Imas Qurhothul Ainiyah 1306383155
Tugas Administrasi Perkotaan – Public Private Partnership
Public Private Partnership
(PPP) Pada Sistem Kelistrikan Jawa – Bali
Studi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala
Public Private Partnership (PPP) merupakan kontrak kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta untuk menyediakan fasilitas atau infrastruktur publik (ESCAP, 2011: 1). Beberapa ketentuan umum pada public private partnership (PPP) yaitu pihak swasta
bertanggungjawab melaksanakan fungsi pemerintah dalam menyediakan layanan untuk jangka waktu tertentu, pihak swasta dapat menerima kompensasi atas penyediaan layanan, pihak swasta bertanggungjawa atas risiko yang ditimbulkan dan pihak swasta dapat mengelola fasilitas umum seperti lahan dan sumber daya yang tersedia. Pada
pelaksanaannya, public private partnership (PPP) dikategorikan menjadi beberapa bentuk (Asian Development Bank, 2012: 2) yaitu sebagai berikut:
a. Service Contract yaitu kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta untuk
melaksanakan tugas tertentu yang dilaksankan dalam jangka waktu 1-3 tahun dan disertai dengan pemberian kompensasi.
b. Management Contract yaitu upaya penyerahan pengadaan dan pengelolaan suatu infrastruktur atau jasa kepada pihak swasta dalam jangka waktu 3-8 tahun dan dengan kompensasi tetap.
c. Lease Contract ialah kontrak dimana pihak swasta dapat menggunakan suatu fasilitas umum, mengelola, mengoperasikan, dan memelihara dengan menerima pembayaran dari para pengguna fasilitas serta menanggung resiko operasional. Jangka waktu kontrak sewa antara 5-20 tahun.
d. Kontrak Konsensi, pada umumnya memiliki masa berlaku antara 20 sampai 35 tahun dimana pihak swasta memiliki kewenangan penuh untuk mengakomodasi pembangunan dan pengembangan infrastruktur bagi pertumbuhan usaha.
melakukan operasi dan pemeliharaan suatu proyek infrastruktur. Kontrak BOT ditandai dengan adanya transfer asset dari pihak swasta kepada instansi pemerintah ketika masa kontrak berakhir.
Di Indonesia, konsep public private partnership (PPP) telah digunakan oleh
pemerintah untuk mengembangkan dan memelihara berbagai fasilitas-fasilitas publik. Dasar hukum dari pelaksanaan public private partnership (PPP), yaitu Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur. Tujuan utama dari kerjasama pemerintah dan pihak swasta yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas urban services, meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas publik, mencukupi kebutuhan pendanaan dalam pengembangan fasilitas-fasilitas umum dan menyediakan infrastruktur publik dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Pada pasal 4 Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005, disebutkan bahwa jenis-jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta antara lain infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum,
infrastruktur pengelolaan air limbah, infrastruktur telekomunikasi, infrastruktur minyak dan gas bumi serta infrastruktur ketenagalistrikan. Pada setiap usulan kerjasama proyek antara pemerintah dan pihak swasta dalam pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur publik mensyaratkan adanya pra studi kelayakan, rencana bentuk kerjasama, rencana pembiayaan proyek dan sumber dana proyek serta rencana penawaran kerjasama yang meliputi jadwal, proses dan cara penilaian. Salah satu proyek public private partnership (PPP) yang dilakukan oleh lembaga Negara di Indonesia, yaitu kerjasama pembangunan dan pengembangan proyek infrastruktur ketenagalistrikan antara PT. PLN Persero dengan PT. Rajamandala Electric Power (PT. REP).
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala
kelistrikan Jawa – Bali serta meningkatkan kontribusi penggunaan energi terbarukan untuk pembangkit listrik. Proyek PLTA Rajamandala akan dibangun di sungai Citarum, desa Cihea Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pelaksanaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala diawali dengan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement/ PPA) antara PT. PLN Persero dengan PT. Rajamandala Electric Power (PT. REP) pada 20 Agustus 2013 (Dwiyanto, 2014). PT. Rajamandala Electric Power merupakan anak perusahaan PT. Indonesia Power dan Kansai Electric Power Inc. PT. Indonesia Power merupakan anak usaha PT. PLN Persero yang bergerak dalam pengembangan dan pengoperasian pembangkit listrik. Sedangkan, Kansai Electric Power Inc. merupakan perusahaan pembangkit listrik kedua terbesar di Jepang dan telah berpengalaman dalam pembangunan dan pengoperasian PLTA. Masa kontrak perjanjian ini berlaku untuk 30 tahun masa operasi dengan skema BOOT (Bulit Own Operate Transfer) dimana setelah masa kontrak berakhir PLTA Rajamandala akan diserahkan kepada PT. PLN Persero (Dwiyanto, 2014).
Skema pembiayaan proyek yang digunakan yaitu International Project Financing melalui sindikasi Japanese Bank for International Cooperation (JBIC) dan Mizuho Bank Tokyo sebagai lender dengan masa pinjaman yang panjang yaitu 19 tahun dan kemudian dirangkum dalam Berita Acara Efektifitas (Dwiyanto, 2014). Berkas berita acara efektifitas tersebut berisi persyaratan penutupan pembiayaan untuk mendanai pembangunan proyek PLTA Rajamandala. Penandatanganan berita acara efektifitas pembiayaan tersebut dilakukan di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2014 yang ditandai dengan penarikan pinjaman yang pertama (first drawdown) pada tanggal 18 Agustus 2014.
tingkat kepercayaan lender terhadap bisnis ketenagalistrikan di Indonesia. Skema ini juga mengurangi peran pemerintah secara langsung dalam proyek ketenagalistrikan sehingga pembangunan kelistrikan dapat berjalan lebih cepat.
Biaya yang diperlukan untuk membangun PLTA Rajamandala sekitar USD 150 juta (Dwiyanto, 2014). Lender berperan dalam membiayai 75 persen proyek dan sebesar 25 persen dibiayai dari ekuitas pemegang saham. Adapun ekuitas pemegang saham pada proyek ini yaitu PT. Indonesia Power yang membiayai 51 persen dan Kansai Electric Power Inc. membiayai 49 persen. Harga jual tenaga listrik PLTA Rajamandala yang disepakati ialah 8,6616 cent USD per kWh.
Kegiatan konstruksi PLTA Rajamandala mulai dilaksanakan pada September 2014 dan akan berlangsung selama 33 bulan dengan menyerap tenaga kerja lokal sekitar 1200 orang (Dwiyanto, 2014). Konstruksi dilaksanakan dengan pola full turnkey dimana kontraktor utama akan bertanggungjawab terhadap seluruh pembangunan Pembangkit dan Saluran Transmisi Tegangan Tinggi sepanjang 8 km. Konstruksi proyek ini berpedoman pada peraturan perizinan dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dari setiap unsur pembangunan PLTA Rajamandala. PLTA Rajamandala dijadwalkan mulai beroperasi secara komersial pada Mei 2017. Pola pengoperasiannya mengikuti pola operasi PLTA Saguling yaitu dengan memanfaatkan air keluaran dari PLTA Saguling untuk menghasilkan energi listrik (Dwiyanto, 2014). Kapasitas energi listrik yang dapat dihasilkan pada proyek ini rata-rata sebesar 181 Giga Watt hour (GWh) per tahun atau setara dengan produksi listrik yang dihasilkan oleh 70 juta liter BBM. Energi listrik tersebut akan disalurkan ke Sistem Jawa – Bali melalui jaringan transmisi 150 kV Cianjur – Cigereleng.
Analisis Public Private Partnership (PPP) Proyek PLTA Rajamandala
Proyek PLTA Rajamandala merupakan salah satu bentuk public private partnership untuk menyediakan pasokan energi listrik pada sistem kelistrikan Jawa – Bali yang dilakukan oleh PT. PLN Persero dengan PT. Rajamandala Electric Power. Kerjasama antara PT. PLN Persero dengan PT. Rajamandala Electric Power termasuk dalam jenis proyek infrastruktur ketenagalistrikan yaitu dimana pengembang bertanggungjawab terhadap seluruh
public private partnership (PPP) yang digunakan ialah BOOT (Bulit Own Operate Transfer) dengan masa kontrak perjanjian selama 30 tahun. Kemudian setelah masa kontrak berakhir, PLTA Rajamandala akan diserahkan kepada PT. PLN Persero. Rencana pembiayaan proyek menggunakan skema International Project Financing dengan melakukan pinjaman dana kepada sindikasi Japanese Bank for International Cooperation (JBIC) dan Mizuho Bank Tokyo sebesar 75% dari total dana proyek. Sedangkan sebesar 25% dana proyek dibiayai oleh PT. Indonesia Power dan Kansai Electric Power Inc. yang merupakan induk perusahaan dari PT. Rajamandala Electric Power. Pembangunan proyek PLTA Rajamandala dilaksankan selama 33 bulan dengan jumlah pekerja 1200 orang dan dijadwalkan mulai beroperasi pada Mei 2017. Energi listrik yang dihasilakn sebesar 181 Giga Watt hour (GWh) per tahun dengan harga penjualan 8,6616 cent USD per kWh. Dengan demikian, pembangunan proyek PLTA Rajamandala merupakan langkah yang diambil oleh PT. PLN Persero untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas pasokan listrik bagi wilayah Jawa – Bali melalui kerjasama pemerintah dan swasta atau public private partnership (PPP).
Sumber:
Asian Development Bank. 2012. Public Private Partnership Operational Plan 2012-2020- Realizing The Vision For Strategy 2020: The Transformational Role Of Public Private Partnership In Asian Development Bank. Philipines.
Economic And Social Commission For Asia And The Pacific (ESCAP). 2011. A Guidebook On: Public Private Partnershipin Infrastructure. Bangkok.
Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Dwiyanto, Bambang. 2014. PLN Tandatangani Kontrak Pembelian Listrik PLTA
Rajamandala 47 MW. http://www.pln.co.id/pln-tandatangani-kontrak-pembelian-listrik-plta-rajamandala-47-mw/. Diakses pada 23 April 2016
Dwiyanto, Bambang. 2014. Penandatanganan Dokumen Dalam Rangka Pencapaian Financing Date Proyek IPP PLTA Rajamandala 1x47 Mw.
http://www.pln.co.id/penandatanganan-dokumen-dalam-rangka-pencapaian-finan cing-date-proyek-ipp-plta-rajamandala-1x47-mw/. Diakses pada 23 April 2016