• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diskursus Filsafat dan Agama pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Diskursus Filsafat dan Agama pdf"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Diskursus Filsafat dan Agama Oleh Taufiq

Prawacana Filsafat

Diskursus tentang filsafat memang menjadi pembahasan yang cukup menarik. Filsafat secara pergolakan peradaban Intelektual di klaim oleh orang-orang yunani saat itu (dulu dikenal dengan negara Athena) karena sejarah Intelektual dimulai dari sana seperti yang dikemukakan Hasan Langgulung, prioritas pendidikan di Athena saat itu mementingkan kecerdasan otak (Langgulung, 1986: 261).

Filsafat dalam bahasa sederhana bisa diartikan adalah cara, method, kerangka berfikir. Filsafat sendiri dalam definisinya dari padanan kata falsafah (bahasa arab), philosophy (bahasa inggris) yang merujuk dari akar kata Philosophia (Yunani). Philosophia secara etimologi dari dua suku kata yakni philos yang berarti cinta (love), atau sahabatdan Sophia yakni kebijaksanaa, kearifan, dan pengetahuan. Sedangkan secara terminologi adalah proses berfikir yang radikal, sistematik, universal, terhadap segala sesuatu yang ada (kongkrit) dan tidak ada (abstrak) (Maksum, 2011: 15-21).

Filsafat dalam artian lain merujuk sebagai mencari kebijaksanaa hidup, ada dua kutub yakni kutub aktivitas dan kebijaksanaan / kebenaran dari kata philosophia. Kata philo mewakili kutub aktivitas yakni mengungkapkan aspirasi dan keterarahan pada sasaran (objek) secara utuh sedangkan Sophia mewakili kutub kebijaksanaan atau kebenaran sebagai arahan dari sebuah objek.

Dalam tradisi filsafat tua, Phytagoras (582 – 496 SM) misalnya, adanya sebuah kebijaksanaan dan pembenaran yang sering dilakukan manusia. Kebijaksaan dalam bentuk utuh dimiliki oleh Ilahi (Causa Prima) sedangkan manusia terbatas pada kepuasan dan dengan menegaskan diri sebagai pecinta dan pengabdi kepada pemilik kebijaksanaan yang utuh dan berusaha mendekatkan diri.

Definisi filsafat tidak bisa terlepas dari tokoh-tokoh yunani klasik masa keemasan, sebagai pengagas atau yang mempelopori bangkitnya istilah filsafat, diantaranya:

1. Socrates (496 – 399 SM) mendefinisikan filsafat bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas kehidupan yang adil dan bahagia (principles of the just and happy life) (Liang Gie, 2007: 33).

2. Plato (427 – 347 SM) memandang filsafat adalah sebuah visi, yakni visi tentang kebenaran (the vision of truth). Visi dalam prespektif plato bersifat intelektual, kebijaksanaa hingga menuju kepada cinta kepada kebijaksanaan.

3. Aristoteles (384 – 322 SM) melihat filsafat merupakan totalitas pengetahuan manusia, yang

dibalik itu terdapat unsure “filsafat pertama” yakni teologis. Teologi menyangkut sebab

-sebab terakhir, ide tentang Allah dan prinsip-prinsip segala -sebab (Zapurlkhan, 2012: 17). Selain ketiga tokoh diatas, masih banyak juga nama-nama lain seperti yang terkenal filsafat alam yakni Thales (642 – 545 SM), Anaximenes (585 – 528 SM), Phytagoras (582 – 496 SM), Heraklitos (535- 480 SM), Anaxagoras (499 – 428 SM) Democritus (460 – 370 SM) yang kesemuanya dikenal sebagai filsafat alam atau pra-socrates1.

Dalam alur pembahasan atau pemakaian filsafat (kerangka berfikir) para filosuf secara umum membagi kedalam enam aliran atau cabang: (a) Epistemologi, membahas tentang konsepsi ilmu

1

Untuk biografi dan pemikiran filsafatnya silahkan lihat buku judulnya pengantar filsafat, oleh ali maksum, hlm. 43

(2)

pengetahuan, validitas dan reabilitas, dan klaim terhadap pengetahuan. (b) Metafisik, merupakan hakikat transenden, dibalik pengamatan indera diantaranya ontologi, kosmologi, teologi dll. (c) Logika, studi tentang metode berfikir, introspeksi, hipotesis dan eksperimen, induksi dan deduksi, serta analisi dan sintesis. (d) Etika, Studi tentang tingkah laku yang ideal termasuk bagiannya adalah aksiologi. (e) Estetika, studi tentang nilai keindahan atau sering dikenal filsafat seni. (f) filsafat-filsafat khusus atau sudah terkonstruk oleh disiplin ilmu, seperti filsafat sejarah, filsafat politik, filsafat agama, filsafat manusia dan lain-lain (Maksum, 2011: 36-37) .

Filsafat dan Agama

Layaknya definitif filsafat diatas, secara sekilas menguraikan definisi agama sebagaimana yang dikemukakan oleh Elizabeth K. Notingham, bahwa agama adalah usaha-usaha dalam membuat abstraksi ilmiah yang bisa mengukur makna keberadaan sendiri dan alam semesta. Agama akan menimbulkan khayalnya manusia dan membenarkan kekejaman atas manusia (Elizabeth, 1985: 4) atau Durkheim dalam karyanya sebuah penelitian yang berjudul the elementary forms of the religious life (1912) lebih tegas lagi menegaskan dalam salah satu point menyimpulkan agama adalah pantulan solidaritas masyarakat, maka Tuhan pun sebenarnya ada karena ciptaan masyakarat (Abdullah, 1990: 31).

Agama dan Filsafat pun berada dalam kaitan kontruks yang sama. Agama maupun filsafat akan mengformulasikan sebuah kebenaran dengan metodenya. Setidaknya akan ada tiga paradigma yang akan mengkorelasikan agama dan filsafat, yakni paradigm parsialistik, integralistik, dan subordinatif. Di antara ketiganya, paradigm yang mendekati dan bisa diterima dalam mengkorelasikan adalah paradigm integralistik. Sebuah arah pendekatan menghubungkan peran filsafat dan agama secara menyeluruh. Filsafat terinclude dalam agama, sebagaimana dalam skema berikut :

Agama

Sains Filsafat Tasauf

Bayani Burhani Irfani

Posisi filsafat dalam paradigm ini dianggap sebagai pola berfikir dalam mengkaji unsur substansialitas, seperti dalam kajian permasalahan ruh, akal, dan problem-problem sosial yang diangkat dalam sumber mutlak yakni Al-Qur`an. Jadi dengan metode burhani yakni dengan pendekatan rasional atau metode demonstrative, mencoba mendalami lebih dalam kajian filosofis dengan seluas-luasnya dengan konstruksi pengetahuan, metodologi atau dalam mengandung kebenaran.

(3)

dan riyadhah (olah jiwa). Ada tiga tahapan dalam metode ini yang dikenal yakni takholli

(pengosongan), tahalli (pemasukan), dan tajalli (pencerahan).

Konsepsi Filsafat Ilmu – Dekonstruksi Keilmuwan dalam Agama

Secara hakikat, dalam mendalami hakikat keilmuwan, ada tiga landasan dalam konsepsi filsafat Ilmu, yakni Landasan ontologi (Being), Landasan Epistemologi (Methode), dan Landasan Aksiologi (Value).

Landasan ontologis mengarah pada objek kajian (telaah) ilmu, wujud hakiki dari sebuah objek, sehingga membuahkan pengetahuan / kebenaran. Landasan Epistemologi merupakan kajian yang mempertanyakan proses ditemukannya pengetahuan/kebenaran, melalui prosedur yang ditempuh, asas-asas yang harus diperhatikan dalam menempuh pengetahuan yang benar. Sedangkan landasan aksiologi adalah aktualisasi proses dalam penentuan moralitas, objek berdasarkan pertimbangan etis, estetis, dan nilai dalam kerangka lingkungan moralitas (Salim, 2006: 10-14).

Dalam perjalanan peradaban agama2, tentunya tidak terlepasnya dari nilai-nilai keilmiahan lahirnya agama. Agama akan membuktikan pada pengikutnya akan kebenaran yang dimiliki oleh masing-masing dalam merayu akan keselamatan dunia dan menjamin kehidupan kelak (akhirat). Dengan adanya dogma-dogma merupakan sarana dalam menyampaikan kebenaran. Perlu kiranya, menilik kembali dogma-dogma yang disampaikan. Untuk mencapai sebuah kebenaran hakiki, agama (mis: Islam) menfasilitasi untuk itu. Maka keilmuwan dengan proses sempurna (paradigma  konsep  teori (benar atau salah)  konstruk kebenaran) perlu mewadahi atau mengkaji bahkan membuktikan kebenaran yang ada di dalam agama. Di dukung dengan analisis pendekatan yang ada dalam agama seperti pendekatan teologis-normatif, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan, dan psikologi bisa menelusuri jejak pemikiran dalam kajian penelitian agama (Nata, 2009: 27).

Sudut pandang yang lain dalam agama dan filsafat, adanya harmonisasi keilmuwan, filsafat sebagai alat membuka gerbang kebenaran dalam agama. Tidak hanya terbatas dalam ilmu agama, ilmu-ilmu humaniora pun seperti sosial, kedokteran, matematika, peran filsafat mempunyai peran yang cukup penting. Lahirnya konsepsi dikatakan filsafat ilmu, merupakan salah satu upaya integrasi antara filsafat dan disiplin ilmu yang berkembang.

Seperti contoh para filosof Islam yang mewarnai peradaban intelektual, seperti Al Kindi (801 – 866 M), Al Farabi (872 – 950 M), Ibnu Sina (980 -1037 M), Al Ghazali (1058 – 1111 M), Ikhawanu Shafa (± Abad 10 M), Ibnu Rusyd (1126 – 1198 M), dan masih banyak lagi filosof muslim, mereka semua membingkai peradaban Intelektual dalam Islam dengan filsafat. Banyak sekali sumbangan disiplin ilmu, baik dari bidang kedokteran, matematika, kejiwaan (psikologi), sosiologi dan lain sebagainya. Dalam Al Quran pun sangat menekankan untuk senantiasa mengaktualisasikan potensi akal seperti termaktub (QS. Al Alaq: 1-5 ; QS. Al A`raf: 185, QS. An Nahl: 78, dan masih banyak lagi).

EPILOG

2

(4)

Perlu adanya konsepsi keilmuwan dalam mengkaji sebuah nilai hakikat dalam agama. Paradigma Islam (Bayani, Burhani, Irfani) sebagai contoh dalam mewarnai dialektika kebenaran dalam agama. Maka peran filsafat, yang dimaksud kerangka keilmuwan perlu menjadi perhatian penuh. Dalam melanjutkan roda perputaran peradaban, kiranya semangat keilmuwan tetap terus melangkah dan mewarnai semangat generasi muda. Adanya dialektika yang sehat (tanpa diskriminasi fisik) terutama dalam dunia perang pemikiran atau ghazwul fiqr, Islam bisa menampilkan sifat dan sikap rahmatan lil alamin, artinya Islam dalam kesempurnaan kebenaran yang ada bisa mengsosialisasikan dengan tenggang rasa dan kepedulian sosial yang kuat.

Sekian …

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1990. Metodologi Penelitian Agama sebuah pengantar. Jogjakarta: Tiara Wacana.

Elizabeth K. Notinghamm. 1985. Agama dan Masyarakat suatu pengantar sosiologi agama. Jakarta: Rajawali.

Langgulung, Hasan. 1986 Manusia dan Pendidikan, suatu analisa psikologi dan pendidikan. Jakarta: Pustaka Al Husna.

Liang Gie, The. 2007. Pengantar Filsafat Ilmu. Jogjakarta: Liberty.

Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat dari masa klasik hingga postmodernisme. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Nata, Abudin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Purwanto, Agus. 2009. Ayat-ayat Semesta. Bandung: Mizan.

Salim, Agus. 2006. Bangunan Teori. Jogjakarta:Tiara Wacana.

Referensi

Dokumen terkait

Guru sosiologi tidak menerapkan 1 komponen yang tidak dieterapkan yaitu memotivasi siswa.Dari semua komponen keterampilan menutup pelajaran yang terdiri dari 3 komponen

[r]

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengikatkan diri dalam Kesepakatan Bersama tentang Kerja Sama Pengawasan Obat dan Makanan, dengan ketentuan

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul: ANALISIS KESESUAIAN ANTARA SINGLE TUNED FILTER

 Menurut kriteria ini, hasil terkecil untuk setiap alternatif dibandingkan dengan alternatif yang menghasilkan nilai maksimal dari hasil minimal yang dipilih atau

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semua sampel minyak dalam keadaan cair pada suhu ruang (±27ºC) namun ketika pada suhu rendah (±5ºC) terjadi perubahan fase pada beberapa

Kemampuan bakteri untuk mendegradasi suatu hidrokarbon dari limbah minyak bumi berbeda-beda, karena komposisi senyawa hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak bumi berbeda