purbalingga?
5. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Cilacap dan Kebumen?
6. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Cilacap dan Banjarnegara?
7. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Cilacap dan Purbalingga?
8. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Kebumen dan Banjarnegara?
9. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Kebumen dan Purbalingga?
10. Mendapatkan bukti empiris perbedaan yang signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Banjarnegara dan Purbalingga?
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini bisa dijadikan dasar pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja Kabupaten.
2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini bisa menjadi bahan referensi dan tambahan pengetahuan tentang perbedaan kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Barlingmascakeb.
3. Bagi peneliti, penelitian ini bisa menambah pengetahuan tentang perbedaan kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Barlingmascakeb, serta sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana strata satu.