• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika dan Profesionalisme Saksi Ahli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika dan Profesionalisme Saksi Ahli"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Etika dan Profesionalisme

Saksi Ahli

Didik Sudyana, S.Kom

1

, dr. Handayani Dwi Utami, Sp.F.

2

1 Jurusan Magister Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia

Jl. Kaliurang km. 14 Sleman Yogyakarta 2 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Jl. Kaliurang km. 14 Sleman Yogyakarta 1

didik_sudyana@yahoo.co.id 2

haniforensic@gmail.com

Abstrak Sistem pengadilan Indonesia mengenal beberapa barang bukti yang sah dalam persidangan. Salah satunya adalah keterangan ahli dari saksi ahli. Dalam menghadirkan seorang saksi ahli dalam persidangan, maka harus ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh saksi ahli agar dapat dikatakan sebagai saksi ahli. Selain itu, saksi ahli juga harus mempunyai etika dan profesionalisme dalam menjalan tugasnya sebagai seorang saksi ahli. Paper ini nantinya akan membahas tentang saksi ahli lebih lanjut, bagaimana syarat menjadi saksi ahli, bagaimana sikap seorang saksi ahli dalam persidangan, etika dan profesionalisme saksi ahli, dan kemudian membahas salah satu contoh kasus bagaimana seorang saksi ahli melanggar etika dan profesionalismenya.

Keywords— Saksi, Ahli, Etika, Profesionalisme.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sistem peradilan yang ada di Indonesia, tahapan pembuktian adalah salah satu tahapan penting yang harus dijalani. Karena pada tahapan pembuktian, akan menunjukkan apakah terdakwa terbukti bersalah atau tidak atas kasus yang sedang dihadapi. Ketika proses pembuktian, akan ada tahapan memperlihatkan barang bukti yang ada.

Mengenai apa saja yang menjadi barang bukti dalam pengadilan, Indonesia telah mengaturnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP dalam pasal

184 ayat (1) mengatakan “alat bukti yang sah adalah:

keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa” [1].

Salah satu yang sah menjadi alat bukti yaitu keterangan ahli atau yang biasa disebut dengan saksi ahli. Kehadiran saksi ahli sesuai yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pasal 1 menyebutkan bahwa

“Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh

seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna

kepentingan pemeriksaan” [2].

Ketika menjadi saksi ahli dalam sebuah persidangan, maka harus ada etika dan profesionalisme yang dijaga oleh para saksi ahli. Untuk itu dalam paper ini, akan dibahas tentang bagaimana etika dan profesionalisme yang harus dimiliki oleh para saksi ahli. Karena kesaksian oleh soerang saksi ahli akan menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan putusan bagi terdakwa dan saksi ahli berada dibawah sumpah, sehingga kode etik dan profesionalisme harus dimiliki oleh mereka yang menjadi saksi ahli.

B. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan paper ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana etika dan profesionalisme yang harus dimiliki oleh para saksi ahli dan seperti apa contoh kasus pelanggaran kode etik dan profesionalisme saksi ahli.

II. PEMBAHASAN ETIKA DAN PROFESIONALISME SAKSI AHLI

A. Pengertian Saksi Ahli

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, saksi ahli

adalah “orang yang dijadikan saksi karena keahliannya,

bukan karena terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan” [3]. Selain itu, dalam memberikan kesaksiannya, seorang saksi ahli juga hanya menyampaikan apa yang menjadi bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa [4]. Dalam Federal Rules of Evidence yang dimiliki oleh

Amerika Serikat, saksi ahli itu adalah “An expert witness, professional witness or judicial expert is a witness, who by virtue of education, training, skill, or experience, is believed to have expertise and specialised knowledge in a particular subject beyond that of the average person, sufficient that others may officially and legally rely upon the witness's specialised (scientific, technical or other) opinion about an evidence or fact issue within the scope of his expertise, referred to as the expert opinion, as an assistance to the fact finder” [5]. Yang jika diterjemahkan

ke dalam bahasa Indonesia lebih kurang yaitu “Seorang

(2)

yang diyakini mempunyai keahlian dan pengetahuan khusus di bidang tertentu yang tidak semua orang bisa, sudah bisa dikatakan sah dan pendapat saksi yang mempunyai spesialisasi (sains, teknik, atau lainnya) tentang barang bukti dalam lingkup keahliannya tersebut dapat dipercayai dan legal dalam segi hukum. Dan pendapat mereka tersebut dikatakan sebagai pendapat ahli dalam membantu menemukan fakta yang sebenarnya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa, seorang saksi ahli adalah mereka yang mempunyai keahlian tertentu dalam suatu bidang ilmu dan diminta bantuannya dalam sebuah persidangan untuk membantu menemukan fakta yang sebenarnya terkait kasus yang sedang dihadapi. Sehingga tidak semua orang dapat dinyatakan sebagai saksi ahli.

B. Peranan Saksi Ahli dalam Persidangan

Dalam hal peranan saksi ahli dalam persidangan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada mengatur beberapa peranan tersebut. Antara lain sebagai berikut :

Pasal 132 ayat (1) KUHAP

Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari orang ahli;

Pasal 133 ayat (1) KUHAP

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya;

Pasal 179 ayat (1) KUHAP

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan;

Perlu diperhatikan bahwa, tidak hanya ahli kedokteran saja yang dapat menjadi seorang saksi ahli, akan tetapi

“ahli lainnya” juga dapat menjadi saksi ahli, dalam artian

bahwa ahli lainnya tersebut adalah ahli yang berkaitan dengan kebutuhan penyidikan dapat berupa ahli komputer, ahli pertanian, dan lain sebagainya terkait kasus yang sedang ditangani.

Berdasarkan pasal tersebut, peranan saksi ahli yang ditekankan adalah untuk memberikan keadilan. Nantinya berdasarkan keterangan saksi ahli, dapat menambah keyakinan hakim menjatuhkan sebuah putusan dalam suatu persidangan. Bahkan Dame Elizabeth Butler-Sloss, seorang mantan hakim yang terkenal di Inggris

mengatakan “Saksi ahli adalah peran yang krusial, tanpa

mereka kami (para hakim) tidak dapat melakukan

pekerjaan kami” [6].

Dalam memberikan kesaksiannya, saksi ahli harus disumpah baik itu saat memberikan keterangan ahli dalam

persidangan, ataupun saat proses penyidikan. Jadi dalam prosesnya, seorang saksi ahli yang akan ikut dalam proses penyidikan harus disumpah terlebih dahulu, dan kemudian ketika akan memberikan keterangannya dalam persidangan, juga harus disumpah lagi sesuai dengan pasal 160 ayat 4, pasal 170 ayat 2, dan pasal 120 ayat 2.

Keterangan saksi ahli dapat terbagi menjadi 2, yaitu keterangan saksi ahli secara lisan dalam persidangan dan keterangan tertulis saksi ahli berupa surat-surat untuk dijadikan alat bukti yang disebut visum et repertum (VER) yang akan diberikan atas permintaan penyidik dalam proses penyelidikan (Pasal 187 huruf c) [4].

C. Syarat sebagai Saksi Ahli

Persyaratan dan kriteria sebagai seorang saksi ahli tidak diatur lebih lanjut dalam KUHAP [7]. Seseorang dapat menjadi saksi ahli apabila mempunya keahlian khusus dibidangnya, keahlian khusus tersebut dapat diperolehnya baik itu dari pendidikan formal ataupun dari pendidikan non formal, nantinya pertimbangan hakim berdasarkan pertimbangan hukumnyalah yang menentukan seseorang tersebut dapat dikatakan menjadi saksi ahli. Namun biasanya, latar belakang pendidikan dan sertifikasi yang dimiliki seseorang serta pengalaman yang dimilikinya dapat menjadi pertimbangan oleh hakim. Sebagai contoh hakim akan mempertimbangkan seseorang dapat dikatakan sebagai saksi ahli forensik digital apabila ia mempunyai sertifikasi di bidang forensika digital dan banyak berurusan di dunia forensika digital tersebut.

Debra Shinder [8] mengungkapkan beberapa faktor dan kriteria yang harus dimiliki oleh saksi ahli, antara lain adalah :

1) Gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan di bidang tertentu;

2) Mempunyai spesialisasi tertentu;

3) Pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatih dibidang tertentu;

4) Lisensi Profesional, jika masih berlaku;

5) Ikut sebagai keanggotaan dalam suatu organisasi profesi; posisi kepemimpinan dalam organisasi tersebut lebih bagus;

6) Publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya, dan bisa juga sebagai reviewer. Ini akan menjadi salah satu pendukung bahwa saksi ahli mempunyai pengalaman jangka panjang;

7) Sertifikasi teknis;

8) Penghargaan atau pengakuan dari industri.

(3)

D. Etika dan Profesionalisme Saksi Ahli

Etika menurut Bertens adalah “Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya”. Selain

itu pengertian etika lainnya adalah “ilmu tentang apa yang

baik dan apa yang buruk, dan tetang hak dan kewajiban

moral” [9].

Berdasarkan kedua pengertian tersebut, kita dapat ambil kesimpulan bahwa etika tersebut adalah suatu nilai untuk mengatur tingkah laku tentang hal yang baik dan hal buruk. Dalam menjadi saksi ahli, tentunya harus ada etika yang dimiliki. Karena keterangan saksi ahli akan menjadi pertimbangan hakim nantinya dalam pengambilan keputusan. Seorang saksi ahli telah diambil sumpahnya, sehingga dia harus berkata jujur. Ini termasuk contoh etika yang harus dimiliki seorang saksi ahli.

Tidak ada etika menjadi saksi ahli yang baku yang ada di Indonesia. Namun dikutip dari beberapa sumber, ada beberapa etika seorang saksi ahli yang bisa dijadikan pedoman untuk menjadikannya sebagai kode etik saksi ahli.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menerbitkan ketentuan-ketentuan mengenai saksi ahli. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain [10] :

1) ahli adalah orang yang dipanggil dalam persidangan untuk memberikan keterangan sesuai keahliannya;

2) keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan dalam persidangan;

3) ahli dapat diajukan oleh pemohon, presiden/pemerintah, dpr, dpd, pihak terkait, atau dipanggil atas perintah mahkamah;

4) ahli wajib dipanggil secara sah dan patut; 5) ahli wajib hadir memenuhi panggilan mahkamah; 6) keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh

mahkamah adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict interst) dengan subjek dan/atau objek perkara yang sedang diperiska; 7) sebelum memberikan keterangannya, ahli wajib

mengangkat sumpah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

8) pemeriksaan ahli dalam bidang keahlian yang sama yang diajukan oleh pihak-pihak dilakukan dalam waktu yang bersamaan;

Selanjutnya, Robert Ambrogi mengusulkan sebuah kode etik bagi saksi ahli yang dapat diterapkan bersama. Kode etik tersebut antara lain [11]:

a. Sikap Netral Saksi Ahli

1) Seorang pengacara tidak boleh mengintervensi atau mengganggu objektifitas dan independensi saksi ahli. Seorang pengacara juga tidak boleh mempengaruhi kesaksian dari saksi ahli.

2) Seorang pengacara tidak akan berusaha untuk mendesak saksi ahli (langsung atau tidak

langsung) untuk mengubah pendapat, bahkan ketika pendapat tersebut merugikan bagi si pengacara. Aturan ini tidak bermaksud untuk menghambat diskusi dan perdebatan antara pengacara dan saksi ahli atau untuk menentang pendapat saksi ahli.

3) Seorang pengacara tidak akan membujuk saksi ahli untuk memberikan pendapat dan kesaksian di luar lingkup keahlian saksi ahli.

4) Seorang pengacara tidak boleh dengan sengaja membiarkan saksi ahli memberikan kesaksian yang salah atau menyesatkan.

5) Seorang pengacara tidak boleh, baik secara langsung ataupun melalui pihak ketiga, berusaha untuk menghalangi saksi ahli memberikan kesaksiannya atau berusaha mempengaruhi kesaksian saksi ahli pihak jaksa.

6) Seorang pengacara tidak boleh memanipulasi pendapat saksi ahli dengan menyembunyikan informasi yang relevan terkait kasus yang sedang dihadapi.

7) Seorang pengacara dibolehkan untuk meminta saksi ahli mengabaikan bukti tertentu untuk mengasumsikan adanya bukti tertentu dengan tujuan membuat skenario hipotesis untuk memperoleh pendapat saksi ahli terhadap hipotesis pengacara.

8) Seorang pengacara diperbolehkan untuk membantu saksi ahli menyampaikan kesaksiannya ketika persidangan (trial) atau sebelum sidang (deposition), asalkan pengacara tidak berusaha untuk mempengaruhi substansi kesaksian saksi ahli atau mengganggu kemampuan saksi ahli untuk bersaksi secara tepat dan jujur.

9) Dalam membantu saksi ahli seperti poin 8, pengacara diperbolehkan memberikan arahan kepada saksi ahli tentang kejadian dan ranah hukum dalam kasus tersebut. Pengacara diperbolehkan memberikan informasi kepada saksi ahli pertanyaan yang ditanyakannya ketika pemeriksaan berlangsung dan pertanyaan yang mungkin ditanyakannya ketika dilakukan pemeriksaan ulang. Pengacara diperbolehkan memberikan saran kepada saksi ahli terkait sikap, bahasa, dan cara menjawab.

b. Kerahasiaan

1) Dalam berkomunikasi dengan saksi ahli, pengacara harus setiap saat memastikan keutamaan mempertahankan kepentingan kliennya

(4)

mengetahui bahwa hal rahasia klien yang diberitahukan tersebut akan ada dalam salinan daftar barang bukti. Baik itu saat kesaksian ataupun saat penyidikan.

c. Biaya

1) Seorang pengacara dapat membayar saksi ahli dengan biaya per jam atau dapat membayar dengan biaya tetap asalkan nilainya cukup dengan jasa dan keahlian saksi ahli. Seorang pengacara harus membayar saksi ahli tepat waktu.

2) Seorang pengacara tidak boleh menawarkan pembayaran lebih atau membayar biaya lebih kepada saksi ahli dengan cara apapun yang bergantung pada isi kesaksian ataupun hasil dari kasus ini. (Jika hasilnya memuaskan, diberikan biaya tambahan kepada saksi ahli).

3) Setiap negara mempunyai standard tanggung jawab profesional yang berbeda tentang pembayaran pengacara dan biaya persidangan. Pembayaran pengacara untuk saksi ahli harus sesuai dengan standard yang berlaku pada negara tersebut.

d.Hubungan Ex-Parte* (Dalam bahasa hukum berarti komunikasi yang tidak dibenarkan dengan satu pihak atau dengan hakim)

1) Seorang pengacara tidak boleh menghubungi saksi ahli yang menjadi lawannya di persidangan diluar proses hukum yang resmi atau terlibat dalam hubungan ex parte dengan saksi ahli yang menjadi lawannya di persidangan.

2) Jika seorang pengacara memiliki alasan bahwa ia percaya seorang saksi ahli tersebut telah di retain (dalam bahasa hukum berarti telah dibiayai untuk bekerja bersamanya) oleh pihak lain dengan berbagai cara dalam penuntutan perkara, pengacara seharusnya tidak boleh melakukan hubungan ex-parte lebih lanjut dengan saksi ahli.

e. Konflik Kepentingan

1) Seorang pengacara harus mengundurkan diri dari kasus yang ditanganinya jika saksi ahli pihak lawan (jaksa penuntut) adalah mantan kliennya, kecuali persetujuan saksi ahli dalam suratnya untuk tetap membiarkan pengacara menangani kasusnya dan menyatakan bahwa pengungkapan informasi rahasia yang diperoleh ada berdasarkan representasi informasi sebelumnya.

2) Jika seorang pengacara keberatan dengan kredibilitas atau kebenaran saksi ahli dalam satu kasus, pengacara tidak semestinya kemudian menggunakan saksi ahli yang ia ragukan tersebut menjadi saksi ahli baginya di kasus yang lain. Jika hal ini terjadi, saksi ahli dapat menolak permintaan pengacara dan hal tersebut dapat

melemahkan kemampuan pengacara untuk mewakili kliennya di persidangan.

3) Seorang pengacara yang menggunakan saksi ahli untuk membantunya harus meminta saksi ahli untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang berpotensi merugikan kedua belah pihak selama proses retensi* (retensi : pembayaran yang ditunda hingga proses yang dijanjikan selesai) 4) Seorang pengacara tidak boleh mendampingi

kliennya (menjadi advokat) dalam kasus dimana pengacara atau anggota dari perusahaan pengacara tersebut menjadi saksi ahli.

f. Profesionalisme

1) Seorang pengacara yang menggunakan saksi ahli untuk membantunya harus memastikan bahwa saksi ahli sepenuhnya memahami standard yang berlaku dalam wilayah hukum agar saksi ahli dan pendapatnya diterima hukum.

2) Seorang pengacara yang menggunakan saksi ahli untuk membantunya harus menyiapkan dan meminta saksi ahli untuk menandatangani surat retensi penuh yang mengatur ruang lingkup pekerjaan dan kewajiban saksi ahli berkenaan dengan kebenaran, independensi, dan kerahasiaan. Surat retensi juga menentukan apa saja hubungan yang dikehendaki termasuk ruang lingkup dan batasan serta tanggung jawab saksi ahli.

3) Seorang pengacara tidak akan menggunakan kesaksian saksi ahli sebagai dalih untuk mengajukan bukti dalam pengadilan yang barang bukti tersebut telah ditolak pengadilan. Seorang pengacara diizinkan untuk meminta pendapat saksi ahli tentang barang bukti yang telah diterima di pengadilan jika barang bukti tersebut membutuhkan keahlian dalam bidang tertentu sehingga membantu memberikan kesimpulan tentang barang bukti tersebut.

4) Seorang pengacara tidak boleh memperkenalkan seorang saksi ahli di persidangan sebelum saksi ahli tersebut dimintai bantuannya atau setelah saksi ahli mengundurkan atau diberhentikan. 5) Seorang pengacara tidak boleh meminta bantuan

saksi ahli (mengangkat saksi ahli) hanya agar saksi ahli tersebut tidak bekerja untuk lawannya di pengadilan.

6) Seorang pengacara tidak akan mencoba berusaha merayu saksi ahli untuk berpindah dari yang awalnya bekerja untuk lawannya menjadi bekerja untuk dia dalam kasus yang sedang dihadapi atau berusaha untuk mengubah pendapat atau analisis saksi ahli.

(5)

pengacara tidak menentukan kesimpulan akhir laporan dan laporan tersebut harus secara akurat mencerminkan kesimpulan dari saksi ahli. 8) Seorang pengacara tidak boleh menggunakan

bahasa ilmiah yang kompleks dan teknis dalam kesaksian saksi ahli untuk mempersulit atau membuat masalah tersebut menjadi kabur.

Jika diperhatikan lebih lanjut, Robert Ambrogi membuat kode etik tersebut dari sisi pengacara. Jadi apa yang diperbolehkan pengacara lakukan terhadap saksi ahli. Namun kode etik tersebut sebenarnya memang diperuntukkan bagi saksi ahli. Jadi apa yang seorang pengacara tidak boleh lakukan dalam penjelasan kode etik diatas, maka saksi ahli juga tidak dibolehkan. Sebagai

contoh, “Seorang pengacara tidak boleh dengan sengaja membiarkan saksi ahli memberikan kesaksian yang salah

atau menyesatkan”. Bukan hanya pengacara saja, berarti

saksi ahli juga diperbolehkan memberikan kesaksian yang salah atau menyesatkan. Begitu seterusnya terkait bagaimana menganalisa dan memahami kode etik diatas. Namun, jika kode etik tersebut akan diterapkan di Indonesia, tentunya kode etik dan profesionalisme tersebut harus di revisi lebih lanjut sesuai dengan asas hukum Indonesia. Karena Robert Ambrogi membuat kode etik tersebut berdasarkan asas hukum negaranya.

E. Sikap Seorang Saksi Ahli Dalam Persidangan

Feder [5] merangkum ada beberapa sikap yang harus dipatuhi oleh saksi ahli dalam suatu persidangan dan bagaimana saksi ahli menjawab pertanyaan yang diajukan hakim dalam persidangan agar tidak melanggar kode etik. Pedoman berikut ini dapat membantu kesaksian saksi ahli menjadi lebih efektif, lebih persuasif, dan tidak rumit. Saran yang dibuat Federr ini didasarkan pada pengalaman persidangan banyak saksi ahli dalam banyak kasus yang berbeda. Saran-saran tersebut antara lain :

1) Katakan kejujuran yang ada

2) Persiapkan ulang kesaksian dengan meninjau kembali fakta yang ada

3) Ingat, bahwa sebagian besar pertanyaan dapat dijawab denagn :

- “Ya” - “Tidak” - “Saya tidak tau” - “Saya tidak ingat”

- “Saya tidak mengerti pertanyaannya” - Atau dengan menyatakan satu fakta saja 4) Jawab “Ya” dan “Tidak” ketika dirasa cukup

dengan menjawab itu.

5) Batasi jawaban atas pertanyaan yang ada untuk mempersempit pertanyaan selanjutnya. Kemudia berhenti berbicara

6) Jangan pernah memberikan informasi atau jawaban yang tidak ditanyakan.

7) Jangan berasumi bahwa jawaban harus diberikan setiap pertanyaan

8) Berhati-hati dengan pertanyaan berulang dengan topik yang sama

9) Selalu bersabar

10) Berbicara perlahan, jelas, dan natural 11) Postur tubuh ke depan, tegak, dan waspada

12) Berikan jawaban secara lisan, jangan mengangguk atau gerakan sejenisnya sebagai pengganti jawaban atas pertanyaan yang diberikan

13) Jangan takut untuk meminta klarifikasi atas pertanyaan yang tidak jelas

14) Jangan takut untuk diperiksa pengacara

15) Harus memberikan bukti yang akurat untuk semua hal, termasuk hasil lab.

16) Batasi jawaban untuk fakta pribadi saksi ahli 17) Berikan informasi yang diminta saja, jangan

berikan opini atau perkiraan kecuali merema minta. 18) Berhati-hati untuk pertanyaan yang menyertakan

kata “sebenarnya” atau “sepenuhnya”

19) Ingat bahwa semua jawaban harus pasti tanpa terkecuali

20) Berhati-hati tentang waktu, lokasi, dan jarak perkiraan

21) Jangan memberikan jawaban perkiraan jika jawabannya tidak diketahui

22) Jangan mengelakkan pertanyaan, berdebat, atau menebak pertanyaan pengacara

23) Akui jika kesaksian yang akan dibahas ini sudah dibahas sebelumnya, jika itu terjadi

24) Jangan menghafalkan cerita

25) Hindari jawaban seperti “saya pikir”, “saya kira”,

“saya percaya”, “menurut asumsi saya”

26) Bersikap santai, tapi tetap selalu siap setiap saat 27) Jangan menjawab terlalu cepat, ambil nafas tenang

(tarik nafas) sebelum menjawab setiap pertanyaan 28) Jangan melihat ke pengacara yang dibantu selama

memberikan kesaksian

29) Pastikan setiap pertanyaan sepenuhnya dipahami

sebelum menjawab. Waspadalah “trik” pertanyaan

30) Jangan menjawab, jika tidak diperintahkan

31) Jangan pernah bercanda selama proses persidangan 32) Jangan membesar-besarkan jawaban, meremehkan,

atau meminimalkan jawaban

33) Berpakaian yang sopan dan bersih, disarankan untuk menggunakan pakaian bisnis

34) Harus serius sebelum, ketika, dan setelah persidangan

35) Jika membuat kesalahan, perbaiki segera

36) Tetap diam jika pengacara keberatan selama pemeriksaan

37) Mendengarkan dengan cermat dialog antara pengacara

38) Hindari sikap yang menunjukkan kegelisahan atau gerogi

39) Jangan menggunakan bahasa teknis, gunakan bahasa awam yang dipahami peserta sidang

(6)

41) Tidak membahas kasus di lorong atau di toilet persidangan

42) Jangan berbicara dengan pihak lawan, pengacara,atau juri

43) Katakan kejujuran yang ada

Feder sangat menekankan saksi ahli untuk selalu bersikap jujur dalam berkata. Bahkan Federr menulis dua

kali tentang “katakan kejujuran yang ada”. Sehingga sikap jujurlah yang utama bagi seorang saksi ahli apalagi seorang saksi ahlipun telah disumpah sebelum bersaksi dalam pengadilan.

F. Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Saksi Ahli

Salah satu contoh kasus terkait pelanggaran kode etik oleh saksi ahli yaitu kasus berita Bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Karyawan PT. CPI dituduh melakukan tindak pidana korupsi dalam program bioremediasi. Program bioremediasi tersebut adalah sebuah program untuk membersihkan tanah yang terpapar minyak dengan menggunakan mikroorganisme alami. Kejaksaan Agung menetapkan 5 tersangka dan menetapkan ada indikasi penyelewangan anggaran negara dan ditaksir negara mengalami kerugian sebesar Rp. 200 miliar. Anggaran tersebut digunakan PT CPI untuk melakukan proyek remediasi selama ini.

Chevron diduga sengaja menyewa tenaga yang tidak berkompeten dalam bidang bioremediasi dengan menggelembungkan anggaran. Setelah proyek berjalan atau selesai, mereka bakal mengajukan permintaan uang pengganti ke pemerintah melalui BP Migas [12].

Namun ternyata dalam perjalanan persidangannya, ditemukan beberapa masalah terkait saksi ahli dan pembuktian barang bukti yang dilakukan oleh saksi ahli. Kuasa hukum terdakwa saat itu menanyakan kredibilitas dari saksi ahli jaksa penuntut umum. Karena pada saat itu, jaksa penuntut umum menghadirkan Edison Effendi sebagai seorang saksi ahli. Yang mana Edison Effendi merupakan seseorang yang pernah kalah dalam tender proyek bioremediasi CPI pada tahun 2008 dan 2011, sehingga independensi saksi ahli dipertanyakan. Karena sesuai dengan prinsip hukum, majelis hakim harus mengabaikan kesaksian ahli yang memiliki konflik kepentingan dan bersikap tidak netral. Karena berdasarkan surat ekspose ahli yang disampaikan Edisonlah yang diklaim jaksa sebagai salah satu bukti permulaan untuk menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap karyawan Chevron [13]. Bahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun pada 21 Mei 2013, merilis temuannya tentang adanya pelanggaran HAM terhadap para terdakwa kasus bioremediasi. Komisioner Komnas HAM menuturkan, salah satu indikasi pelanggaran HAM itu adalah saksi ahli yang dihadirkan JPU dalam persidangan, adalah orang yang sarat konflik kepentingan karena pernah kalah dalam tender bioremediasi CPI [14].

Permasalahan saksi ahli Edison tidak hanya sampai disitu, dikutip dari kompas.com, dalam pengambilan

sampel barang bukti juga ternyata bermasalah, Kejaksaan Agung mengambil sampel tanah dari 2 SBF, tetapi langsung membuat kesimpulan seluruh proyek di 9 SBF bermasalah. Menurut beberapa ahli yang dimintai keterangan mengatakan bahwa metodologi pengambilan sampel tersebut tidak dapat diterima, karena 2 sampel tidak dapat mewakili 9 sampel lainnya. Selain itu jarak pengambilan sampel 1 dan sampel 2 juga berjauhan dan membutuhkan waktu yang lama untuk menangkaunya sehingga secara logika tidak dapat diterima [15].

Selanjutnya adalah keterangan dari pelapor sekaligus sebagai saksi ahli jaksa, Edison Simbolon yang menjadi dasar dugaan korupsi yang didakwakannya, Edison mengatakan bahwa bioremediasi yang dibolehkan hanya untuk TPH 7,5 sampai 15 persen. Padahal, Kementerian Lingkungan Hidup tidak pernah membuat ketentuan seperti itu, yang ada dalam Kepmen 128/2003, bioremediasi boleh dilakukan untuk TPH diatas 1 persen dan maksimal 15 persen. Sehingga keterangan saksi ahli yang dijadikan dakwaan seharusnya tidak benar dan ada unsur rekayasa [16].

Tidak hanya sampai disitu, Edison Effendi juga ternyata selain menjadi saksi ahli, dia juga datang ke persidangan sebagai saksi fakta. Sehingga tidak jelas statusnya apakah sebagai seorang saksi fata ataukah sebagai saksi ahli dan ada konflik kependingan dari saksi ahli Kejagung ini [15].

Menurut Edward, seorang Guru Besar Hukum Pidana

UGM mengatakan bahwa “Pakar hukum menilai saksi ahli

dalam kasus tindak pidana korupsi pada proyek biremediasi di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) harus memenuhi empat syarat, yaitu kapasitas intelektual, obyektivitas, corak kesaksia, dan kekuatan kesaksian. Jika ahli berpendapat diluar itu, maka keterangannya harus diabaikan atau tidak dipertimbangkan. Majelis Hakim harus mengabaikan keterangan saksi ahli yang tidak

obyektif” [16].

Guru Besar UGM tersebut menilai bahwa saksi ahli Jaksa tersebut kurang obyektif dan ada muatan konflik kepentingan. Obyektivitas yang dimaksud adalah saksi ahli hanya boleh berpendapat mengenai hal-hal dan tidak boleh terkait perkara yang sedang disidangkan, ada asas Nemo Judex Idoneus Improperia Causa yang maksudnya, kalau seorang saksi ahli memiliki kepentingan didalamnya, maka tidak diperbolehkan ikut serta dalam perkara [16].

Berdasarkan kutipan-kutipan yang diambil dari beberapa media cetak tersebut, memang benar, dapat dipastikan bahwa ada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh saksi ahli Jaksa tersebut. Edison tersebut telah melanggar ketentuan yang diterbitkan Mahkamah

Konstitusi terkait saksi ahli pada point f yaitu “keterangan

ahli yang dapat dipertimbangkan oleh mahkamah adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict interst) dengan subjek dan/atau objek perkara yang sedang

diperiska”. Seperti yang ditelah dipaparkan diatas bahwa

(7)

kepentingan pribadinya dalam objek perkara yang sedang diperiksa.

Selain itu, jika dilihat point-point yang dilanggar oleh Edison dalam kode etik yang diusulkan oleh Robert Ambrogi, maka ada banyak point kode etik yang dilanggar, diantaranya adalah :

1) Pada bahasan Sikap Netral saksi ahli pada point 1

yang berbunyi “Seorang pengacara tidak boleh

mengintervensi atau mengganggu objektifitas dan independensi saksi ahli. Seorang pengacara juga tidak boleh mempengaruhi kesaksian dari saksi

ahli.”

Walaupun disitu disebutkan seorang pengacara, namun tetap intinya adalah seorang saksi ahli harus mempunyai objektifitas dan independensi. Namun ketika kita lihat kutipan berita yang telah dibahas, kita bisa lihat begitu banyak yang meragukan objektifitas dan independensi Edison sebagai saksi ahli berdasarkan bukti-bukti yang ada.

2) Pada bahasan sikap netral saksi ahli pada point 3

yang berbunyi “Seorang pengacara tidak akan

membujuk saksi ahli untuk memberikan pendapat dan kesaksian di luar lingkup keahlian saksi ahli”. Berdasarkan sumber yang didapat, kita ketahui bahwa si Edison tadi juga melanggar point ini, karena dia memberikan kesaksian di luar lingkup keahlian saksi ahli, sebab dia juga merangkap sebagai saksi fakta, dan itu tidak diperkenankan, dan akan kembali lagi ke point pertama, objektivitasnya diragukan.

3) Masih pada bahasan sikap netral saksi ahli,

sekarang pada point 4 yang berbunyi “Seorang

pengacara tidak boleh dengan sengaja membiarkan saksi ahli memberikan kesaksian yang salah atau menyesatkan”.

Sumber diatas menyebutkan bahwa Edison telah memberikan kesaksian yang menyesatkan terkait batasan TPH yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup. Dan ini jelas melanggar kode etik saksi ahli.

4) Lalu Edison juga melanggar profesionalisme sebagai seorang saksi ahli, karena melanggar ketentuan pada Bahasan Profesionalisme, point 3

yaitu “Seorang pengacara tidak akan menggunakan kesaksian saksi ahli sebagai dalih untuk mengajukan bukti dalam pengadilan yang barang bukti tersebut telah ditolak pengadilan. Seorang pengacara diizinkan untuk meminta pendapat saksi ahli tentang barang bukti yang telah diterima di pengadilan jika barang bukti tersebut membutuhkan keahlian dalam bidang tertentu sehingga membantu memberikan kesimpulan tentang barang bukti tersebut.”

Walaupun disitu tertulis seorang pengacara, namun menurut analisa yang dilakukan, juga dapat ditujukan kepada jaksa. Pada kasus ini, jaksa penuntut umum menggunakan Edison sebagai saksi

ahli untuk dalih mengajukan bukti yang sebenarnya buktinya itu juga tidak kredibel seperti yang sudah diberitakan pada pembahasan sebelumnya.

Lebih kurang seperti itu point-point yang dilanggar oleh Edison sebagai seorang saksi ahli yang pada intinya, kredibilitasnya diragukan dan juga hasil analisa barang buktinya memberikan informasi yang menyesatkan.

III.PENUTUP A. Kesimpulan

Saksi ahli merupakan salah satu barang bukti sah yang dapat digunakan dalam pengadilan. Hal ini telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Saksi ahli dalam persidangan bertindak untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Undang-undang dan aturan di Indonesia belum ada yang mengatur secara rinci tentang apa saja syarat-syarat dan aturan untuk menjadi seorang saksi ahli, namun biasanya seorang saksi ahli dapat dihadirkan dalam persidangan apabila mempunyai latar belakang pendidikan formal maupun informal terhadap kasus yang akan dihadapi dan juga berdasarkan pengalamannya. Nantinya, hakimlah yang akan menentukan diterima atau tidaknya saksi ahli ini dalam persidangan.

Etika dan profesionalisme saksi ahli belum ada aturan yang baku di Indonesia, namun Mahkamah Konstitusi menerbitkan ketentuan-ketentuan mengenai saksi ahli dalam 8 ketentuan. Robert Ambrogi, seorang pakar hukum dari Boston, USA, membuat usulan mengenai kode etik saksi ahli dan profesionalismenya yang cukup bagus yang dari 6 pembahasan dan 28 point.

Di Indonesia sendiri sempat terjadi kasus dalam pelanggaran kode etik saksi ahli ini. Salah satu topik yang masih hangat yaitu pada kasus dugaan korupsi bioremediasi pada PT. Chevron Pacivic Indonesia. Yang mana Edisson selaku saksi ahli dari pihak jaksa banyak melakukan pelanggaran kode etik sebagai saksi ahli merujuk dari usulan kode etik yang dibuat oleh Robert Ambrogi. Salah satunya yaitu integritas dan objektivias Edisson selaku saksi ahli yang diragukan, dan juga kesaksian saksi ahli yang menyesatkan.

B. Saran

Saran untuk kedepannya diharapkan agar Dewan Perwakilan Rakyat dapat membuat undang-undang atau Pemerintah Indonesia membuat aturan mengenai persyaratan menjadi saksi ahli atau bahkan cukup hanya melalui Surat Edaran dari Mahkamah Agung. Sehingga saksi ahli yang dapat hadir di persidangan adalah benar saksi ahli yang kompeten dibidangnya.

(8)

.

REFERENSI

[1] Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta: Sekretaris Negara.

[2] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jakarta: Sekretaris Negara, 1981.

[3] “KBBI - Saksi.” [Online]. Available:

http://kbbi.web.id/saksi. [Accessed: 27-Sep-2015].

[4] P. J. Umboh, “Fungsi dan Manfaat Saksi Ahli Memberikan Keterangan Dalam Proses Perkara Pidana,” Lex Crim., vol. II, no. 2, p. 112, 2013.

[5] H. A. Feder, Law 101: Legal Guide for the Forensic Expert. U.S. Department of Justice, 2011.

[6] C. Frampton, “How to be an effective expert witness,” SAFC Pharma, no. September, pp. 0–21, 2011.

[7] T. J. A. Pramesti, “Syarat dan Dasar Hukum Keterangan Ahli dalam Perkara Pidana,” hukumonline.com, 2013. [Online]. Available:

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52770db2b956 d/syarat-dan-dasar-hukum-keterangan-ahli-dalam-perkara-pidana. [Accessed: 27-Jun-2015].

[8] D. L. Shinder, “Testifying as an expert witness in computer crimes cases,” techrepublic.com, Oct-2010.

[9] B. Sutiyoso, Manajemen, Etika & Hukum Teknologi Informasi. Yogyakarta: UII Press, 2015.

[10] Mahkamah Konstitusi RI, “Pengajuan Saksi Ahli.” [Online]. Available:

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web .TataCara&id=12. [Accessed: 27-Sep-2015].

[11] R. Ambrogi, “Expert Witnesses Code of Ethics Updated,” IMS ExpertServices. [Online]. Available:

http://practice.findlaw.com/practice-support/expert-wtinesses-code-of-ethics-updated.html. [Accessed: 27-Sep-2015].

[12] A. P. Saptohutomo, “Kasus korupsi bioremediasi Chevron mulai disidang,” merdeka.com, 20-Dec-2012.

[13] Beritasatu.com, “Chevron Pertanyakan Netralitas Saksi Ahli Bioremediasi,” 2012. [Online]. Available:

http://sp.beritasatu.com/home/chevron-pertanyakan-netralitas-saksi-ahli-bioremediasi/27836. [Accessed: 28-Sep-2015].

[14] A. Lagaligo, “Jaksa Kasus Bioremediasi Diminta Hadirkan Saksi Ahli yang Netral,” dunia-energi.com, 2013. [Online]. Available: http://www.dunia-energi.com/jaksa-kasus-bioremediasi-diminta-hadirkan-saksi-ahli-yang-netral/. [Accessed: 28-Sep-2015].

[15] P. A. Auliani, “Ini Indikasi Kejakgung Langgar HAM di Kasus Bioremediasi,” kompas.com, 06-May-2013.

[16] Neraca.com, “Saksi Ahli Harus Penuhi Empat Syarat,” 2013. [Online]. Available:

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh bayi baru lahir yang lahir pada kurun waktu tersebut dan dilakukan inisiasi menyusu dini di Puskesmas

Sedangkan pendapatan rumahtangga yang berasal dari usahatani padi sawah merupakan pendapatan yang memiliki kontribusi yang paling rendah yaitu 8,12% terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh lebar bedengan dan tinggi muka air terhadap pola serapan hara, pertumbuhan dan produksi kedelai dengan BJA di lahan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan menunjukkan bahwa pada permukiman Hindu di Dusun Sawun lokalitas ruangnya berupa hirarki ruang dengan konsep Tri

Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri hanya dapat mengusulkan 1 (satu) orang Pengelola Keuangan berprestasib. Pimpinan Perguruan

Oleh karena itu pasir yang digunakan untuk dibuat inti untuk proses pengecoran logam harus memiliki beberapa karakteristik khusus seperti, kekerasan permukaan yang lebih baik dari

DI REKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA IPTEK DAN PENDIDIKAN

Metode pembelajaran Perbanyakan Tanaman secara Generatif terutama pada kompetensi dasar perhitungan dalam menentukan hasil dari persilangan tanaman yang diperlukan